"Cuihhh!" Diki meludahi kedua pria yang hampir sekarat di depannya.
"Kalian tidak perlu mencampuri urusan kami! Urus hidup kalian sendiri dan jangan pernah usik keinginanku untuk menyelamatkan adikku," ucap Diki dengan senyuman miringnya menatap ke arah kedua pria yang terkapar di atas lantai. Diki membalikkan tubuhnya dan menekan tombol ruangan lift dan setelah lift terbuka, ia pun berjalan masuk ke dalam lift.
***
Di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh beberapa bingkai foto yang dipajang rapi. Disinilah Budi terus melangkahkan kakinya menuju setiap ruangan pada mension.
Cekrek!
Budi memasukkan kepalanya sedikit untuk melihat kondisi di dalam ruangan.
"Uwoow... Keren sekali ruangannya," ucap Budi memuji beberapa peralatan medis yang dilihatnya. Saat ini, ia berada di lantai tingkat satu. Para bodyguard yang diutus Kenzo untuk menjaga keamanan mensionnya, semuanya telah sekarat dihajar oleh Criss dan Daniel.
Budi berjalan masuk ke dalam dan menutup kembali pintu ruangan. Ia berdiri di belakang pintu untuk menelusuri alat medis yang sangat familiar dikenalnya. Wajar saja, ia mengetahui semua nama dan fungsi alat medis itu karena ia adalah seorang dokter spesialis yang lebih ahli dalam bidang kesehatan.
Budi mengerutkan keningnya dan ia binggung kenapa ada beberapa beberapa dirigen air yang ia ketahui sebagai penampung air tetapi yang ia lihat saat ini tidak ada tetesan air yang masuk ke dalam dirigen air itu.
Budi melangkahkan kaki menuju benda itu dan ia mulai menyentuh dirigen air untuk memastikan apa benar yang dilihatnya tadi.
"Kenapa ada dirigen air disini? Bukankah, ini digunakan untuk mengisi air tetapi sebanyak ini disimpan dan tidak diberi isinya." gumam Budi dalam hati seraya mengangkat barang itu dan mulai mengguncangnya.
Srtttt! Srttt!
"Kenapa bunyinya seperti kumpulan pasir, ini terlihat aneh tapi nyata. Aku harus membukanya," ujar Budi mantap.
Budi mulai membuka tutup dirigen air itu dan ia melihat sendiri sesuatu yang dicarinya sebagai vaksin ternyata sudah ada digenggamnya. Budi tersenyum menatap ke arah kumpulan pasir yang posisinya di dalam dirigen air.
"Aku akan memberitahukan kabar baik ini kepada Daniel dan Diki," ucap Budi seraya menutup kembali dirigen air itu.
Budi berdiri dan mulai berbicara dari headsetnya yang otomatis langsung terhubung dengan Diki dan Daniel.
***
"Sampai kapan kau menculik ku seperti ini, Kenzo!" ucap Dissa menatap tajam ke arah Kenzo yang berdiri di depannya.
Kenzo memegang dagu Dissa yang duduk di depannya. "Sampai kau mau menceraikan Daniel dan mau menikah denganku." ucap Kenzo mantap.
Kenzo mulai mendekati wajah Dissa dan ia berhasil mencium bibir Dissa. Dissa yang terkejut, ia tak bisa menghindari pelecehan yang dilakukan oleh Kenzo. Dissa berusaha melepaskannya dan ia mengigit lidah Kenzo hingga mengeluarkan darah.
"Awww!" teriak Kenzo merasakan lidahnya di gigit oleh Dissa.
"Bagaimana sakit? Makanya kalo jadi cowok itu yang benar tapi bukan langsung cium orang segala pula. Jijik aku tuh sama kamu gak punya sopan santun," ucap Dissa menatap kesal ke arah Kenzo.
"Berani sekali kau menceramahiku! Baiklah, kalo itu mau kamu. Aku sebagai lelaki tidak punya sopan santun akan membuatmu menjadi milikku seutuhnya." jawab Kenzo dengan menunjukkan senyum miringnya.
