"Terimakasih tumpangannya, " ucap Bianca dengan tulus.
"Tidak masalah. Lagian tujuan kita juga searah." "Mampir dulu yuk, " ajak Bianca. "Nggak deh lain kali saja. Hari ini sudah janji sama Mama mau pulang cepat, " tolak Zeta dengan jujur. "Oke deh kalau begitu. lain kali harus mampir loh! " "Sip! " Bianca tidak memaksa. Lagi pula dia tidak mempunyai makanan untuk disuguhkan. Namun ia tidak lupa berterimakasih karena sudah diantar jemput oleh Zeta. "Besok barengan lagi apa tidak? " tanya Zeta sebelum menyalakan motornya. "Boleh. Asal tidak merepotkan." "Ok! " "Hati-hati! " "Sip! " Zeta meninggalkan rumah Bianca bersama motornya. Setelah Zeta hilang dari pandangannya , Bianca pun melangkah ke rumah dengan malas. Hari ini merupakan hari yang berat bagi Bianca. Bukan hanya harus beradaptasi dengan lingkungan kampus, tapi juga harus belajar dengan materi yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. Untungnya Bianca yang asli termasuk mahasiswa yang pandai. Jadi ingatan yang ia punya cukup berguna buatnya. Hal yang ia lakukan setibanya di dalam rumah yaitu mandi. Hampir satu jam Bianca berada didalam kamar mandi. Selesai mandi Bianca putuskan untuk membeli makanan. Dia masih butuh waktu untuk masak sendiri. Bianca membeli makanan di warung yang tidak jauh dari rumahnya. Ada beberapa warung yang ada di dekatnya. Salah satunya warung yang saat ini ia datangi. "Mau makan Nak Bianca?" "Iya Bu... Seperti biasa." "Mau makan apa?" "Nasi pecel saja Bu." "Tunggu sebentar Ya... Ibu buatkan dulu. Dimakan disini atau mau dibungkus? " "Dibungkus saja Bu." "Tunggu sebentar ya. " Bianca menunggu sambil duduk di kursi kosong yang ada di warung itu. Ada beberapa orang yang sedang menikmati makanannya. "Ibu boleh tanya sesuatu nggak? " tanya ibu-ibu yang duduk di samping Bianca. Ibu itu baru saja menyelesaikan makannya. "Boleh. Ibu mau tanya apa? " "Semalam Nak Bianca tidur jam berapa? " "Saya nggak sempat lihat jam Bu. Jadi ya nggak tahu tidur jam berapa." "Nak Bianca nggak merasakan hal-hal yang aneh selama ini? " "Hal aneh bagaimana Bu? " "Gimana ya... bingung Ibu ngomongnya. " "....??? " "Nak Bianca sudah dengar tidak gosip yang beredar saat ini? " "Ibu seperti wartawan saja," sindir Bianca yang mulai malas menjawab pertanyaan ibu-ibu itu. "Maaf jika pertanyaan Ibu membuat Nak Bianca tidak nyaman. Ibu hanya penasaran. Apa benar di pohon mangga yang ada disamping rumah Nak Bianca itu ada penunggunya." "Kalau penunggu sih jelas ada. Banyak malahan. " "Nak Bianca serius???? " Bianca menganggukan kepalanya. Padahal keduanya memiliki pemahaman yang berbeda. Penunggu yang Bianca maksud itu seperti semut, Laba-laba, dan burung yang tinggal di pohon mangga. Sedangkan yang dimaksud ibu-ibu itu tak lain mbak kunti dan sejenisnya. "A_" "Ini nasinya Nak Bianca. " "Baik Bu. Berapa semuanya? " "Nak Biany beli apa saja? "Nasi pecel, kerupuknya satu, sama gorengannya tiga. Jadi berapa semuanya? " "Nasi pecelnya sepuluh ribu, kerupuk lima ribu sama gorengannya tiga ribu. Totalnya delapan belas ribu." Bianca mengambil uang yang ada di dalam sakunya. Kemudian memberikan uang pecahan dia puluh ribuan kepada ibu penjual. "Ini Bu. Sisanya diberi gorengan saja Bu." "Terima kasih." Bianca menerima pesanannya. Kemudian ia berpamitan untuk kembali ke rumahnya. "Duluan ya Bu. " "Kok malah pulang. Kan ibu belum selesai ngobrol. " "Ngobrolnya lain kali saja Bu. Perut saya sudah keroncongan dari tadi. Duluan ya! " Tanpa menunggu