"Baiklah, terima kasih atas informasinya dan bisakah kau memberikan tempat penyimpanan vaksin itu. Aku sangat membutuhkannya sekarang, adikku sedang terjangkit virus dari senjata biologis dan ia tidak punya waktu yang banyak lagi untuk diobati. Jika terlambat, maka temanku akan berubah menjadi mayat hidup. Dunia pun akan berubah dengan keadaan yang tidak baik-baik saja dan dipenuhi oleh mayat hidup yang berkeliaran dimana-mana." jelas Diki panjang lebar di hadapan Lela.
"Hem..." deheman Lela.
"Ayolah, aku tidak menipumu. Aku lelaki baik-baik dan pastinya masih sendiri. Apakah kau tidak mau membantuku untuk berbuat kebaikan dengan menolong kehidupan orang lain. Pahalanya besar loh kalau menolong orang yang sedang kesusahan." bujuk Diki menyentuh telapak tangan Lela.
Lela yang menerima sentuhan dari Diki, ia merasa tersipu malu. "Baru kali ini, aku dihargai oleh orang lain. Walaupun aku hanyalah anak dari seorang maid tetapi ia mau berbicara baik denganku dan m
"Kakak," ucap Dissa pelan membuka kedua matanya yang terlihat sayup. "Kau jangan bergerak dulu, tubuhmu masih lemah dan kau cukup diam saja. Nanti aku akan menyuruh Daniel untuk mengangkat tubuhmu menuju ruang kesehatan di dalam helikopter." titah Diki menatap wajah pucat Dissa. Dissa mengangguk setuju dan ia menatap ke sekelilingnya. Ia menoleh ke arah Daniel yang memberikan senyuman paksa ke arahnya. "Terima kasih kak, kau sudah menyelamatkanku," ucap Dissa tulus. "Tidak perlu mengucapkan terima kasih padaku, aku lah yang berterima kasih padamu karena mau mengakui diriku sebagai kakakmu. Aku sangat bahagia, kau datang dengan sendirinya untuk menemui ku walaupun secara tidak langsung. Aku sangat bersyukur, aku diberikan kesempatan untuk bertemu dengan keluargaku." balas Diki dengan mengeluarkan buliran kristal yang membasahi wajah tampannya. Daniel berjalan menuju ke arah Diki dan Dissa. Diki mengalihkan pandangannya menuju ke arah Da
Dila berdiri dari duduknya sambil mengangkat dua plastik besar yang berisi beberapa peralatan pakaian dan barang branded yang tidak dibutuhkannya. Dila menaruh plastik itu di atas meja dan ia mengambil telepon mension yang letaknya di atas meja sofa kamarnya. "Bisakah kau memanggil semua maid untuk berkumpul di ruang keluarga." ucap Dila melalui telepon mension. "Baik Nyonya." jawab Kepala Maid. "Dan satu lagi, cepat datang ke kamarku. Bantu aku membawakan plastik besar ini." titah Dila mulai menutup panggilan dari telepon mension. Tidak membutuhkan waktu yang lama, kini kepala maid datang untuk membawakan kedua plastik hitam ukuran besar di kedua tangannya. "Ayo cepatlah, jangan lambat seperti siput." titah Dika berjalan memimpin dan diikuti kepala maid yang berada di belakangnya. "Iya Nyonya." jawab Maid itu cepat dan terus mengikuti langkah kaki Nyonya besar menuju ke arah ruang keluarga mension. Dila menghentikan langkah ka
Ting! Pintu lift terbuka dan Diki berjalan keluar lift. Baru saja, ia melangkahkan kaki berjalan keluar lift, ia mendengar suara teriakan histeris dari Daniel, Criss, dan Budi. "Izinkan aku memberikan vaksin ini kepada Dissa," ucap Diki meminta izin di depan Daniel. Daniel mengangguk dan melihat Diki sedang mendudukan diri dan mengambil beberapa alat suntik dari saku celananya. Diki mengarahkan jarum suntik itu di lengan kiri Dissa dan ia berhasil memberikan satu vaksin. Menurut takaran yang ia pelajari, jika Kenzo memberikan suntikan langsung ke dalam tubuh orang lain maka orang itu harus menerima vaksin sebanyak tiga suntikan. Diki mengambil alat suntik itu lagi dan mulai menyuntikkan ke arah tubuh Dissa. Terakhir, Diki pun melakukan hal yang sama untuk menyuntikkan Dissa dan tubuh Dissa yang dipenuhi oleh berbagai guratan berwarna biru. Sedikit demi sedikit telah hilang dan memudar. "Berhasil," ucap Diki menatap ke arah tubuh Dissa yang kem
