“Planning-nya sudah jadi. Tadi aku baru saja diskusi sama Junia. Coba dilihat dulu.”Amelia mengeluarkan rancangan yang sudah dia buat semalaman dari tas dan menyerahkannya kepada Olivia. “Aku juga pemula, tapi kita kan kita bertiga. Ayo kita sama-sama berjuang cariduit.”“Oliv, kamu berhenti dulu kerjainnya. Jangan sambil kerja sambil baca, nanti tangan kamu terluka.”Terakhir kali Amelia membawa Olivia ke rumah sakit karena terluka, kedua kakinya terasa lemas karena melihat banyak darah.“Yang waktu itu kan kecelakaan.”Amelia tidak mau mengaku dia terluka gara-gara Stefan. Namun, dia tetap berhenti mengerjakan dan membaca perencanaan yang Amelia buat dengan serius, sembari sesekali bertanya.“Planning ini belum aku kasih lihat ke Kakak. Aku rasa kita harus coba jalanin dulu sendiri, jangan terus-terusan mengandalkan orang lain.”“Aku rasa planning ini sudah bagus banget,” puji Junia.“Yang namanya pengalaman memang harus dicari sedikit demi sedikit. Aku juga pernah ngobrol sama Stef
Olivia mengingat kembali jalan yang dia tempuh bersama dengan Stefan selama ini. Sejauh yang bisa dia ingat, dia jarang sekali memanjakan Stefan.Melihat Junia yang begitu mudahnya merayu Reiki, Olivia jadi berpikir untuk membelikan Stefan hadiah ketika dia membawakan makanan untuknya nanti.“Jun, nanti malam kita makan apa?” tanya Olivia.“Tadi siang Kak Odelina ngajak makan, jadi aku nggak beli apa-apa. Kamu mau makan apa? Aku beli saja sekarang.”“Aku harus bawain makanan buat Stefan biar lambungnya nggak sakit lagi. Mana malam ini dia harus menjamu tamu pula, takutnya lambungnya bakal sakit kalau dia minum-minum dengan perut kosong. Aku mau pergi beli makanan dulu, nanti aku balik lagi,” kata Olivia.Setelah Olivia pergi, Amelia berkata, “Aku jadi iri sama Olivia. Nggak gampang dia bisa menjalani kehidupan rumah tangga biasa sama Stefan. Stefan orangnya dingin banget. Cuma Olivia saja yang bisa bikin dia luluh.”“Waktu Stefan datang, dia kelihatan kayak patung es. Murid-murid saja
“Baguslah, kami juga jadi tenang tahu Stefan jagain kamu dengan baik. Aku cuma takut kamu yang ngerjain semua kerjaan rumah dan bernasib sama kayak Kak Odelina.”“Aku sudah belajar dari kesalahan kakakku, dan aku nggak akan punya hidup kayak dia dulu,” ujar Olivia.“Bisa tetap menjaga akal sehat dalam hubungan itu bagus. Aku sudah banyak melihat orang yang kehilangan jati dirinya cuma karena tergila-gila sama pasangannya.”Beberapa saat setelah Amelia berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Panggilan itu berasal dari satu-satunya teman baik sebelum Amelia kenal dengan Olivia. Seusai berbicara di telepon, Amelia berkata, “Liv, teman baikku baru saja putus. Aku mau samperin dia dulu.”“Oke, hati-hati di jalan.”“Besok aku suruh orang untuk pergi ke rumah kalian untuk membahas soal lahan dengan ketua lingkungan setempat, sekalian cari tahu saudara kamu yang hebat itu ngapain saja dua hari ini.”“Oke.”Dalam hal investasi, Olivia dan Junia menyerahkan semuanya kepada Amelia. Latar belaka
“Memangnya tempat parkir ini kamu yang punya?” balas Olivia.“Ini tokonya Rosalina. Aku adiknya, jadi tempat ini otomatis jadi punyaku,” sahut Giselle tidak mau kalah.“Kamu masih ngaku-ngaku Rosalina sebagai kakak kamu? Masih ingat apa yang kamu perbuat ke dia waktu di pestanya keluarga Darmawan?”Giselle selalu dimanja oleh kedua orang tuanya dan suka menindas Rosalina demi kesenangannya sendiri. Tanpa ada rasa salah, Giselle dengan lantangnya berkata, “Si buta itu memang pantasnya dikerjain!”Olivia jadi kesal dan ingin sekali memberi pelajaran kepada Giselle. Betapa malangnya Rosalina punya adik seperti dia. Sinta juga salah telah gagal mendidik Giselle dengan baik.Rosalina buta bukan sejak lahir, melainkan karena penyakit yang dia derita sewaktu berusia 16 tahun. Sinta begitu tega menelantarkan Rosalina begitu saja, dan Johan juga sibuk sehingga jarang berada di rumah. Penyakit yang Rosalina derita nyaris saja merenggut nyawanya. Untung ada tantenya yang datang berkunjung. Meliha