tanggapan dari ibu-ibu itu, Bianca kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Bianca langsung membawa makanannya ke belakang. Kemudian memindahkan semuanya ke dalam piring. Bianca sudah tidak sabar untuk menyantap makanan di depannya. "Enak sekali makanan ini, " gumam Bianca dengan mulut yang penuh. Kemudian ia melanjutkan suapan nya. Ditengah menikmati makanannya bel rumahnya berbunyi. Rasanya sangat malas untuk meninggalkan makanannya yang masih tersisa. Namun ia juga tidak bisa mengacuhkanmu orang yang sedang bertamu. Dengan malas Bianca meninggalkan dapur. Di melangkah dengan perlahankedepan. Setelah pintu terbuka muncul sosok yang sangat dikenalnya. "Loh... Paman! " pekik Bianca terkejut. Ternyata yang sedang bertamu tuan Abraham. "Apa Papa mengagetkan mu? " "Tidak kok. Silahkan masuk, " ucap Bianca dengan sopan. Bianca membawa tamunya ke ruang tamu. Kemudian mempersilahkan tamunya untuk duduk disofa yang tersedia. "Kalau boleh Saya tahu, apa yang membuat Paman jauh-jauh datang kemari? " "Jadi Papa tidak boleh kesini? " "Oh... bukan itu maksudku. Paman pasti banyak kesibukan saat ini. Jadi tidak mungkin datang kesini tanpa tujuan yang jelas." "Papa hanya ingin melihat kondisi mu." Abraham benar-benar tulus menyayangi Bianca seperti anaknya sendiri. Hatinya merasa sakit saat Bianca memanggilnya Paman. Dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. "Bianca baik-baik saja. Paman tidak perlu khawatir." "Bisakah kamu tetap memanggilku Papa? " pinta tuan Abraham dengan sendu. Bianca bisa melihat ketulusan tuan Abraham. Karena tidak tega melihat tuan Abraham sedih, Bianca kembali memanggil tuan Abraham Papa sesuai keinginannya. "Baiklah Papa. " senyum tuan Abraham langsung merekah. "Terimakasih. Sekarang Papa ingin mengajakmu kesuatu tempat." "Kemana? " "Ayahmu memiliki tempat usaha yang dititipkan pada Papa. Sekarang Papa ingin kamu yang mengurusnya. Bagaimana? " "Maaf Pa... bukannya Bianca tidak mau. Tapi untuk saat ini Bianca masih ingin fokus untuk menyelesaikan kuliahnya Bianca dulu. Beberapa lama lagi Bianca harus melakukan magang. Takutnya Bianca tidak bisa membagi waktunya." "Baiklah... Papa tidak memaksa. Tapi setelah lulus kuliah nanti kamu harus mau. " "Baik. Tunggu sebentar Pa, Bianca akan buatkan minuman dulu di dapur." "Tidak perlu repot. Papa masih ada urusan. Sebenarnya tadi Papa ada janji dengan orang. Dia merupakan orang yang mengelola restoran yang dimiliki oleh Ayahmu. " "Ayahku punya restoran? " "Loh... Memangnya kamu tidak tahu?" Tuan Abraham kaget. Sebab Andhika pernah bilang jika pernah membawa Bianca beberapa kali ke restoran itu. Bianca tersenyum canggung. Akhirnya ia melihat ingatan Bianca yang pernah dibawah oleh orang tuanya ke restoran itu. Bahkan Bianca melihat saat Bianca asli memasak bersama seorang Chef. "Bianca lupa Pa, " ucapnya sambil tersenyum canggung. "Oh... ya sudah, sekarang Papa pulang dulu. Kalau ada apa-apa kamu bisa menghubungi Papa. Bukankah kamu sudah memiliki nomer Papa." "Ehm... masalahnya ponsel Bianca hilang." "Terus kamu beberapa hari nggak main ponsel? " Bianca menggelengkan kepalanya. "Jangan khawatir nanti Papa belikan. Papa pulang dulu sekarang." "Hati-hati Pa. " Bianca mengantar tuan Abraham samping ke depan. Di kembali masuk kedalam setelah memastikan tuan Abraham pulang. Bianca pergi ke dapur . Makanannya masih tersisa. Namun ia tidak berniat untuk menghabiskannya. Pasti rasanya sudah tidak seenak tadi. Gorengan yang