Zeta menghentikan motornya di parkiran kampus. Lagi-lagi Bianca merasakan kekaguman di dalam hatinya. Tempat ini lebih besar dari yang ia bayangkan sebelumnya. Di Kerajaannya dulu juga ada akademi untuk belajar. Tetapi tempatnya tidak sebesar ini.
Bianca melihat banyak mahasiswa yang hilir mudik. Dari ingatan Bianca yang asli tidak banyak mahasiswa yang ia kenal. Mungkin hanya beberapa mahasiswa yang berasal dari jurusannya saja. Itupun yang sekelas dengannya. Kelas Bianca berada di lantai tiga Fakultas Ekonomi. Bianca mengambil jurusan administrasi bisnis. Sejak dulu Bianca mempunyai cita-cita menjadi seorang sekretaris. Tibalah Bianca dan Zeta di kelas mereka. Sudah banyak mahasiswa yang telah datang. Ada seorang mahasiswa yang menghampiri mereka. "Akhirnya kamu datang juga. Sudah lama kamu tidak masuk. Pak Djarot meminta kamu untuk datang ke ruangannya, " ucapnya memberitahu. Pak Djarot merupakan salah satu dosen yang mengajar Bianca. "Kenapa? " tanya Bianca sambil mengingat sosok Pak Djarot yang dibicarakan oleh temannya itu. "Entahlah. Mungkin beliau ingin membicarakan soal magang minggu depan. Kamu sudah tahu belum tempat magang kamu? " Bianca menggelengkan kepalanya. Tidak semua ada dalam ingatannya. "Kalau begitu kamu langsung pergi saja ke kantor Pak Djarot. Mumpung belum ada dosen yang masuk, " ucapnya memberi saran. "Benar tuh yang dikatakan Alden. Mau Aku antar? " tanya Zeta. Tentu saja Bianca menyetujuinya tanpa pikir panjang. "Oke. Terimakasih infonya." "Yoi." Mahasiswa yang bernama Alden itu kembali ke kursinya . Bianca asli tidak begitu dekat dengannya. Keduanya juga jarang berinteraksi.Padahal Alden termasuk mahasiswa yang ramah. Dia juga menjadi ketua kelas. Tidak banyak mahasiswa putra yang mengambil jurusan administrasi bisnis. Selain Alden ada tiga mahasiswa lagi yang berada di kelas tersebut. "Kita taruh dulu tasnya di meja. Biar nggak ribet nantinya, " ajak Zeta. Dia meletakkan tasnya di atas meja miliknya. Meja Bianca berada di belakang kursi Zeta. Setelah menaruh tas, Zeta dan Bianca keluar ruangan. Keduanya berjalan ke kantor dosen. Ditengah perjalanan keduanya di hentikan oleh Clarista. Anak itu baru tiba di kampus. Dia merupakan teman Bianca. . "Bianca!" teriak Clarista heboh. Dia tidak memperdulikan pandangan orang lain. Clarista terlalu senang melihat Bianca lagi. Belum juga Bianca bereaksi tubuhnya sudah di peluk dengan erat oleh Clarista. "Syukurlah kamu baik-baik saja. Kemana saja sih, kok dicari nggak ketemu? " tanya Clarista sambil melepas pelukannya. "Jawabnya nanti saja. Sekarang Aku harus menghadap Pak Djarot di kantornya." "Pasti urusan magang. Semoga saja kita bisa magang di tempat yang sama." Tempat magang para mahasiswa memang ditentukan oleh pihak kampus. Tapi ada juga yang menggunakan kekuasaannya untuk magang di tempat yang diinginkan. "Kami pergi dulu, " pamit Bianca. "Ikutan! " "Oke! " Mereka bertiga berjalan bersama-sama menuju ruang dekan. Tempatnya juga masih ada dalam satu lantai di gedung ini. Jadi tidak perlu jalan terlalu jauh. "Tumben datangnya siang? " tanya Zeta. "Tadi ada kecelakaan di jalan. Jadi macet deh. " "Lukanya parah tidak? " "Kayaknya sih parah banget. Ngeri ngeliatnya, " jawab Clarista merinding. Bianca mendengarkan pembicaraan itu dengan seksama. Dia menerka-nerka kecelakaan apa yang membuat Clarista merasa ngeri. Namun ia tidak berniat untuk bertanya. Setibanya di kantor, mereka langsung