Mika segera kembali ke kamarnya setelah mendengar percakapan tiga orang itu. Pelan, dia membangunkan Noval dan menceritakan apa yang dia dengar pada suaminya itu. "Aku nggak mau. Aku nggak rela kalau mereka sampai menggadaikan rumah ini, Val. Aku nggak rela," ujar Mika yang sudah merasa khawatir.Dia merasa ketakutan dan juga panik saat ini. Dalam hati terus bertanya bagaimana kalau rumah ini benar-benar digadaikan? Maka dia akan kehilangan rumah ini."Tenang. Kamu harus tenang menghadapi ini," ujar Noval dengan mengelus pundak istrinya."Gimana aku bisa tenang?" tanyanya dengan berbisik. "Mereka mau menggadaikan rumah ini."Noval mengembuskan napas kasar. Dia menatap lantai sembari berpikir. Detik kemudian dia menatap Mika kembali. "Jalan satu-satunya hanya kita harus mengambil surat tanah itu," ujarnya kemudian."Tapi aku nggak tahu di mana surat itu," ujar Mika kemudian."Kamu pernah masuk ke kamar orang tua kamu?" tanya Noval
"Bapak!" teriak Bu Tuti dengan begitu keras. Pagi-pagi buta Bu Tuti sudah membuat kegaduhan di rumah. Pak Purnomo yang sedang asyik meminum kopinya pun tersedak.Pria itu menatap ke dalam rumah lalu menggerutu, "Ada apa sih? Berisik sekali," ujarnya dengan kesal."Ada apa, Pak?" tanya Noval yang sedang membersihkan motornya.Pak Purnomo menggeleng. "Nggak tahu." Dia pun bangkit lalu memasuki rumah dan menuju kamar di mana suara istrinya berasal.Tidak hanya Pak Purnomo dan Noval saja yang mendekati Bu Tuti, akan tetapi Olip dan Mika yang sedang memasak pun juga menghampiri Bu Tuti. Olip? Masak? Ya paksaan dari bapaknya karena dia sudah menikah."Ada apa sih, Bu? Pagi-pagi sudah buat keributan?" tanyanya kemudian. Dia menatap istrinya dan kamar yang tampak berantakan."Astaga, Bu. Ibu ini ngapain? Orang itu kamar dirapiin. Lah ini malah diberantakin." Pak Purnomo menggeleng pelan."Iya nih Ibu. kok kamarnya diberantakin?" tanya Olip kemudian."Diam kalian!" Bukannya menjawab pertanyaan
Duduk di ruang tamu, baru kali ini Olip merasa gelisah berhadapan dengan seseorang. Dia duduk di samping sang suami yang pagi ini dia paksa untuk bangun, terlihat jelas dati wajahnya yang masih bantal.Di hadapannya, ada seoraang perempuan cantik dengan rambut digerai. Meega, pemilik dekorasi yang jasanya dia pakai kemarin. Di kursi samping ada Pak Purnomo.Bu Tuti keluar dengan membawa nampan dan minuman. "Aduh, Mbak Meega. Pagi-pagi sekali datangnya," ujarnya dengan memberikan segelas minuman untuk perempuan itu."Saya ada jadwal terbang ke Paris pagi ini juga. Jadi, saya menyempatkan untuk mampir ke rumah kalian. Karena kalau tidak, saya harus datang ke sini lagi seminggu kemudian. Itu sudah terlalu lama bagi saya," ujar Meega memberitahu alasannya datang ke rumah Olip begitu pagi."Maaf kalau kedatangan saya mengganggu kalian," lanjutnya.Pak Purnomo tertawa garing. "Tidak kok mbak Meega."Meega tersenyum dan mengangguk. "Jadi, bagaimana ini? Saya sudah memberi waktu kalian lima