ia beli tadi juga masih utuh. Jadi Bianca menyimpannya di lemari penyimpanan. Setelah membersihkan dapur, Bianca pergi ke kamar. Karena tidak mengantuk, dia memutuskan untuk melakukan meditasi. Bianca merasakan kehadiran seseorang di sebelahnya. Perlahan ia membuka matanya. "Bagaimana kamu bisa masuk kesini?!!! " tanya Bianca heran. Bukankah ia sudah mengunci pintu depan. Kenapa gadis ini bisa masuk ke dalam? "Wow...jadi kamu bisa melihatku? " serunya dengan mata berbinar. Bianca memutar bola matanya dengan malas. Gadis yang sedang berdiri didepan Bianca itu bernama Chiara. Dia merupakan hantu yang sedang dibicarakan oleh tetangga Bianca. "Fungsinya mata itu memang untuk melihat. Kecuali mataku bermasalah pasti Aku bisa melihatmu. " "Tapi tidak semua orang bisa melihat ku, " bantah Chiara tak terima. Sebab ia sudah sering muncul didepan orang-orang tapi tidak ada yang melihatnya. Kecuali ia menggunakan kekuatannya. Itupun kadang malah menakuti orang-orang. "Kenapa bisa begitu? " tanya Bianca penasaran. "????? " Chiara bingung jawabnya. Dia menatap Bianca linglung. "Kok malah diam? " "Kamu nanya??? " "Terserah deh, sekarang Aku mau tanya bagaimana kamu bisa masuk kesini saat pintu rumah sudah Aku kunci semuanya? " "Lewat dinding, " jawabnya dengan jujur. "Wow hebat sekali. Apa kamu mau mengajariku? " tanya Bianca dengan mata berbinar. "......? " Apa ada yang bisa membantu menjawabnya?Bianca mendesak Chiara untuk mengajarinya berjalan melewati dinding. Pasti sangat mengagumkan jika ia bisa melakukannya. Chiara hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar permintaan Biancai yang tidak masuk akal. "Kalau kamu memang ingin melakukan hal tersebut maka kamu harus mati dulu dong " ujar Chiara dengan santai . "Aku sudah pernah mati satu kali, tapi Aku tidak bisa melakukannya, " jawab Biancai dengan jujur. "Ha???? " Chiara langsung terkejut. "Kenapa kamu terkejut seperti itu? Bukankah kamu tadi bilang agar mati dulu biar bisa tembus tembok. Kenyataannya aku tidak bisa melakukannya. " "Kamu pernah mati? jadi kamu mati suri? " "Iyalah...kalau Aku tidak mati, bagaimana mungkin bisa masuk kedalam tubuh ini, " jawab Bianca dengan santai. Entah kenapa ia bisa sesantai itu mengungkap rahasianya. Padahal ia tidak kenal dengan sosok di depannya. Chiara mencerna ucapan Biancai dengan baik. Baru kali ini ia mendengar hal seperti itu. Selama ini ia sering berkeliling di b
"Tuan... Anda harus segera kesini, " ucap Rangga dengan tergesa-gesa. Adrian yang sebelumnya masih mengantuk langsung membuka matanya dengan lebar-lebar. Adrian melihat jam yang ada di nakas. Masih pukul 01.00. Dia baru saja memejamkan matanya. Namun Rangga sudah mengganggu tidurnya. Adrian yakin ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan oleh asisten kepercayaannya itu. "Ada apa? "tanya Adrian penasaran. "Saat ini saya sedang berada di depan apartemen milik Nona Alisha. Tadi anak buah saya memberikan kabar jika Leon akan mendatangi nona Alisha. Jadi Saya pergi kesini. Jika tuan mau memutuskan Nona Alisha, Tuan bisa kesini secepatnya! ""Jadi Leon sudah ada di Apartemen? " tanya Adrian memastikan. "Sudah Tuan." Setelah mendapat kabar dari Rangga, Adrian langsung mematikan sambungan telponnya. Dia bergegas turun dari ranjang. Kemudian mengambil baju secara acak dari dalam lemari. Tiga puluh menit kemudian ia sudah tiba di depan apartemen Alisha. Adrian mengendarai mobilny