mengatakan tujuannya. Mereka di suruh untuk langsung masuk ke ruang Pak Djarot. "Selamat pagi, Pak." "Selamat pagi. Ada yang bisa Bapak bantu? " tanya Pak Djarot. "Saya Bianca Pak. Saya diberitahu jika Bapak meminta Saya kesini." "Oh... jadi kamu Bianca? " "Benar Pak. " "Kalian berdua ada urusan apa dengan Saya? " tanya Pak Djarot pada Zeta dan Clarista. "Kami mengantar Bianca Pak, " jawab keduanya dengan serempak. "Kayak anak kecil segala masih diantar, " sindir Pak Djarot. "He he he. " "Kamu kenapa banyak bolos? " tanya Pak Djarot dengan serius. "Maaf Pak. Setelah kematian kedua orang tua, saudara mengajak saya tinggal di rumahnya. Kebetulan rumah beliau ada di luar kota. Jadi Saya tidak bisa kuliah, " jawab Bianca. "Kami dari pihak kampus turut berduka cita. Apa sekarang kamu sudah siap untuk berkuliah kembali? " "Siap Pak. " "Saya harap kamu tidak bolos lagi! " "Baik Pak. " "Ini berkas yang kamu perlukan untuk magang. Nama perusahaannya juga sudah tertulis di dalam berkas. Saya harap kamu bisa melakukannya dengan baik. Kalian berdua juga. Jaga nama baik kampus." "Siap Pak." "Baiklah. kalian sudah boleh pergi. " "Terimakasih Pak. " Selesai dari Kantor mereka kembali ke kelas. Clarista duduk di samping Bianca. "Buka dong. Kamu magang dimana? " "Sebentar.... " Bianca membukanya. Didalamnya terdapat informasi tentang perusahaan dan juga apa saja yang harus dilakukan selama berada disana. "Apa kalian tahu tentang PT ABM? " "Memangnya kamu tidak tahu? " Bianca menggelengkan kepalanya. "Perusahaan sebesar itu kamu tidak tahu? " "Tidak." "Kasihan.... Padahal perusahaan itu sangat besar. Lokasinya juga tidak terlalu jauh dari kampus." "Benar. Jadi kamu magang disana? " "Sepertinya sih begitu. Kalian bagaimana? " "Kita berdua di PT Jaya Abadi. Kamu beruntung banget Bia." Kemudian mereka menghentikan perbincangan saat dosen datang. Semua kembali ke kursi masing-masing. "Selamat pagi semua. " "Selamat pagi Pak." "Bagaimana kabarnya hari ini. " "Baik Pak. " "Sudah siap untuk melanjutkan pelajaran hari ini? " "Siap!!!! " "Bagus." Jika Bianca sibuk belajar, lain halnya dengan Adrian. Saat ini Adrian berhadapan dengan kakeknya. Orang tua yang berumur lebih dari setengah abad tersebut sudah mendengar jika Bianca telah kembali ke rumahnya. "Apa kekurangan Bianca buatmu? " tanya sang kakek dengan serius. "Banyak. Tapi yang pasti Aku tidak pernah menyukainya. " "Apa menurutmu gadis yang kau pilih itu lebih baik dari Bianca, " cibir Kakek. "Tentu saja, " jawab Adrian dengan bangga. "Sepertinya kamu sudah tergila-gila dengan wanita itu. Padahal kamu terkenal pandai dan teliti. Tapi untuk urusan wanita kamu benar-benar bodoh! " "Kakek bilang Aku bodoh????? " "Tentu saja. Kamu melepas berlian hanya demi kerikil. Apa itu pantas? " "Jadi menurut kakek... Bianca itu berlian dan Alisha kerikil begitu? " "Tentu saja." "Ha ha ha ha ha ha ha ha. " Tawa Adrian menggema di ruangan itu. Tuan Abraham beserta asisten kakek yang bernama Tomi hanya menyimak perbincangan mereka tanpa berniat untuk ikut campur. "Tomi!!! " "Saya Tuan. "Berikan map itu pada anak bodoh ini! " Tomi memberikan map yang ia pegang pada Adrian. Meski bingung namun Adrian tetap menerima map tersebut. Meski begitu tidak ada niat untuk membukanya. "Bukanlah! " "Nanti_" "Sekarang!!!! " "Oke... Oke! " Begitu map itu di buka kedua mata Adrian langsung melotot. Bagaimana tidak. Dalam map itu terdapat foto-foto Alisha