“Giselle!”Rosalina dapat mendengar suara keributan dari dalam tokonya, maka dia pun berjalan keluar dipandu oleh tongkatnya. Penampilan Rosalina masih sama seperti terakhir kali Olivia melihatnya. Dia memakai kacamata hitam sehingga Olivia tidak bisa melihat matanya. Raut wajah Rosalina juga masih terlihat tenang seperti malam itu.“Lagi ributin apa kalian?”Rosalina cukup mengenali tata letak tokonya sendiri. Hanya dengan mendengar asal suara, dia bisa memastikan di mana lokasi sumber suara tersebut. Dia pun dengan santainya berjalan ke depan Olivia dan berkata dengan lembut, “Kamu istrinya Stefan, ya?”“Apa-apaan? Dia itu cuma anak kampung. Hey, buta, nggak usah ninggi-ninggiin dia. Tunggu saja, anak kampung ini sebentar lagi bakal diusir dari keluarga Adhitama. Aku nggak percaya Stefan suka sama cewek kampungan,” cibir Giselle.Giselle paling tidak suka ada orang yang memanggil Olivia sebagai istrinya Stefan. Walaupun Giselle tidak berani berharap bisa bersama dengan Stefan karena
Giselle memang masih muda, tapi dia bukan tidak tahu apa-apa.Dia ingat bahwa ketika dia ingin membunuh Rosalina di pesta yang diadakan keluarga Darmawan, rencananya itu digagalkan oleh Olivia. Waktu itu, tubuhnya ditahan oleh Olivia, dan Amelia memaksanya untuk meminum segelas alkohol yang sudah ditambahi obat itu. Setelah efek obat itu bekerja, dia jadi ingin membuka bajunya di rumah keluarga Darmawan.Ibunya cepat-cepat membawanya pulang ke rumah, lalu menyuruhnya berendam di dalam air es sepanjang malam. Dia baru sadar kembali setelah efek obat itu habis, tapi dia juga langsung demam tinggi karena berendam di air es semalaman.Orang tuanya sangat tertekan melihat keadaannya.Namun, orang tuanya tidak pernah menuntut keadilan atas apa yang terjadi.Itu karena ada tuan muda keluarga Adhitama yang mendukung wanita itu dari belakang.Orang tuanya menjelaskan padanya, meskipun bisnis keluarga Siahaan bukan di Mambera, mereka tidak boleh mencari masalah dengan tuan muda keluarga Adhitama
Rosalina tersenyum dan berkata, “Kalau Bu Olivia percaya padaku, aku akan membantu membuatkan buketnya.”Dia meletakkan tongkatnya dan mulai membantu Olivia membuat karangan bunga.Olivia melihat Rosalina sangat mahir dalam membuatnya, jadi dia tidak bisa menahan diri dan bertanya, “Bu Rosalina, apa Ibu hapal posisi setiap bunga?”Rosalina berkata sambil menyusun bunga, “Aku nggak bisa melihat, jadi hanya bisa mengandalkan ingatan. Aku ada mempekerjakan karyawan di toko, jadi setiap kali ada barang yang datang, mereka akan meletakkan setiap jenis bunga di tempatnya, lalu memberi tahu aku di mana letak-letaknya.”“Aku juga telah membuka toko bunga ini selama bertahun-tahun. Aku mengandalkan ingatan dan sudah lama mengingatnya di luar kepala. Jadi, nggak akan salah.”Olivia mengamati mata Rosalina dan bertanya dengan ragu, “Bu Rosalina, apa matamu bisa disembuhkan?”Rosalina tersenyum dengan agak sedih dan berkata, “Aku kehilangan penglihatanku karena pernah sakit parah dulu. Waktu itu,