"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? " sapa resepsionis dengan tersenyum ramah. Ada dua orang wanita yang bertugas di meja resepsionis. Salah satu dari wanita itu yang menyapa Bianca. "Selamat pagi Kak. Saya mahasiswa dari Universitas**** datang kesini untuk melakukan magang. Ini surat rekomendasi serta berkasnya, " ucap Bianca sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya. Bianca tidak sendiri. Chiara masih berdiri di sampingnya. Sayangnya tidak ada yang bisa melihat keberadaannya. Chiara dengan patuh berjalan di samping Bianca. "Oh... adik bisa langsung naik ke lantai tiga. Disana nanti sudah ada petugas yang akan memberi tahu Adik, tempat pertemuannya. Berkas ini adik bawa untuk diberikan pada saat wawancara, " ucap resepsionis sambil mengembalikan berkas ditangannya. "Terimakasih informasinya kak." "Sama-sama." Bianca pun pergi ke tempat yang di tunjukkan oleh resepsionis. Bianca berada di depan lift khusus karyawan yang sedang tertutup. Di depannya sudah ada b
Kedatangan Bianca disambut ramah oleh karyawan ayahnya. Semuanya karyawan lama. Jadi tidak ada yang tidak mengenal Bianca sebagai putri pemilik restoran. "Selamat siang Mbak Bia, " sapa karyawan yang bernama Amel. Usianya dua tahun dibawahnya. Seharusnya saat ini Amel masih kuliah. Namun karena tidak memiliki biaya, akhirnya Amel tidak melanjutkan pendidikannya. "Selamat siang Mel, " jawab Bianca. Untungnya Bianca yang asli meninggalkan memorinya. Kalau tidak bisa berabe urusannya. "Mbak Bia mau makan atau mau bertemu Pak Rio? " tanya Amel. Rio merupakan manager kepercayaan mendiang Andika. "Pak Rionya ada? " "Ada Mbak. Beliau ada di ruangannya. Mbak langsung saja kesana. " "Oke. Tolong bawakan jus mangga satu." "Baik Mbak. " Bianca mendatangi Pak Rio yang ada diruangannya. Pak Rio sedang sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaannya bertambah banyak sejak Andhika meninggal. Sudah lama Pak Rio bekerja di restoran itu. Beliau juga merupakan orang kepercayaan mendiang An
sekarang Bianca tahu apa yang telah membuat restoran menjadi sepi. Dengan mata kepala sendiri ia melihat sesosok pocong yang sedang meludahi makanan yang baru selesai dimasak. Dia memang sengaja masuk kedalam dapur setelah mendapatkan cerita dari Chiara. Tapi yang menjadi permasalahannya, bagaimana cara membuat makhluk itu kembali ke habitatnya dan tidak membuat masalah lagi di restoran. Bianca mencoba elemen air yang ia punya. Apakah bisa melukai pocong tersebut. Caranya mendapatkan hasil. Namun bukan hanya pocong itu saja yang terkena dampaknya. Dua orang yang berada di dapur terkena semburan air milik Bianca. "Ups... kok malah jadi begini, " gumam Bianca sambil memandang kekacauan yang baru saja ia buat. Sang pocong yang menjadi sasaran Bianca sudah menghilang entah kemana. "Air apaan sih ini! " teriak salah satu dari karyawan yang terkena semburan air. Namanya Bela. Dia sedang membuat puding saat air menyembur ke tubuhnya. Tubuhnya basah kuyup dan puding yang ia bua
Hari ini Bianca mulai aktif magang. Dia ditempatkan di bagian pemasaran produk. Letak kantornya berada di lantai delapan. Divisi pemasaran merupakan salah satu bagian penting dari sebuah perusahaan. Salah satu tugas divisi pemasaran adalah mengembangkan strategi untuk mempromosikan produk. Divisi pemasaran pun memiliki tuntutan untuk bisa memuaskan keinginan pelanggan. Dengan begitu pelanggan menjadi loyal dan produk yang ditawarkan perusahaan bisa laku di pasaran. Selain itu, divisi pemasaran juga bertanggung jawab untuk membangun citra perusahaan. Citra perusahaan ini merupakan salah satu aset penting yang harus dipelihara untuk menjamin keberlangsungan perusahaan. Perusahaan ABM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Ada berbagai produk yang telah di hasilkan. Seperti mi, sosis dan snack. "Mulai hari ini kalian berlima akan membantu Devisi pemasaran melakukan tugasnya. Manajer Devisi akan memberitahukan apa saja pekerjaan yang harus kalian lakukan. "
