Moreau mengerjap cepat. “Satu cara? Apa?” tanyanya diliputi pelbagai kecurigaan tentang apa yang sedang Barbara rencanakan. Wanita itu cukup berbahaya. Dia takut ibunya akan melakukan cara terburuk demi mendapat satu kebenaran yang mati – matian dia dan Abihirt tutupi. “Kau akan tahu nanti. Sekarang pergilah. Bukankah kau bilang sudah terlambat? Aku juga harus berangkat ke kantor.” Jika ibunya juga akan meninggalkan rumah. Lalu bagaimana dengan Abihirt? Benak Moreau bertanya – tanya tak mengerti, tetapi dia tak punya sedikit keberanian untuk mengatakan sesuatu yang merekat di bahunya. Atau justru perhatiannya kepada Abihirt menimbulkan pelbagai pemikiran di dalam diri Barbara. Tidak lagi. Moreau tidak ingin ibunya mengambil tindakan berlebihan, sementara wanita itu sudah lebih daripada cukup membuatnya didesak rasa ingin tahu yang besar. Cara seperti apa yang akan Barbara gunakan supaya mengetahui kebenaran di antara mereka? Iris biru terang Moreau terus memp
Lagi—secara tak terduga Barbara mengembuskan napas kasar. Abihirt tidak mengatakan apa pun dan itu membuatnya sedikit diliputi rasa bersalah. “Aku tahu belakangan ini hubungan kita sedikit tidak baik. Hanya berharap kalau kau mau bersedia memberiku kesempatan. Aku tidak ingin bercerai denganmu. Kita bisa memperbaiki semua ini secara pelan – pelan," ucap Barbara beberapa saat, tatapannya seperti menerawang, lalu kembali melanjutkan, "Jangan tidur di sofa lagi, apalagi sampai mabuk seperti ini.” Setelah telah mengatakan pelbagai ketakutan tak bernama di benaknya dan sedikit menunggu kapan Abihirt akan mengatakan sesuatu. Barbara berharap sangat banyak, tidak peduli jika pria itu belum mencoba memikirkan cara terbaik atau sekadar melompat keluar dari lubang yang terasa terjal. Ntahlah, sesaat Barbara memperhatikan satu gerakan singkat, di mana bibir Abihirt hampir bergerak terlalu samar. Pria itu seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi segera menahan diri, seolah butuh pemahaman l
“Kau sejak tadi termenung. Aku tidak yakin kau bisa berlatih dengan baik, Amiga. Mrs. Voudly memang terlihat sibuk, tapi bukan berarti kau akan terus seperti ini. Bagaimana jika kau jatuh, karena tidak fokus? Katakan, apa masalahmu?” Pertanyaan Juan ketika mereka berhenti untuk beberapa saat, secara naluriah menarik Moreau kembali ke permukaan. Dia harus mengerjap beberapa kali sekadar menyadari bahwa benar ... seharusnya tidak membawa masalah dari rumah sampai ke gedung latihan. Semua sudah cukup rumit dan dia tidak ingin menambah masalah menyakitkan lainnya. Telah banyak kegagalan. Moreau tidak bisa berpikir lebih keras ketika Anitta—mungkin menyadari setiap detil kecerobohan yang dia lakukan. Kebetulan wanita itu tampak masih membutuhkan beberapa hal untuk diselesaikan. Lagi—Moreau mengerjap sembari menghela napas kasar. “Maafkan aku, Juan. Aku tidak bermaksud,” ucapnya, berjuang keras supaya menyerahkan senyum kepada Juan. Bagaimanapun, pria itu selalu menger
