Zeta menghentikan motornya di parkiran kampus. Lagi-lagi Bianca merasakan kekaguman di dalam hatinya. Tempat ini lebih besar dari yang ia bayangkan sebelumnya. Di Kerajaannya dulu juga ada akademi untuk belajar. Tetapi tempatnya tidak sebesar ini.
Bianca melihat banyak mahasiswa yang hilir mudik. Dari ingatan Bianca yang asli tidak banyak mahasiswa yang ia kenal. Mungkin hanya beberapa mahasiswa yang berasal dari jurusannya saja. Itupun yang sekelas dengannya. Kelas Bianca berada di lantai tiga Fakultas Ekonomi. Bianca mengambil jurusan administrasi bisnis. Sejak dulu Bianca mempunyai cita-cita menjadi seorang sekretaris. Tibalah Bianca dan Zeta di kelas mereka. Sudah banyak mahasiswa yang telah datang. Ada seorang mahasiswa yang menghampiri mereka. "Akhirnya kamu datang juga. Sudah lama kamu tidak masuk. Pak Djarot meminta kamu untuk datang ke ruangannya, " ucapnya memberitahu. Pak Djarot merupakan salah satu dosen yang mengajar Bianca. "Kenapa? " tanya Bianca sambil mengingat sosok Pak Djarot yang dibicarakan oleh temannya itu. "Entahlah. Mungkin beliau ingin membicarakan soal magang minggu depan. Kamu sudah tahu belum tempat magang kamu? " Bianca menggelengkan kepalanya. Tidak semua ada dalam ingatannya. "Kalau begitu kamu langsung pergi saja ke kantor Pak Djarot. Mumpung belum ada dosen yang masuk, " ucapnya memberi saran. "Benar tuh yang dikatakan Alden. Mau Aku antar? " tanya Zeta. Tentu saja Bianca menyetujuinya tanpa pikir panjang. "Oke. Terimakasih infonya." "Yoi." Mahasiswa yang bernama Alden itu kembali ke kursinya . Bianca asli tidak begitu dekat dengannya. Keduanya juga jarang berinteraksi.Padahal Alden termasuk mahasiswa yang ramah. Dia juga menjadi ketua kelas. Tidak banyak mahasiswa putra yang mengambil jurusan administrasi bisnis. Selain Alden ada tiga mahasiswa lagi yang berada di kelas tersebut. "Kita taruh dulu tasnya di meja. Biar nggak ribet nantinya, " ajak Zeta. Dia meletakkan tasnya di atas meja miliknya. Meja Bianca berada di belakang kursi Zeta. Setelah menaruh tas, Zeta dan Bianca keluar ruangan. Keduanya berjalan ke kantor dosen. Ditengah perjalanan keduanya di hentikan oleh Clarista. Anak itu baru tiba di kampus. Dia merupakan teman Bianca. . "Bianca!" teriak Clarista heboh. Dia tidak memperdulikan pandangan orang lain. Clarista terlalu senang melihat Bianca lagi. Belum juga Bianca bereaksi tubuhnya sudah di peluk dengan erat oleh Clarista. "Syukurlah kamu baik-baik saja. Kemana saja sih, kok dicari nggak ketemu? " tanya Clarista sambil melepas pelukannya. "Jawabnya nanti saja. Sekarang Aku harus menghadap Pak Djarot di kantornya." "Pasti urusan magang. Semoga saja kita bisa magang di tempat yang sama." Tempat magang para mahasiswa memang ditentukan oleh pihak kampus. Tapi ada juga yang menggunakan kekuasaannya untuk magang di tempat yang diinginkan. "Kami pergi dulu, " pamit Bianca. "Ikutan! " "Oke! " Mereka bertiga berjalan bersama-sama menuju ruang dekan. Tempatnya juga masih ada dalam satu lantai di gedung ini. Jadi tidak perlu jalan terlalu jauh. "Tumben datangnya siang? " tanya Zeta. "Tadi ada kecelakaan di jalan. Jadi macet deh. " "Lukanya parah tidak? " "Kayaknya sih parah banget. Ngeri ngeliatnya, " jawab Clarista merinding. Bianca