Dissa yang mendengar ucapan dari Kenzo, ia berusaha melepaskan ikatan kuat dari kedua tangannya. Dissa berusaha menarik paksa tali itu agar dapat ia buka tetapi nihil ia tidak bisa melepaskan ikatan itu dari kedua tangannya.
Kenzo yang telah membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan menuju lemari kaca. Kenzo mengambil alat suntik dan obat suntik yang Dissa ketahui pasti itu virus penyakit yang akan Kenzo suntik ke dalam tubuh Dissa. Kenzo membuka penutup obat itu dan ia memasukkan obat virus itu ke dalam alat suntik hingga penuh. Setelah selesai memberikan obat pada suntikkan. Kenzo pun menaruh kembali obat itu ke dalam lemari dan ia berjalan mendekati Dissa.
"Jangan... Jangan Kenzo. Ku mohon jangan." ucap Dissa yang hampir mengeluarkan buliran kristal di wajahnya.
"Selamat menikmati hari-hari yang indah setelah ini, sayangku," ucap Kenzo dingin dan ia menarik paksa lengan kanan Dissa dan Kenzo berhasil menyuntikkan lengan Dissa melalui alat suntik yang diisi oleh virus biologis.
"Hahh! Hahh!" desah Dissa menahan rasa sakit yang mulai menjalar naik ke dalam tubuhnya.
Setelah selesai, Kenzo menarik kembali alat suntik yang menempel di lengan kanan Dissa. Kenzo menatap wajah Dissa yang terlihat pucat dan di lengannya menampilkan beberapa urat berwarna biru yang siap memasuki bagian seluruh tubuh Dissa.
"Beristirahatlah, setelah kau membuka kedua bola matamu maka aku pastikan kau akan menuruti semua keinginanku." titah Kenzo seraya membalikkan tubuhnya menuju pintu ruangan kamar dan meninggalkan Dissa yang duduk sendirian di dalam ruangan.
***
"Benarkah?" tanya Diki yang berdiri di depan bodyguard yang jatuh tak sadarkan diri.
"Iya, aku menemukannya dan tinggal beberapa langkah lagi kita pasti akan menemukan keberadaan Dissa." jawab Budi.
"Baiklah, kau jaga di sekitar sana dan aku akan mencari keberadaan Dissa." titah Diki melalui panggilan di headsetnya.
Ting!
Pintu lift terbuka dan Diki saat ini sudah berada di lantai tingkat dua. Diki melangkahkan kaki menelusuri setiap lorong ruangan, dibukanya satu persatu pintu ruangan yang berada di depannya. Diki menolehkan kepalanya ke arah dalam ruangan tetapi ia tidak menemukan apapun yang dia cari. Diki menutup pintu ruangan dan membalikkan badan. Saat Diki berjalan menuju lift ruangan. Ia mendengar suara yang sangat dikenalnya, Lantas Diki langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju satu ruangan yang posisinya di ujung ruangan dan pastinya belum ia buka karena tidak menemukan keberadaan Dissa.
Saat Diki sampai di depan pintu, Diki memegang gagang pintu dan mencoba untuk membukanya. Namun, pintu itu terkunci dari dalam. Diki mendobrak pintu itu dan ia mendapati Dissa sedang duduk di atas kursi yang kedua tangannya diikat erat oleh tali dari belakang. Ia melihat Kenzo berdiri membelakanginya.
"Kamu jahat!" teriak Dissa menatap wajah tampan Kenzo Albert.
"Aku tidak perduli, bagaimana penilaian dirimu terhadap diriku, yang terpenting kau dilahirkan kembali hanya akulah yang berhak memilikimu. Aku akan membalas semua apa yang mereka perbuat terhadap kita dulu. Tunggu permainanku!" ucap Kenzo dengan menatap tajam bak elang di hadapan Dissa Richard.
"Berhenti! Jangan coba menyakiti adikku atau aku yang akan mematahkan kedua tanganmu," ucap Diki Reandi berlari menuju mereka.