“Bagaimana pertengkaran kalian? Sudah baik – baik saja? Jadi, kita bisa bertemu kembali secara bebas?” Andai saja bisa seperti itu, Barbara tidak akan disergap kekhawatiran berlebihan. Ntahlah—rasanya dia harus menunggu saat – saat yang tepat, menunggu saat dia merasa cukup yakin untuk mendeklarasikan segala bentuk keputusan tak terduga di hidupnya. Ini pilihan sulit. Memutuskan hubungan bersama Samuel sama seperti melempar dirinya ke dalam kolam beku yang Abihirt buat. Barbara akan tergelincir, jatuh, tidak berdaya, seolah hanya akan terperangkap oleh sikap dingin pria itu. Tidak ada jalan keluar. Semengerikan apa pun bayangan dalam benaknya, dia tidak akan pernah tahan terus menghadapi sikap tenang Abihirt atau ketika suaminya benar – benar serius mengabaikan apa pun yang tampak begitu jelas. Menyedihkan. Barbara menghela napas kasar. Sesaat menatap Samuel sambil memikirkan apa yang akan pria itu katakan nanti. Ada satu bagian tidak tepat dari pern
Nada protes di balik suara Samuel persis dugaan Barbara. Dia sangat mengerti bagaimana rasanya berada pada situasi seperti ini. Tidak ada yang berharap bahwa mereka akan mengakhiri semua ini, tetapi Abihirt adalah satu – satunya pelaku terduga. Barbara tak ingin terjebak di antara keputusan yang tidak akan pernah selesai. Apa pun itu, dia harus memberi Samuel pengertian, supaya pria itu bisa lebih sabar sampai waktunya tiba. “Abi tidak akan membiarkan kita terus menjalani hubungan gelap ini, aku mengenalnya.” Mula – mula, demikian yang Barbara katakan. Cukup yakin jika sebenarnya Samuel sedang memikirkan beberapa hal. Sikap penolakan dan pelbagai usaha untuk menyangkal adalah sesuatu yang tidak sepadan. Pria itu berusaha menahan diri, tetapi memang terlalu sulit. Hanya kebetulan Barbara mendeteksi perubahan signifikan dari reaksi Samuel, dia mungkin akan terjebak pada pemikiran yang mungkir dipahami dengan baik. Pria itu tampak berbeda, semacam telah diingatkan ol
“Kau bisa datang ke rumahku pukul enam sore. Tapi pastikan jangan sampai membuat suamiku curiga. Dia tidak boleh tahu kalau aku mengundangmu untuk melakukan uji kebohongan kepada putriku. Anggaplah kau datang sekadar berkunjung.” “Tapi bagaimana dengan alat yang perlu kubawa?” “Serahkan kepadaku nanti. Jika suamiku bertanya, kau hanya perlu memperkenalkan diri sebagai rekan kerja. Katakan juga kepadanya kalau ini akan menjadi kunjungan kerja sama. Kurasa, semua akan baik – baik saja. Asal jangan terlihat mencurigakan. Jangan sampai dia tahu kalau kau seorang ahli poligraf.” “Baiklah, akan kucoba.” Semua percakapan di sana ... secara tak terduga memberi Moreau petunjuk. Dia segera menarik diri mundur—mengenyakkan punggung di dinding kafetaria, supaya sisi dari jendela terbuka itu tidak meninggalkan jejak tertentu, atau setidaknya sampai ibunya mencurigai sesuatu. Moreau menatap wajah Juan dengan isyarat tertahan. Sejak awal, ketika Barbara baru saja menginja
“Aku tidak tahu.” Moreau hampir bisa mendengar sendiri betapa suara yang terungkap dari ujung tenggorokan begitu getir. Rasa takut tidak bisa dihindari begitu saja. Dia tidak punya pengalaman untuk menyembunyikan lonjakan dalam dirinya terhadap sebuah alat detektor. Akan terlalu buruk jika poligraf merekam respons tubuh yang tidak dapat dikendalikan; respons yang dipengaruhi oleh situasi tertentu. Dia yakin; ketika berada di meja sidang Barbara, semua akan menjadi sangat – sangat berbeda. “Kita memikirkan masalah ini nanti. Aku hanya penasaran dari mana ibumu memiliki kenalan seperti wanita yang duduk di hadapannya tadi?” Tidak ada yang tahu. Moreau tidak pernah mendapat informasi seperti itu. Koneksi Barbara luas. Masuk akal mengapa Barbara sanggup melakukan beberapa hal yang tidak pernah mereka pikirkan. “Hanya ibuku yang tahu Juan,” ucap Moreau singkat ketika Juan telah menyalakan mesin mobil. Dia menatap keluar jendela. Masih memperhatikan gedung kantor ibuny