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Rena mengajak Bianca untuk makan siang bersama di kantin. Bianca dengan senang hati menyetujuinya. Devisi pemasaran ada dilantai delapan. Kantin tersedia di dua tempat. Ada yang dilantai tiga yang biasanya didatangi orang yang mempunyai jabatan tinggi. Menu yang disediakan lebih mewah dan harganya lebih mahal dari kantin yang berada di lantai satu. Bukan berarti pegawai rendah tidak diperbolehkan makan dikantin itu. Semua boleh makan disana asal tidak masalah dengan harganya. Rena membawa Bianca ke kantin yang ada dilantai satu. Bukan hanya Rena dan Bianca saja yang turun bersama. Ada Tomi , Bella dan Willy ikut bersama mereka. Sedangkan Nadia dan Sandra lebih suka makan dikantin yang ada dilantai tiga. Kedua gadis itu lebih suka mengeluarkan uang lebih banyak agar bisa bertemu dengan Adrian dan Rangga. Nadia menyukai Adrian, sedangkan Sandra menyukai Rangga. Sebenarnya Sandra juga menyukai Adrian, namun ia tidak ingin berselisih dengan sahaba
Sekembalinya dari kantin, Bianca melihat adanya keributan di lobi kantor. Ada seorang wanita yang marah-marah pada satpam penjaga. Banyak karyawan yang melihat keributan itu. Kebetulan masih ada sedikit waktu untuk beristirahat. "Ternyata Nona Alisha masih belum kapok juga. Padahal sudah berkali-kali di usir. Masih saja datang, " ucap Rena dengan suara yang agak lirih. Namun Bianca masih bisa mendengarnya begitupun dengan Bella, Willy dan Tomi. Bianca akhirnya mengingat tragedy yang membuat tubuh aslinya meninggal dunia. Kekasih dari suami pemilik tubuh. Ternyata hanya wanita yang tidak tahu diri. Ia pun tidak berniat untuk melihat pertunjukan. Namun saat hendak melangkah ke arah lift Alisha memanggil namanya dengan keras. "Bianca! " teriak Alisha dengan suara yang sangat keras. Mau tidak mau Bianca pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Teman-teman Alisha yang hendak mengikuti langkah Bianca turut menghentikan langkahnya. "Ada apa? " tanya Bianca dengan malas. Karyawa
"Akhirnya Tuan sadar juga, " ucap Jimmy dengan lega. Ia terpaksa membawa Adrian ke rumah sakit karena tidak kunjung sadar. Sedangkan Rangga mengurus kekacauan yang ditimbulkan oleh Chiara. "Dimana Aku? " tanya Adrian dengan bingung. "Di rumah sakit. Saya terpaksa membawa Tuan kesini karena Tuan tak kunjung sadar. Untunglah tidak ada yang serius. Sebenarnya apa yang terjadi Tuan? " tanya Jimmy penasaran. Adrian kemudian mengingat kejadian yang membuat dirinya sampai pingsan. Bulu kuduknya tiba-tiba merinding. "Dimana Bianca? " "Masih ada dikantor. Apakah Bianca yang sudah membuat Anda pingsan? " "Bukan. Sepertinya kantor kita sudah tidak aman. Coba kamu cari orang pintar untuk mengamankannya." "Bukankah sudah ada satpam ngapain malah cari orang pintar. Tapi orang pintar seperti apa yang Anda cari? " tanya Jimmy dengan bingung. Sepertinya anak itu belum faham apa yang Adrian maksud. "Ada hantu di kantor." "What!!! jadi gosip itu memang benar? " "Gosip yang mana?