"Adik?" ucap Dissa binggung.
"Kau bedebah! Berani sekali menculik istriku, kau tak berhak mengambil Dissa dariku. Kami saling mencintai," ucap Daniel berjalan di belakang Diki.
"Aku mohon, lepaskan aku! Aku tahu sebenarnya kamu orang baik. Aku mengerti rasa sakit itu. Jangan biarkan orang jahat terlahir dari orang-orang baik yang tidak berdosa," ucap Dissa berhasil menggetarkan hati kecil Kenzo.
Daniel berjalan menghampiri Kenzo berdiri di tempat. Daniel mulai menceritakan bahwa dirinya dan Dissa saling mencintai dan bagaimana awal kisah perjuangan cinta surga yang mereka lalui bersama-sama. *****Flashback On***** "Sayang banget hari ini kita gak bisa menyelesaikan fitting baju pernikahan kita, kamu pulangnya terlalu malam, jadi Salon Aura sudah tutup," ucap Dissa, lalu memasukan sesuap nasi ke mulutnya. Mereka sedang makan malam bersama di sebuah Restoran langganan. "Maaf sayang, lalu lintas sedang padat karena jam pulang kantor," jelas Daniel, Dissa mengangguk pun memaklumi. "Sayang, aku mau membicarakan sesuatu." "Bicara saja." ucap Dissa singkat. "Sayang, besok aku izin untuk pergi karena mendapat amanah dari rumah sakit." ujar Daniel menatap kedua bola mata indah Dissa yang berdiri di hadapannya. "Mau pergi mengisi seminar di luar kota lagi?" tanya Dissa yang sudah hafal kegiatan calon suaminya yang sering d
Di dalam sebuah tenda tampak seorang dokter cantik bernama Jesika. Kini dia telah menyelesaikan laporan kegiatan hari ini dan sudah mengecek seluruh gambar yang Budi kirim. Jesika menutup laptopnya dan beranjak pergi menuju tenda tidur. Beberapa rekan kerjanya sudah tertidur pulas, sedangkan Jesika masih tidak bisa tidur. Ia menatap langit-langit tenda dan berpikir sejenak. "Andai saja aku mengenalmu lebih dulu, Daniel. Mungkin sekarang kita sudah menikah dan hidup bahagia. Tapi, Dissa sudah menghancurkan impianku. Wanita itu tidak pantas menjadi pendamping hidupmu, Daniel. Akulah yang pantas hidup bersamamu. Akan ku pastikan kalian tidak akan bisa bersatu karena aku sendiri yang akan memisahkan kalian." gumam Jesika. Budi merasa haus. Dia terbangun dari tidurnya dan berjalan menuju tenda bagian konsumsi. Namun, sebelum menuju ke tempat tujuan, tanpa sengaja ia mendengar suara yang sangat familiar. Dia berjalan menuju sumber suara. "Aku ti
Dissa turun dari mobilnya dengan wajah sembab. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci diri di dalam sana. Menangis ... Itulah yang Dissa lakukan. Lalu mau bagaimana lagi? Hanya menangis satu-satunya cara meluapkan semua yang ada di hatinya. Terdengar ketukan pintu dari luar. Sang Mama memanggilnya dari luar."Dissa, ada Daniel di sini. Ayo keluar," titah sang Mama. Namun Dissa semakin mempererat selimut yang menutupi tubuhnya. "Dissa, bukannya kamu rindu Daniel?" Dia tidak mengerti kenapa Daniel dan Dissa tidak pulang bersama. Padahal pagi tadi, Dissa mengatakan akan menjemput Daniel di bandara. Dissa melirik ke arah ponselnya yang terus berdering. Siapa lagi jika bukan Daniel. Dia menghela napas, mengusap wajahnya yang basah. Dissa menatap ke arah pintu. Dia berjalan perlahan, kemudian berkata, "Bilang Daniel, Dissa mau membatalkan pernikahan ini," kata Dissa dari dalam kamar. Tidak ada jawaban sama sekali. Apa mamanya sudah per