“Pikirkan kembali apa yang akan kau lakukan, Amiga. Aku sangat tidak menyarankannya. Jangan terlalu nekat. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kepadamu nanti. Kau bisa saja celaka.” Moreau tahu. Seandainya ada pilihan lebih baik, dia tidak akan melakukan sesuatu yang mengancam seperti ini. Semua sudah menjadi kebutuhan. Tidak satu pun hal dapat dikendalikan lagi. Berada di dalam mobil sendiri dengan pegangan nyaris mengetat erat pada setir kemudi, mungkin memang terdengar terlalu buruk. Dia berusaha fokus, meski beberapa prospek masih mencoba mengingatkannya. Juan benar bahwa mereka tidak pernah tahu apa yang akan terjadi jika keputusan penuh tekad ini terus berlanjut. Mereka tidak punya banyak pilihan. Atau barangkali, ketakutan terhadap Barbara telah menyerupai suatu ledakan serius di dalam nadinya. Moreau dapat merasakan beberapa hal berusaha mengetat, seakan ingin menjerat aliran darah dan menyumbat sampai di pembuluh darah. Beberapa meter di depan s
“Nyonya, Tuan sedang tidak di rumah. Dan atas perintah spesifik dari beliau, Anda tidak diizinkan menginjakkan kaki di tempat ini.” Barbara segera menoleh saat Emma mulai bicara. Ada ketakutan di balik suara wanita paruh baya itu. Sesuatu jelas telah dipahami bahwa dia akan melakukan hal di luar kendali. “Siapa kau melarangku?” tanya Barbara sembari menatap wanita di hadapannya penuh penghinaan besar. “Saya hanya menjalankan tugas, Nyonya.” Emma segera menunduk. Betapa Barbara muak menghadapi saat – saat seperti ini. Dia sedang ingin melampiaskan banyak hal. Barangkali bukan gagasan buruk jika melakukan satu hal memuaskan di sini. Dengan sudut bibir berkedut sinis, Barbara kemudian berkata, “Tugasmu hanya membersihkan apa pun yang terlihat kotor. Oh—atau kau merasa sudah melakukan pekerjaan-mu, maka kau bisa menggoyang kaki dengan tenang? Mari kutunjukkan kepadamu apa yang perlu kau lakukan. Sekarang, ambil kunci gudang!” Pernyataan Barbara diakh
Terbangun dengan kondisi sekujur tubuh mengalami pemberatan murni, membuat Barbara meringis setiap kali dia berusaha melakukan gerakan lain; kelopak matanya mengerjap, sedikit diliputi usaha mengingat kali terakhir hal yang dihadapi, tetapi kemudian menyadari bahwa dia tidak berada di mana pun di kediaman Abihirt. Siapa yang membawanya pulang? Benak Barbara bertanya – tanya tak mengerti. Jelas waktu telah berlalu jauh dan dia banyak melewatkan kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka. Tidak apa – apa jika Abihirt ingin melampiaskan segala bentuk kemarahan kepadanya, asal pria itu tidak mengajukan satu hal yang benar – benar tidak Barbara inginkan. Napasnya memburu berat hanya dengan memikirkan hal tersebut. Jari – jari yang terasa gemetar berusaha menyisir helai rambut—terurai berserak di sekitar wajah. Berharap dia bisa segera bersiap. Sial. Sesuatu menghentikan Barbara ketika sorot matanya membidik satu titik di atas nakas. Semacam sebuah berkas yang