bersama beberapa lelaki. Bukan foto biasa. Namun foto yang luar biasa. Adrian masih belum percaya jika Alisha sanggup melakukan hal yang ada di foto terebut. "Pasti Kakek mengedit ini kan? " tuduh Adrian. "Disitu bukan hanya ada fotonya saja. Ada flashdisk yang berisi video-videonya. Kamu boleh tidak percaya. Tapi kamu pasti bukan orang bodoh kan? Kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakukan. Tenang saja.... Kami tidak akan lagi memaksamu untuk menerima Bianca. Kamu bebas bersama wanita yang kamu cintai. Bahkan jika kamu memilih wanita jalang itu. Semua terserah padamu. " Setelah mengucapkan kalimat yang panjang lebar tersebut, kakek keluar ruangan diikuti Abraham dan juga Tomi. Tinggal Adrian sendiri di ruangan itu. Adrian nampak terpaku setelah mendengar penuturan kakek Ibra. Entah kenapa rasanya sungguh menyesakkan. Perlahan Adrian melihat isi flashdisk dari laptopnya. Rahangnya langsung mengeras melihat video didalamnya. Kemudian mengambil ponsel untuk menghubungi orang kepercayaannya. "Halo! " ".... " "Cari informasi tentang Alisya selengkapnya. " ".... " "Besok sudah harus tersedia di meja kerja Saya. " "... " "Tidak ada kata tapi. Pokoknya besok harus beres!!!! " Adrian mematikan ponselnya secara sepihak. Kemudian mengusap rambutnya dengan kasar. "Bren****!!!!!! ""Terimakasih tumpangannya, " ucap Bianca dengan tulus. "Tidak masalah. Lagian tujuan kita juga searah." "Mampir dulu yuk, " ajak Bianca. "Nggak deh lain kali saja. Hari ini sudah janji sama Mama mau pulang cepat, " tolak Zeta dengan jujur. "Oke deh kalau begitu. lain kali harus mampir loh! " "Sip! " Bianca tidak memaksa. Lagi pula dia tidak mempunyai makanan untuk disuguhkan. Namun ia tidak lupa berterimakasih karena sudah diantar jemput oleh Zeta. "Besok barengan lagi apa tidak? " tanya Zeta sebelum menyalakan motornya. "Boleh. Asal tidak merepotkan." "Ok! " "Hati-hati! " "Sip! " Zeta meninggalkan rumah Bianca bersama motornya. Setelah Zeta hilang dari pandangannya , Bianca pun melangkah ke rumah dengan malas. Hari ini merupakan hari yang berat bagi Bianca. Bukan hanya harus beradaptasi dengan lingkungan kampus, tapi juga harus belajar dengan materi yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. Untungnya Bianca yang asli termasuk mahasiswa yang pandai. Jad
Bianca mendesak Chiara untuk mengajarinya berjalan melewati dinding. Pasti sangat mengagumkan jika ia bisa melakukannya. Chiara hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar permintaan Biancai yang tidak masuk akal. "Kalau kamu memang ingin melakukan hal tersebut maka kamu harus mati dulu dong " ujar Chiara dengan santai . "Aku sudah pernah mati satu kali, tapi Aku tidak bisa melakukannya, " jawab Biancai dengan jujur. "Ha???? " Chiara langsung terkejut. "Kenapa kamu terkejut seperti itu? Bukankah kamu tadi bilang agar mati dulu biar bisa tembus tembok. Kenyataannya aku tidak bisa melakukannya. " "Kamu pernah mati? jadi kamu mati suri? " "Iyalah...kalau Aku tidak mati, bagaimana mungkin bisa masuk kedalam tubuh ini, " jawab Bianca dengan santai. Entah kenapa ia bisa sesantai itu mengungkap rahasianya. Padahal ia tidak kenal dengan sosok di depannya. Chiara mencerna ucapan Biancai dengan baik. Baru kali ini ia mendengar hal seperti itu. Selama ini ia sering berkeliling di b
