Keadaan di kebun binatang sangat ramai, jadi mudah bagi mereka untuk menimbulkan keributan dan mengambil kesempatan untuk menculik anak-anak, sedangkan di tengah kota kemungkinan besar mereka sulit untuk menculik anak-anak. Karena di tengah kota ada banyak kamera pengawas yang mengawasi gerak-gerik semua penduduk kota. Stefan menebak kemungkinan besar beberapa bulan lagi barulah orang-orang itu akan melancarkan serangan berikutnya. “Apa yang kamu bilang cukup masuk akal, sih. Kalau begitu, aku akan menganggap kejadian di kebun binatang sebagai sebuah kecelakaan. Aku akan melakukan aktivitasku seperti biasa. Dengan begitu, mungkin mereka akan terpancing keluar,” ujar Olivia setelah sempat terdiam sejenak. Stefan langsung mencium kening istrinya seraya berkata, “Istriku ini semakin pintar saja.”“Memang sebelumnya aku bodoh?” tanya Olivia sambil mengerutkan keningnya.“Nggak, kok. Kamu kan selalu pintar. Aku sayang banget sama istriku yang pintar ini,” jawab Stefan dengan mode bertaha
“Selain itu, kamu juga lihat kan kalau Aiden sempat diculik orang-orang itu. Entah apa yang akan terjadi sama kakakmu kalau sampai nggak ada Olivia yang membantu,” lanjut Yenny. Yenny sangat terkejut ketika melihat Shella berlutut di hadapan Olivia ketika Olivia berhasil menemukan putranya yang sempat diculik. Seorang ibu memang bisa melakukan apa pun demi anaknya. Kemudian Roni berkata, “Memangnya kamu nggak lihat berapa banyak pengawal yang dibawa sama Stefan? Selain itu, Pak Aksa juga membawa para pengawalnya untuk melindungi Russel. Dengan begitu, aku sebagai ayahnya nggak memiliki kesempatan sama sekali untuk merasa khawatir dengan keadaan putraku.”Yenny hanya bisa terdiam. “Aiden ketakutan, begitu juga kakakku. Semua orang yang menghadapi peristiwa itu pastinya ketakutan.”Hubungan Roni dan saudara perempuannya kurang baik akhir-akhir ini. Roni pastinya tidak akan mengajak Shella dan keluarganya untuk pergi ke kebun binatang kalau bukan karena ibu mereka yang mengajak Shella.
"Orang tuamu besarin kamu nggak gampang, terus orang tuaku besarin aku gampang gitu?" desahnya dengan kesal. "Kamu maksa aku untuk nerima mereka, tapi apa dasarnya? Mama kamu ‘kan nggak pernah membesarkan aku, malah selalu nyeleneh sama aku. Dia suka ngebandingin aku sama Odelina, terus ngomong kalau aku kalah dari Odelina. Terus dia nggak bolehin aku kesel gitu?""Waktu pertama kali aku datang ke rumahmu, ibumu itu baik banget sama aku, kakakmu juga ramah. Aku pikir, mungkin masalahnya ada di Odelina yang nggak bisa baik-baik sama mertua, jadi dia sering dikomplain sama kakak dan ibumu. Tapi sekarang aku sadar, ternyata mereka cuma pintar pura-pura saja. Aku ketipu."Malah Yenny-lah yang datang dengan inisiatif sendiri."Tadinya aku pikir aku beda dari yang lain, ternyata ..."Perlakuan sebagai istri dan sebagai kekasih, benar-benar beda."Terus, kamu dulu perhatian banget sama aku, sekarang gimana?"Roni mencoba meredam emosi Yenny, "Sekarang aku tetap perhatian banget sama kamu, kok
