Share

Bab 22

Penulis: MysterRyght
Sudut pandang Anya:

Tidurku sangat nyaman. Entah mengapa, aku merasa seperti bayi yang sedang digendong dan dininabobokan. Aku tidak tahu apakah itu pengaruh AC atau hal lain, tetapi aku merasa begitu ringan dan damai.

Perlahan, aku membuka mata dan berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan diri dengan cahaya temaram lampu di kamar. Saat mengusap air mataku yang telah mengering, aku baru sadar kalau ada orang di sampingku.

"Maximus?" seruku sambil segera duduk.

Namun, gara-gara terlalu cepat bangun, tubuhku limbung. Maximus langsung menahan dan menarikku mendekat agar aku tidak jatuh dari tempat tidur.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Mengapa Maximus bisa berada di sini? Bukankah tadi aku tidur di hotel?

"Mau apa kamu di sini? Kok kamu bisa masuk?" tanyaku.

"Memangnya kenapa aku nggak bisa masuk?" jawabnya santai sambil bersandar pada sandaran kepala.

"Maksudmu? Ini kamar hotelku! Kamu nggak bisa masuk kalau aku nggak mengizinkan," balasku.

"Aku bisa masuk ke kamar mana saja
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 23

    Sudut pandang Anya:Aku terkejut mendengar perkataan Maximus. Namun, saat aku hendak menanggapi, ciumannya langsung mendarat di bibirku. Aku bisa merasakan isapannya yang khas saat dia melumat bibirku. Dia selalu melakukannya tiap kali kami berciuman dan hal inilah yang aku suka darinya.Tangannya menangkup pipiku, membuatku tidak bisa memalingkan wajah. Ketika aku berpegangan pada bahunya, dia melepaskan pipiku dan membiarkan tangannya menjelajahi tubuhku.Aku segera membalas ciumannya, sesuatu yang kupelajari darinya. Sebelum bersama Maximus, aku hanya berbagi ciuman dengan Jason. Namun, itu hanya ciuman ringan, bukan sesuatu yang bisa membangkitkan hasrat seperti ini. Maximus benar-benar berbeda. Dia membuatku menginginkan lebih dari sekadar ciuman biasa.Panasnya gairah kami menyelimutiku. Sebelum aku sadar, pinggulku sudah bergerak sendiri di pangkuan Maximus. Tangannya meraih pinggangku, sementara tanganku menjelajahi dadanya. Bibir kami menyatu dalam ciuman yang penuh hasrat.Ak

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 24

    Sudut pandang Anya:"Kenapa kamu pilih kamar biasa kalau bisa pesan kamar yang lebih bagus?" tanya Maximus.Kami baru saja selesai makan dan aku harus mengakui bahwa aku makan sangat banyak. Seharian ini aku memang belum makan, jadi aku senang Maximus memesan banyak sekali makanan. Setelah semua makanan yang ada di meja tandas, aku baru sadar bahwa aku sebenarnya sangat lapar."Aku nggak punya uang," jawabku jujur.Kami sekarang duduk di sofa. Aku bersandar pada lengan Maximus yang merangkulku, sementara tangannya yang satu lagi mengusap-usap tanganku yang dipegangnya."Lho? Aku sudah kasih kamu kartu kredit, 'kan?" tanyanya."Aku nggak mau pakai kartumu biarpun aku sempat tergoda tadi. Nenekmu pasti bakal mara-marah lagi kalau tahu aku pakai uangmu," jawabku."Jangan pedulikan nenekku. Sudah tanggung jawabku sebagai laki-laki dan suami untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanmu. Lain kali, jangan ragu untuk menghabiskan uangku," katanya padaku."Nggak usah, Max. Aku punya uang sendiri."

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 25

    Sudut pandang Anya:"Hm? Kamu panggil siapa?" tanyaku pada Maximus."Siapa lagi istriku kalau bukan kamu?" Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya.Dia memang tidak memanggilku dengan sebutan sayang atau panggilan-panggilan manis semacam itu. Namun, entah mengapa, sepertinya dia suka sekali menyebut-nyebut kata 'istri'.Pada akhirnya, aku tidak menjawab dan hanya menarik napas pelan sambil berjalan ke arahnya. "Biasanya juga pakai dasi sendiri," ujarku sambil mulai merapikan dasinya."Aku lebih suka dipakaikan dasi sama istriku yang cantik," jawabnya dengan santai.Aku menatapnya lekat-lekat setelah mendengar rayuan gombal barusan, lalu menggeleng pelan. Aku sedang tidak ingin menggubrisnya."Kenapa? Kamu kayak nggak percaya begitu?" tanyanya."Memang. Mau dipuji-puji seperti apa pun tetap nggak bakal percaya," jawabku sambil merapikan simpul dasinya. "Nah, selesai...."Namun, kalimatku terpotong karena bibir Maximus sudah mendarat di bibirku tanpa aba-aba. Serangan mendadak sepert