"Kau tak mengerti, bagaimana perasaanku, sakitnya ditinggali di saat aku sangat mencintainya. hiks!" ucap Kenzo mengeluarkan buliran kristal yang membasahi wajah tampannya. "Sakitnya tuh disini." lanjut Kenzo mendudukkan kepala. Daniel merasa kasihan dengan kehidupan Kenzo dan ia berniat untuk menenangkan Kenzo agar tidak bersedia lagi. Daniel melangkahkan kakinya menuju ke arah Kenzo yang berdiri di depan Diki. Baru saja Daniel berjalan mendekati Kenzo, ia menatap Kenzo yang mengangkat kepalanya ke arahnya dan terlihat sorot matanya berubah menjadi merah. Giginya yang rapi berwarna putih, kini mengeluarkan taring tajam dari giginya. Kenzo tersenyum miring dan langsung menyerang ke arah Daniel. Daniel yang belum mengeluarkan jurus taekwondo, mau tidak mau ia harus menangkis serangan lawan di depannya dan terjadilah baku hantam di dalam ruangan. "Dissa, jangan bergerak biarkan aku yang melepaskan semua ikatan yang berada pada tubuhmu," ucap Budi mulai
"Apa yang kalian lakukan? Dimana Tuan Kenzo?" tanya Dissa. Walaupun Kenzo telah melakukan kesalahan dan menyakitinya tetapi ia tetap menanyakan keberadaan Kenzo, karena di matanya Kenzo perlu bimbingan agar ia tidak terjerumus melakukan kesalahan yang sangat fatal. "Maaf nyonya, Tuan sedang bertengkar dengan seorang pria yang terluka di pelipis kepalanya dan sekarang, mereka berada di gasebo mension." jawab kepala maid menunduk di depan Dissa. "Apa!" pekik Dissa terkejut. Dissa menutup mulutnya dan ia langsung menarik lengan Budi untuk membantunya berjalan. "Baiklah, terima kasih atas informasinya. Kau bisa kembali bekerja," ucap Dissa. "Baik Nyonya, terima kasih," ucap Kepala Maid undur diri dan berjalan menuju ke arah dapur mension. "Dissa, kau baik-baik saja?" tanya Budi khawatir dengan keadaan Dissa. "Kasian sekali nasib Dissa, ia sudah diculik dan tubuhnya terkena suntik. Suaminya pun kena imbasnya oleh keegoisan Kenzo." kata Budi dalam h
Kenzo mengalihkan pandangannya menuju ke arah Dissa. Kenzo tersenyum miring saat melihat Dissa berjalan pelan menuju ke arahnya. "Tolong hentikan semuanya! Aku mohon, tidak baik memiliki sikap dendam. Aku mengerti, kamu patah hati karena semua apa yang kamu alami selama ini. Tetapi ingatlah, agama Islam mengajarkan bahwa sikap dendam dan benci itu dibenci oleh Allah dan sebaiknya berdamailah dengan masa lalu." jelas Dissa di hadapan Kenzo. Kenzo menyentuh pipi cabi Dissa. "Kau bisa semudah itu berkata bahwa harus berdamai dengan masa lalu. Tetapi, coba saja kau menjadi aku, pasti kau akan melakukan hal-hal yang sama seperti yang aku lakukan semua ini," ucap Kenzo dengan menunjukkan sisi lemahnya. Dissa menatap kasihan dengan keadaan Kenzo. Semua orang-orang yang dicintainya meninggal dunia, istrinya, kedua orang tuanya, saudaranya hingga teman-teman dekatnya pun meninggalkannya. Kenzo hidup sebatang kara dan ia berusaha bangkit dari keterpurukannya tanpa adan