Yenny sudah berusaha sangat keras untuk merebut Ronny dari Odelina. Dia akan terus melanjutkan perjalanannya dengan Roni meskipun jalannya terasa sulit. Jika tidak, dia akan jadi bahan tertawaani Odelina. Odelina pasti akan berkata bahwa itu semua karma!"Yuk, tidur saja. Jangan terus berguling-guling seperti ini. Aiden bukan anakmu, kok. Kakakku saja belum tentu nggak bisa tidur kayak kamu. Kamu yang malah susah tidur. Padahal cuma tantenya," canda Roni sambil memeluk Yenny, lalu menguap lagi. "Aku beneran ngantuk banget."Tapi dalam hati, Yenny menggerutu. Dia tidak bisa tidur bukan karena Aiden.Aiden hanya seorang bocah nakal yang suka merusak skincare dan kosmetiknya. Yenny sangat membenci anak itu. Ketika Aiden dibawa pergi, Yenny hanya terkejut. Dia sama sekali tidak khawatir. Yenny bahkan merasa lega.Menurut Yenny, Olivia dan kakaknya-lah yang terlalu baik hati dengan rela mengirimkan bantuan untuk menyelamatkan Aiden.Yenny berpikir, jika saja dia yang berada dalam situasi se
Nenek menggerutu sebentar, tidak melanjutkan topik itu lebih jauh."Sayang, mobil yang kamu kasih buat aku pas Hari Valentine, suruh Bi Lesti bawa kemari juga saja. Nggak ada mobil aku repot kemana-mananya," kata Olivia."Oke," Stefan dengan senang hati menyetujuinya.Setidaknya, hadiah untuk sang istri dalam rangka Hari Valentine akhirnya berhasil diserahkan.Nenek berkata kepada Olivia, "Oliv, begitulah memang harusnya. Suamimu bekerja keras untuk kamu, jadi manfaatkan uangnya dengan sebaik-baiknya. Semakin banyak uang yang kamu habiskan, dia akan semakin bahagia dan termotivasi untuk bekerja lebih keras. Kalau kamu nggak belanjain, uang yang dia hasilkan ya cuma jadi angka-angka belaka. Nggak ada artinya buat dia, ‘kan?"Olivia tersenyum, "Nenek, aku nggak kurang uang, kok."Toh, Stefan juga sering mengirim uang ke rekening keluarga. Simpanan pribadinya sudah banyak. Olivia tidak tahu bagaimana lagi dia harus menghabiskan uang yang diberikan Stefan. Olivia bukan tipe orang yang bor
"Sayang, kamu cari cara lah selamatin Giselle. Dia nggak pernah mengalami hal kayak gini sebelumnya," kata Sinta, yang lebih khawatir tentang putri kecilnya.Sinta malah tidak terlalu khawatir kepada putranya yang masih duduk di bangku SMA. Putranya tinggal di asrama karena hendak menghadapi ujian tingkat akhir. Biasanya dia hanya bisa pulang sekali sebulan. Yang perlu Sinta lakukan hanya mengisi uang ke kartu makan putranya. Sang putra jauh lebih mandiri daripada Giselle. Satu-satunya hal yang membuat Sinta tidak senang adalah putranya itu sangat melindungi Rosalina, kakak perempuannya.Setiap kali putranya berada di rumah, Sinta harus bersikap lebih lembut pada Rosalina. Jika tidak, dia akan bertengkar dengan sang putra."Giselle ‘kan cuma ditahan lima belas hari, setelah itu dia akan dibebaskan. Yang harus kita khawatirkan adalah bagaimana jika Olivia menggugatnya," desah Johan."Kita bukannya nggak pernah minta maaf. Aku bahkan sudah nyuruh Rosa ke toko Odelina buat mohon ampun, t
Wajah Rosalina menghadap ke arah mobil, dia berusaha keras untuk melihat siapa yang sedang parkir, tetapi sayangnya pandangan matanya gelap. Hanya ada sedikit cahaya yang tidak cukup untuk bisa membuatnya melihat dengan jelas.Rosalina merasa ada cahaya yang berada di depan matanya, tetapi bagaimanapun dia mencoba, Rosalina masih belum bisa meraih cahaya itu."Setiap hari kamu jalan kaki ke toko?" sebuah suara berat terdengar.Rosalina mengenali suaranya. Itu adalah suara Calvin.Calvin pernah dikerjai oleh kakak iparnya untuk mengantarkan Rosalina kembali ke toko bunga. Ketika Rosalina berterima kasih dan menanyakan namanya, Calvin tidak menyembunyikan identitas. Dia dengan jujur mengatakan bahwa dirinya adalah Calvin, putra kedua keluarga Adhitama."Pak Calvin," Rosalina tahu itu adalah Calvin. Dia tersenyum lembut."Keluarga Siahaan nggak punya sopir?" tanya Calvin."Keluarga Siahaan punya sopir, aku yang nggak punya sopir," jawab Rosalina. Calon istri yang dicarikan Nenek untuk Ca
