Di sepanjang perjalanan, Dissa hanya diam dan menatap Luar kaca mobil. Dissa tenggelam dalam pikirannya yang berkecamuk. Dissa merasa bersalah dan ia pun menyesal karena kecelakaan maut itu pasti ulahnya pagi tadi. Dissa tak habis pikir, ternyata ucapannya pagi tadi dapat membuat Diki terbawa perasaan. Padahal, ia sering mengejek kakak kandungnya dengan berbagai kata pedas dan terkadang ia pun tak menyadari bahwa kesalahannya itu.
"Nona, kita sudah sampai," ucap Taksi online yang sudah memberhentikan mobilnya tepat di depan halaman rumah sakit.
Dissa masih diam di tempat dan tak menghiraukan ucapan itu.
"Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan," ucap Taksi online mengulangi perkataannya tadi.
Dissa tersadar dari lamunannya. "Eh-emm iy-ya ada apa, Pak?" ucap Dissa yang menatap ke sekelilingnya.
"Nona sudah sampai di rumah sakit Mutiara." jawab seorang supir pria berparuh baya.
"Iya pak, tunggu sebentar," ucap Dissa seraya membuka tas s
Dila berjalan cepat untuk menelusuri setiap lorong rumah sakit dan satu ruangan yang terlihat dijaga ketat dan siapapun yang ingin menjengguk pasien yang dirawat di dalam ruangan ICU VIP, perlu melakukan pengecekan apakah tetap disteril dan higenis, supaya tidak ada virus yang terjangkit pada pasien."Nyonya, silahkan ikuti semua prosedur protokol kesehatan di rumah sakit ini," ucap seorang perawat lelaki yang berpakaian lengkap."Baiklah." jawab Dila singkat. Dila mengamati semua kegiatan yang dilakukan oleh perawat di depannya. Mulai dari menyuruhnya mencuci tangan dengan sabun dan membasuhnya dengan air mengalir di westalfel hingga telapak tangannya diperiksa untuk memeriksa suhu tubuh dirinya. Maklumlah, di musim Covid-19 yang baru viral di seluruh penjuru dunia mengharuskan Dila mengikuti semua anjuran dari pemerintah agar tetap menjaga kebersihan."Nyonya, silahkan masuk dan saya harap jangan membuat pasien merasa resah dengan noise di sekitarnya. Wa
"Siapa?" tanya Dissa to the point."Hem..." deheman Dila membuat Dissa menyerhitkan keningnya."Siapa Ma?" tanya Dissa lagi."Yang pasti manusia dong." jawab Dila asal dan berhasil memancing emosi Dissa."Ya sudah kalo tidak mau kasih tahu. Itu tidak penting untukku dan sudah ada Daniel yang nanti akan mengecek kesehatanku jika aku sakit." balas Dissa cetus."Loh kok anak mama yang cantik ini cepat marah sih, Mama kan cuma bercanda. Kenapa akhir-akhir ini kamu mudah marah dan cepat tersinggung." sahut Dila."Jangan-jangan kamu sedang..." ucapan Dila terhenti saat Dissa mulai mengajukan pertanyaan."Jangan- jangan aku sedang apa?" tanya Dissa mengulangi perkataan dari Dila."Kamu sedang hamil." jawab Dila dan sontak saja Dissa terkejut bercampur bahagia."Benarkah?" tanya Dissa dengan kedua bola matanya yang mulai berminar-minar."Iya, tapi bohong... Hahaha," jawab Dila seraya tertawa kencang karena berhasil membua
"Kak Diki baik-baik saja." jawab Dissa asal. "Kamu yakin, Diki baik-baik saja tapi aku lihat dia terbaring lemah di atas kasur dan seluruh tubuhnya dibantu alat medis untuk mengobati tubuh Diki." balas Daniel. "Kalo tahu begitu, ngapain tanya lagi? Kak Diki, masih dalam keadaan kritis dan tenanglah akan ada dokter pribadi yang akan merawat kak Diki," ucap Dissa. "Benarkah? Aku senang mendengarnya, siapakah dokter pribadi yang mau merawat Diki? Apakah dia itu wanita? Dia masih gadis apa janda? Siapa namanya?" berbagai pertanyaan Daniel berikan kepada Dissa dan membuat Dissa kebingungan menjawab semua ajuan pertanyaan dari Daniel. "Bisakah dirimu itu kalo memberikan pertanyaan kepada orang lain itu harus satu-satu!" ucap Dissa tanpa membalas pertanyaan dari Daniel. "Tentu saja, aku bisa." jawab Daniel cepat. "Baiklah, jelaskan satu persatu dari pert