"Baiklah, terima kasih atas informasinya dan bisakah kau memberikan tempat penyimpanan vaksin itu. Aku sangat membutuhkannya sekarang, adikku sedang terjangkit virus dari senjata biologis dan ia tidak punya waktu yang banyak lagi untuk diobati. Jika terlambat, maka temanku akan berubah menjadi mayat hidup. Dunia pun akan berubah dengan keadaan yang tidak baik-baik saja dan dipenuhi oleh mayat hidup yang berkeliaran dimana-mana." jelas Diki panjang lebar di hadapan Lela. "Hem..." deheman Lela. "Ayolah, aku tidak menipumu. Aku lelaki baik-baik dan pastinya masih sendiri. Apakah kau tidak mau membantuku untuk berbuat kebaikan dengan menolong kehidupan orang lain. Pahalanya besar loh kalau menolong orang yang sedang kesusahan." bujuk Diki menyentuh telapak tangan Lela. Lela yang menerima sentuhan dari Diki, ia merasa tersipu malu. "Baru kali ini, aku dihargai oleh orang lain. Walaupun aku hanyalah anak dari seorang maid tetapi ia mau berbicara baik denganku dan m
"Kakak," ucap Dissa pelan membuka kedua matanya yang terlihat sayup. "Kau jangan bergerak dulu, tubuhmu masih lemah dan kau cukup diam saja. Nanti aku akan menyuruh Daniel untuk mengangkat tubuhmu menuju ruang kesehatan di dalam helikopter." titah Diki menatap wajah pucat Dissa. Dissa mengangguk setuju dan ia menatap ke sekelilingnya. Ia menoleh ke arah Daniel yang memberikan senyuman paksa ke arahnya. "Terima kasih kak, kau sudah menyelamatkanku," ucap Dissa tulus. "Tidak perlu mengucapkan terima kasih padaku, aku lah yang berterima kasih padamu karena mau mengakui diriku sebagai kakakmu. Aku sangat bahagia, kau datang dengan sendirinya untuk menemui ku walaupun secara tidak langsung. Aku sangat bersyukur, aku diberikan kesempatan untuk bertemu dengan keluargaku." balas Diki dengan mengeluarkan buliran kristal yang membasahi wajah tampannya. Daniel berjalan menuju ke arah Diki dan Dissa. Diki mengalihkan pandangannya menuju ke arah Da
"Tapi aku tetap menginginkannya! Dan ingin sekali bertemu dan meminta pada Beri. Tapi, Kak Beri melarangku untuk pergi kekampus selama tiga hari." keluh Mini. "Kau tenang saja! Masalah Beri biar aku yang menanganinya," ucap Novi. "Besok aku yang akan meminta maaf kepada kamu sekaligus berterima kasih kepada kamu." "Benarkah?" tanya Mini, yang dijawab anggukan kepala oleh Novi. "Terima kasih Novi, aku sangat beruntung bisa memiliki sahabat sepertimu." tubuh mini memeluk Novi. "Aku juga beruntung memiliki sahabat sepertimu." balas Novi, dengan tersenyum. Sementara itu dari kejauhan, Pak Lang menatap pada Nona Mini dan Nona Novi yang sedang berbicara.Dengan tersenyum, Pak Lang langsung melaporkan kejadian yang dilihatnya kepada Nyonya Dila. Karena sudah menjadi tugas Pak Lang untuk melaporkan segala sesuatu yang terjadi dimansion utama tanpa ada yang disembunyikan. keesokan harinya, seperti yang sudah terlihat Novi kepada Mini. Saat ini Novi sudah
Akhirnya Mini dan Rangga pulang ke mension dan sepertinya dewa Fortuna tidak berpihak pada Rangga. Perlahan Mini membuka pintu kamar mandi, sambil menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu. Sebab, ia merasa malu dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apa pun. "Kak, aku menstruasi."lirih Mini. "Menstruasi?"tanya Rangga sambil berfikir dan langsung menepuk keningnya saat sadar apa dari kata menstruasi. "Kenapa sekarang harus keluar? Apa tidak bisa dihentikan dulu?"keluh Rangga menatap kearah miliknya yang masih berdiri tegak karena belum tersalurkan sama sekali. "Dihentikan? Memangnya air yang bisa dihentikan!" Sungut Mini.*** Mension Keluarga Richard. Novi yang baru pulang dari kantor bersama Diki, langsung ditarik oleh Mini kehalaman belakang mansion. Mini sudah tidak sabar untuk menceritakan semua yang terjadi pada hari ini. Dari sejak kejadian dikampus, sa