Calvin memutar kepalanya dan bertanya, "Kamu ‘kan nggak bisa lihat, kalau busnya datang, kamu juga nggak bisa nyetop busnya, ‘kan?”Rosalina menjawab, "Pak Security di sana perhatian banget. Setiap hari mereka biasanya bantu saya nyetopin bus. Mereka ngeliatin saya sampai saya benar-benar naik."Calvin diam. Mereka berdua memang belum begitu mengenal satu sama lain.Awalnya, Calvin tidak berniat untuk bertindak begitu cepat, tetapi setelah dipermainkan oleh kakak iparnya, dia pun secara pasif memulai upaya mendekati Rosalina agar tidak diejek oleh kakak iparnya. Saat ini, Calvin memiliki informasi yang sangat terbatas tentang Rosalina. Nenek hanya memberikan informasi dasar, yang lainnya, Calvin sama sekali tidak tahu. Tanpa informasi yang cukup, mereka tidak punya topik untuk diperbincangkan.Di sepanjang perjalanan, satu orang fokus mengemudi sementara yang lainnya mendengarkan musik.Ketika mobil berhenti di Spring Blossom, Calvin menyampingkan kepala dan berkata pada Rosalina, "Bu
Menurut Jordan, orang tua mereka sebenarnya paling menyayangi Giselle. Namun, mereka memindahkan semua harta keluarga atas namanya setelah dia menceritakan kebiasaan boros perempuan itu dan bagaimana kedua bibi mereka mengincar Giselle untuk dimanfaatkan. Orang tua mereka hanya ingin melindungi harta keluarga agar tidak habis sia-sia. “Kak Giselle sekarang hanya masih mau berhubungan denganmu sebagai adik. Kalau kamu terus menyebut-nyebut mereka di depanku, terus-menerus menguliahi aku, atau selalu bertengkar denganku, aku mungkin bahkan nggak akan mau berhubungan lagi denganmu. Aku sudah berada di posisi terburuk saat ini,” kata Giselle. Dia sekarang sudah menjalin hubungan dengan Lota dan punya banyak uang untuk dihabiskan. Selama dia melakukan pekerjaannya dengan baik untuk lelaki tua itu, meski suatu saat nanti Lota tidak lagi mendukungnya, dia sudah menyimpan cukup banyak uang. Keluarga seperti ini, kalau pun tidak ada hubungan lagi, dia tidak peduli. Jordan merasa Kakak
"Aku sudah kirim uang ke kamu, Kakak harus gunakan uang itu untuk beli makanan bergizi dan memulihkan tubuh," ujar Jordan, yang masih merasa kasihan pada Kakak Keduanya. Namun, dia tidak bisa memberikan terlalu banyak uang. Kakaknya ini terlalu boros, dan kurang bijak serta mudah dipengaruhi oleh kedua bibinya. Dia hanya bisa mengontrol pengeluaran kakaknya dengan tidak memberikan uang terlalu banyak, meskipun kakaknya memarahinya, dia tetap tidak akan memberikan lebih. Orang tua mereka juga sudah berpesan agar tidak memberikan terlalu banyak uang pada Kakak Kedua. Mereka lebih memahami sifat Kakak Kedua dibandingkan dirinya. "Aku tahu, aku ini juga sayang pada tubuhku sendiri," jawab Giselle dengan nada tidak sabar. "Kalau begitu, traktir aku makan enak." "Kakak mau makan di mana?" tanya Jordan. "Kamu ini adik ipar dari keluarga Adhitama. Ajak aku makan di Mambera Hotel, apa mereka akan membebaskan biaya untukmu?" Jordan menjawab, "Aku nggaj nay minta sama Kak Calvin. Ka