mendengarkan pembicaraan itu dengan seksama. Dia menerka-nerka kecelakaan apa yang membuat Clarista merasa ngeri. Namun ia tidak berniat untuk bertanya. Setibanya di kantor, mereka langsung mengatakan tujuannya. Mereka di suruh untuk langsung masuk ke ruang Pak Djarot. "Selamat pagi, Pak." "Selamat pagi. Ada yang bisa Bapak bantu? " tanya Pak Djarot. "Saya Bianca Pak. Saya diberitahu jika Bapak meminta Saya kesini." "Oh... jadi kamu Bianca? " "Benar Pak. " "Kalian berdua ada urusan apa dengan Saya? " tanya Pak Djarot pada Zeta dan Clarista. "Kami mengantar Bianca Pak, " jawab keduanya dengan serempak. "Kayak anak kecil segala masih diantar, " sindir Pak Djarot. "He he he. " "Kamu kenapa banyak bolos? " tanya Pak Djarot dengan serius. "Maaf Pak. Setelah kematian kedua orang tua, saudara mengajak saya tinggal di rumahnya. Kebetulan rumah beliau ada di luar kota. Jadi Saya tidak bisa kuliah, " jawab Bianca. "Kami dari pihak kampus turut berduka cita. Apa sekarang kamu sudah siap untuk berkuliah kembali? " "Siap Pak. " "Saya harap kamu tidak bolos lagi! " "Baik Pak. " "Ini berkas yang kamu perlukan untuk magang. Nama perusahaannya juga sudah tertulis di dalam berkas. Saya harap kamu bisa melakukannya dengan baik. Kalian berdua juga. Jaga nama baik kampus." "Siap Pak." "Baiklah. kalian sudah boleh pergi. " "Terimakasih Pak. " Selesai dari Kantor mereka kembali ke kelas. Clarista duduk di samping Bianca. "Buka dong. Kamu magang dimana? " "Sebentar.... " Bianca membukanya. Didalamnya terdapat informasi tentang perusahaan dan juga apa saja yang harus dilakukan selama berada disana. "Apa kalian tahu tentang PT ABM? " "Memangnya kamu tidak tahu? " Bianca menggelengkan kepalanya. "Perusahaan sebesar itu kamu tidak tahu? " "Tidak." "Kasihan.... Padahal perusahaan itu sangat besar. Lokasinya juga tidak terlalu jauh dari kampus." "Benar. Jadi kamu magang disana? " "Sepertinya sih begitu. Kalian bagaimana? " "Kita berdua di PT Jaya Abadi. Kamu beruntung banget Bia." Kemudian mereka menghentikan perbincangan saat dosen datang. Semua kembali ke kursi masing-masing. "Selamat pagi semua. " "Selamat pagi Pak." "Bagaimana kabarnya hari ini. " "Baik Pak. " "Sudah siap untuk melanjutkan pelajaran hari ini? " "Siap!!!! " "Bagus." Jika Bianca sibuk belajar, lain halnya dengan Adrian. Saat ini Adrian berhadapan dengan kakeknya. Orang tua yang berumur lebih dari setengah abad tersebut sudah mendengar jika Bianca telah kembali ke rumahnya. "Apa kekurangan Bianca buatmu? " tanya sang kakek dengan serius. "Banyak. Tapi yang pasti Aku tidak pernah menyukainya. " "Apa menurutmu gadis yang kau pilih itu lebih baik dari Bianca, " cibir Kakek. "Tentu saja, " jawab Adrian dengan bangga. "Sepertinya kamu sudah tergila-gila dengan wanita itu. Padahal kamu terkenal pandai dan teliti. Tapi untuk urusan wanita kamu benar-benar bodoh! " "Kakek bilang Aku bodoh????? " "Tentu saja. Kamu melepas berlian hanya demi kerikil. Apa itu pantas? " "Jadi menurut kakek... Bianca itu berlian dan Alisha kerikil begitu? " "Tentu saja." "Ha ha ha ha ha ha ha ha. " Tawa Adrian menggema di ruangan itu. Tuan Abraham beserta asisten kakek yang bernama Tomi hanya menyimak perbincangan mereka tanpa berniat untuk ikut