Sepulang bekerja, Mika dan Noval menatap empat orang di ruang tamu rumah dengan bingung. Pasalnya empat orang itu menatap ke arah mereka semua. Noval dan Mika pun saling tatap satu sama lain seolah keduanya juga sudah mengerti dan paham kalau ada yang akan dibicarakan pada mereka.Noval segera meraih tangan Mika lalu memasuki rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang ingin kalian bicarakan dengan kami," ujar Noval yang membuka suara lebih dulu.Ridwan yang melihat sikap Noval berdecih. Dia merasa muak dengan sikap Noval yang bertingkah seperti pahlawan untuk istrinya. Tunggu. Bukankah itu sikap yang seharusnya ditunjukkan seorang suami pada seorang istri."Ya. Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan sama kalian," ujar Olip bersuara. Ekspresinya menujukkan rasa senang seperti akan mendapatkan sesuatu yang berharga. Hal itu pun membuat Mika dan Noval merasa penasaran. "Apa" tanya Mika kemudian.Kali ini Bu Tuti yang berbicara mewakili semuanya. Dia mengangkat dagu dan menatap tajam ke arah No
Olip seolah mati kutu mendengar kata-kata dari kakaknya. Kakaknya ini pura-pura tidak tahu atau bagaimana. Dia, kan tidak punya uang sama sekali karena hasil hajatan tak seberapa. Sudah dibuat bayar dekorasi yang kurang lagi."Jadi Olip dan Ridwan saja yang diminta bangun rumah," lanjut Mika.Olip mendelik. Mika tidak boleh tahu kalau dia memang sedang bangun rumah. Keinginan Olip, kan Mika pergi dari rumah ini dulu. Biar jadi gelandangan sekalian. Terserah mau tidur di toko atau bengkel."Enak aja. Kak Mika lah yang harusya melakukan itu." Olip memprotes."Iya," sahut Ridwan.Olip langsung menelan ludah kasar dan menyenggol lengan ibunya. Dua perempuan itu sepertinya sedang memikirkan cara lain untuk membuat Mika dan Noval pergi dari rumah ini.Sedangkan pak Purnomo yang seakan tahu ini tak berjalan baik pun berujar, "Baiklah---""Kamu nggak tahu apa gimana sih, Mik?" tanya Bu Tuti tiba-tiba. Perkataan itu menghentikan kalimat yang akan diucapkan oleh Pak Purnomo yang mana semua oran
''Sudah-sudah. Kalian ini apa-apaan sih?" tanya Pak Purnomo yang merasa jengkel dengan kelakuan anak dan menantunya yang satu ini. Dia menarik napas karena sudah merasa pusing dengan masalah yang hadir di rumah beberapa hari ini."Kalian ini seperti anak kecil saja," ujarnya kemudian menatap Ridwan dan Olip secara bergantian.''Kak Ridwan ini, Pak. Dia membohongi aku." Olip menatap suaminya dengan kesal. Dia sudah merasa malu dan tidak tahu harus meletakkan di mana wajahnya. Pasalnya Olip sudah menggembor-gemborkan permasalah tanah di depan rumah ini yang mana Ridwan sudah membelinya dan akan membuatkan rumah untukya di sana pada Sinta teman kakaknya yang sangat dia benci."Siapa yang bohong? Aku tidak pernah ya bilang kalau aku akan membelikan kamu tanah dan membangunkan rumah kamu." Ridwan berujar sembari melotot ke arah Olip. Dia tidak mau disalahkan seorang diri di sini.Kali ini Olip kembali menatap Ridwan dengan tajaam. "Aku, kan waktu itu pernah bilang sama kamu kalau aku mau
''Kok bisa sih bannya kempes?" tanya Ridwan ketika mendapati ban motornya kempes. Dia memerhatikan ban itu yang tak memiliki angin sama sekali.Detik kemudian pandangannya jatuh pada Noval yang baru saja mengeluarkan motornya. Dia terus memerhatikan gerak-gerik Noval yang saat ini sedang memanasi motornya. Tatapann Ridwan pun menjadi curiga."Val. Kamu yang membuat ban motor aku kempes?" tanya Ridwan yang jelas sekali kalau itu adalah bentuk tuduhan.Noval yang sebelumnya tengah sibuk dengan motornya sendiri pun langsung menatap Ridwan dengan datar. Dia memerhatikan ban motor milik adik iparnya itu yang sudah dalam keadaan kempes. Noval menggeleng lalu kembali fokus pada kendaraannya sendiri.Ridwan melotot lebar. ''Val. Jangan bohong kamu." Dia tidak percaya dengan jwaban Noval.Noval kembali menatap Ridwan. Kali ini dia brsuara, ''Bukan aku." Dia masih menjawab dengan santai.Mika kebetulan keluar dari rumah dan mendekati suaminya. Dia melihat seperti ada sitegang antara sang suami
