Mino telah mempersiapkan ini jauh-jauh hari sebenarnya. Dia tidak mengatakan apapun kepada Irene selain pergi kencan bersamaㅡlagipula mereka berdua kencan pun bisa dihitung jari karena kesibukannya yang luar biasa menguras tenaga. Sejak pagi, dia mengatakan bahwa dia akam berada di kantor, sementara sebenarnya dia tidak berada di kantor sama sekali. Selepas Irene keluar dari ruangannya menuju ruangan adiknya dilantai 19 gedung Next In Company, dia dan Son bergegas menuju salah satu destinasi yang telah ia pikirkan sebelumnya untuk melakukan hal gila seperti ini. Terdengar ektrim, 'kan? Sebab memang itu yang terjadiㅡini adalah pertama kalinya Mino melakukan hal gila seperti ini seumur hidup, dan dia tidak keberatan. Ia ditemani oleh Son dan Lee, bahkan Albert dan Eden ikut campur di dalamnya; merumuskan di mana, daerah apa, dan nuansa seperti apa yang cocok dengan konsep lamaran yang ingin ia lakukan. Jika boleh berharap, Mino ingin mengulang waktu dan m
Melamar dengan posisi kandungan Irene sudah 6 bulan, serta mereka sudah menikah hampir setahun lamanya? Apa yang bisa Irene jawab selain iya? Kenyataannya, untuk menjawab saja bibirnya luar biasa kelu. Dia tidak tahu ekspresi seperti apa yang saat ini sedang dia perlihatkan dihadapan Mino dan semua orang yang hadir. Hanya tetesan air mata yang berhasil lolos dari pelupuk kata, membasahi pipi, dan terjun bebas dari dagu bak air terjun. Mino masih menunggu, dia tidak masalah harus berlutut selama apapun. Pria itu membiarkan Irene memproses apa yang sedang terjadi. Dia tahu lamaran ini terlambat, sangat terlambat daripada pasangan pada umumnya. Ditambah, saat ini keduanya sedang dalam proses sebagai calon orang tua. Walau Mino sudah tahu jawaban diakhir, pria itu tidak mau kemudian memaksakan wanita di depannya untuk buru-buru menjawab. Irene menarik napas panjang, menghapus air matanya, dan ikut menyetarakan tinggi tubuhnya dengan tubuh Mino yang sedang berlutut. "Mino, I'm already y
Keesokan harinya berita tentang perusahaan entertainment di China batal bekerjasama dengan perusahaan Music Blanc menjadi perbinjangan di seluruh dunia. Fans agensi China dan fans dari agensi Music Blanc saling serang satu sama lainㅡmenyalahkan dan berusaha membenarkan. Berita semakin memanas ketika salah satu lawan media yang kenal dengan Blair merilis sebuah press perihal Blair yang mencoba menggoda Produser Mㅡnama panggung dari Marcus di dunia entertainment. Belakangan menjadi perbincangan. Banyak orang-orang yang merundung dan pergi ke sosial media resmi milik Blair untuk melontarkan berbagai macam komentar; mulai dari komentar biasa, hingga ujaran kebencian. Siapa yang tidak kenal produser M? Memang benar nama ini cenderung low profile karena jarang banyak orang mengetahui, tapi di dunia entertainment, nama produser M bukanlah sebuah nama yang bisa dipandang sebelah mana. Produser M dikenal sebagai monster box office, orang yang mampu memprediksi mana film yang bagus hingga me
Persiapan pernikahan membutuhkan proses yang cukup panjang. Terutama ketika yang menikah adalah penerus selanjutnya dari Dendanious Corp. Perusahaan internasional yang namanya sudah membumi. Ada banyak sekali rekan dan kolega kerja yang harus diundang, dan peraiapannya tidak bisa disingkat. Nyonya Dendanious memperkirakan bahwa mereka baru bisa melaksanakan pernikahan tepat ketika anak yang dikandung Irene lahir. Sebenarnya tidak masalah, lagipula Irene dan Mino sudah menikah diam-diam. Ini hanya sebagai resepsi pernikahan yang telambat saja. Irene juga tidak masalah, baginya fokusnya saat ini adalah memang menjaga dan melahirkan anaknya. Sekretaris tuan Dendanious, Albert, Lee, Ferlinㅡsekretaris tuan Levebvè, sekretaris Marcus, hingga asisten pribadi nyonya Dendanious terus menerus bolak-balik ke mansion utama keluarga Dendaniousㅡsekedar memberikan informasi tambahan berupa siapa saja yang akan diundang, dan berunding tentang siapa yang akan menggantikan sementara ketika Mino menga