Olivia menyelipkan uang 400 ribu ke tangan Rosalina dengan paksa. Rosalina menyentuh uang itu dan merasakan ada empat lembar, jadi dia mengambil dua lembar dan mengembalikannya pada Olivia, lalu berkata, “Kalau Bu Olivia bersikeras, aku akan mengambil setengahnya.”Olivia tahu mereka berdua masih belum dekat dan tidak bisa dibilang berteman, jadi dia tidak memaksakannya lagi. Dia mengambil dua lembar uang 100 ribu itu, tersenyum dan berkata, “Bu Rosalina, terima kasih. Bunga-bunga karanganmu di sini sangat cantik. Besok-besok kalau aku butuh karangan bunga, aku pasti akan datang ke sini untuk membelinya.”Rosalina tersenyum dan berkata, “Datanglah kapan pun. Besok-besok kalau kamu perlu bunga, telepon saja dulu. Kamu hanya tinggal memberitahuku bunganya mau kamu kasih ke siapa. Aku akan membuat karangannya dan membungkusnya dengan baik. Kamu bisa tinggal datang untuk mengambilnya.”Setelah mengatakan itu, dia berbalik badan, berjalan ke depan meja kasir, berpegangan pada meja dan menge
Sepasang ibu dan anak yang belum tidur semalaman itu sedang menikmati waktu sunyi berdua dengan berjalan santai di halaman rumah. Meski di luar udara sangat dingin, mereka berdua terlihat seperti tidak terpengaruh. Tidak ada pula dendam atau kebencian yang tersirat dari obrolan mereka. Mereka berdua mengobrol hal-hal biasa seperti tidak terjadi apa-apa. Di momen itu mereka hanyalah ibu dan anak biasa.Entah berapa lama kemudian, Patricia berkata, “Felicia, ayo duduk. Aku sudah tua, nggak bisa jalan terlalu jauh.”Patricia berkata sembari duduk di kursi panjang yang terbuat dari batu. Felicia pun ikut duduk di kursi itu bersama ibunya.“Langitnya sudah mau terang,” ucap Patricia mendongak ke angkasa. “Di musim dingin, malam lebih panjang dari siang. Kalau di musim panas, jam segini langit pasti sudah terang.”Dia menarik jaketnya dan bertanya, “Felicia, kamu kedinginan, nggak?”“Iya. Suhu udara di luar rumah lumayan dingin.”“Kamu pakai jaket terlalu tipis. Seharusnya kamu pakai jaket y
Meski perjamuan malam ini menyimpan bahaya yang tersembunyi, Cakra tetap akan menemani Patricia terjun ke dalam jurang.“Tapi acara malam ini pasti bakal jadi pertumpahan darah. Kalian harus ikuti terus Felicia, biar aku yang jagain kalian,” kata Cakra. “Mama kalian nggak bakal membiarkan anak putri satu-satunya celaka. Makanya dia pasti sudah menyiapkan jalan keluar untuk Felicia. Kalian awasi terus Felicia, dijamin kalian pasti selamat.”“Pa, itu kan cuma dugaan saja. Kita ini juga anak kandung Mama. Kalau ada bahaya, masa iya Mama bakal sengaja minta kita datang ke sini? Papa mikirnya jangan terlalu mengada-ada.Mendengar itu, Cakra langsung memelototi anak sulungnya. “Kamu ini selalu saja membantah. Kalau saja kalain menurut apa kataku, malam ini kita semua sudah ada di kampung halamanku. Aku juga nggak perlu khawatir. Sekarang dinasihati baik-baik malah melawan. Mama kamu itu benci aku dan nggak pernah mau lihat wajahku, tapi tiba-tiba aku dipanggil untuk menginap di sini. Kamu pi
“Pa, kenapa?” Ivan menyuarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Dengan suara lirih Cakra menjawab, “Mama kamu mau mengundang yang dari Mambera untuk makan-makan di rumah ini. Kamu pikir itu hal yang baik? Kalaupun mama kalian mengadakan acara makan-makan itu dengan niat yang baik, mereka nggak akan berubah pikiran. Mereka datang murni dengan tujuan untuk balas dendam.”“Mereka juga cuma mencurigai Mama yang membunuh kepala keluarga Gatara sebelumnya, tapi mereka nggak punya buktinya,” kata Julio.Erwin mengangguk setuju. “Mereka semua orang-oran yang punya jabatan tinggi. Mereka nggak mungkin menuduh Mama tanpa bukti yang kuat, kecuali kalau mereka mau masuk penjara. Yang rugi juga mereka sendiri.”Ivan berkata, “Dengar-dengar, asistennya kepala keluarga sebelum Mama juga datang. Pak tua itu kuat juga bisa hidup sampai hampir seratus tahun. Dia termasuk satu-satunya orang yang masih hidup yang tahu tentang kejadian itu,” ujar Ivan.”Aku takutnya yang kita hadapi nggak semudah itu.