"Tuan... Anda harus segera kesini, " ucap Rangga dengan tergesa-gesa. Adrian yang sebelumnya masih mengantuk langsung membuka matanya dengan lebar-lebar. Adrian melihat jam yang ada di nakas. Masih pukul 01.00. Dia baru saja memejamkan matanya. Namun Rangga sudah mengganggu tidurnya. Adrian yakin ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan oleh asisten kepercayaannya itu. "Ada apa? "tanya Adrian penasaran. "Saat ini saya sedang berada di depan apartemen milik Nona Alisha. Tadi anak buah saya memberikan kabar jika Leon akan mendatangi nona Alisha. Jadi Saya pergi kesini. Jika tuan mau memutuskan Nona Alisha, Tuan bisa kesini secepatnya! ""Jadi Leon sudah ada di Apartemen? " tanya Adrian memastikan. "Sudah Tuan." Setelah mendapat kabar dari Rangga, Adrian langsung mematikan sambungan telponnya. Dia bergegas turun dari ranjang. Kemudian mengambil baju secara acak dari dalam lemari. Tiga puluh menit kemudian ia sudah tiba di depan apartemen Alisha. Adrian mengendarai mobilny
"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? " sapa resepsionis dengan tersenyum ramah. Ada dua orang wanita yang bertugas di meja resepsionis. Salah satu dari wanita itu yang menyapa Bianca. "Selamat pagi Kak. Saya mahasiswa dari Universitas**** datang kesini untuk melakukan magang. Ini surat rekomendasi serta berkasnya, " ucap Bianca sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya. Bianca tidak sendiri. Chiara masih berdiri di sampingnya. Sayangnya tidak ada yang bisa melihat keberadaannya. Chiara dengan patuh berjalan di samping Bianca. "Oh... adik bisa langsung naik ke lantai tiga. Disana nanti sudah ada petugas yang akan memberi tahu Adik, tempat pertemuannya. Berkas ini adik bawa untuk diberikan pada saat wawancara, " ucap resepsionis sambil mengembalikan berkas ditangannya. "Terimakasih informasinya kak." "Sama-sama." Bianca pun pergi ke tempat yang di tunjukkan oleh resepsionis. Bianca berada di depan lift khusus karyawan yang sedang tertutup. Di depannya sudah ada b
Kedatangan Bianca disambut ramah oleh karyawan ayahnya. Semuanya karyawan lama. Jadi tidak ada yang tidak mengenal Bianca sebagai putri pemilik restoran. "Selamat siang Mbak Bia, " sapa karyawan yang bernama Amel. Usianya dua tahun dibawahnya. Seharusnya saat ini Amel masih kuliah. Namun karena tidak memiliki biaya, akhirnya Amel tidak melanjutkan pendidikannya. "Selamat siang Mel, " jawab Bianca. Untungnya Bianca yang asli meninggalkan memorinya. Kalau tidak bisa berabe urusannya. "Mbak Bia mau makan atau mau bertemu Pak Rio? " tanya Amel. Rio merupakan manager kepercayaan mendiang Andika. "Pak Rionya ada? " "Ada Mbak. Beliau ada di ruangannya. Mbak langsung saja kesana. " "Oke. Tolong bawakan jus mangga satu." "Baik Mbak. " Bianca mendatangi Pak Rio yang ada diruangannya. Pak Rio sedang sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaannya bertambah banyak sejak Andhika meninggal. Sudah lama Pak Rio bekerja di restoran itu. Beliau juga merupakan orang kepercayaan mendiang An
sekarang Bianca tahu apa yang telah membuat restoran menjadi sepi. Dengan mata kepala sendiri ia melihat sesosok pocong yang sedang meludahi makanan yang baru selesai dimasak. Dia memang sengaja masuk kedalam dapur setelah mendapatkan cerita dari Chiara. Tapi yang menjadi permasalahannya, bagaimana cara membuat makhluk itu kembali ke habitatnya dan tidak membuat masalah lagi di restoran. Bianca mencoba elemen air yang ia punya. Apakah bisa melukai pocong tersebut. Caranya mendapatkan hasil. Namun bukan hanya pocong itu saja yang terkena dampaknya. Dua orang yang berada di dapur terkena semburan air milik Bianca. "Ups... kok malah jadi begini, " gumam Bianca sambil memandang kekacauan yang baru saja ia buat. Sang pocong yang menjadi sasaran Bianca sudah menghilang entah kemana. "Air apaan sih ini! " teriak salah satu dari karyawan yang terkena semburan air. Namanya Bela. Dia sedang membuat puding saat air menyembur ke tubuhnya. Tubuhnya basah kuyup dan puding yang ia bua