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama dari negara Amerika menuju ke Indonesia. Akhirnya, tibalah mereka di tanah kelahiran. "Alhamdulillah, perjalanan kita berjalan dengan lancar dan selamat sampai tujuan," ucap Daniel meregangkan kedua ototnya yang terasa pegal. Untunglah Daniel pernah belajar menyetir helikopter kalau tidak ia tidak membayangkan bagaimana caranya untuk menyelamatkan Dissa dan Jesika. Dissa bangun dari tempat tidurnya dan ia berusaha berdiri. "Kau jangan banyak bergerak dulu, jika kau butuh apapun bisa langsung memanggilku." imbuh Nick yang sedang menjaga Jesika dan berjalan menuju ke arah Dissa. "Aku sudah baik-baik saja dan tolong ambilkan aku air putih karena tenggorokanku terasa haus." jawab Dissa menatap kedua bola mata Nick yang berdiri di depannya. "Sayang,Apakah masih terasa sakit?" tanya Daniel yang berdiri mendeka
Budi turun dari helikopter itu dan ia membawakan kedua tas yang dipegangnya. "Criss, cepatlah! Kau lama sekali aku sudah tidak sabar lagi untuk pulang menemui Mama ku tersayyy..." ucapan Budi terhenti saat menatap beberapa orang yang sedang melakukan adegan teletabis yang letaknya tidak jauh darinya. Budi mengerutkan keningnya dan ia menaruh kedua tas itu di atas lantai. Budi mengamati mereka dengan seksama. Dari kejauhan, Ia menatap Diki menangis di dalam pelukan Tuan Dedi dan bergantian Diki memeluk Dissa di depan Daniel. "Apa yang sedang Diki lakukan itu? Tumben sekali, Daniel tidak mengeluarkan aura mematikannya. Criss yang baru saja menyelesaikan hajatnya, ia keluar dengan membawakan tas koper beserta tas ransel yang dikenakannya. Criss melangkahkan kakinya keluar pintu helikopter dan ia melihat Budi termenung di tempat. "Hey! Apa yang kau lihat?" tanya Criss yang berhasil mengagetkan Budi yang sedang asyik memperhatikan mereka di depannya.
Dia memang wanitaku, ia terlahir kembali dengan sosok jiwanya yang berbeda. Kata-kata itu selalu berputar di otak Kenzo, Lihatlah keadaan seorang Kenzo Albert yang terkenal kejam dan pengusaha muda sukses. Kini berubah menjadi sosok yang sangat menyedihkan. Saat ini, Kenzo sedang di rawat di Rumah sakit jiwa mawar di pusat kota z. Iya, seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup. Putus sudah harapannya dan keinginannya untuk membangun masa depan dengan seorang wanita yang serupa dengan wanitanya. "Kau milikku! Kau tetap Milikku! Dissa kau Milikku!" teriak Kenzo yang selalu ia ucapkan di dalam kamar rumah sakit yang merawatnya. "Ini tidak adil bagiku, mengapa hidupku berantakan seperti ini? Masih adakah orang lain yang mau menerimaku dan mencintaiku setulus jiwanya.hiks," gumam Kenzo menangis seraya duduk di atas lantai yang dipenuhi beberapa pecahan kaca lemari yang berhasil ia hancurkan dengan telapak tangannya. Telapak tangan kanan Kenz