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 26

    Sudut pandang Anya:"Kenapa nggak bilang dulu kalau mau ke sini, Bu?" kataku saat menjemput orang tuaku di Bayuraja. "Baru juga Anya pulang kemarin. Ibu sudah kangen lagi?" candaku."Ya ampun, Sayang, kalau Ibu bilang dulu, pasti kamu nggak kasih izin kami ke sini. Lebih baik Ibu kasih kejutan saja sekalian biar kamu juga nggak punya alasan buat mengusir Ibu dan Ayah. Sudah dari dulu Ibu mau lihat rumahmu di Baruna. Ibu khawatir karena nggak pernah dengar apa-apa dari kamu, apalagi kamu tinggal sendiri," jawab ibuku."Ayah juga mau bilang terima kasih secara langsung sama bos kamu yang sudah kasih pinjam uang buat Ayah bayar utang," tambah Ayah saat kami masuk ke taksi yang sudah kupesan."Kan nggak perlu berlebihan juga, Ayah. Anya sudah mewakili Ayah bilang terima kasih, kok. Buat apa Ayah ikut-ikutan segala?""Jangan begitu. Kamu tahu sendiri kalau bantuan bosmu itu berarti banget buat keluarga kita," Ibu menegur.Maximus masih di kantor saat kami tiba di rumah. Aku sudah meyakinkan

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 27

    Sudut pandang Anya:Aku keluar dari kamar Maximus setelah dia selesai menyeka cairan cintanya dari tubuhku. Jujur, aku suka sekali saat dia memperlakukan aku seperti itu. Ternyata dia bukan tipe pria yang akan sibuk sendiri dan pergi begitu saja setelah puas menikmati momen intim bersama lawan mainnya.Perlakuannya membuatku merasa diperhatikan dan kelembutannya membuatku kagum. Mungkin itulah alasan mengapa banyak sekali wanita yang mengantre untuk mendapatkan seorang Maximus. Dia sendiri pernah bilang kalau kebanyakan pasangannya selalu meminta ronde kedua."Sudah ketemu kemejanya?" tanya ibuku."Belum, Bu Martina," sela Maximus yang tahu-tahu sudah mengekor di belakangku. "Mungkin Lisa yang taruh kemejanya entah di mana.""Lisa?" tanya ayahku yang baru saja muncul dari dapur."Iya, Pak Dandi. Lisa yang biasanya bantu-bantu di rumah ini. Sekarang dia lagi cuti karena menantunya baru melahirkan, makanya nggak ada di rumah," jawab Maximus menjelaskan.Kemudian, Maximus duduk di samping

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 28

    Sudut pandang Anya:"Bu, Anya bisa jaga diri, kok," selaku."Iya, iya, tapi jangan berkeliaran sembarangan kalau nggak sama Jason, ya?" pinta ibuku."Dia nggak ada di sini, 'kan?" ujarku mengingatkan mereka."Dia kirim pesan kemarin, Sayang. Katanya, dia sudah dapat apartemen di Baruna. Sekarang dia juga tinggal di kota ini," jelas ayahku. Tentu saja, kabar yang di luar dugaan ini sontak membuatku terbelalak.Benarkah? Aku sama sekali tidak tahu dia memilih untuk tinggal di Baruna.Apa alasannya? Kenapa dia pindah ke Baruna padahal Jason sendiri tahu kalau ayahnya, Robert Wardana, sedang mempersiapkan banyak hal supaya dia bisa mengambil alih jabatan begitu masa jabatan ayahnya sebagai gubernur habis?"Saya nggak masalah kok, Bu Martina, Pak Dandi. Kalau memang Jason bisa dipercaya, saya sama sekali nggak keberatan. Yang penting Anya tahu jalan pulang," respons Maximus tenang."Terima kasih banyak, Nak Maximus. Kami benar-benar bersyukur Anya punya atasan sebaik kamu. Kami khawatir ana

