“Makan yang banyak, Darling. Aku sudah menyiapkannya khusus untukmu.”
Barbara tersenyum tipis, meski desakan dalam dirinya memahami bahwa barusan ... tatapan dari mata kelabu di sana seperti menyiratkan sesuatu yang ganjil. Itu tidak menjadi kejutan besar, karena dia yakin ... betapa pun Abihirt tidak berusaha mengatakan sesuatu, suaminya akan dengan mudah menyadari intensites perubahan sikap yang ditunjukkan. Mereka baru saja bertengkar. Pria itu bahkan melihatnya menggebu – gebu dengan pelbagai luapan kekesalan, dan tentu mengerti jika ... seharusnya tidak mudah bagi separuh amarah redam begitu saja. Bukan sebuah kebiasan yang sering kali Barbara lakukan. Dia tahu. Biarkan saja. Ada sesuatu yang lebih dahsyat—sedang menanti di antara mereka. Abihirt tidak ingin menyentuhnya lewat naluri maskulin pria itu, maka tidak apa – apa, tidak ada yang salah, ketika Barbara memutuskan untuk menjalani rencana kedua. Dia menyeringai samar mendeteksi Abihirt benar – benar akan mBarbara berdecak sesaat. Mula – mula ... hal pertama yang dia lakukan adalah mengunci pintu kamar. Abihirt tidak akan memiliki alasan saat pria itu terkurung di satu ruang berdua bersamanya, dan tidak akan memiliki alasan jika masih begitu diliputi keinginan supaya mereka tidak melakukan hubungan badan. “Aku memasukkan sesuatu yang bisa membuatmu bergairah.” Kali ini, Barbara tidak akan berkata bohong. Dia melipat tangan di depan dada setelah menyembunyikan kunci kamar. Ekspresi hingga bagaimana Abihirt mengusap wajah gusar tidak pernah luput dari perhatiannya. Sekarang Barbara semakin yakin bahwa pria itu tidak akan bisa menahan diri lebih lama lagi. Secara tentatif, dia menyingkirkan satu demi satu kancing piyama tidur, lalu melangkahkan kaki lebih dekat ke arah Abihirt. Ada keengganan tampak begitu jelas di mata kelabu pria itu. Betapa Barbara menyukai kali ketika suaminya begitu diam—nyaris tak berdaya ketika dia telah merangkak naik di pangkuan suaminya
“Satu gelas lagi.” Moreau telah menghadapi pelbagai desakan buruk sepanjang hari. Mantan kekasihnya secara sepihak mengambil pilihan untuk mengakhiri hubungan mereka. Dia sudah meminta alasan pasti sejak momen menyedihkan tersebut, tetapi Froy dan tatapan marah pria itu jelas – jelas menolak bicara. Ironi sekali. Besok merupakan hari pernikahan ibunya yang Moreau sendiri tidak tahu seperti apa rupa dari sang mempelai pria. Mereka tidak dikenalkan. Ibunya merencanakan kebutuhan diam – diam. Bahkan ada begitu banyak tekanan lain untuk meninggalkan bercak serius, yang terasa seperti melubangi jantung Moreau dengan hujaman. Dia hampir putus asa memikirkan segala hal. Beberapa saat lalu memutuskan pergi ke sebuah bar diliputi niat ingin menenangkan diri. Gaun merah mencolok begitu sempurna di tubuh langsing Moreau. Di depan meja bar, dia hanya duduk sendirian. Memandangi beberapa gelas kosong—wine telah tandas tak bersisa. Demikianlah, tenggorokannya seperti abu dengan sisa – sisa ke
Abihirt Lincoln terbangun mendapati seorang gadis muda dalam balutan selimut tebal berada di ranjangnya. Dia mengerjap beberapa kali, berusaha keras mengingat sisa – sisa taruhan semalam. Roki yang bajingan dengan kurang ajar menambahkan bubuk perangsang di gelas koktail terakhir—yang harus diteguk habis—untuk merayakan hari pernikahan mendatang. “Berengsek!” Abihirt mengumpat sembari mengusap wajah kasar. Pagi ini adalah acara pemberkatan. Dia melirik jam digital di atas nakas. 30 menit waktu tersisa, tetapi sebagai pengantin pria—Abihirt belum melakukan persiapan apa pun. Sesaat mata kelabu itu mengamati wajah polos—yang perlahan mulai mengernyit menghindari siraman cahaya yang menembus dari tirai putih. Abihirt memungut kain tercecer di sekitar pinggir ranjang. Sambil mengenakan kembali kemeja putih, dia mengangkat sebelah alis tinggi saat mendapati iris mata biru yang terang telah seutuhnya terbuka dan menatap dengan sangat terkejut. “Kau siapa?” Napas Moreau tercekat.