Hari ini Bianca mulai aktif magang. Dia ditempatkan di bagian pemasaran produk. Letak kantornya berada di lantai delapan. Divisi pemasaran merupakan salah satu bagian penting dari sebuah perusahaan. Salah satu tugas divisi pemasaran adalah mengembangkan strategi untuk mempromosikan produk. Divisi pemasaran pun memiliki tuntutan untuk bisa memuaskan keinginan pelanggan. Dengan begitu pelanggan menjadi loyal dan produk yang ditawarkan perusahaan bisa laku di pasaran. Selain itu, divisi pemasaran juga bertanggung jawab untuk membangun citra perusahaan. Citra perusahaan ini merupakan salah satu aset penting yang harus dipelihara untuk menjamin keberlangsungan perusahaan. Perusahaan ABM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Ada berbagai produk yang telah di hasilkan. Seperti mi, sosis dan snack. "Mulai hari ini kalian berlima akan membantu Devisi pemasaran melakukan tugasnya. Manajer Devisi akan memberitahukan apa saja pekerjaan yang harus kalian lakukan. "
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Rena mengajak Bianca untuk makan siang bersama di kantin. Bianca dengan senang hati menyetujuinya. Devisi pemasaran ada dilantai delapan. Kantin tersedia di dua tempat. Ada yang dilantai tiga yang biasanya didatangi orang yang mempunyai jabatan tinggi. Menu yang disediakan lebih mewah dan harganya lebih mahal dari kantin yang berada di lantai satu. Bukan berarti pegawai rendah tidak diperbolehkan makan dikantin itu. Semua boleh makan disana asal tidak masalah dengan harganya. Rena membawa Bianca ke kantin yang ada dilantai satu. Bukan hanya Rena dan Bianca saja yang turun bersama. Ada Tomi , Bella dan Willy ikut bersama mereka. Sedangkan Nadia dan Sandra lebih suka makan dikantin yang ada dilantai tiga. Kedua gadis itu lebih suka mengeluarkan uang lebih banyak agar bisa bertemu dengan Adrian dan Rangga. Nadia menyukai Adrian, sedangkan Sandra menyukai Rangga. Sebenarnya Sandra juga menyukai Adrian, namun ia tidak ingin berselisih dengan sahaba
"Akhirnya Tuan sadar juga, " ucap Jimmy dengan lega. Ia terpaksa membawa Adrian ke rumah sakit karena tidak kunjung sadar. Sedangkan Rangga mengurus kekacauan yang ditimbulkan oleh Chiara. "Dimana Aku? " tanya Adrian dengan bingung. "Di rumah sakit. Saya terpaksa membawa Tuan kesini karena Tuan tak kunjung sadar. Untunglah tidak ada yang serius. Sebenarnya apa yang terjadi Tuan? " tanya Jimmy penasaran. Adrian kemudian mengingat kejadian yang membuat dirinya sampai pingsan. Bulu kuduknya tiba-tiba merinding. "Dimana Bianca? " "Masih ada dikantor. Apakah Bianca yang sudah membuat Anda pingsan? " "Bukan. Sepertinya kantor kita sudah tidak aman. Coba kamu cari orang pintar untuk mengamankannya." "Bukankah sudah ada satpam ngapain malah cari orang pintar. Tapi orang pintar seperti apa yang Anda cari? " tanya Jimmy dengan bingung. Sepertinya anak itu belum faham apa yang Adrian maksud. "Ada hantu di kantor." "What!!! jadi gosip itu memang benar? " "Gosip yang mana?