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika Olip dan Ridwan baru saja sampai di kediaman Pak Eko. Dua orang itu membawa koper besar berisi pakaian mereka. Wajah Olip menunjukkan kekesalan karena dia harus kalah dari Mika dan berakhir dirinya yang harus pergi dari rumah."Sudah. Daripada kita tinggal di sana tapi mendapat kesialan terus. Mending kita di sini saja. Toh sama saja, kan. Setidaknya kita aman di sini," ujar Ridwan mencoba menghibur Olip.Olip mendengus. Sama saja bagaimana? Kalau di rumahya sendiri, kan dia pasti diratukan oleh kedua orang tuanya. jelas itu. Kalau di sini, jelas dia yang harus berbagi mengingat ada adik Ridwan yang masih bersekolah. Belum lagi sikap bapak mertuanya yang terang-terangan tidak menyukai Olip.''Kamu harus segera buatin aku rumah. Sebagai seorang suami itu sudah tanggung jawab kamu," ujar Olip menatap tajam Ridwan.Ridwan menghela napas dalam. Permintaan Olip ini terlalu banyak. Ya meskipun itu tidak salah karena memang sejatinya seorang
Setelah menutup panggilan telepon dari ibunya beberapa menit lalu, itu membuat Olip termenung. Perempuan itu berpikir cukup lama dengan acara syukuran di rumah baru Mika."Datang nggak ya?" tanyanya pada diri sendri. Tentu kita tahu apa yang dikatakan oleh Olip pada ibunya tadi di telepon kalau dia tidak mau datang ke acara itu.Ya. Kita tahu kalau Olip semakin merasa kesal dengan apa yang dicapai oleh kakanya, apalagi kelakuan Ridwan akhir-akhir ini yang memperlihatkan seperti dirinya tida ada artinya lagi untuk Ridwan.Olip menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi gelisah. Dia menunduk melihat perutnya yang rata. Dia mengelusnya pelan dengan ekspresi sedih."Pasti di sana sekarang banyak makanan. Pasti banyak yang enak-enak juga." Olip membayangkan makanan yang kini ada di rumah Mika. Ayam, daging, sayur, buah dan juga jajanan. Belum lagi kue-kuenya."Apa aku ke sana saja, ya? Sudah lama banget nggak makan enak. Udah berapa hari ini makanya cuma emi," ujarnya sekali lagi. Dia masih
Keluarga Noval dan juga neneknya Mika saling mengobrol bersama di sebuah ruangan yang terpisah dengan tempat acara syukuran berjalan. Kedua keluarga berkenan dan bercerita mengenai kilas balik.Mika dan Noval memasuki ruangan. "Maaf, ya. Kami baru bisa menemani," ujar Mika merasa bersalah."Tidak apa. Namanya juga lagi punya hajatan. Pasti sibuk ngurusin para tamu." Nenek Saseka berujar dengan senyuman.Nyonya Maysa tersenyum. Dia menepuk punggung tangan Mika. "Semoga di rumah baru ini hubungan kalian semakin erat," ujarnya mendoakan yang terbaik."Dan yang pasti, semoga kalian segera mendapat momongan," lanjutnya dengan senyuman mengembang.Noval yang mendengar itu langsung menatap papanya di mana sang papa hanya memberikan senyum miring di sana."Benar tidak Nyonya Saseka?" tanya Nyonya Maysa pada nenek Mika."Betul itu. Saya juga pengen segera dapat cicit dari Mika. Saya sudah tua. Harus cepet. Takutnya keburu diambil sama yang maha kuasa." Nyonya Saseka berujar.Mika yang mendenga