Mengatakan bahwa dia bukan orang baik, apakah mereka adalah orang baik? Kalau Rosalina orang baik, dia seharusnya berbesar hati, tidak mempermasalahkan masa lalu, dan memberikan semua warisan orang tua kepada dia. Barulah itu disebut orang baik. "Kak Giselle, aku nggak bermaksud seperti itu, aku nggak pernah berpikir begitu. Dalam hatiku, Kakak dan Kak Rosalina sama-sama saudaraku. Aku hanya merasa Kak Giselle sekarang harus belajar mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri, memahami situasi dan bertindak sesuai kondisi." "Kita nggak bisa terus hidup di bawah perlindungan orang tua. Sekarang Papa dan Mama nggak bisa membantu kita lagi, kita harus bergantung pada diri sendiri." "Kak Rosalina juga nggak seburuk yang Kakak pikirkan. Kalau dia benar-benar kejam, Kakak nggak akan bisa duduk di sini memakinya." "Kak Rosalina juga nggak merebut harta kita. Dia hanya mengambil kembali warisan yang ditinggalkan oleh Paman untuknya. Menurut hukum, harta yang atas nama Ibu juga harus dib
Giselle menepuk-nepuk wajahnya dan berkata, "Aku bahkan nggak pakai riasan, oh, sekarang aku bahkan nggak punya uang untuk beli kosmetik." Dia masih dalam masa pemulihan setelah melahirkan dan meskipun pengasuh bulanan membuatkan makanan bergizi setiap hari, tubuhnya belum sepenuhnya pulih dalam waktu beberapa hari ini. Jordan memandangi kakaknya beberapa saat, lalu berkata, "Kak Giselle masih muda, baru berusia dua puluhan. Meski tanpa kosmetik, Kakak sudah cantik alami." Adiknya ini sepertinya memang tipikal laki-laki polos. Sebagus apa pun dia masih muda, dia tetap butuh kosmetik dan produk perawatan kulit. Dulu, saat orang tua mereka masih ada, semua produk perawatan kulit yang dia gunakan adalah merek paling mahal. Jika sehari saja tidak memakainya, dia merasa tidak nyaman. "Kak Giselle, sudah makan belum?" tanya Jordan. "Belum. Aku mana punya uang untuk makan? Lebih baik aku mati kelaparan saja, aku sudah nggak lagi dimanjakan oleh Papa dan Mama, dan adikku juga lebih m
Ketika liburan musim panas tahun depan tiba, Jordan berencana mengikuti ujian SIM. Saat ini, setiap kali dia keluar rumah, dia hanya bisa naik taksi atau meminta sopir keluarga untuk mengantarnya. Rosalina mengatur agar sopir keluarga mengantar adiknya menemui Giselle. Setelah sopir membawa Jordan pergi, Rosalina juga diam-diam mengirim orang untuk mengikuti adiknya. Tujuannya adalah untuk mencari tahu di mana sebenarnya Giselle tinggal sekarang.Dia tidak percaya begitu saja saat Giselle mengatakan bahwa dia tidak memiliki tempat tinggal tetap. Jika keadaannya benar-benar separah itu, Giselle pasti sudah datang untuk membuat keributan. Bahkan jika Giselle tidak berada di Mambera, dengan temperamennya, dia pasti sudah datang ke Vila Permai untuk membuat masalah. Tidak mungkin dia diam saja seperti sekarang. Sekitar setengah jam kemudian, Jordan sudah tiba di kafe tempat Jordan dan Giselle berjanjian. Saat turun dari mobil, Jordan berkata kepada sopir, "Nanti aku akan pulang send
Rosalina tersenyum dan berkata, "Kamu mau makan apa? Aku minta dia buatkan untukmu." "Asalkan masakan Kak Calvin, aku pasti suka," jawab Jordan dengan cepat. "Kalau begitu sudah beres. Selama dia ada di rumah, dia yang selalu memasak. Koki di rumah kita setiap hari khawatir pekerjaannya akan direbut oleh kakak iparmu," kata Rosalina sambil tertawa. Jordan tertawa terbahak-bahak. "Kak, kamu benar-benar beruntung." Kalau bukan karena kakaknya menikah dengan putra keluarga Adhitama, Jordan tidak akan tahu bahwa Calvin begitu pandai memasak. "Aku juga merasa sangat beruntung," jawab Rosalina. Seandainya bisa punya anak lebih awal, itu akan lebih sempurna. Dokter Dharma juga bilang, dua tahun lagi dia bisa hamil secara normal. Selama dia masih memiliki kesempatan untuk menjadi seorang ibu, dia tidak khawatir. Selama ada takdir, bayi pasti akan datang mencarinya dan Calvin."Istriku, sudah bangun? Cuci tangan, ayo makan!" seru Calvin dari dapur. "Datang!" sahut Rosalina. Jor