Bianca mempelajari dokumen yang diberikan oleh Adrian padanya. Dokumen itu berisi contoh surat kerja sama dengan perusahaan lain yang perlu ia pelajari. Bianca diminta Adrian untuk mempelajari semua ia dokumen itu hingga faham. Ia dengan patuh melakukan apa yang disuruh oleh Adrian. Sebenarnya Adrian hanya ingin menguji Bianca. Sudah lama Bianca tidak menghubunginya. Ia merasa Bianca tidak lagi sama seperti biasanya. Bahkan tatapan penuh damba yang biasa ia tunjukkan tidak lagi ia dapatkan. Jika Bianca sedang fokus dengan dokumen yang ada dihadapannya, tidak dengan Adrian. Adrian sesekali menatap Bianca dari kursi yang ia duduki. Sedangkan Chiara duduk dihadapan Adrian menatap Adrian tanpa kedip. Adrian menempatkan Bianca di dekat pintu . Dengan begitu, setiap ada tamu Bianca harus membukanya. "Buatkan Aku kopi, " ucap Adrian dengan suara yang agak keras. Bianca menghentikan kegiatannya dan menatap Adrian yang juga sedang menatapnya. "Tuan berbicara pada Saya? " tany
Di iringi tatapan bingung teman-temannya, Bianca meninggalkan ruangan yang sudah baru dia hari ia tempati. Nadia yang terima dengan keberuntungan Bianca, menatapnya dengan tajam. Kenapa seorang anak magang bisa menarik perhatian Adrian? Apa jangan-jangan wanita yang dibicarakan oleh keluarga Adrian semalam adalah Bianca? "Tidak bisa dibiarkan. Aku harus memberi anak magang itu pelajaran, " gumam Nadia dengan lirih. Sandra yang kala itu sedang menatapnya, begidik sendiri. Dia yakin jika Nadia akan melakukan sesuatu yang membuat Bianca tidak lagi menjadi sekretaris Adrian. Dia tidak sabar menunggu pertunjukan apa yang akan Nadia mainkan. "Sudah-sudah, lanjutkan pekerjaan kalian. Orangnya juga sudah tidak ada kok, " ucap Bu Rena. "Terus Aku berangkat sama siapa? " tanya Tomi. "Sama Sandra saja." "Kok jadi Aku sih. Nggak mau lah, " tolak Sandra dengan terang-terangan. "Mau tidak mau ya harus mau. Hanya kamu yang tidak mempunyai tugas. " Bianca tidak mengetahui j
Bianca tiba di perusahaan lebih pagi dari hari kemarin. Ia langsung menuju ruangan tempatnya bekerja. Sudah ada Rena, Siska dan Tomi yang lebih dulu tiba. "Selamat pagi semuanya, " sapa Bianca dengan ramah. "Selamat pagi, " sapa Rena dan Tomi. "Selamat pagi. Begitu dong, jangan sampai berangkat seperti kemarin, " puji Sandra yang mengandung sindiran. Bianca hanya tersenyum sambil duduk di kursinya. Sandra yang merasa diabaikan merasa geram. Entah kenapa pagi ini moodnya berantakan. Maunya marah-marah terus. Mungkin karena sedang ada tamu bulanan. "Pagi every body! " teriak Bella dengan senyum ceria. Sandra yang hendak mengeluarkan lahar jadi mengurungkan niatnya. "Ini kantor bukan hutan! " ucap Sandra dengan ketus. "Biasa aja kali Mbak." "Ada kabar apa nih, sumringah banget, " ucap Tomi yang melihat keduanya kan berdebat. Bianca menunjukkan cincin yang ada dijari manisnya dengan tersenyum lebar. Semalam kekasihnya datang melamar bersama kedua orang tuanya.
Seperti yang sudah direncanakan oleh Nadia sebelumnya. Setibanya di rumah Nadia merengek pada kedua orang tuanya untuk segera mendatangi kediaman Abraham. "Ayo lah Pa... Ma, mumpung saat ini Adrian tidak punya kekasih. Nadia minta Papa sama Mama membujuk Tuan Abraham agar mau menerimaku menjadi menantunya, " bujuk Nadia pada kedua orang tuanya. Padahal dia baru saja pulang dari kantor. "Setidaknya kamu mandi dulu deh. Nanti kita bicarakan lagi setelah kamu segar, " ucap sang Mama dengan lembut. "Tidak mau. Aku mau Papa sama Mama berjanji dulu," rengek Nadia dengan manja. "Akan Papa usahakan, " ucap tuan Broto yang tak lain Papa Nadia. Kelemahannya adalah tak tega menolak keinginan sang putri. "Pokoknya nanti malam kita harus ke rumah mereka. Titik tidak pakai koma! "tekan Nadia dengan cemberut. "Tidak bisa begitu dong Sayang. Masak mendadak. Setidaknya kita harus buat janji dulu dengan mereka. Bagaimana kalau saat tiba di rumah mereka, mereka sedang tidak ada di rumah