"Daniel! Diki! Ayo tambah lagi makanannya. Tenang saja, masih ada stok makanan yang lain jadi kalo bisa kalian habiskan saja makanannya." imbuh Dila. "Aku sudah kenyang, Ma." jawab Diki dengan wajah datarnya. "Sedikit sekali kamu makan, sayang. Tolong, ekspresi wajahnya biasa saja. Jangan ditekuk seperti itu nanti ketampanannya hilang lagi." sindir Dila yang membuat Dissa, Daniel dan Dedi tertawa keras. "Kalo kak Diki sudah lama kehilangan wajah tampannya dan kini hanya tersisa kenangan wajah ketampanannya saja,hahaha..." ejek Dissa. "hahaha..." gelak tawa Daniel dan Dedi yang semakin keras. "Diamlah!" titah Diki dengan menatap tajam ke arah mereka. "Sudahlah kak, jangan seperti itu. Aku tahu kau itu kecewa dengan perkataanku dan aku harap kamu terima apa adanya, hahaha..." ucap Dissa yang berhasil memancing emosi Diki. Diki berdiri dari duduknya dan membiarkan makanannya yang masih setengah dari atas piringnya. "Diki, mau kema
Di sepanjang perjalanan, Dissa hanya diam dan menatap Luar kaca mobil. Dissa tenggelam dalam pikirannya yang berkecamuk. Dissa merasa bersalah dan ia pun menyesal karena kecelakaan maut itu pasti ulahnya pagi tadi. Dissa tak habis pikir, ternyata ucapannya pagi tadi dapat membuat Diki terbawa perasaan. Padahal, ia sering mengejek kakak kandungnya dengan berbagai kata pedas dan terkadang ia pun tak menyadari bahwa kesalahannya itu. "Nona, kita sudah sampai," ucap Taksi online yang sudah memberhentikan mobilnya tepat di depan halaman rumah sakit. Dissa masih diam di tempat dan tak menghiraukan ucapan itu. "Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan," ucap Taksi online mengulangi perkataannya tadi. Dissa tersadar dari lamunannya. "Eh-emm iy-ya ada apa, Pak?" ucap Dissa yang menatap ke sekelilingnya. "Nona sudah sampai di rumah sakit Mutiara." jawab seorang supir pria berparuh baya. "Iya pak, tunggu sebentar," ucap Dissa seraya membuka tas s
"Tapi aku tetap menginginkannya! Dan ingin sekali bertemu dan meminta pada Beri. Tapi, Kak Beri melarangku untuk pergi kekampus selama tiga hari." keluh Mini. "Kau tenang saja! Masalah Beri biar aku yang menanganinya," ucap Novi. "Besok aku yang akan meminta maaf kepada kamu sekaligus berterima kasih kepada kamu." "Benarkah?" tanya Mini, yang dijawab anggukan kepala oleh Novi. "Terima kasih Novi, aku sangat beruntung bisa memiliki sahabat sepertimu." tubuh mini memeluk Novi. "Aku juga beruntung memiliki sahabat sepertimu." balas Novi, dengan tersenyum. Sementara itu dari kejauhan, Pak Lang menatap pada Nona Mini dan Nona Novi yang sedang berbicara.Dengan tersenyum, Pak Lang langsung melaporkan kejadian yang dilihatnya kepada Nyonya Dila. Karena sudah menjadi tugas Pak Lang untuk melaporkan segala sesuatu yang terjadi dimansion utama tanpa ada yang disembunyikan. keesokan harinya, seperti yang sudah terlihat Novi kepada Mini. Saat ini Novi sudah
Akhirnya Mini dan Rangga pulang ke mension dan sepertinya dewa Fortuna tidak berpihak pada Rangga. Perlahan Mini membuka pintu kamar mandi, sambil menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu. Sebab, ia merasa malu dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apa pun. "Kak, aku menstruasi."lirih Mini. "Menstruasi?"tanya Rangga sambil berfikir dan langsung menepuk keningnya saat sadar apa dari kata menstruasi. "Kenapa sekarang harus keluar? Apa tidak bisa dihentikan dulu?"keluh Rangga menatap kearah miliknya yang masih berdiri tegak karena belum tersalurkan sama sekali. "Dihentikan? Memangnya air yang bisa dihentikan!" Sungut Mini.*** Mension Keluarga Richard. Novi yang baru pulang dari kantor bersama Diki, langsung ditarik oleh Mini kehalaman belakang mansion. Mini sudah tidak sabar untuk menceritakan semua yang terjadi pada hari ini. Dari sejak kejadian dikampus, sa