Tiga minggu kemudian, kondisi Diki belum ada tanda-tanda kehidupan. Seperti biasanya, Dokter Novi mengecek kondisi Diki setiap satu jam sekali."Diki, bangun sayang. Kapan kamu sadar dari masa kritismu? Mama kangen melihat sikap dinginmu itu,hiks." lirih Dila duduk di depan Diki sambil memegang telapak tangan Diki yang terlihat pucat."Mama kangen kamu, apakah kamu tidak kangen melihat mama. Tolong bangunlah, tidak baik tidur terus untuk kesehatan." lanjut Dila.Saat ini, di dalam ruang rawat Diki yang serba mewah dan fasilitas lengkap. Diki ditemani oleh Mama Dila dan Dissa."Hoammm..." Dissa mengucek kedua bola matanya dan ia meregangkan otot-ototnya yang terasa sedikit sakit. Maklumlah, ia tidur di sofa tidur untuk menemani mama Dila untuk menjaga Diki.Dissa melirik ke arah sekitarnya, ia menatap seseorang yang sangat familiar yang sedang menangis. "Mama," gumam Dila seraya menatap Dila menangis tersedu-sedu.Dissa berdiri dari duduknya
Setelah selesai, memeriksa kondisi Diki, Novi dan kedua perawatnya pamit undur diri.Dila yang sedari tadi, duduk di sebelah Diki untuk menjaga Diki agar baik-baik saja. Ia melihat jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 09.30 wib.Kriukkk!Dila mengelus perutnya yang berbunyi yang menandakan untuk minta diisi. Dila menghela nafasnya sejenak dan ia tetap menunggu Dissa yang satu jam belum datang ke ruangan.Tok! Tok! Tok!"Silahkan masuk," ucap Dila dengan suara meninggi.Cekrek!Pintu terbuka dari luar dan ia melihat Novi berjalan masuk ke dalam ruangan."Mama." lirih Novi berjalan menuju ke arah Dila."Mama sudah makan belum? Jika belum, aku membawakan ini untuk mama," ucap Novi memberikan rantang makanan di hadapan Dila."Apa ini?" tanya Dila menatap ke arah rantang makanan yang diberikan oleh Novi."Sebelum aku berangkat bekerja, aku memasak nasi goreng telur, aku lihat mama belum makan. Aku ingin me
"Aku baik-baik saja, Ma." jawab Novi tersenyum."Bagaimana keadaan Nenekmu?" tanya Dila."Alhamdulillah, nenekku sudah membaik dan terima kasih atas bantuannya yang mau membayarkan semua biaya pengobatan nenekku." jawab Novi tersenyum menatap Dila yang duduk di depannya."Novi, jika kamu keberatan atas perjodohan ini, mama ikhlas memberikan bantuan itu dengan ikhlas," ucap Dila menatap ke arah Novi."Mama tahu kamu adalah wanita baik-baik dan kamu berhak menentukan mana yang akan menjadi pendamping hidupmu." lanjut Dila."Mama, jangan bilang seperti itu, aku ikhlas melakukan semua ini dan aku sudah menganggap mama seperti orang tuaku sendiri. Jadi, aku ingin menghalalkan hubungan layaknya ibu dengan anak yang sebenarnya dengan cara menikah." sahut Novi mantap"Kamu yakin?" tanya Dila memastikan."Insya Allah, saya pasti bisa. Cinta akan tumbuh dengan sendirinya setelah menikah. Saya akui tidak mencintai Diki tapi saya berusaha belajar