keesokan harinya. Rencana yang sudah disusun rapi dari kemarin oleh Diki, Novi, Mini dan Beri langsung dijalankan oleh Beri dan juga Mini. Di area kampus, mereka selalu jalan berdua. Membuat semua mahasiswa yang lain ikut iri dengan wanita Beri yang bisa jalan bersama blasteran secantik Mini. Sedangkan Beri yang selalu bercita-cita memiliki seorang istri blesteran agar bisa mengubah keturunannya, merasa sangat bahagia dekat dengan Mini. Walaupun kedekatan mereka hanya karena sebuah misi, tapi Beri berusaha untuk menjadi teman dan sahabat yang baik untuk Mini. Sementara itu diperusahaan Dimitri. Rend. Rangga kembali mendapatkan informasi dan foto-foto Mini dengan seorang pria. "Ini kan pria yang kemarin?" gumam Rangga menatap foto Mini bersama Beri yang sedang duduk di kursi taman kampus. Rangga terdiam sewaktu-waktu dan langsung meletakan ponselnya. Ada perasaan marah dalam diri Rangga saat melihat Mini kembali dekat dengan pria yan
Kafe Buaya DaratSetelah sempat mengunjungi halaman parkir kampus. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke cafe Buaya Darat yang berada di jalan JI. Senopati yang tidak jauh dari tempat kampus tersebut. Mereka berempati berbicara dengan sangat serius, terutama Novi yang sangat bersemangat untuk menjalankan misi yang ada di kepalanya. "Jadi, bagaimana Ber?" tanya Novi. "Kau mau membantu Mini?" pinta Novi dengan wajah yang penuh harap. Beri menatap kearah Novi dan Mini secara bergantian, lalu menghela nafasnya dengan berat. "Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu dimintai tolong!" gumam Beru dengan menggarukan kepalanya yang tidak gatal. "Tapi Nov, kalau pun Beri mau membantuku untuk membuat Kak Rangga cemburu. Bagaimana caranya?" tanya Mini. "Kita tidak boleh membawa orang luar kedalam mansion utama? Lalu, bagaimana bisa Kak Rangga melihatku dengan Beri?" tanya Mini dengan mengerutkan kening
Tiga hari kemudian. Novi yang diperbolehkan untuk ikut kekampus Mini, merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa terbebas dan tidak berada didekat Diki. Namun rasa bahagia itu lenyap seketika saat Novi memasuki mobil yang ternyata sudah ada Diki yang duduk di kursi penumpang dengan gaya coolnya. "Aku kira kau tidak ikut bersama kami!" gerutu Novi pada Diki, sambil menatap malas menjnu suaminya terlihat datar tanpa ekspresi apa pun. Sementara Mini sudah duduk didepan bersama dengan Leo yang menyetir mobil. "Mana mungkin aku membiarkan istri tercintaku pergi sendirian!" Dafa menatap kearah Novi dengan seringai licin diwajahnya."Kau itu tidak bisa membedakannya ya! Mana yang pergi sendiri? Mana yang pergi berdua? Aku kan pergi bersama Mini!" protes Mini dengan mengerucutkan keinginannya. "Sayang kau jangan protes! Atau kita akan pergi ke kantorku saja!" ancam Diki. "lya... Iya. Tapi kau tunggu di mobil! Jangan