keesokan harinya. Rencana yang sudah disusun rapi dari kemarin oleh Diki, Novi, Mini dan Beri langsung dijalankan oleh Beri dan juga Mini. Di area kampus, mereka selalu jalan berdua. Membuat semua mahasiswa yang lain ikut iri dengan wanita Beri yang bisa jalan bersama blasteran secantik Mini. Sedangkan Beri yang selalu bercita-cita memiliki seorang istri blesteran agar bisa mengubah keturunannya, merasa sangat bahagia dekat dengan Mini. Walaupun kedekatan mereka hanya karena sebuah misi, tapi Beri berusaha untuk menjadi teman dan sahabat yang baik untuk Mini. Sementara itu diperusahaan Dimitri. Rend. Rangga kembali mendapatkan informasi dan foto-foto Mini dengan seorang pria. "Ini kan pria yang kemarin?" gumam Rangga menatap foto Mini bersama Beri yang sedang duduk di kursi taman kampus. Rangga terdiam sewaktu-waktu dan langsung meletakan ponselnya. Ada perasaan marah dalam diri Rangga saat melihat Mini kembali dekat dengan pria yan
Kafe Buaya DaratSetelah sempat mengunjungi halaman parkir kampus. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke cafe Buaya Darat yang berada di jalan JI. Senopati yang tidak jauh dari tempat kampus tersebut. Mereka berempati berbicara dengan sangat serius, terutama Novi yang sangat bersemangat untuk menjalankan misi yang ada di kepalanya. "Jadi, bagaimana Ber?" tanya Novi. "Kau mau membantu Mini?" pinta Novi dengan wajah yang penuh harap. Beri menatap kearah Novi dan Mini secara bergantian, lalu menghela nafasnya dengan berat. "Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu dimintai tolong!" gumam Beru dengan menggarukan kepalanya yang tidak gatal. "Tapi Nov, kalau pun Beri mau membantuku untuk membuat Kak Rangga cemburu. Bagaimana caranya?" tanya Mini. "Kita tidak boleh membawa orang luar kedalam mansion utama? Lalu, bagaimana bisa Kak Rangga melihatku dengan Beri?" tanya Mini dengan mengerutkan kening
Tiga hari kemudian. Novi yang diperbolehkan untuk ikut kekampus Mini, merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa terbebas dan tidak berada didekat Diki. Namun rasa bahagia itu lenyap seketika saat Novi memasuki mobil yang ternyata sudah ada Diki yang duduk di kursi penumpang dengan gaya coolnya. "Aku kira kau tidak ikut bersama kami!" gerutu Novi pada Diki, sambil menatap malas menjnu suaminya terlihat datar tanpa ekspresi apa pun. Sementara Mini sudah duduk didepan bersama dengan Leo yang menyetir mobil. "Mana mungkin aku membiarkan istri tercintaku pergi sendirian!" Dafa menatap kearah Novi dengan seringai licin diwajahnya."Kau itu tidak bisa membedakannya ya! Mana yang pergi sendiri? Mana yang pergi berdua? Aku kan pergi bersama Mini!" protes Mini dengan mengerucutkan keinginannya. "Sayang kau jangan protes! Atau kita akan pergi ke kantorku saja!" ancam Diki. "lya... Iya. Tapi kau tunggu di mobil! Jangan
