Adrian menghidupkan ponselnya yang baru saja terisi daya. Banyak panggilan tak terjawab dari Rangga membuatnya penasaran. Namun belum sempat membuat panggilan, Rangga sudah lebih dulu menelpon. Adrian segera menjawabnya.
"Halo. Ada apa? " tanya Adrian. ".... " Adrian mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Rangga di seberang telpon. "Kamu yakin? " "... " "Baiklah." Adrian menutup telponnya begitu saja. Kemudian dengan langkah terburu-buru keluar dari kamar. Tujuannya saat ini hanya satu yakni kamar yang biasa ditempati oleh Bianca. Brak!!! Adrian membuka kamar itu dengan kasar. Namun kamar itu terlihat kosong. Bahkan tempat tidurnya juga terlihat rapi. Tidak seperti baru ditempati. Meski begitu ia masih tidak puas. Adrian mencari keberadaan Bianca di dalam kamar mandi. "Dimana tuh anak?" gumam Adrian lirih. Kemudian Adrian keluar dari kamar dan mencari keberadaan pembantu rumah tangganya. Dari pada harus bertanya pada sang Papa lebih baik bertanya pada mereka. "Apa Bi Narti tau dimana Bianca?" tanya Adrian pada salah satu pembantu yang sudah bekerja sangat lama disana. Bahkan sejak Adrian masih belum lahir kedunia. "Loh...katanya Non Bia ada di rumah sakit." "Jadi Papa belum membawanya pulang ke sini? " "Belum Tuan. Tadi Tuan besar pulang ke rumah sendirian." Adrian menatap Bi Narti dengan tajam. Seolah melihat kebohongan di matanya. Namun Adrian bisa melihat tidak ada kebohongan di matanya. Tanpa bicara lagi, dia pergi dari sana. Di sepanjang jalan Adrian menggerutu tidak jelas. Namun tiba-tiba mengingat ucapan sang Papa tentang Bianca yang akan kembali tinggal di rumahnya. Sang Papa juga bilang terserah ia mau menikah dengan siapapun asal ia dan Bianca sudah bercerai. Di tempat lain, Bianca keluar dari rumah untuk mencari makan malam. Selain itu ia juga ingin melihat kondisi di sekitar rumahnya. Meski di rumahnya ada kendaraan , namun Bianca belum bisa menggunakannya. Dia memang mendapatkan ingatan Bianca, namun bukan berarti dia bisa langsung mempraktikkannya. Lagi pula jika lelah ia bisa menggunakan kekuatannya. Bianca merasakan suasana yang berbeda dari tempat ia tinggal sebelumnya. Lampu yang menerangi jalan membuat orang-orang bisa berlalu lalang di waktu malam. Sedangkan di tempatnya dulu belum ada lampu. Jika tidak ada kepentingan jarang orang berlalu lalang di malam hari. Rumah milik Bianca terdapat di kawasan padat penduduk. Sangat jauh berbeda dengan rumah Adrian yang berada di kawasan mewah. Bahkan untuk masuk ke kawasan itu harus mendapatkan izin terlebih dulu. Bianca berhenti di depan penjual Bakso dan mi Ayam. Bianca tergiur oleh harum bau masakannya. "Halo Bia! kemana aja sih, kok nggak pernah ketemu," sapa seorang gadis seumuran Bianca. Dari ingatan Bianca asli, gadis itu bernama Zeta. Dia merupakan teman sekolah Bianca di bangku SMA. Dia juga teman Bianca di kampus. "Tinggal di rumah saudara. Bagaimana kabarmu? " "Baik. Mau makan Bakso apa Mi ayam? " Bianca nampak berpikir. Dia belum pernah makan dua-duanya. Tapi kalau pesan semuanya takutnya perutnya tidak muat. "Mi ayam." "Oke... Mi ayamnya dua mas. Jangan lupa di atasnya ditambah Bakso dua, " kata Zeta pada penjual . Kemudian dia menggandeng tangan chelsi ke kursi yang masih kosong. Sebenarnya Bianca agak risih. Namun