Dila yang mendengar pertanyaan dari Dedi, ia melepaskan pelukannya. Dila menatap lekat ke arah kedua mata Dedi."Saat ini, Diki mengalami kritis dan walaupun ia dalam keadaan koma tetapi ia dapat mendengarkan semua pembicaraan kita." jelas Dila menatap kedua bola mata Dedi."Benarkah? Diki dapat mendengarkan ucapan dari kita. Baiklah, aku ingin meminta maaf kepadanya karena belum bisa menjadi papa yang baik untuk dirinya," ucap Dedi dan membuat semua orang yang berada di ruang itu tangisan mereka semakin pecah."Hiks... Hiks... Papa, maafkan Dissa. Semua ini salah Dissa yang selalu mencari masalah dengan kak Diki dan mengadu domba kalian agar mau membelaku. Sekalipun aku berbuat salah dan kalian tetap membenarkan semua sikap jahatku. Aku menyesal telah melakukan itu dan aku jahat karena hampir membunuh kakakku sendiri, hiks," ucap Dissa menangis."Jangan bilang begitu, itu bukan salahmu. Ini sudah takdirnya Diki dan kita sebagai manusia hanya bisa menerim
Hati Kenzo terasa berdetak lebih cepat dan rasanya tak menentu saat ia mendengarkan dengan kedua telinganya bahwa wanita yang ia inginkan ternyata menyukai dirinya.Kenzo mengambil kedua telapak tangan milik Nila dan ia menatap sendu ke arah kedua bola mata Nila."Apa benar dengan ucapanmu itu? Apakah kamu tidak malu jika menerimaku yang kotor ini dan aku dianggap sebelah mata oleh seluruh masyarakat dengan kejahatanku. Apakah kamu tidak takut apabila suatu hari nanti aku berubah seperti dulu lagi," ucap Kenzo panjang lebar di depan Nila."Tuan, jangan berbicara seperti itu. Semua orang pasti melakukan kesalahan dan dari kesalahan itulah menyadarkan kita agar tidak melakukan kesalahan lagi. Manusia berhak mengubah dirinya menjadi lebih baik tapi tidak menghakimi masa lalunya yang menjadi bahan menjatuhkan orang lain lebih hina daripada orang yang melakukan kesalahan itu sendiri." jelas Nila duduk di sebelah Kenzo."Bantu aku berubah dan tetaplah bersamaku
"Tapi aku tetap menginginkannya! Dan ingin sekali bertemu dan meminta pada Beri. Tapi, Kak Beri melarangku untuk pergi kekampus selama tiga hari." keluh Mini. "Kau tenang saja! Masalah Beri biar aku yang menanganinya," ucap Novi. "Besok aku yang akan meminta maaf kepada kamu sekaligus berterima kasih kepada kamu." "Benarkah?" tanya Mini, yang dijawab anggukan kepala oleh Novi. "Terima kasih Novi, aku sangat beruntung bisa memiliki sahabat sepertimu." tubuh mini memeluk Novi. "Aku juga beruntung memiliki sahabat sepertimu." balas Novi, dengan tersenyum. Sementara itu dari kejauhan, Pak Lang menatap pada Nona Mini dan Nona Novi yang sedang berbicara.Dengan tersenyum, Pak Lang langsung melaporkan kejadian yang dilihatnya kepada Nyonya Dila. Karena sudah menjadi tugas Pak Lang untuk melaporkan segala sesuatu yang terjadi dimansion utama tanpa ada yang disembunyikan. keesokan harinya, seperti yang sudah terlihat Novi kepada Mini. Saat ini Novi sudah
Akhirnya Mini dan Rangga pulang ke mension dan sepertinya dewa Fortuna tidak berpihak pada Rangga. Perlahan Mini membuka pintu kamar mandi, sambil menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu. Sebab, ia merasa malu dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apa pun. "Kak, aku menstruasi."lirih Mini. "Menstruasi?"tanya Rangga sambil berfikir dan langsung menepuk keningnya saat sadar apa dari kata menstruasi. "Kenapa sekarang harus keluar? Apa tidak bisa dihentikan dulu?"keluh Rangga menatap kearah miliknya yang masih berdiri tegak karena belum tersalurkan sama sekali. "Dihentikan? Memangnya air yang bisa dihentikan!" Sungut Mini.*** Mension Keluarga Richard. Novi yang baru pulang dari kantor bersama Diki, langsung ditarik oleh Mini kehalaman belakang mansion. Mini sudah tidak sabar untuk menceritakan semua yang terjadi pada hari ini. Dari sejak kejadian dikampus, sa