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 29

    Sudut pandang Anya:Maximus dan aku langsung menjaga jarak sambil buru-buru menutupi tubuh kami. Wajahku memerah seperti kepiting rebus akibat menahan malu yang teramat sangat. Aku tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi seperti ini, terutama karena suamiku juga diam saja."Anya, cepat pakai baju. Ibu mau bicara," kata ibuku tegas. Ibu terlihat murka akibat memergoki kami, jadi aku berusaha untuk memberi penjelasan."Ibu, Anya bisa jelaskan ….""Pakai baju!" Ibu tidak mau dengar dan malah membentakku. Mau tidak mau, aku cuma bisa mengangguk dan menurut."Kamu juga, Maximus. Bersihkan badanmu sana," lanjut Ibu sambil menatap pria yang hanya bisa diam tanpa kata-kata di sampingku."Iya, Bu Martina," jawab Maximus patuh. Setelah itu, dia menggenggam tanganku dengan lembut dan menggandengku ke kamar kami. Kami akhirnya keluar lagi setelah berpakaian yang pantas."Kamu, sih, keras kepala!" bisikku pada Maximus begitu kami melangkah masuk ke kamar. "Kita nggak bakal ketahuan kalau kamu sa

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 30

    Sudut pandang Anya:"Maximus benar, Bu. Mengurus perusahaan itu nggak gampang, jadi untuk sekarang ini dia masih harus fokus membereskan masalah di kantor," tambahku supaya situasi dan alasan kami terdengar lebih masuk akal."Diam, Anya! Ibu nggak tanya kamu," kata ibuku ketus. Dilihat dari segi mana pun, jelas kalau Ibu marah besar padaku."Ibu, Ayah, aku janji akan menjaga dan mencintai Anya sepenuh hati selaku istriku. Nanti kalau urusan di kantor sudah beres, kami pasti akan melibatkan Ibu dan Ayah buat membahas soal resepsi pernikahan. Tapi, untuk saat ini, mohon pengertian dan kepercayaan kalian," kata Maximus sopan sambil menarik napas dalam.Mendengar ucapan sungguh-sungguh itu, pandangan orang tuaku serentak beralih ke arahku. Kekecewaan masih tercetak jelas di mata mereka. Mau bagaimanapun, aku juga tidak bisa menyalahkan. Hanya saja, aku berharap mereka tidak lagi menyebut-nyebut nama Jason, terutama di hadapan Maximus."Apa boleh buat. Ayah dan Ibu juga nggak bisa apa-apa l

Bab terbaru

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 50

    Sudut pandang Maximus:Andy yang tengah memeluk wanita di sampingnya, menimpali, "Kami sudah bilang bahwa kamu nggak dibutuhkan di sini.""Hei, Max bukan satu-satunya pria di sini," balas Sherly.Aku dengan jelas melihat Anya memutar matanya. Jelas kami semua sudah memiliki pasangan."Kalau begitu carilah seseorang yang sedang sendirian untuk kamu temani," kata Andre."Hei, Jalang, pergi dari sini," bentak Sherly pada wanita di samping Lucky."Apa?" tanya wanita itu dengan terkejut."Diam, Sherly!" teriak Lucky padanya.Dia paling benci pada orang yang mengacaukan apa pun atau siapa pun yang dia anggap miliknya."Apa? Jadi, kamu lebih pilih dia daripada aku?" tanya Sherly dengan nada genit."Aku nggak akan pernah memilihmu, Jalang," balas Lucky.Lucky memiliki lidah yang tajam. Dia akan mengatakan apa pun yang terlintas dalam pikirannya tanpa memedulikan siapa lawan bicaranya."Napa kamu terus-terusan ngelihatin wanita jalang itu?" tanya Anya dengan lembut."Apa? Aku nggak melakukannya

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 49

    Sudut pandang Maximus:"Hei, Bro, aku nggak tahu kalau kamu sudah menikah!" komentar temanku, Lucky Susatyo sambil menyeringai dan menatap Anya.Sikapnya membuatku merasa tidak nyaman karena aku tahu betapa pandainya dia merayu wanita. Lucky lebih parah dariku. Dia bahkan pernah menikung pacar temannya. Meskipun dia tidak pernah terlibat hubungan serius dengan wanita, tetap saja tidak pantas baginya untuk menggoda istriku."Ya, dia istriku, jadi bersikaplah sopan padanya," kataku sambil menatapnya tajam, berharap dia menerima pesanku. Aku tidak akan pernah memaafkannya kalau sampai dia mendekati satu-satunya wanita yang kucintai."Hei, hei, cukup," sela Andy sebelum melirik ke arahku dan Anya. "Lucky juga tahu diri. Ya 'kan, Sobat?"Aku mengangguk dan dengan lembut meremas tangan Anya untuk meredakan kecanggungan. Mungkin aku salah memilihkan baju untuknya. Meski Anya berdada rata, lekuk tubuhnya yang seksi tetap terlihat jelas. Dengan cepat, aku melepaskan mantelku untuk menutupi paka