dia juga tidak enak untuk menepisnya. "Duduk sini yuk! " Zeta duduk terlebih dulu di kursi yang masih kosong. Biancajuga ikut duduk di sampingnya. "Bagaimana kuliahmu? " tanya Zeta sambil mengambil kerupuk yang tersedia di atas meja. Kress kress kress "Kuliah?" tanya Bianca bingung. Dia mencoba untuk mencari ingatan tentang kuliah. "Hmm...kamu sudah lama kan tidak masuk kuliah. Terakhir kali saat... " Zeta tidak melanjutkan ucapanya. Dia merasa tidak nyaman menyinggung tentang kecelakaan yang menewaskan kedua orang tua Bianca. "Maaf." "Kenapa harus minta maaf. Yang kamu katakan memang benar. Mungkin beberapa hari lagi. Maukah kamu berangkat bersamaku? " pinta Bianca. "Tentu." Meski bingung namun Zeta menyetujuinya. Lagi pula mereka berada di kelas yang sama. Saat ini Zeta sudah berada di semester tujuh. Sebentar lagi dia juga harus melakukan magang(KKN) di tempat yang sudah ditentukan oleh pihak universitas. "Silahkan." Pesanan mereka akhirnya sampai. Dua mangkok mi ayam ditambah dua Bakso di masing-masing mangkok. Bianca sudah tidak sabar untuk menyantapnya. Meski bukan pertama kalinya ia menyantap mi, namun beda sama mi dihadapannya. Belum lagi tambahan daging ayam dan juga Bakso. Bianca melihat Zeta meracik mi nya dengan saos sambal. Dia ingin ikut meracik. Namun ia masih ingin mencicipi rasa originalnya. "Enak," gumam Bianca setelah menghabiskan satu suapan. Namun ia masih ingin memcicipi racikan milik Zeta. "Boleh aku mencicipi punyamu? " "Ha?!!!!" "Sedikit saja, " pinta Bianca. Meski bingung namun Zeta menganggukan kepalanya. Bianca mengambil satu sendok kuah milik Zeta dan mencicipinya. Bianca yang belum pernah makan pedas langsung kepedasan. Dia langsung menghabiskan satu gelas air di depannya. Meski begitu Bianca masih merasa kepedasan. "Tumben banget kamu kepedasan?" tanya Zeta heran. Padahal biasanya Bianca sangat suka pedas bahkan lebih pedas darinya. Bianca tidak menjawab. Dia dan Bianca asli memang berbeda. Kesukaan mereka juga belum tentu sama. Tidak mendapat tanggapan Zeta kembali melanjutkan makannya. Namun ia kembali melongo begitu melihat Bianca makan dengan anggun. Bianca yang ditatap seperti itu merasa risih. "Kenapa menatapku seperti itu? " tanya Bianca. "Nggak papa kok. Lanjutkan saja makanmu." Akhirnya makanan di mangkok mereka habis. Bianca dan Zeta pulang ke rumah masing-masing. Bianca pulang dengan berjalan santai. Zeta sebelumnya hendak mengantarkan Bianca pulang. Sayangnya Bianca menolak. Setibanya di rumah ,Bianca langsung mengunci semua pintu . Kemudian masuk kedalam kamarnya. Bianca melakukan meditasi untuk memulihkan kekuatannya. Dia sangat beruntung meski kini harus hidup di tubuh Bianca namun kekuatannya tidak hilang. Tiba-tiba Bianca mengingat dua anak kembarnya. Entah bagaimana nasib keduanya. Tanpa ia ketahui keduanya sudah meninggal seperti dirinya. "Ibu harap kalian baik-baik saja, " gumam Bianca sambil menghentikan meditasinya. Dia sedang tidak fokus. Sedangkan meditasi memperlukan konsentrasi. Keesokan harinya Bianca bangun sangat pagi. Setelah mencuci muka, dia langsung melakukan lari pagi. Kebiasaan ini sering ia lakukan saat masih tinggal di kediaman jendral. Begitu masuk kedalam istana ia sudah tidak pernah lagi melakukan rutinitas seperti ini. Selesai