"Ah iya, boleh aku minta susu hangat." pinta Novi. "Susu hangat?" tanya Pak Lang dengan tatapan heran karena setahu Pak Lang, Nona Novi tidak suka susu. "Pak Lang!" seru Novi. "Baik Nona." Pak Lang langsung berjalan kedapur. "Aman." Novi mengusap punggungnya,l dan bersiap kembali untuk menguping. "Apa mereka sudah tidur ya?" gumam Novi karena dari tadi tidak mendengar apapun dan dari arah belakang, Novi merasa bahunya di tepuk oleh seseorang. "Taruh saja di meja Pak," ujar Novi tanpa menengok kearah belakang. Namun bahunya kembali ditepuk dari belakang. Membuat Novi merasa sangat kesal. "Aku sudah bilang taruh saja di --" Novi langsung terdiam saat melihat orang itu yang menepuk bahunya adalah Diki. "Sayang." Novi langsung tertawa dengan kaku. "Sedang apa kau disini?" tanya Diki dengan dingin. "Aku... Aku sedang menguping." jawab Novi sambil berl
"Aku tidak peduli? Yang aku inginkan hanya satu anak darimu, tidak peduli kau mau atau pun tidak." Diki mulai mencium leher Novi dengan sangat lembut. "Diki!" pekik Novi dengan merasa geli. "Tapi, kau harus meminjam dulu, bahwa kau hanya meminta satu anak dariku." "Aku janji satu dulu, setelah lahir kita bikin yang ke dua." Diki membawa Novi dan menghempaskan di atas tempat tidur. "Itu bukan satu, kau curang!" protes Novi. "Kau kan yang bilang sendiri padaku, sepuluh anak pun kau sanggup untuk memberikannya padaku." "Tapi kan, aku bilang kalau umurku sudah--" perkataan Novi terhenti saat bibir Diki memagut ini. Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat Diki dan Novi menikmati ciumannya. "Tuan ini aku." seru Leo dari luar pintu kamar. "Sayang ada Leo," Diki pun langsung bangkit dan menikmati pakaiannya yang acak-acakan. Menuju ke arah pintu. "Bagaimana?" tanya Diki.
"Ada banyak faktornya, apa istri tuan menggunakan kb? Entah itu suntik kb atau minum pil kb atau kb yang lainnya?" tanya Dokter Maya. Diki pun langsung memberikan tatapan tajam pada Novi. "Apa kau menggunakan kb?" tanya Diki. "Ak-aku..." Novi merasa binggung harus menjawab jujur atau bohong. "Kalau kau berbohong, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" ancam Diki mencengkram tangan Novi."Aku-aku pakai suntik Kb." jawab Novi dengan ketakutan dan menundukkan kepalanya. Diki yang mendengar pengakuan Novi, ia langsung terkejut dan semakin mencengkram tangan Novi dengan kasar. "Sakit Diki," ucap Novi pelan yang mulai merasa sakit karena cengkraman tangan Diki yang menguat. Tanpa banyak berkata Diki langsung menarik Novi keluar dari ruangan Dokter Maya. Novi yang merasa ketakutan hanya bisa mengikuti Dafa dengan langkah-langkah yang terseret-seret. Sementara Dokter Maya yang melihat apa yang terja
"Ya kan Min?" tanya Novi pada Mini. "I-iya," jawa Mini. Dengan takut karena Kak Rangga pun menatap kearah dirinya dengan tajam. "Woi bro, apa kalian tahu kalau dua wanita ini sudah punya suami?" tanya Rangga dan langsung menggeser pria yang disebelah Mini dengan satu tangan. Kini Rangga duduk di samping Mini dengan melihat menuju pria yang kini duduk disebelahnya. Novi yang tahu kalau Diki sedang marah pada kedua pria tersebut, langsung menyuruh mereka untuk pergi. Namun pria yang disamping Novi tidak peduli, pria tersebut justru berani menatap kearah Diki dengan tajam. "Kalau sudah punya suami memangnya kenapa? Kalian hanya Bule nyasar di negara kami. Jadi, pergilah!" usir pria tersebut dengan tegas. Diki yang sudah mulai emosi, berusaha memukul pria yang tadi berbicara sombong kepadanya. Namun Rangga dan Novi langsung mencegahnya, Rangga yang sudah lebih berpengalaman pada masalah