Rio mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Bianca. Rio tidak menyangka tamparan Bianca sangat terasa. Bahkan sampai giginya ikutan ngilu. Rio merasa hari ini sangat sial. Bukan hanya rasa sakit yang ia rasakan. Namun ia juga merasa malu dan harga dirinya terasa diinjak-injak oleh gadis didepannya. "Kamu berani menamparku! " pekik Rio tidak percaya. "Kenapa tidak berani. Buktinya kedua pipimu sudah aku tampar, " jawab Bianca dengan santai. "Kamu!!!!! " Rio bingung mau mengucapkan apa sangking kesalnya. Mau membalas juga tidak etis. Apalagi lawanya seorang perempuan. Keduanya menjadi pusat perhatian pengunjung supermarket. Wajah Rio semakin merah menahan amarah. Pemilik supermarket sekaligus ayah dari Rio buru-buru datang setelah mendapat laporan dari karyawannya. "Ada apa ini,Rio?" tanya Ayah Rio dengan suara yang agak keras. Baru juga datang sudah mendapatkan laporan tidak baik. "Gadis gila ini menamparku, " jawab Rio dengan agak takut. Rio tidak men
"Capeknya, " gumam Bianca sambil membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Bianca telah selesai mandi. Sebenarnya perutnya terasa lapar. Namun ia malas jika harus beli. Untuk masak sendiri pun ia masih belum bisa. Kecuali masak nasi yang memang lebih mudah hanya dengan menggunakan rice cooker. Tiba-tiba saja Chiara datang dan berbaring di sampingnya. Penampilannya membuat Bianca merinding. "Kamu habis ngapain sih, kok dandan seperti itu? " tanya Bianca sambil menjauhkan tubuhnya. "Ish... ini kan penampilan ku sesungguhnya, " ucap Chiara dengan cemberut. "Jelek tahu! " "Kamu nggak takut? " "Takut sih tidak. Merinding iya." "Sama saja kalau begitu." "Beda lah." "Sama aja. " "Beda." "Sama." "Beda! Sudahlah... capek ngomong sama kamu! " Bianca kembali memejamkan matanya. Chiara merasa tidak enak. Jadi ia merubah penampilannya seperti sebelumnya. Menjadi Chiara yang cantik tapi pucat. "Bangun dong. Aku sudah berubah nih, " ucap Chiara. Bianca yang memang
Sekembalinya dari kantin, Bianca melihat adanya keributan di lobi kantor. Ada seorang wanita yang marah-marah pada satpam penjaga. Banyak karyawan yang melihat keributan itu. Kebetulan masih ada sedikit waktu untuk beristirahat. "Ternyata Nona Alisha masih belum kapok juga. Padahal sudah berkali-kali di usir. Masih saja datang, " ucap Rena dengan suara yang agak lirih. Namun Bianca masih bisa mendengarnya begitupun dengan Bella, Willy dan Tomi. Bianca akhirnya mengingat tragedy yang membuat tubuh aslinya meninggal dunia. Kekasih dari suami pemilik tubuh. Ternyata hanya wanita yang tidak tahu diri. Ia pun tidak berniat untuk melihat pertunjukan. Namun saat hendak melangkah ke arah lift Alisha memanggil namanya dengan keras. "Bianca! " teriak Alisha dengan suara yang sangat keras. Mau tidak mau Bianca pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Teman-teman Alisha yang hendak mengikuti langkah Bianca turut menghentikan langkahnya. "Ada apa? " tanya Bianca dengan malas. Karyawa
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Rena mengajak Bianca untuk makan siang bersama di kantin. Bianca dengan senang hati menyetujuinya. Devisi pemasaran ada dilantai delapan. Kantin tersedia di dua tempat. Ada yang dilantai tiga yang biasanya didatangi orang yang mempunyai jabatan tinggi. Menu yang disediakan lebih mewah dan harganya lebih mahal dari kantin yang berada di lantai satu. Bukan berarti pegawai rendah tidak diperbolehkan makan dikantin itu. Semua boleh makan disana asal tidak masalah dengan harganya. Rena membawa Bianca ke kantin yang ada dilantai satu. Bukan hanya Rena dan Bianca saja yang turun bersama. Ada Tomi , Bella dan Willy ikut bersama mereka. Sedangkan Nadia dan Sandra lebih suka makan dikantin yang ada dilantai tiga. Kedua gadis itu lebih suka mengeluarkan uang lebih banyak agar bisa bertemu dengan Adrian dan Rangga. Nadia menyukai Adrian, sedangkan Sandra menyukai Rangga. Sebenarnya Sandra juga menyukai Adrian, namun ia tidak ingin berselisih dengan sahaba