lari pagi, Bianca langsung membersihkan rumahnya. Untuk makanan dia hanya bisa membeli makanan di luar. Dia tidak pandai dalam urusan memasak. Di kediaman Abraham suasana cukup tegang. Kekasih Adrian datang atas undangan sang Nyonya. Semalam Adrian dan Nyonya Laura akhirnya tahu jika Bianca kembali tinggal di rumahnya sendiri. Tuan Abraham meminta waktu enam bulan buat Adrian sebelum mengurus proses perceraian. Meski ia sudah tidak perduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Adrian, tapi tuan Abraham meminta jedah waktu enam bulan. Tuan Abraham tidak menyangka jika istrinya mengundang Alisha untuk sarapan bersama. Beliau memilih untuk langsung berangkat ke kantor tanpa sarapan terlebih dahulu. "Papa tidak sarapan dulu? " tanya nyonya Laura saat melihat sang suami hendak berangkat. "Tidak perlu. " Tuan Abraham langsung berangkat begitu saja setelah menolak permintaan sang istri untuk sarapan bersama. "Maafkan Saya Tante, "ucap Alisha dengan sendu. " Kenapa harus minta maaf. Kita akan segera menjadi keluarga. Kamu harus bisa memaklumi sikap papanya Adrian. Pelan-pelan beliau akan menerima mu dengan senang hati," hibur Nyonya Laura. Adrian turut membenarkan ucapan Mamanya. "Terimakasih Tante. " "Sudahkah, lebih baik kita makan. Bukankah kalian ingin segera berangkat ke kantor. " Alisha merupakan sekretaris Adrian di kantor. Keduanya menjalin hubungan sudah hampir dua tahun. Selama ini tuan Abraham tidak pernah metestui hubungan Adrian dengan Alisha. Sebenarnya tuan Abraham tidak pernah mempermasalahkan siapapun yang menjadi menantunya. Baik itu dari kalangan bawah sekalian. Tuan Abraham tidak menyukai Alisha bukan tanpa alasan. Beliau pernah memergoki Alisha masuk kedalam kamar hotel bersama Leon. Sejak saat itu tuan Abraham menyuruh anak buahnya untuk mengikuti dan mengawasinya.Bianca Anastasya merupakan putri dari mendiang Rinda dan Andhika. Keduanya menikah tanpa mendapatkan restu dari kedua orang tua Andhika. Kedua orang tua Andhika merupakan pengusaha sukses di kotanya. Sedangkan Rinda hanya seorang anak panti asuhan yang tidak diketahui asal usulnya . Itulah yang menjadi penyebab Andika dan Rinda tidak mendapatkan restu dari orang tua Andhika. Andhika dicoret sebagai keluarga Sebastian yang tak lain ayah dari Andhika. Kumudian ia diusir dari rumahnya yang mewah. Ia diusir tanpa membawa apapun kecuali baju yang ia pakai. Kini Bianca hidup sendiri tanpa sanak saudara. Kadang kala ia mengingat kehidupan sebelumnya. Ia akan menangis saat mengingat suami dan kedua anaknya. Seperti saat ini ia tidak bisa tidur karena mengingat mereka. Namun bukannya menangis di dalam kamar, Bianca malah memilih menangis diatas pohon mangga yang ada di samping rumahnya. Dia tidak mengetahui jika tindakannya itu membuat para warga takut. "Hiks...hiks...." Tiga orang