Semua ini disebabkan oleh kedua orang tua Rosalina. Biar mereka menyalahkan saja diri mereka sendiri.Rosalina tersenyum dan berkata, "Makin buruk suasana hati mereka, makin bahagia hatiku. Baiklah, besok aku akan menemani Jordan menjenguk mereka di penjara. Bagaimanapun juga, salah satu dari mereka adalah om dan ibu kandungku sendiri. Secara emosional dan moral, aku harus melihat mereka." "Mereka makin nggak mau melihatku, aku justru makin ingin melihat mereka." Calvin berkata, "Kalau begitu, besok aku akan meminta izin sama Kak Stefan, lalu mengantar kalian ke sana. Aku juga mau ikut melihat." Mungkin Sinta akan marah besar. Putri yang paling dia sayangi tidak menikah dengan Calvin, tetapi putri yang paling dia benci justru menjadi permata hati lelaki itu. Mengingat bagaimana Rosalina pernah disakiti, Calvin tertawa dingin. Bahkan jika kedua orang itu sudah menerima hukuman mereka, dia tidak ingin mereka hidup nyaman. Biarkan saja kedua orang itu marah dan merasa tertekan sep
Rosalina berhenti sejenak, menoleh ke sekitar untuk memastikan tidak ada orang di dekatnya. Setelah yakin, dia merangkul leher Calvin dan langsung mencium bibirnya. Sejak pulang tadi, dia memang sudah ingin memberikan suaminya sebuah ciuman dalam. Namun, karena baru saja masuk rumah dan adiknya juga langsung ikut masuk, dia merasa tidak enak melakukannya. Calvin, yang lebih merindukan istrinya, langsung memeluknya kembali dan memperdalam ciuman itu. Setelah ciuman selesai, Calvin mendekatkan bibirnya ke telinga istrinya dan berbisik, “Sayang, aku belum puas. Ini baru seperti hidangan pembuka saja.” “Jordan ada di rumah... nanti malam saja,” Rosalina menjawab dengan suara pelan. “Dia memang ada di rumah, tapi dia nggak akan masuk ke kamar kita. Setelah kita kembali nanti, kalau dia ada di lantai bawah, kita langsung naik ke atas. Kalau dia di atas, kita kunci pintu kamar. Dia cukup tahu diri untuk nggak sembarangan mengetuk pintu.” “Aku tidak bisa menunggu sampai malam, aku su
“Setelah bertemu dengan dia dan memastikan dia baik-baik saja, aku akan mulai bekerja. Nanti saat liburan tahun baru, aku akan pulang. Kakak nggak perlu mengirim seseorang untuk menjemputku. Aku bisa pesan tiket lebih awal sendiri,” kata JordanPemuda itu merasa dirinya sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri saat berada di luar rumah. Rosalina mengangguk. “Selain para eksekutif perusahaan yang tahu siapa kamu, para karyawan biasa nggak akan mengenalimu. Selama kamu nggak mengungkapkan identitasmu, nggak ada yang akan tahu. Bekerjalah dengan baik, bicara seperlunya, kerjakan tugasmu, dan perhatikan bagaimana orang lain bekerja. Belajar dan amati.” “Baik,” jawab Jordan. Dia pernah bertemu dengan para eksekutif perusahaan sebelumnya. Bagaimanapun, dia adalah satu-satunya putra orang tua mereka, dan semua sisa aset keluarga setelah mereka dihukum telah dialihkan atas namanya. Namun, karena dia masih bersekolah dan tidak terlibat langsung dalam urusan perusahaan, para karyawa