Bu Tuti yang kepikiran mengenai Olip setelah mendapat pertanyaan dari beberapa tetangganya tadi gegas menuju tempat paling belakang agar tida diketahui orang. Tidak. Dia bukannya ingin berbuat curang. Dia hanya ingin mencoba menghubungi Olip karena merasa heran putrinya itu bum datang juga. Padahal, dia sudah memberitahu mengenai acara ini."Jangan-jangan dia beneran tidak mau datang lagi. Kemarin, kan dia bilang gitu." Bu Tuti mulai berkutat dengan ponsel miliknya, mencari nomor milik Olip dan mencoba untuk menghubunginya.Panggilan pertama tidak mendapat jawaban meski dia tahu kalau nomor Olip aktif. Hingga percobaan ketempat, dia pun akhirnya bisa mendengar suata Olip. Bu Tuti terlihat lega akan hal itu."Olip. Kamu ini ke man aja sih? Dihubungi dari tadi coba," ujar Bu Tuti yang langsung mengomel. Padahal beberapa saat lalu dia terlihat khawatir."Maaf, Bu. Tadi Olip dari kamar mandi. Ibu tahu sendiri kalau kamar mandi di kontrakan ini harus antre." Olip berujar dari seberang sana
Acara syukuran rumah Mika berlangsung. Jika siang ini diperuntukan untuk para ibu-ibu, naka di acara malam nanti akan diperuntukan untuk para bapak-bapak. Biar tidak tercampur begitu. Terlihat Bu Tuti yang tampak sibuk dan juga kerepotan karena perempuan itu memang diserahi tugas untuk mengatur makanan oleh Mika. Bukan karena semangat, tetapi diahanya tidak ingin kalau acara ini apan memiliki masalah pada makanannya karena itu akan menjadi hal yang tidak baik nantinya. Para tamu sudah datang. Mereka mulai pengajian dengan seseorang yang memimpin. Namun, kita tahu kalau seperti ini pasti ada saja beberapa orang yang tidak fokus. "Bu Tuti tumben giat gitu bantuin Mika." Ya. Beberapa ibu-ibu malah salfok sama keberadaan Bu Tuti yang terlihat sangat sibuk mengatur menu yang ada di acara syukuran ini. "Iya. Dia seperti paling sibuk ngatur menu sejak tadi." 'Tumben. Kan ini acaranya Mika." "Memang kenapa kalau acaranya Mika?" tanya salah satu ibu-ibu yang sejak tadi mendengar pembicar
Olip meringkuk ketakutan. Dia menunduk sembari menangis, sesekali melirik ke arah keberadaan suaminya dengan tubuh bergetar. Bagamana tidak? Ridwan yang biasanya akan selalu menurutmu kemauannya, selalu mengalah kikadia marah, kini berubah seratus delapan pukul derajat. Bahkan kini Olip sangat ketakutan melihat suaminya itu. "Enak?" tanya Ridwan dengan senyum miring. Pria itu pun bangkit lalu mengenakan pakaianya secara cepat semampu melirik sinis ke arah Olip. Terlihat ekspresi penuh kepuasan di wajah pria itu. Setelah mengenakan pakaiannya dengan lengkap, dia pun mendekati Olip. Hal itu membuat Olip kembali merasakan takut. Dia menarik tubuhnya untuk semakin merapat ke dinding yang ada di belakangnya. Sedikit gerakan saja dia sudah berdesis. Olip merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya karena mendapat penyiksaan dari Ridwan. Yang paling parah adalah bagian intinya karena Ridwan sudah menggangg*hinya secara brutal dan kasar. "Jangan," bisik Olip. Ridwan pun hanya terkekeh. Tak
Ridwan merasa marah dan kesal dengan insiden yang terjadi padanya di warung kopi tadi. Niat hati bertemu teman lama yang dulunya sama-sama bekerja mejadi guru, dia malah dipermalukan oleh ibu mertuanya. "Sial*n! Kurang ajar sekali orang tua itu. Berani-beraninya dia mempermalukan aku di tempat umum," ujar Ridwan yang terus menggerutu sepanjang perjalanan tadi. "Mana pukulannya sakit semua lagi?" Dia masih di atas motor menuju kontrakannya. Sesekali Ridwan melihat lengannya yang tadi juga terkena pukulan dari Bu Tuti. Terlihat beberapa ruam di sana akibat cubitan juga. Tiba-tiba pandangannya menajam lurus ke arah depan. Giginya bergemerut satu sama lain menandakan amarah pria itu. "Olip" Dia mengucapkan nama istrinya dengan suara menggeram. Kilat emosi terpancar di sorot matanya. Entah seberapa marah pria itu saat ini. "Awas saja kau Olip. Kau sudah membuat aku dipermalukan oleh ibumu di tempat umum. Tungu saja pembalasanku," ujarnya kemudian. Meski sejak dipukuli tadi dia terus