Zeta menghentikan motornya di parkiran kampus. Lagi-lagi Bianca merasakan kekaguman di dalam hatinya. Tempat ini lebih besar dari yang ia bayangkan sebelumnya. Di Kerajaannya dulu juga ada akademi untuk belajar. Tetapi tempatnya tidak sebesar ini. Bianca melihat banyak mahasiswa yang hilir mudik. Dari ingatan Bianca yang asli tidak banyak mahasiswa yang ia kenal. Mungkin hanya beberapa mahasiswa yang berasal dari jurusannya saja. Itupun yang sekelas dengannya. Kelas Bianca berada di lantai tiga Fakultas Ekonomi. Bianca mengambil jurusan administrasi bisnis. Sejak dulu Bianca mempunyai cita-cita menjadi seorang sekretaris. Tibalah Bianca dan Zeta di kelas mereka. Sudah banyak mahasiswa yang telah datang. Ada seorang mahasiswa yang menghampiri mereka. "Akhirnya kamu datang juga. Sudah lama kamu tidak masuk. Pak Djarot meminta kamu untuk datang ke ruangannya, " ucapnya memberitahu. Pak Djarot merupakan salah satu dosen yang mengajar Bianca. "Kenapa? " tanya Bianca sambil meng
"Terimakasih tumpangannya, " ucap Bianca dengan tulus. "Tidak masalah. Lagian tujuan kita juga searah." "Mampir dulu yuk, " ajak Bianca. "Nggak deh lain kali saja. Hari ini sudah janji sama Mama mau pulang cepat, " tolak Zeta dengan jujur. "Oke deh kalau begitu. lain kali harus mampir loh! " "Sip! " Bianca tidak memaksa. Lagi pula dia tidak mempunyai makanan untuk disuguhkan. Namun ia tidak lupa berterimakasih karena sudah diantar jemput oleh Zeta. "Besok barengan lagi apa tidak? " tanya Zeta sebelum menyalakan motornya. "Boleh. Asal tidak merepotkan." "Ok! " "Hati-hati! " "Sip! " Zeta meninggalkan rumah Bianca bersama motornya. Setelah Zeta hilang dari pandangannya , Bianca pun melangkah ke rumah dengan malas. Hari ini merupakan hari yang berat bagi Bianca. Bukan hanya harus beradaptasi dengan lingkungan kampus, tapi juga harus belajar dengan materi yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. Untungnya Bianca yang asli termasuk mahasiswa yang pandai. Jad
Bianca mendesak Chiara untuk mengajarinya berjalan melewati dinding. Pasti sangat mengagumkan jika ia bisa melakukannya. Chiara hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar permintaan Biancai yang tidak masuk akal. "Kalau kamu memang ingin melakukan hal tersebut maka kamu harus mati dulu dong " ujar Chiara dengan santai . "Aku sudah pernah mati satu kali, tapi Aku tidak bisa melakukannya, " jawab Biancai dengan jujur. "Ha???? " Chiara langsung terkejut. "Kenapa kamu terkejut seperti itu? Bukankah kamu tadi bilang agar mati dulu biar bisa tembus tembok. Kenyataannya aku tidak bisa melakukannya. " "Kamu pernah mati? jadi kamu mati suri? " "Iyalah...kalau Aku tidak mati, bagaimana mungkin bisa masuk kedalam tubuh ini, " jawab Bianca dengan santai. Entah kenapa ia bisa sesantai itu mengungkap rahasianya. Padahal ia tidak kenal dengan sosok di depannya. Chiara mencerna ucapan Biancai dengan baik. Baru kali ini ia mendengar hal seperti itu. Selama ini ia sering berkeliling di b
"Tuan... Anda harus segera kesini, " ucap Rangga dengan tergesa-gesa. Adrian yang sebelumnya masih mengantuk langsung membuka matanya dengan lebar-lebar. Adrian melihat jam yang ada di nakas. Masih pukul 01.00. Dia baru saja memejamkan matanya. Namun Rangga sudah mengganggu tidurnya. Adrian yakin ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan oleh asisten kepercayaannya itu. "Ada apa? "tanya Adrian penasaran. "Saat ini saya sedang berada di depan apartemen milik Nona Alisha. Tadi anak buah saya memberikan kabar jika Leon akan mendatangi nona Alisha. Jadi Saya pergi kesini. Jika tuan mau memutuskan Nona Alisha, Tuan bisa kesini secepatnya! ""Jadi Leon sudah ada di Apartemen? " tanya Adrian memastikan. "Sudah Tuan." Setelah mendapat kabar dari Rangga, Adrian langsung mematikan sambungan telponnya. Dia bergegas turun dari ranjang. Kemudian mengambil baju secara acak dari dalam lemari. Tiga puluh menit kemudian ia sudah tiba di depan apartemen Alisha. Adrian mengendarai mobilny