campur. "Tomi!!! " "Saya Tuan. "Berikan map itu pada anak bodoh ini! " Tomi memberikan map yang ia pegang pada Adrian. Meski bingung namun Adrian tetap menerima map tersebut. Meski begitu tidak ada niat untuk membukanya. "Bukanlah! " "Nanti_" "Sekarang!!!! " "Oke... Oke! " Begitu map itu di buka kedua mata Adrian langsung melotot. Bagaimana tidak. Dalam map itu terdapat foto-foto Alisha bersama beberapa lelaki. Bukan foto biasa. Namun foto yang luar biasa. Adrian masih belum percaya jika Alisha sanggup melakukan hal yang ada di foto terebut. "Pasti Kakek mengedit ini kan? " tuduh Adrian. "Disitu bukan hanya ada fotonya saja. Ada flashdisk yang berisi video-videonya. Kamu boleh tidak percaya. Tapi kamu pasti bukan orang bodoh kan? Kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakukan. Tenang saja.... Kami tidak akan lagi memaksamu untuk menerima Bianca. Kamu bebas bersama wanita yang kamu cintai. Bahkan jika kamu memilih wanita jalang itu. Semua terserah padamu. " Setelah mengucapkan kalimat yang panjang lebar tersebut, kakek keluar ruangan diikuti Abraham dan juga Tomi. Tinggal Adrian sendiri di ruangan itu. Adrian nampak terpaku setelah mendengar penuturan kakek Ibra. Entah kenapa rasanya sungguh menyesakkan. Perlahan Adrian melihat isi flashdisk dari laptopnya. Rahangnya langsung mengeras melihat video didalamnya. Kemudian mengambil ponsel untuk menghubungi orang kepercayaannya. "Halo! " ".... " "Cari informasi tentang Alisya selengkapnya. " ".... " "Besok sudah harus tersedia di meja kerja Saya. " "... " "Tidak ada kata tapi. Pokoknya besok harus beres!!!! " Adrian mematikan ponselnya secara sepihak. Kemudian mengusap rambutnya dengan kasar. "Bren****!!!!!! ""Terimakasih tumpangannya, " ucap Bianca dengan tulus. "Tidak masalah. Lagian tujuan kita juga searah." "Mampir dulu yuk, " ajak Bianca. "Nggak deh lain kali saja. Hari ini sudah janji sama Mama mau pulang cepat, " tolak Zeta dengan jujur. "Oke deh kalau begitu. lain kali harus mampir loh! " "Sip! " Bianca tidak memaksa. Lagi pula dia tidak mempunyai makanan untuk disuguhkan. Namun ia tidak lupa berterimakasih karena sudah diantar jemput oleh Zeta. "Besok barengan lagi apa tidak? " tanya Zeta sebelum menyalakan motornya. "Boleh. Asal tidak merepotkan." "Ok! " "Hati-hati! " "Sip! " Zeta meninggalkan rumah Bianca bersama motornya. Setelah Zeta hilang dari pandangannya , Bianca pun melangkah ke rumah dengan malas. Hari ini merupakan hari yang berat bagi Bianca. Bukan hanya harus beradaptasi dengan lingkungan kampus, tapi juga harus belajar dengan materi yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. Untungnya Bianca yang asli termasuk mahasiswa yang pandai. Jad
Bianca mendesak Chiara untuk mengajarinya berjalan melewati dinding. Pasti sangat mengagumkan jika ia bisa melakukannya. Chiara hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar permintaan Biancai yang tidak masuk akal. "Kalau kamu memang ingin melakukan hal tersebut maka kamu harus mati dulu dong " ujar Chiara dengan santai . "Aku sudah pernah mati satu kali, tapi Aku tidak bisa melakukannya, " jawab Biancai dengan jujur. "Ha???? " Chiara langsung terkejut. "Kenapa kamu terkejut seperti itu? Bukankah kamu tadi bilang agar mati dulu biar bisa tembus tembok. Kenyataannya aku tidak bisa melakukannya. " "Kamu pernah mati? jadi kamu mati suri? " "Iyalah...kalau Aku tidak mati, bagaimana mungkin bisa masuk kedalam tubuh ini, " jawab Bianca dengan santai. Entah kenapa ia bisa sesantai itu mengungkap rahasianya. Padahal ia tidak kenal dengan sosok di depannya. Chiara mencerna ucapan Biancai dengan baik. Baru kali ini ia mendengar hal seperti itu. Selama ini ia sering berkeliling di b