keesokan harinya. Rencana yang sudah disusun rapi dari kemarin oleh Diki, Novi, Mini dan Beri langsung dijalankan oleh Beri dan juga Mini. Di area kampus, mereka selalu jalan berdua. Membuat semua mahasiswa yang lain ikut iri dengan wanita Beri yang bisa jalan bersama blasteran secantik Mini. Sedangkan Beri yang selalu bercita-cita memiliki seorang istri blesteran agar bisa mengubah keturunannya, merasa sangat bahagia dekat dengan Mini. Walaupun kedekatan mereka hanya karena sebuah misi, tapi Beri berusaha untuk menjadi teman dan sahabat yang baik untuk Mini. Sementara itu diperusahaan Dimitri. Rend. Rangga kembali mendapatkan informasi dan foto-foto Mini dengan seorang pria. "Ini kan pria yang kemarin?" gumam Rangga menatap foto Mini bersama Beri yang sedang duduk di kursi taman kampus. Rangga terdiam sewaktu-waktu dan langsung meletakan ponselnya. Ada perasaan marah dalam diri Rangga saat melihat Mini kembali dekat dengan pria yan
Kafe Buaya DaratSetelah sempat mengunjungi halaman parkir kampus. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke cafe Buaya Darat yang berada di jalan JI. Senopati yang tidak jauh dari tempat kampus tersebut. Mereka berempati berbicara dengan sangat serius, terutama Novi yang sangat bersemangat untuk menjalankan misi yang ada di kepalanya. "Jadi, bagaimana Ber?" tanya Novi. "Kau mau membantu Mini?" pinta Novi dengan wajah yang penuh harap. Beri menatap kearah Novi dan Mini secara bergantian, lalu menghela nafasnya dengan berat. "Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu dimintai tolong!" gumam Beru dengan menggarukan kepalanya yang tidak gatal. "Tapi Nov, kalau pun Beri mau membantuku untuk membuat Kak Rangga cemburu. Bagaimana caranya?" tanya Mini. "Kita tidak boleh membawa orang luar kedalam mansion utama? Lalu, bagaimana bisa Kak Rangga melihatku dengan Beri?" tanya Mini dengan mengerutkan kening
Tiga hari kemudian. Novi yang diperbolehkan untuk ikut kekampus Mini, merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa terbebas dan tidak berada didekat Diki. Namun rasa bahagia itu lenyap seketika saat Novi memasuki mobil yang ternyata sudah ada Diki yang duduk di kursi penumpang dengan gaya coolnya. "Aku kira kau tidak ikut bersama kami!" gerutu Novi pada Diki, sambil menatap malas menjnu suaminya terlihat datar tanpa ekspresi apa pun. Sementara Mini sudah duduk didepan bersama dengan Leo yang menyetir mobil. "Mana mungkin aku membiarkan istri tercintaku pergi sendirian!" Dafa menatap kearah Novi dengan seringai licin diwajahnya."Kau itu tidak bisa membedakannya ya! Mana yang pergi sendiri? Mana yang pergi berdua? Aku kan pergi bersama Mini!" protes Mini dengan mengerucutkan keinginannya. "Sayang kau jangan protes! Atau kita akan pergi ke kantorku saja!" ancam Diki. "lya... Iya. Tapi kau tunggu di mobil! Jangan