Pertemuannya dengan Clarissa tepat berada di cafè daerah Manhattan. Belakangan, karena tuan Levebvè memutuskan untuk kembali tinggal di mansion utama keluarga mereka yang berada di New York, Clarissa lebih fokus pada kuliahnya dan juga mulai menetap di sini. Membuka lembaran baru. Irene datang dengan perut yang sudah membesar, Clarissa yang melihat tersebut merasa sedikkit ngeri. Perempuan dengan pakaian chic itu segera berdiri dari tempat duduknya, menyambut kedatangan Irene dengan senyuman lebar. "Kakak, hallo." Irene tersenyum, "Hallo, kau sudah memesan?" Dia perlahan mendudukan tubuhnya di kursi cafè yang relatif kurang nyaman. Melihat ketidaknyamanan ini, Clarissa meminta maaf. "Aku belum memesan, menunggu mu datang." Irene berkata dia tidak masalah dan Clarissa tidak perlu mengucapkan kata maaf. Setelah menyamankan diri, dia melambaikan tangan kepada salah satu pelayan di sana. "Hai, would you like to order?" "Yes, please." Kemudian, kedua orang itu membuka buku menu. Memi
Irene dengan senang hati memberikan nomor ponselnya kepada Clarissa. Bagaimanapun juga, mereka adalah keluarga, terlepas dari segala hal komplikasi yang terlah terjadi, hubungan darah mereka adalah melalui dari tuan Levebvè, dan baik Irene maupun Clarissa tidak bisa menghindari takdir tersebut. Keduanya berbincang hingga larut sore. Irene bahkan hampir melupakan jam jika Mino, suaminya, yang tidak menjemputnya sendiri. "Kakak," sahut Clarissa ketika melihat sosok tegap Mino yang menghampiri meja mereka. Mino membalas dengan anggukan, lalu menatap sosok perempuan yang begitu indah dalam pandangannya. "Sudah makan? Ini sudah hampir jam makan malam." Irene melirik singkat ke arah luar jendela, lalu memberikan senyuman kikuk. "Maafkan, Mino, aku terlalu asik dengan adik ku." "Not the problem," ujar Mino. Pria itu duduk di samping kekasih jiwanya, "tapi tolong untuk tidak melupakan bahwa kamu sedang hamil dna butuh dua kali nutrisi dari sebelumnya." Clarissa menatap kedua orang di de
Malam semakin larut, dan Mino segera meminta pelayan memberikan bill makan malam. Awalnya Clarissa adalah orang yang akan membayar, tapi tampaknya Mino tidak membiarkan hal itu terjadi. "Okay, kau yang bayar Marcus." Marcus, yang mendengar namanya terseret, "...." hanya menatap sang kakak dengan tatapan kesal luar biasa. "Bukankah Clarissaㅡ"Mino segera memotong pembicaraan, "Kau tega membiarkan perempuan membayar makan malam?" Marcus sekali lagi kembali terdiam seribu bahasa. Pria itu kemudian dengan tenang membayarkan bill makan malam mereka. Baru setelahnya, mereka pergi bersama menuju parkiran mobil. "Lee akan mengantarkan mu kembali, ya." Irene menggenggam kedua tangan adiknya. Memastikan bahwa Clarissa mengikuti sarannya. Sebab, perempuan ini datang dengan menggunakan taxi. Clarissa tersenyum. Menyetujui pendapat dari kakaknya, "Oke, maafkan karena merepotkan." "Bukan nasalah," kemudian Irene menatap sosok bodyguardnya, "Tolong antarkan Clarissa?" "Baik, madam." Lee men
Tuan Levebvè mengamati kebun di belakang mansion. Pria tua itu terlihat sangat kesepian terlepas dari segala harta yang ia punya. Pikirannya kembali berputar ke belakang, percakapan dengan putri bungsunya, Clarissa. Perempuan itu meminta agar dirinya mau melepaskan sementara kepada perusahaan lain dengan tujuan mencari pengalaman agar bisa mengelola perusahaan dengan lebih baik. Tentu saja pada awalnya tuan Levebvè tidak mau. Dia merasa bahwa didikannya sudah benar dan Clarissa hanya perlu melanjutkan apa yang sudah ada. Namun, setelah dipikir kembali, rasanya pengalaman memang sangat diperlukan demi kemajuan perusahaan yang telah dibangun oleh mendiang sang kakek. Tuan Levebvè menghela napas. Mungkin memang belum saatnya ia turun jabatan. Terutama ditengah polemik dinamika di perusahaan tekstil, ia rasa harus membasmi beberapa orang yang tidak perlu. Menghela napas, pria tua itu menngambil ponselnya dan menghubungi Ferlin, sekretaris sekaligus bodyguardnya. "Ya, tolong jemput aku