Patricia memang pilih kasih. Dia lebih menyayangi anak perempuan daripada anak laki-laki. Namun apa boleh buat, siapa suruh Ivan dan adik-adiknya terlahir di keluarga Gatara. Bahkan anak-anak perempuan mereka juga tidak pernah teralu dianggap. Yang Patricia anggap layak sebagai penerus keluarga Gatara di masa depan hanyalah anak perempuan yang lahir dari rahimnya Felicia.Andaikan Ivan tidak terlahir di keluarga Gatara dan harus mengandalkan Gatara Group untuk bertahan hidup, dia ingin menghancurkan perusahaan itu dan merombak tradisi keluarga yang tidak masuk akal.Keluarga lain di mana-mana menjadikan laki-laki sebagai kepala keluarga, tetapi di keluarga Gatara terbalik. Justru wanitalah yang menjadi kepala keluarga.“Pa, kira-kira Mama dan Felicia pergi ke mana pagi-pagi begini? Kalau cuma jalan-jalan rasanya terlalu pagi. Di luar kan dingin, apa mereka nggak takut?”Udara di luar tidak seperti di dalam ruangan yang nyaman karena terdapat penghangat ruangan. Meski di luar tidak trun
Meski disindir oleh ibunya, Felicia tetap tak goyah. Dia berkata, “Tentu saja aku perhatian sama mamaku sendiri. Mau sejahat apa pun, aku tetap bakal peduli.”“Memangnya aku apain kamu? Apa aku ada jahat sama kamu selama ini. Kalau kamu bukan anak kandungku, dari apa yang sudah kamu lakukan selama ini, punya sembilan nyawa pun nggak cukup.”“Iya, iya. Aku seharusnya berterima kasih karena karena aku masih dikasih hidup.”Mendengar itu, Patricia refleks mengangkat tangannya untuk memukul Felicia.“Waduh.”Felicia sengaja menjerit kesakitan, lalu menutup bagian bagian yang terpukul dan berjongkok di lantai. Patricia kaget melihatnya dan memelototinya. “Aku cuma mukul kamu pelan memangnya bikin tangan kamu patah? Dasar cengeng, begitu saja sampai teriak.”“Aduh … sakit! Sakit banget!” Alih-alih menanggapi ibunya, Felicia terus menjerit kesakitan sambil memegangi bagian tubuhnya yang tadi dipukul.Seketika Patricia terdiam untuk beberapa saat. Lalu dia berjongkok untuk memeriksa tangan Fel
“Vandi, menurut kamu, besok mamaku bakal apain aku? Apa dia bakal membiusku lagi? Atau bikin aku pingsan?”Vandi terdiam. Dia dapat memikirkan berbagai macam cara untuk membuat Felicia tak berdaya, tetapi dia tidak tahu cara mana yang akan Patricia gunakan. Felicia pun tidak menanya lebih jauh. Dia tahu ibunya suka berubah-ubah dan tidak mudah ditebak. Lagi pula Vandi bukan asistennya Patricia. Tidak mungkin dia langsung tahu apa saja yang Patricia rencanakan.“Sudah malam, kamu istirahatlah dulu. Aku juga sudah mau tidur.”Felicia mengirimkan pesan kepada Vandi untuk segera beristirahat. Dia meletakkan ponselnya di atas meja kecil samping kasur dan mematikan lampu kecil. Hanya saja, terlalu banyak hal yang mengusik hati Felicia, membuat dia kesulitan untuk tidur meski sudah berguling ke sana kemari cukup lama.Entah sudah berapa menit berlalu Felicia pun masih tidak bisa tidur, akhirnya dia pun duduk dan menyalakan lampu kecil, mengambil ponselnya dan melihat jam yang ternyata sudah m