Upaya melarikan diri yang tidak sia – sia. Napas Moreau terengah menatap pantulan cermin. Seseorang dengan wajah pucat—bahkan benar – benar berantakan sedang berusaha menenangkan diri. Moreau tidak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan setelah ini. Ketika Barbara menyadari kedatangan yang begitu lambat di acara pernikahan, langkahnya langsung meninggalkan orang – orang di sekitar. Tidak ada tempat bersembunyi yang tepat selain kamar mandi hotel. Moreau masih bingung apa yang harus dilakukan usai menerima kenyataan bahwa semalam tindakan terlarang telah melampaui batas. Secara harfiah—kejadian bersama pria asing itu tidak akan terjerembab ke dalam rumpang paling rumit. Mereka tidak memiliki hubungan darah. Pria itu hanya akan menjadi ayah sambung Moreau, walau ada satu hal penting ... dia akan merasa canggung ketika mereka berada di satu atap bersama. Moreau yakin dia seharusnya bisa menjadi mandiri, andai Barbara memberikan izin. Hanya saja wanita itu menganggap Moreau sebagai as
“Kau harus bisa lebih akur dengan suami baruku, Moreau. Tapi harus ingat untuk tetap menjaga sikapmu. Jangan mengenakan pakaian seksi selagi Abi ada di rumah.” Sepagi ini Barbara sudah menyampaikan serentetan kata – kata, yang bahkan sama sekali tidak terlintas di benak Moreau. Dia merasa ganjil memikirkan sejak kapan Barbara akan peduli tentang cara berpakaiannya? Tidak pernah. Hanya setelah wanita itu kembali menikah. Segala antisipasi dilakukan dan sedikit menambahkan nada menyudutkan seolah Moreau telah memiliki segala kesiapan, atau barangkali Barbara memiliki firasat tertentu? Moreau akan memastikan bahwa apa yang terjadi malam itu. Tidak akan pernah terulang kembali. “Kau mendengarku, Moreau?” Pertanyaan Barbara lagi - lagu memenuhi ruangan, mendesak Moreau kembali ke permukaan. Dia mengerjap, lalu melirik ke wajah ibunya tegas. “Aku bepakaian terbuka hanya ketika tampil di panggung atau ada tournamen penting. Itu pun masih dalam taraf yang sopan dan normal. Selebi
“Aku sudah sering mengingatkanmu, Abi. Berhenti konsumsi alkohol. Kau tahu minuman itu memiliki interaksi tidak terduga dengan obat – obatan. Vitamin-mu akan menunggu jika kau tidak datang tepat waktu.” Roger selalu memiliki alasan menceramahinya dengan segala jenis kalimat yang terungkap pada masa – masa seperti ini. Jadwal pemeriksaan khusus, yang sialnya tidak dapat diatur ulang, walau Abihirt sudah mencari cara serius menghindari dokter sekaligus sepupu paling akrab. Dia menatap Roger setengah menyipit setelah pria itu menggeser sebotol kapsul vitamin dan melingkari jadwal untuk melakukan transfusi darah. “Minggu depan kembali lagi ke sini. Mengerti, Abi—oh berhentilah memainkan koleksi mahalku!” Roger segera bangkit—sedikitpun tidak akan membiarkan Abihirt menyapukan ujung jari pada seri robot mahal miliknya. Dia segera menggeser kaca lemari—menutup dengan hati – hati—lalu mengantongi kunci ke saku jas. Ada pelbagai macam pasien, dan mereka tidak berani sekadar melirik, teta
“Jadi, bisa kau jelaskan padaku mengapa keluargamu tidak hadir di pesta pernikahan kemarin?“ Moreau tidak akan menunda lagi terhadap rasa ingin tahu-nya setelah pertemuan tidak disengaja bersama Froy. Aneh mengetahui Abihirt memiliki hubungan darah bersama mantan kekasihnya, tetapi Froy tidak terlihat di mana pun di hari pernikahan kemarin. Sekarang dia mulai meragukan seperti apa pemikiran Abihirt yang tak terungkap. Moreau takut pada akhirnya Abihirt adalah pria berbahaya, sementara dia dan ibunya telah terlibat ke dalam hubungan terikat bersama pria itu. Tanpa sadar jari – jari tangan Moreau saling mengetat menunggu Abihirt akan mengatakan sesuatu, setidaknya sedikit, meskipun pria itu tampaknya begitu disibukkan kegiatan membaca berkas yang dia bawa sesuai permintaan Barbara. Betapa serius ... wajah dingin Abihirt luar biasa tampan. Moreau menelan ludah kasar. Berusaha tidak terpesona—enggan menatap wajah pria itu lebih lama. Dia lebih memilih memindahkan perhatian ke sekitar k
Abihirt menjulang tinggi dari lantai dua di sebuah gedung hanya untuk mengamati betapa elok tubuh langsing dengan lekuk sempurna ... sedang berputar—memainkkan gerakan tangan dan kaki di atas lapisan es yang licin. Pemandangan serius hampir tidak akan pernah membuat Abihirt meninggalkan rambut cokelat natural, diikat kuncir kuda mengibas ke pelbagai arah mengikuti setiap gerakan yang tercipta. Moreau begitu cantik diperhatikan dari di sudut mana pun. Sebuah gambaran alamiah dari pancaran daun muda itu. Kadang – kadang, muncul senyum tipis ketika mata biru terang Moreau tersenyum geli ke arah pria yang juga menari bersamanya. Juan Baker mulai mengangkat tubuh—yang mungkin—terasa ringan dengan sangat muda, sehingga Moreau seolah telah menaruh seluruh kepercayaan untuk tidak pernah ragu terhadap apa pun yang akan terjadi. Mereka tampak serasi sebagai figure skating. Menari seperti pasangan dan Abihirt akan berpaling sesaat ... pada adegan wajah yang begitu dekat. Tidak ada ciuman.