"Ah iya, boleh aku minta susu hangat." pinta Novi. "Susu hangat?" tanya Pak Lang dengan tatapan heran karena setahu Pak Lang, Nona Novi tidak suka susu. "Pak Lang!" seru Novi. "Baik Nona." Pak Lang langsung berjalan kedapur. "Aman." Novi mengusap punggungnya,l dan bersiap kembali untuk menguping. "Apa mereka sudah tidur ya?" gumam Novi karena dari tadi tidak mendengar apapun dan dari arah belakang, Novi merasa bahunya di tepuk oleh seseorang. "Taruh saja di meja Pak," ujar Novi tanpa menengok kearah belakang. Namun bahunya kembali ditepuk dari belakang. Membuat Novi merasa sangat kesal. "Aku sudah bilang taruh saja di --" Novi langsung terdiam saat melihat orang itu yang menepuk bahunya adalah Diki. "Sayang." Novi langsung tertawa dengan kaku. "Sedang apa kau disini?" tanya Diki dengan dingin. "Aku... Aku sedang menguping." jawab Novi sambil berl
"Aku tidak peduli? Yang aku inginkan hanya satu anak darimu, tidak peduli kau mau atau pun tidak." Diki mulai mencium leher Novi dengan sangat lembut. "Diki!" pekik Novi dengan merasa geli. "Tapi, kau harus meminjam dulu, bahwa kau hanya meminta satu anak dariku." "Aku janji satu dulu, setelah lahir kita bikin yang ke dua." Diki membawa Novi dan menghempaskan di atas tempat tidur. "Itu bukan satu, kau curang!" protes Novi. "Kau kan yang bilang sendiri padaku, sepuluh anak pun kau sanggup untuk memberikannya padaku." "Tapi kan, aku bilang kalau umurku sudah--" perkataan Novi terhenti saat bibir Diki memagut ini. Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat Diki dan Novi menikmati ciumannya. "Tuan ini aku." seru Leo dari luar pintu kamar. "Sayang ada Leo," Diki pun langsung bangkit dan menikmati pakaiannya yang acak-acakan. Menuju ke arah pintu. "Bagaimana?" tanya Diki.
"Ada banyak faktornya, apa istri tuan menggunakan kb? Entah itu suntik kb atau minum pil kb atau kb yang lainnya?" tanya Dokter Maya. Diki pun langsung memberikan tatapan tajam pada Novi. "Apa kau menggunakan kb?" tanya Diki. "Ak-aku..." Novi merasa binggung harus menjawab jujur atau bohong. "Kalau kau berbohong, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" ancam Diki mencengkram tangan Novi."Aku-aku pakai suntik Kb." jawab Novi dengan ketakutan dan menundukkan kepalanya. Diki yang mendengar pengakuan Novi, ia langsung terkejut dan semakin mencengkram tangan Novi dengan kasar. "Sakit Diki," ucap Novi pelan yang mulai merasa sakit karena cengkraman tangan Diki yang menguat. Tanpa banyak berkata Diki langsung menarik Novi keluar dari ruangan Dokter Maya. Novi yang merasa ketakutan hanya bisa mengikuti Dafa dengan langkah-langkah yang terseret-seret. Sementara Dokter Maya yang melihat apa yang terja
"Ya kan Min?" tanya Novi pada Mini. "I-iya," jawa Mini. Dengan takut karena Kak Rangga pun menatap kearah dirinya dengan tajam. "Woi bro, apa kalian tahu kalau dua wanita ini sudah punya suami?" tanya Rangga dan langsung menggeser pria yang disebelah Mini dengan satu tangan. Kini Rangga duduk di samping Mini dengan melihat menuju pria yang kini duduk disebelahnya. Novi yang tahu kalau Diki sedang marah pada kedua pria tersebut, langsung menyuruh mereka untuk pergi. Namun pria yang disamping Novi tidak peduli, pria tersebut justru berani menatap kearah Diki dengan tajam. "Kalau sudah punya suami memangnya kenapa? Kalian hanya Bule nyasar di negara kami. Jadi, pergilah!" usir pria tersebut dengan tegas. Diki yang sudah mulai emosi, berusaha memukul pria yang tadi berbicara sombong kepadanya. Namun Rangga dan Novi langsung mencegahnya, Rangga yang sudah lebih berpengalaman pada masalah