"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? " sapa resepsionis dengan tersenyum ramah. Ada dua orang wanita yang bertugas di meja resepsionis. Salah satu dari wanita itu yang menyapa Bianca. "Selamat pagi Kak. Saya mahasiswa dari Universitas**** datang kesini untuk melakukan magang. Ini surat rekomendasi serta berkasnya, " ucap Bianca sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya. Bianca tidak sendiri. Chiara masih berdiri di sampingnya. Sayangnya tidak ada yang bisa melihat keberadaannya. Chiara dengan patuh berjalan di samping Bianca. "Oh... adik bisa langsung naik ke lantai tiga. Disana nanti sudah ada petugas yang akan memberi tahu Adik, tempat pertemuannya. Berkas ini adik bawa untuk diberikan pada saat wawancara, " ucap resepsionis sambil mengembalikan berkas ditangannya. "Terimakasih informasinya kak." "Sama-sama." Bianca pun pergi ke tempat yang di tunjukkan oleh resepsionis. Bianca berada di depan lift khusus karyawan yang sedang tertutup. Di depannya sudah ada b
Kedatangan Bianca disambut ramah oleh karyawan ayahnya. Semuanya karyawan lama. Jadi tidak ada yang tidak mengenal Bianca sebagai putri pemilik restoran. "Selamat siang Mbak Bia, " sapa karyawan yang bernama Amel. Usianya dua tahun dibawahnya. Seharusnya saat ini Amel masih kuliah. Namun karena tidak memiliki biaya, akhirnya Amel tidak melanjutkan pendidikannya. "Selamat siang Mel, " jawab Bianca. Untungnya Bianca yang asli meninggalkan memorinya. Kalau tidak bisa berabe urusannya. "Mbak Bia mau makan atau mau bertemu Pak Rio? " tanya Amel. Rio merupakan manager kepercayaan mendiang Andika. "Pak Rionya ada? " "Ada Mbak. Beliau ada di ruangannya. Mbak langsung saja kesana. " "Oke. Tolong bawakan jus mangga satu." "Baik Mbak. " Bianca mendatangi Pak Rio yang ada diruangannya. Pak Rio sedang sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaannya bertambah banyak sejak Andhika meninggal. Sudah lama Pak Rio bekerja di restoran itu. Beliau juga merupakan orang kepercayaan mendiang An
sekarang Bianca tahu apa yang telah membuat restoran menjadi sepi. Dengan mata kepala sendiri ia melihat sesosok pocong yang sedang meludahi makanan yang baru selesai dimasak. Dia memang sengaja masuk kedalam dapur setelah mendapatkan cerita dari Chiara. Tapi yang menjadi permasalahannya, bagaimana cara membuat makhluk itu kembali ke habitatnya dan tidak membuat masalah lagi di restoran. Bianca mencoba elemen air yang ia punya. Apakah bisa melukai pocong tersebut. Caranya mendapatkan hasil. Namun bukan hanya pocong itu saja yang terkena dampaknya. Dua orang yang berada di dapur terkena semburan air milik Bianca. "Ups... kok malah jadi begini, " gumam Bianca sambil memandang kekacauan yang baru saja ia buat. Sang pocong yang menjadi sasaran Bianca sudah menghilang entah kemana. "Air apaan sih ini! " teriak salah satu dari karyawan yang terkena semburan air. Namanya Bela. Dia sedang membuat puding saat air menyembur ke tubuhnya. Tubuhnya basah kuyup dan puding yang ia bua