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 48

    Sudut pandang Anya:"Cepat masukin, Suamiku!" perintahku. Tubuhku sudah mengantisipasi penetrasinya yang kasar. "Ahh! Enak sekali!" Aku tidak bisa menahan erangan sensualku lagi. Apa yang dikatakan orang mesum itu benar. Wanita mana pun akan mengerang oleh sentuhannya."Kamu masih sangat ketat, Istriku," katanya dengan suara sensual saat melakukan penetrasi.Awalnya, dia memegangi pinggulku, tetapi kemudian salah satu tangannya bergerak ke bahuku, mendorong batangnya masuk lebih dalam. Dia melakukannya dengan sepenuh hati, dan aku menikmati setiap momen."Maximus, teruskan ... lebih cepat ... ahh!" Aku mengerang berulang kali, kehilangan diriku dalam sesi bercinta yang intens ini. Kenikmatan di antara pahaku sedang terbangun, dan aku tahu dia juga merasakannya, jauh di dalam diriku. Aku mencengkeram bantal erat-erat saat dia terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat.Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Maximus, pastikan untuk nggak keluar di dalam, oke?"Dia tiba-tiba berhenti dan menat

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 47

    Sudut pandang Anya:"Sial! Istriku, kamu nggak pakai celana dalam?!" serunya dengan matanya terbelalak."Yah, celana dalamku terlihat di balik gaun ini. Berhubung aku nggak punya celana dalam seamless, jadi aku melepasnya," jawabku.Sejujurnya aku merasa agak risih dengan gaun yang kami beli di Baharimudra. Awalnya, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku telah mencobanya di depan cermin sambil hanya berfokus pada bagian depan tanpa memperhatikan bagian belakang.Namun, ketika aku memakainya lagi barusan, aku baru sadar kalau celana dalamku terlihat jelas. Penampilan gaun ini tampak mengerikan dari belakang, dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, pada saat Maximus memasuki kamar, aku sudah melepas celana dalamku."Sial ...," gumamnya.Dia kemudian memasukkan satu jari ke dalam organ intimku, membuatku memejamkan mata dan bersandar ke dadanya yang bidang dan berotot."Maximus, kamu lagi ngapain? Sebentar lagi kita berangkat," aku mengingatkannya, tapi suaraku terdengar lebih seperti e

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 46

    Sudut pandang Anya:"Benarkah? Tadinya aku berharap kamu mau ketemu dengan teman-temanku di sini," kata Jason.Seharusnya dia tidak perlu melakukan itu, tapi aku tidak memberitahunya karena tidak ingin menyakiti perasaannya."Maaf, Jason, aku benaran nggak bisa," jawabku."Oke. Lain kali saja kalau begitu," katanya."Oke. Dah."Setelah mengakhiri panggilan, aku menarik napas dalam-dalam.Kenangan saat-saat kami masih bersama tiba-tiba membanjiri benakku lagi. Aku tidak bisa mengatakan hal-hal buruk tentangnya. Aku tahu dan masih bisa merasakan cintanya kepadaku. Tidak pernah terjadi kesalahpahaman di antara kami karena dia sangat pengertian. Mungkin itu karena kami saling mengenal satu sama lain.Tentu saja kami pernah bertengkar, tetapi seringnya kami bertengkar karena hal-hal kecil. Walau demikian, dia selalu berusaha keras untuk menebusnya. Itulah alasan yang membuatnya menjadi satu-satunya pria yang pernah sangat aku cintai.Sayangnya semua itu sudah berlalu. Kami tidak lagi bersam