"Ah iya, boleh aku minta susu hangat." pinta Novi. "Susu hangat?" tanya Pak Lang dengan tatapan heran karena setahu Pak Lang, Nona Novi tidak suka susu. "Pak Lang!" seru Novi. "Baik Nona." Pak Lang langsung berjalan kedapur. "Aman." Novi mengusap punggungnya,l dan bersiap kembali untuk menguping. "Apa mereka sudah tidur ya?" gumam Novi karena dari tadi tidak mendengar apapun dan dari arah belakang, Novi merasa bahunya di tepuk oleh seseorang. "Taruh saja di meja Pak," ujar Novi tanpa menengok kearah belakang. Namun bahunya kembali ditepuk dari belakang. Membuat Novi merasa sangat kesal. "Aku sudah bilang taruh saja di --" Novi langsung terdiam saat melihat orang itu yang menepuk bahunya adalah Diki. "Sayang." Novi langsung tertawa dengan kaku. "Sedang apa kau disini?" tanya Diki dengan dingin. "Aku... Aku sedang menguping." jawab Novi sambil berl
"Aku tidak peduli? Yang aku inginkan hanya satu anak darimu, tidak peduli kau mau atau pun tidak." Diki mulai mencium leher Novi dengan sangat lembut. "Diki!" pekik Novi dengan merasa geli. "Tapi, kau harus meminjam dulu, bahwa kau hanya meminta satu anak dariku." "Aku janji satu dulu, setelah lahir kita bikin yang ke dua." Diki membawa Novi dan menghempaskan di atas tempat tidur. "Itu bukan satu, kau curang!" protes Novi. "Kau kan yang bilang sendiri padaku, sepuluh anak pun kau sanggup untuk memberikannya padaku." "Tapi kan, aku bilang kalau umurku sudah--" perkataan Novi terhenti saat bibir Diki memagut ini. Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat Diki dan Novi menikmati ciumannya. "Tuan ini aku." seru Leo dari luar pintu kamar. "Sayang ada Leo," Diki pun langsung bangkit dan menikmati pakaiannya yang acak-acakan. Menuju ke arah pintu. "Bagaimana?" tanya Diki.
"Ada banyak faktornya, apa istri tuan menggunakan kb? Entah itu suntik kb atau minum pil kb atau kb yang lainnya?" tanya Dokter Maya. Diki pun langsung memberikan tatapan tajam pada Novi. "Apa kau menggunakan kb?" tanya Diki. "Ak-aku..." Novi merasa binggung harus menjawab jujur atau bohong. "Kalau kau berbohong, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" ancam Diki mencengkram tangan Novi."Aku-aku pakai suntik Kb." jawab Novi dengan ketakutan dan menundukkan kepalanya. Diki yang mendengar pengakuan Novi, ia langsung terkejut dan semakin mencengkram tangan Novi dengan kasar. "Sakit Diki," ucap Novi pelan yang mulai merasa sakit karena cengkraman tangan Diki yang menguat. Tanpa banyak berkata Diki langsung menarik Novi keluar dari ruangan Dokter Maya. Novi yang merasa ketakutan hanya bisa mengikuti Dafa dengan langkah-langkah yang terseret-seret. Sementara Dokter Maya yang melihat apa yang terja
"Ya kan Min?" tanya Novi pada Mini. "I-iya," jawa Mini. Dengan takut karena Kak Rangga pun menatap kearah dirinya dengan tajam. "Woi bro, apa kalian tahu kalau dua wanita ini sudah punya suami?" tanya Rangga dan langsung menggeser pria yang disebelah Mini dengan satu tangan. Kini Rangga duduk di samping Mini dengan melihat menuju pria yang kini duduk disebelahnya. Novi yang tahu kalau Diki sedang marah pada kedua pria tersebut, langsung menyuruh mereka untuk pergi. Namun pria yang disamping Novi tidak peduli, pria tersebut justru berani menatap kearah Diki dengan tajam. "Kalau sudah punya suami memangnya kenapa? Kalian hanya Bule nyasar di negara kami. Jadi, pergilah!" usir pria tersebut dengan tegas. Diki yang sudah mulai emosi, berusaha memukul pria yang tadi berbicara sombong kepadanya. Namun Rangga dan Novi langsung mencegahnya, Rangga yang sudah lebih berpengalaman pada masalah