Vandi menjawab, “Kalau diselidiki sekarang pun nggak akan dapat apa-apa, waktunya terlalu mepet. Bu Patricia sudah menyuruh pelayan rumah pergi ke rumah keluarga Arahan untuk mengantar undangannya supaya besok malam Bu Yuna dan yang lain datang. Dia juga mengundang beberapa anggota keluarga Gatara yang lain. Kurasa kalau Bu Patricia mau beraksi, pasti akan dia lakukan besok di pesta.”Undangan perjamuan yang Patricia adakan kali ini berbeda dengan yang pertama kali. Pertama kali dia mengundang Odelina, lalu Ricky dan Rika juga datang. Meski Patricia mau menghabisi Odelina dalam perjalanan sesuai dengan rencananya, sayang upaya itu gagal.Setelah itu, Patricia dan Odelina sempat beberapa kali bertemu, tetapi Patricia sudah tidak lagi mengundang Odelina ke rumah. Dalam perjuaman kali ini ada banyak yang datang dari Mambera. Yang datang semuanya adalah orang-orang kaya dan penting. Tanpa perlu ditanya pun sudah tahu kalau mereka datang bertujuan untuk memberi dukungan kepada Odelina.Alas
“Kalau ada waktu, Stefan juga suka baca-baca buku mengasuh anak supaya ada pengetahuan dasar untuk jadi papa.”Mulan tertawa, “Sama kayak Yose dulu.”Tak heran meski Stefan dan Yose jarang berhubungan, mereka saling percaya satu sama lain. Bisnis yang mereka jalani juga makin lama makin makmur. Mereka berdua adalah tipe orang yang serupa.Sekali lagi Olivia dan Mulan saling bertatapan dan bertukar senyum. Kebahagiaan mereka terpancar dengan sangat jelas melalui sorot mata. Baik itu Stefan atau Yose, mereka berdua adalah pria yang luar biasa, dan sama-sama bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.Mereka begitu sibuk, tetapi tetap tidak melupakan keluarga dan anak istri. Mereka tetap bekerja keras menunaikan tanggung jawab sebagai ayah dan suami yang baik. Sebagai istri mereka berdua, Olivia dan Mulan merasa sangat bahagia. Pantas saja begitu banyak wanita lain di luar sana yang menambakan mereka.“Kamu juga cepat tidur, deh. Good night.”“Good night.”Setelah mengucapkan selamat malam
Dokter Panca mau Liam untuk menyalin tidak masalah, asal jangan terlalu banyak sehingga mengganggu waktu istirahat dan bermainnya. Sekarang sudah masuk musim liburan dan anak-anak seharusnya bisa bermain dengan gembira. Seiring dengan berjalannya usia, waktu untuk bersenang-senang akan makin berkurang. Studi dan karir menjadi prioritas, yang mana otomatis akan memotong waktu bermain.Dengan khawatir Liam bertanya, “Mama, apa Kakek Guru bakal dengar permintaan Mama? Dokter Kellin lagi nggak di rumah. Kalau Dokter Kellin yang ngomong pasti Kakek Guru mau dengar.”“Tenang saja, Dokter Panca pasti mau dengar,” kata Mulan dengan hangat. “Apa pun yang terjadi, kamu tetap anak Mama. Sekeras apa pun Dokter Panca, dia tetap harus mendengar pendapat dari orang tua murid. Sudah, tidur, gih. Besok pagi jangan lupa latihan. Habis sarapan, baru kamu lanjutkan tugas menyalinmu. Habis itu baru boleh main sama Russel. Sorenya juga sama, habis tidur siang, kerjain dulu tugasmu selama satu jam, baru sisa