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 45

    Sudut Pandang Anya:"Ayo, istriku. Ikutlah denganku," ajak Maximus yang memaksa. Aku benar-benar tidak mau ikut. Percakapan bisnis tidak menarik bagiku. Lagi pula, aku hanya akan bengong selama rapat. Jadi, aku lebih baik diam di kamar hotel ini."Aku mau di sini saja, Maximus. Kamu sudah ditemani dua sekretarismu, itu cukup," balasku."Kamu mau ngapain di sini?" tanya dia."Memangnya kamu mau aku ngapain di sana?" jawabku."Mendengar percakapan kami," katanya."Kamu tahu kenapa aku jadi perawat?" tanyaku yang mulai bicara dengan nada kesal."Agar kamu bisa bersama Jason?" balasnya. Aku pun mengerlingkan mata karena kesal dia masih cemburu. Maximus memang mengaku kalau dia cemburu saat melihatku bersama Jason, dan benci saat melihatku terlihat begitu senang saat bersama Jason. Maximus berpikir aku memberi tahu Jason kalau kami akan datang dan Jason juga sedang ada di sana.Aku sudah menjelaskan semuanya, alasan aku dan Jason masih berkomunikasi dan alasan dia ada di sini. Aku kira mas

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 44

    Sudut pandang Maximus:Kepalaku sakit dan aku tidak bisa berhenti mengerang saat membuka mata dengan perlahan. Aku berusaha mengingat kenapa aku merasakan ini, lalu kejadian kemarin pun muncul kembali di benakku. Aku bernapas dalam-dalam sebelum menoleh ke samping, lalu merengut karena tidak melihat Anya di sana.Aku pun segera bangun dan memeriksa kamar mandi. Lampunya mati, jadi sudah pasti dia tidak ada di sana. Kemudian, aku ingat Anya menanggalkan pakaianku semalam, tetapi sekarang aku sudah mengenakan singlet dan bokser.Aku keluar kamar dan melihat Anya sedang tidur di sofa. Aku diam-diam menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Sofa itu cukup besar untuk menampung kami berdua, tetapi Anya tidak seharusnya di sana. Dia seharusnya ada di kamar bersamaku, tetapi dia malah memilih untuk tidur di sini.Aku memutuskan untuk membiarkannya dan mulai memperhatikan diri sendiri. Saat mandi, aku teringat bagaimana aku harus menahan diri kemarin setelah menghukum Anya. Lain kali, aku akan m

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 43

    Sudut pandang Maximus:"Apa? Kamu mau minum?" tanyaku."Iya," jawabnya. Dia melanjutkan, "Aku juga mau kamu." Aku pun melirik ke arah pelayan bar dan memberikan isyarat agar dia menuangkan segelas minuman untuk wanita itu. Aku tidak bermaksud untuk mendekati wanita itu dan hanya ingin menemani dia minum. Aku sadar kalau aku mengusirnya, akan ada orang lain yang datang menggantikannya.Jadi, aku minum bersama wanita yang tidak mau kukenal itu, lalu aku pun mulai merasa pusing. Aku bahkan tidak tahu saat itu pukul berapa karena aku hanya memikirkan Anya yang mungkin tidak mau menghubungi atau menanyakan kabarku. Aku begitu terpuruk di bar, terus-terusan memanggil nama Anya saat seseorang mengangkat kepalaku.Aku pun mendengar seseorang berkata, "Tampan, jangan tidur di pangkuanku." Kejadian itu akan lebih baik kalau aku melihat wajah Anya. Sayangnya, bukan itu yang terjadi. Aku pun menyingkirkan tangan wanita itu saat dia menyentuh wajahku. Namun, wanita itu begitu bersikeras menarik wa

  • Perjanjian di Atas Ranjang   Bab 42

    Sudut pandang Maximus:Bahkan saat aku bersama teman-temanku, pikiranku masih terpusat pada Anya. Mereka menggodaku saat kami mengobrol, karena mereka menyadari kalau perhatianku teralihkan. Mereka juga yang telah mendatangkan seorang wanita ke kamar hotel kami. Namun, aku bahkan tidak bisa mengingat nama wanita itu.Saat itulah mereka menyadari bahwa hubunganku dengan Anya cukup serius. Aku menegur teman-temanku, dan menjelaskan bahwa aku tidak tertarik bermain dengan wanita lain. Mereka mengira aku telah menikahi Miranda dan menerima keputusan nenekku, tetapi mereka salah.Menjelang sore, aku sudah tidak tahan lagi. Aku pun berpamitan pada teman-temanku. Aku menduga Anya mungkin merasa lapar, dan memutuskan untuk pulang agar kami bisa makan bersama. Namun, saat aku berbalik ke arah lift, aku melihat Anya keluar bersama Jason.Apa yang dia lakukan di sini? Apakah Anya telah memberi tahu Jason bahwa kami ada di sini sehingga dia mengikuti kami ke tempat ini?Amarah berkobar dalam hatik

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status