Sekarang ... ntah cambukan kali ke berapa. Barbara tidak bisa menghitung. Semua bentuk pemikiran di benaknya hancur berantakan. Krisis ketidakpercayaan terhadap sikap Abihirt sungguh memberi pengaruh besar. Dia merasa benar – benar telah memborong kebodohan, hingga yang tersisa adalah hasrat supaya tidak terjebak pada kondisi seperti ini. “Sakit, Abi,” Barbara mengeluh sarat nada begitu getir. Sebatas harapan agar Abihirt bersedia memberi ampun. Jika pria itu berpikir ini merupakan hukuman setimpal, hal tersebut sama sekali bukan keadilan. Dia berharap Moreau yang ada di sini. Menggantikan posisinya. Namun, apakah hal tersebut terdengar masuk akal? Abihirt terlihat mabuk kepayang kepada gadis itu. Dia tidak yakin. Barangkali telah melewatkan banyak hal. Bertanya – tanya ... mungkinkah? “Daripada menyiksaku di sini, mengapa kau tidak seret saja Moreau dan biarkan dia merasakan yang sama seperti yang kualami hari ini?” Tidak ingin diliputi pelbagai hal menggan
“Kau yakin ini akan berjalan baik – baik saja?” Masih sedikit usaha untuk meyakinkan diri. Barbara akhirnya hanya menghela napas ketika Abihirt mengangguk samar. Pria itu tidak akan mengatakan lebih banyak. Semua pilihan ada di tangannya; apakah dia masih ingin melakukan seks atau membiarkan hubungan mereka kembali regang. “Baiklah.” Barbara memutuskan untuk membuka blazer yang dia kenakan. Satu persatu pakaian telah dilucuti. Bukan masalah besar bertelanjang penuh di hadapan suaminya. Dia kemudian memberi Abihirt tatapan penuh bertanya. Menunggu apa yang akan pria itu lakukan. Tidak ada kata terucap. Sebaliknya, Abihirt merenggut dasi yang mengikat kerah kemeja pria itu. Langkah lebar suaminya tidak pernah luput dari perhatian Barbara. Dia menelan ludah kasar persis ketika Abihirt sudah menjulang tinggi di belakang. Semua menjadi gelap kali pertama Abihirt merekatkan bagian dasi untuk menutup di matanya. “Haruskah dengan pandangan tertutup, Ab
Kali pertama mendengar pernyataan Abihirt, kelopak mata Barbara mengerjap cepat. Hampir tidak menyangka tentang hal yang telah mereka lewatkan. Dia tahu suaminya jauh lebih sering menghabiskan waktu bersama Moreau—dan itu sungguh meninggalkan banyak kecemburuan tidak tertahankan. Cukup puas bahwa dia bisa melewati saat – saat di mana mengendalikan diri dari kebutuhan melampiaskan amarah. Sungguh, sampai mati pun, Barbara tidak akan menyerahkan Abihirt kepada Moreau. Dia tidak akan pernah mengalah. Kemenangan harus selalu berada di tangan. Persetan dengan mengorbankan yang lainnya. “Baiklah. Ke mana kau akan membawaku?” tanya Barbara sembari mengikuti langkah Abihirt menuju mobil. Mereka datang terpisah. Miliknya sendiri sedang terparkir di sisi halaman lain, tetapi mereka bisa mengatur situasi. Bukan masalah besar meminta Gabriel menyelesaikan tugas tertunda. Abihirt tidak mengatakan apa – apa sepanjang perjalanan, tetapi Barbara mengenali setiap detil tempat yang
“Pelacur kecil itu sudah tidak mau denganmu. Apa yang kau harapkan lagi darinya?” Sejak awal, tujuan Barbara adalah menghancurkan kehidupan Moreau dan membuat hubungan gadis itu bersama suaminya retak. Dia mengambil langkah yang tepat setelah meyakinkan Moreau bahwa Abihirt terlibat dalam keputusan ini. Tadi, betapa tatapan itu penuh luka. Moreau telah meninggalkan mereka. Sekarang konflik terhadap hubungan yang seharusnya baik – baik saja terus beterbangan. Paling tidak, Barbara cukup puas, walau segala sesuatu yang dia rencanakan tidak sepenuhnya lancar. Ada hasrat untuk membuat Moreau benar – benar mendapat pelajaran berharga. Dia ingin orang – orang melempari gadis itu dengan apa pun sebagai kemungkinan terburuk—anggap saja suatu penghinaan hebat. Sungguh, kemunculan Abihirt sangat tidak tepat. Mereka sedang dihadapkan badai tensi yang meningkat. Barbara tahu cepat atau lambat Abihirt akan menjadikannya target utama. Sial. Dia sama sekali tidak tahu kal