Bianca mempelajari dokumen yang diberikan oleh Adrian padanya. Dokumen itu berisi contoh surat kerja sama dengan perusahaan lain yang perlu ia pelajari. Bianca diminta Adrian untuk mempelajari semua ia dokumen itu hingga faham. Ia dengan patuh melakukan apa yang disuruh oleh Adrian. Sebenarnya Adrian hanya ingin menguji Bianca. Sudah lama Bianca tidak menghubunginya. Ia merasa Bianca tidak lagi sama seperti biasanya. Bahkan tatapan penuh damba yang biasa ia tunjukkan tidak lagi ia dapatkan. Jika Bianca sedang fokus dengan dokumen yang ada dihadapannya, tidak dengan Adrian. Adrian sesekali menatap Bianca dari kursi yang ia duduki. Sedangkan Chiara duduk dihadapan Adrian menatap Adrian tanpa kedip. Adrian menempatkan Bianca di dekat pintu . Dengan begitu, setiap ada tamu Bianca harus membukanya. "Buatkan Aku kopi, " ucap Adrian dengan suara yang agak keras. Bianca menghentikan kegiatannya dan menatap Adrian yang juga sedang menatapnya. "Tuan berbicara pada Saya? " tany
Di iringi tatapan bingung teman-temannya, Bianca meninggalkan ruangan yang sudah baru dia hari ia tempati. Nadia yang terima dengan keberuntungan Bianca, menatapnya dengan tajam. Kenapa seorang anak magang bisa menarik perhatian Adrian? Apa jangan-jangan wanita yang dibicarakan oleh keluarga Adrian semalam adalah Bianca? "Tidak bisa dibiarkan. Aku harus memberi anak magang itu pelajaran, " gumam Nadia dengan lirih. Sandra yang kala itu sedang menatapnya, begidik sendiri. Dia yakin jika Nadia akan melakukan sesuatu yang membuat Bianca tidak lagi menjadi sekretaris Adrian. Dia tidak sabar menunggu pertunjukan apa yang akan Nadia mainkan. "Sudah-sudah, lanjutkan pekerjaan kalian. Orangnya juga sudah tidak ada kok, " ucap Bu Rena. "Terus Aku berangkat sama siapa? " tanya Tomi. "Sama Sandra saja." "Kok jadi Aku sih. Nggak mau lah, " tolak Sandra dengan terang-terangan. "Mau tidak mau ya harus mau. Hanya kamu yang tidak mempunyai tugas. " Bianca tidak mengetahui j
Bianca tiba di perusahaan lebih pagi dari hari kemarin. Ia langsung menuju ruangan tempatnya bekerja. Sudah ada Rena, Siska dan Tomi yang lebih dulu tiba. "Selamat pagi semuanya, " sapa Bianca dengan ramah. "Selamat pagi, " sapa Rena dan Tomi. "Selamat pagi. Begitu dong, jangan sampai berangkat seperti kemarin, " puji Sandra yang mengandung sindiran. Bianca hanya tersenyum sambil duduk di kursinya. Sandra yang merasa diabaikan merasa geram. Entah kenapa pagi ini moodnya berantakan. Maunya marah-marah terus. Mungkin karena sedang ada tamu bulanan. "Pagi every body! " teriak Bella dengan senyum ceria. Sandra yang hendak mengeluarkan lahar jadi mengurungkan niatnya. "Ini kantor bukan hutan! " ucap Sandra dengan ketus. "Biasa aja kali Mbak." "Ada kabar apa nih, sumringah banget, " ucap Tomi yang melihat keduanya kan berdebat. Bianca menunjukkan cincin yang ada dijari manisnya dengan tersenyum lebar. Semalam kekasihnya datang melamar bersama kedua orang tuanya.
Seperti yang sudah direncanakan oleh Nadia sebelumnya. Setibanya di rumah Nadia merengek pada kedua orang tuanya untuk segera mendatangi kediaman Abraham. "Ayo lah Pa... Ma, mumpung saat ini Adrian tidak punya kekasih. Nadia minta Papa sama Mama membujuk Tuan Abraham agar mau menerimaku menjadi menantunya, " bujuk Nadia pada kedua orang tuanya. Padahal dia baru saja pulang dari kantor. "Setidaknya kamu mandi dulu deh. Nanti kita bicarakan lagi setelah kamu segar, " ucap sang Mama dengan lembut. "Tidak mau. Aku mau Papa sama Mama berjanji dulu," rengek Nadia dengan manja. "Akan Papa usahakan, " ucap tuan Broto yang tak lain Papa Nadia. Kelemahannya adalah tak tega menolak keinginan sang putri. "Pokoknya nanti malam kita harus ke rumah mereka. Titik tidak pakai koma! "tekan Nadia dengan cemberut. "Tidak bisa begitu dong Sayang. Masak mendadak. Setidaknya kita harus buat janji dulu dengan mereka. Bagaimana kalau saat tiba di rumah mereka, mereka sedang tidak ada di rumah