"Tuan... Anda harus segera kesini, " ucap Rangga dengan tergesa-gesa. Adrian yang sebelumnya masih mengantuk langsung membuka matanya dengan lebar-lebar. Adrian melihat jam yang ada di nakas. Masih pukul 01.00. Dia baru saja memejamkan matanya. Namun Rangga sudah mengganggu tidurnya. Adrian yakin ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan oleh asisten kepercayaannya itu. "Ada apa? "tanya Adrian penasaran. "Saat ini saya sedang berada di depan apartemen milik Nona Alisha. Tadi anak buah saya memberikan kabar jika Leon akan mendatangi nona Alisha. Jadi Saya pergi kesini. Jika tuan mau memutuskan Nona Alisha, Tuan bisa kesini secepatnya! ""Jadi Leon sudah ada di Apartemen? " tanya Adrian memastikan. "Sudah Tuan." Setelah mendapat kabar dari Rangga, Adrian langsung mematikan sambungan telponnya. Dia bergegas turun dari ranjang. Kemudian mengambil baju secara acak dari dalam lemari. Tiga puluh menit kemudian ia sudah tiba di depan apartemen Alisha. Adrian mengendarai mobilny
"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? " sapa resepsionis dengan tersenyum ramah. Ada dua orang wanita yang bertugas di meja resepsionis. Salah satu dari wanita itu yang menyapa Bianca. "Selamat pagi Kak. Saya mahasiswa dari Universitas**** datang kesini untuk melakukan magang. Ini surat rekomendasi serta berkasnya, " ucap Bianca sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya. Bianca tidak sendiri. Chiara masih berdiri di sampingnya. Sayangnya tidak ada yang bisa melihat keberadaannya. Chiara dengan patuh berjalan di samping Bianca. "Oh... adik bisa langsung naik ke lantai tiga. Disana nanti sudah ada petugas yang akan memberi tahu Adik, tempat pertemuannya. Berkas ini adik bawa untuk diberikan pada saat wawancara, " ucap resepsionis sambil mengembalikan berkas ditangannya. "Terimakasih informasinya kak." "Sama-sama." Bianca pun pergi ke tempat yang di tunjukkan oleh resepsionis. Bianca berada di depan lift khusus karyawan yang sedang tertutup. Di depannya sudah ada b
Kedatangan Bianca disambut ramah oleh karyawan ayahnya. Semuanya karyawan lama. Jadi tidak ada yang tidak mengenal Bianca sebagai putri pemilik restoran. "Selamat siang Mbak Bia, " sapa karyawan yang bernama Amel. Usianya dua tahun dibawahnya. Seharusnya saat ini Amel masih kuliah. Namun karena tidak memiliki biaya, akhirnya Amel tidak melanjutkan pendidikannya. "Selamat siang Mel, " jawab Bianca. Untungnya Bianca yang asli meninggalkan memorinya. Kalau tidak bisa berabe urusannya. "Mbak Bia mau makan atau mau bertemu Pak Rio? " tanya Amel. Rio merupakan manager kepercayaan mendiang Andika. "Pak Rionya ada? " "Ada Mbak. Beliau ada di ruangannya. Mbak langsung saja kesana. " "Oke. Tolong bawakan jus mangga satu." "Baik Mbak. " Bianca mendatangi Pak Rio yang ada diruangannya. Pak Rio sedang sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaannya bertambah banyak sejak Andhika meninggal. Sudah lama Pak Rio bekerja di restoran itu. Beliau juga merupakan orang kepercayaan mendiang An