Barbara bertanggung jawab atas situasi yang sedang mereka hadapi, tetapi yang tidak Moreau mengerti; mengapa? Bukankah Abihirt juga terlibat? Apa lagi yang diinginkan sehingga pria itu bersikap seakan sedang didesak kebutuhan menuntut Barbara. Mungkin ibunya berusaha menjebak suami sendiri karena seharusnya mutahil bagi Abihirt bersedia membuka aib perselingkuhan ini? Yang juga akan mempengaruhi reputasi di masa mendatang. “Aku tahu kau datang untuk menghadiri program ulang tahun mendiang ibumu. Tapi, nanti. Setelah aku menyelesaikan pelacur kecil ini. Bukankah kau sendiri juga sudah setuju?” Sesuatu yang keras seperti berusaha mencecoki tenggorokan Moreau. Dia mengira masih ada sedikit harapan, tetapi reaksi Abihirt yang tampak tidak akan langsung menyangkal, seakan memberinya banyak petunjuk. Pria itu hanya ... melirik ke arah Gabriel, kemudian berkata, “Bubarkan tamu undangan.” Sudah cukup. Moreau merasa muak jika harus mempertahankan kepercayaan dalam dirinya k
“Jika ayahmu masih di sini, Moreau. Kurasa, dia akan mendapat serangan jantung mendadak karena menerima informasi seperti ini, bahwa putri kesayangannya, putri kecil yang selalu dimanjakan olehnya, sanggup menjual diri demi seorang pria beristri. Kurasa, arwahnya pun tidak akan tenang selama menyaksikan apa yang kau lakukan di muka bumi ini.” Sial. Belum ada satu pun hal sanggup Moreau katakan, tetapi kesalahan Barbara sangat tidak bisa dimengerti kali ketika wanita itu melibatkan ayahnya. “Jika ayahku masih ada di sini. Kau tidak akan mungkin menikahi lagi, Mom. Atau kau mungkin ingin bermain api di belakangnya, sama seperti yang kau lakukan di belakang Abi?” “Tutup mulut sialanmu!” Tamparan keras lainnya, membuat wajah Moreau benar – benar berpaling dengan kasar. Saraf – saraf di sekitar pipi terasa kebas. Dia membeku di tempat. Namun, semua yang dia katakan memang benar. Perselingkuhan ini tidak akan terjadi, andai wanita itu juga bisa menjaga diri dari h
Barbara tidak akan berhenti. Itu masalahnya. Betapa wanita itu tampak dilingkupi pelbagai antusiasme meluap – luap, seolah masih begitu banyak hal tidak terungkapkan, sementara Moreau merasa dia tidak akan bisa menerima peristiwa seperti ini lebih lama. Semua akan berakhir jauh lebih kacau, tetapi bagaimana dia bisa menghentikan ibunya terhadap kebutuhan untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan banyak orang? Sikap konfrontasi dalam dirinya seketika menjadi tumpul. Tidak ada suara penyangkalan yang bisa digunakan sekadar tidak menjebak kondisi sendiri menjadi lebih rumit. Tidak dimungkiri, Moreau cukup takut menyaksikan begitu banyak tatapan kemarahan nyaris di seluruh penjuru gedung. “Kalian semua mungkin tidak percaya terhadap apa yang kukatakan di sini.” Lagi. Suara Barbara kembali mencuak ke permukaan. Senyum wanita itu tampak begitu puas; seperti telah memastikan kalau – kalau kemenangan sudah berada di tangan. “Aku punya bukti.” Kembali meneruskan. Waj