Rio mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Bianca. Rio tidak menyangka tamparan Bianca sangat terasa. Bahkan sampai giginya ikutan ngilu. Rio merasa hari ini sangat sial. Bukan hanya rasa sakit yang ia rasakan. Namun ia juga merasa malu dan harga dirinya terasa diinjak-injak oleh gadis didepannya. "Kamu berani menamparku! " pekik Rio tidak percaya. "Kenapa tidak berani. Buktinya kedua pipimu sudah aku tampar, " jawab Bianca dengan santai. "Kamu!!!!! " Rio bingung mau mengucapkan apa sangking kesalnya. Mau membalas juga tidak etis. Apalagi lawanya seorang perempuan. Keduanya menjadi pusat perhatian pengunjung supermarket. Wajah Rio semakin merah menahan amarah. Pemilik supermarket sekaligus ayah dari Rio buru-buru datang setelah mendapat laporan dari karyawannya. "Ada apa ini,Rio?" tanya Ayah Rio dengan suara yang agak keras. Baru juga datang sudah mendapatkan laporan tidak baik. "Gadis gila ini menamparku, " jawab Rio dengan agak takut. Rio tidak men
"Capeknya, " gumam Bianca sambil membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Bianca telah selesai mandi. Sebenarnya perutnya terasa lapar. Namun ia malas jika harus beli. Untuk masak sendiri pun ia masih belum bisa. Kecuali masak nasi yang memang lebih mudah hanya dengan menggunakan rice cooker. Tiba-tiba saja Chiara datang dan berbaring di sampingnya. Penampilannya membuat Bianca merinding. "Kamu habis ngapain sih, kok dandan seperti itu? " tanya Bianca sambil menjauhkan tubuhnya. "Ish... ini kan penampilan ku sesungguhnya, " ucap Chiara dengan cemberut. "Jelek tahu! " "Kamu nggak takut? " "Takut sih tidak. Merinding iya." "Sama saja kalau begitu." "Beda lah." "Sama aja. " "Beda." "Sama." "Beda! Sudahlah... capek ngomong sama kamu! " Bianca kembali memejamkan matanya. Chiara merasa tidak enak. Jadi ia merubah penampilannya seperti sebelumnya. Menjadi Chiara yang cantik tapi pucat. "Bangun dong. Aku sudah berubah nih, " ucap Chiara. Bianca yang memang
Sekembalinya dari kantin, Bianca melihat adanya keributan di lobi kantor. Ada seorang wanita yang marah-marah pada satpam penjaga. Banyak karyawan yang melihat keributan itu. Kebetulan masih ada sedikit waktu untuk beristirahat. "Ternyata Nona Alisha masih belum kapok juga. Padahal sudah berkali-kali di usir. Masih saja datang, " ucap Rena dengan suara yang agak lirih. Namun Bianca masih bisa mendengarnya begitupun dengan Bella, Willy dan Tomi. Bianca akhirnya mengingat tragedy yang membuat tubuh aslinya meninggal dunia. Kekasih dari suami pemilik tubuh. Ternyata hanya wanita yang tidak tahu diri. Ia pun tidak berniat untuk melihat pertunjukan. Namun saat hendak melangkah ke arah lift Alisha memanggil namanya dengan keras. "Bianca! " teriak Alisha dengan suara yang sangat keras. Mau tidak mau Bianca pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Teman-teman Alisha yang hendak mengikuti langkah Bianca turut menghentikan langkahnya. "Ada apa? " tanya Bianca dengan malas. Karyawa
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Rena mengajak Bianca untuk makan siang bersama di kantin. Bianca dengan senang hati menyetujuinya. Devisi pemasaran ada dilantai delapan. Kantin tersedia di dua tempat. Ada yang dilantai tiga yang biasanya didatangi orang yang mempunyai jabatan tinggi. Menu yang disediakan lebih mewah dan harganya lebih mahal dari kantin yang berada di lantai satu. Bukan berarti pegawai rendah tidak diperbolehkan makan dikantin itu. Semua boleh makan disana asal tidak masalah dengan harganya. Rena membawa Bianca ke kantin yang ada dilantai satu. Bukan hanya Rena dan Bianca saja yang turun bersama. Ada Tomi , Bella dan Willy ikut bersama mereka. Sedangkan Nadia dan Sandra lebih suka makan dikantin yang ada dilantai tiga. Kedua gadis itu lebih suka mengeluarkan uang lebih banyak agar bisa bertemu dengan Adrian dan Rangga. Nadia menyukai Adrian, sedangkan Sandra menyukai Rangga. Sebenarnya Sandra juga menyukai Adrian, namun ia tidak ingin berselisih dengan sahaba