sekarang Bianca tahu apa yang telah membuat restoran menjadi sepi. Dengan mata kepala sendiri ia melihat sesosok pocong yang sedang meludahi makanan yang baru selesai dimasak. Dia memang sengaja masuk kedalam dapur setelah mendapatkan cerita dari Chiara. Tapi yang menjadi permasalahannya, bagaimana cara membuat makhluk itu kembali ke habitatnya dan tidak membuat masalah lagi di restoran. Bianca mencoba elemen air yang ia punya. Apakah bisa melukai pocong tersebut. Caranya mendapatkan hasil. Namun bukan hanya pocong itu saja yang terkena dampaknya. Dua orang yang berada di dapur terkena semburan air milik Bianca. "Ups... kok malah jadi begini, " gumam Bianca sambil memandang kekacauan yang baru saja ia buat. Sang pocong yang menjadi sasaran Bianca sudah menghilang entah kemana. "Air apaan sih ini! " teriak salah satu dari karyawan yang terkena semburan air. Namanya Bela. Dia sedang membuat puding saat air menyembur ke tubuhnya. Tubuhnya basah kuyup dan puding yang ia bua
Hari ini Bianca mulai aktif magang. Dia ditempatkan di bagian pemasaran produk. Letak kantornya berada di lantai delapan. Divisi pemasaran merupakan salah satu bagian penting dari sebuah perusahaan. Salah satu tugas divisi pemasaran adalah mengembangkan strategi untuk mempromosikan produk. Divisi pemasaran pun memiliki tuntutan untuk bisa memuaskan keinginan pelanggan. Dengan begitu pelanggan menjadi loyal dan produk yang ditawarkan perusahaan bisa laku di pasaran. Selain itu, divisi pemasaran juga bertanggung jawab untuk membangun citra perusahaan. Citra perusahaan ini merupakan salah satu aset penting yang harus dipelihara untuk menjamin keberlangsungan perusahaan. Perusahaan ABM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Ada berbagai produk yang telah di hasilkan. Seperti mi, sosis dan snack. "Mulai hari ini kalian berlima akan membantu Devisi pemasaran melakukan tugasnya. Manajer Devisi akan memberitahukan apa saja pekerjaan yang harus kalian lakukan. "
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Rena mengajak Bianca untuk makan siang bersama di kantin. Bianca dengan senang hati menyetujuinya. Devisi pemasaran ada dilantai delapan. Kantin tersedia di dua tempat. Ada yang dilantai tiga yang biasanya didatangi orang yang mempunyai jabatan tinggi. Menu yang disediakan lebih mewah dan harganya lebih mahal dari kantin yang berada di lantai satu. Bukan berarti pegawai rendah tidak diperbolehkan makan dikantin itu. Semua boleh makan disana asal tidak masalah dengan harganya. Rena membawa Bianca ke kantin yang ada dilantai satu. Bukan hanya Rena dan Bianca saja yang turun bersama. Ada Tomi , Bella dan Willy ikut bersama mereka. Sedangkan Nadia dan Sandra lebih suka makan dikantin yang ada dilantai tiga. Kedua gadis itu lebih suka mengeluarkan uang lebih banyak agar bisa bertemu dengan Adrian dan Rangga. Nadia menyukai Adrian, sedangkan Sandra menyukai Rangga. Sebenarnya Sandra juga menyukai Adrian, namun ia tidak ingin berselisih dengan sahaba