Tepat ketika mobil sampai di rumahnya Bu Tuti langsung turun dan berjalan cepat memasuki rumahnya."Ada apa, Bu?" tanya Pak Purnomo yang melihat istrinya baru datang. Namun, ekspresinya membuat dia bertanya-tanya.Bu Tuti hanya menoleh sekilas pada suaminya lalu kembali membuang muka dan melanjutkan langkah untuk memasuki rumah. Dia kembali merasa kesal pada sang suami kala mengingat kalau suaminy itu duku tidk mau membela Olip ketika mendapat perlakuan tidak baik dari Ridwan.Pak Purnomo semakin merasa bingung dengan keadaan istrinya. "Ada apa sih? Ditanya bukannya jawab malah nyelonong aja." Dia menggeleng pelan sembari berkacak pinggang.Pak Purnomo berniat duduk kembali ketika pandangannya menangkap keberadaan Bu Ane yang sedang menurunkan belanjaan dibantu sopir Mika.Dia pun mengurungkan niatnya untuk duduk dan memilih untuk membantu Bu Ane. "Banyak sekali belanjaannya, Bu?" tanya Oak Purnomo uang terkejut melihat isi bagasi mobil itu.Bu Ane mengangguk. "Iya, Pak. Ini saja belu
"Dasar laki-laki tidak tahu diri. Tidak berguna. Bisanya hanya menyusahkan saja. Laki-laki macam apa kamu. Tidak bertanggung jawab. Pria macam apa kamu? Sukanya main tangan. Kurang ajar!" Bu Tuti terus menyerocos tiada henti untuk meluapkan kekesalannya. Tak lupa tangannya yang terus bergerak memukuli Ridwan."Berani-beraninya kamu, ya. Berani-beraninya kamu menampar putriku. Kurang ajar kamu. Laki-laki kurang ajar kamu," ujar Bu Tuti dengan terus memukuli pundak Ridwan."Apa sih, Bu?" tanya Ridwan yang mencoba menghindari pukulan Bu Tuti. Namun, ibu mertuanya itu terus saja memukulinya."Apa sih, Bu. Apa sih, Bu. Jangan pura-pura kamu. Laki-laki tidak tahu malu. Beraninya main tangan sama perempuan. Kamu laki-laki apa banc*?" Bu Tuti terus memberikan pukulan pada Ridwan.Ridwan yang terkejut akan kedatangan Bu Tuti dan segala tingkah lakunya kini mulai merasa kesal. Dia pun segera menepis tangan ibu mertuanya itu."Apa-apaan sih, Bu? Bikin malu aja," ujar Ridwan. Dia menatap ke seki
"Ke mana sih si Ridwan ini? Udah beberapa hari kok nggak datang. Biasanya datang cari makanan?" tanya Bu Lestari yang merasa bingung karena tidak melihat Ridwan datang beberapa hari ini."Kan mau ada yang aku tanyakan," ujarnya sekali lagi. Dia bahkan mondar-mandir di ruang tamu sembari menggigit jarinya.Suara motor terdengar mendekat. Bu Lestari tahu itu suara motor siapa. "Itu suara motor Ridwan," ujarnya semangat.Bu Lestari pun dengan bersemangat langsung keluar dari rumah. Dia tersenyum melihat putranya memarkirkan motornya."Kamu ini ke mana aja sih, Wan? Kok dua hari ini nggak ke sini?" tanya Bu Lestari.Ridwan yang mendengar perkataan ibunya pun mengerutkan keningnya, merasa heran dengan ibunya. "Ada apa memang, Bu?" tanyanya kemudian."Ada yang mau ibu tanyain," ujar Bu Lestari. Dia langsung meraih tangan Ridwan dan menariknya memasuki rumah dan mengajaknya duduk."Ibu mau tanya," ujar Bu Lestari kemudian.Ridwan berdecak. "Nanti aja deh, Bu. Ridwan laper nih. Pengen makan,"