Barbara berdecak sesaat. Mula – mula ... hal pertama yang dia lakukan adalah mengunci pintu kamar. Abihirt tidak akan memiliki alasan saat pria itu terkurung di satu ruang berdua bersamanya, dan tidak akan memiliki alasan jika masih begitu diliputi keinginan supaya mereka tidak melakukan hubungan badan. “Aku memasukkan sesuatu yang bisa membuatmu bergairah.” Kali ini, Barbara tidak akan berkata bohong. Dia melipat tangan di depan dada setelah menyembunyikan kunci kamar. Ekspresi hingga bagaimana Abihirt mengusap wajah gusar tidak pernah luput dari perhatiannya. Sekarang Barbara semakin yakin bahwa pria itu tidak akan bisa menahan diri lebih lama lagi. Secara tentatif, dia menyingkirkan satu demi satu kancing piyama tidur, lalu melangkahkan kaki lebih dekat ke arah Abihirt. Ada keengganan tampak begitu jelas di mata kelabu pria itu. Betapa Barbara menyukai kali ketika suaminya begitu diam—nyaris tak berdaya ketika dia telah merangkak naik di pangkuan suaminya
“Makan yang banyak, Darling. Aku sudah menyiapkannya khusus untukmu.” Barbara tersenyum tipis, meski desakan dalam dirinya memahami bahwa barusan ... tatapan dari mata kelabu di sana seperti menyiratkan sesuatu yang ganjil. Itu tidak menjadi kejutan besar, karena dia yakin ... betapa pun Abihirt tidak berusaha mengatakan sesuatu, suaminya akan dengan mudah menyadari intensites perubahan sikap yang ditunjukkan. Mereka baru saja bertengkar. Pria itu bahkan melihatnya menggebu – gebu dengan pelbagai luapan kekesalan, dan tentu mengerti jika ... seharusnya tidak mudah bagi separuh amarah redam begitu saja. Bukan sebuah kebiasan yang sering kali Barbara lakukan. Dia tahu. Biarkan saja. Ada sesuatu yang lebih dahsyat—sedang menanti di antara mereka. Abihirt tidak ingin menyentuhnya lewat naluri maskulin pria itu, maka tidak apa – apa, tidak ada yang salah, ketika Barbara memutuskan untuk menjalani rencana kedua. Dia menyeringai samar mendeteksi Abihirt benar – benar akan m
Pintu kamar terbuka .... Rasanya Barbara sudah menunggu begitu lama dan sekarang setiap detil perhatiannya tidak pernah luput dari tubuh jangkung Abihirt. Pria itu melangkah tanpa menatap ke arahnya, seolah perselisihan mereka memang tidak pernah selesai. Betapa menyedihkan. Barbara menghela napas diam – diam mengamati bagaimana cara Abihirt melepakan jas kerja pria itu, berikut dengan kemeja biru mudah yang merekat sempurna di tubuh besar dan keras suaminya. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan hubungan fisik. Barbara menantikan saat – saat di mana suasana hati Abihirt dapat dikendalikan dengan baik, walau dia nyaris tak melihat prospek bagus untuk itu, sehingga sengaja menyiapkan dua rencana ketika pemikiran buruk membawanya pada kegagalan. Perlahan, Barbara segera beranjak bangun mendatangi Abihirt. Dia mendekap tubuh pria itu dari belakang. Merasakan setiap sentuhan yang dilakukan sebagai sesuatu yang menyenangkan, tanpa berusaha memikirkan reaksi Abihirt
“Kau sungguh berpikir akan mendatangiku?” tanya Moreau untuk memastikan, karena betapa pun ... ini terdengar tidak masuk akal. Abihirt tidak akan bersedia sering kali melakukan penerbangan hanya untuk sebuah pertemuan yang tak begitu krusial. Dan terlepas pria itu berkata akan mengorbankan banyak waktu terhadap kebutuhan mereka—ntah apakah benar atau tidak, prospek demikian tetap tidak begitu pantas. “Ya.” Sebuah jawaban singkat secara naluriah menarik respons Moreau supaya dia mengumpulkan seluruh perhatian menelurusi wajah tampan Abihirt. Posisi mereka dan bagaimana pria itu menegadah seraya membiarkan lingkar lengan membungkus erat tubuhnya merupakan sesuatu yang terasa cukup menyakitkan, tetapi di sisi berbeda meninggalkan kesan tak terungkapkan. “Bagaimana dengan ibuku?” tanya Moreau setelah pelbagai pertimbangan nyaris tak ingin memberi petunjuk. “Biar aku mengurus semuanya.” Ekspresi tenang Abihirt maupun nada meyakinkan dari suara serak dan dalam i
“Aku pikir kau sudah tahu ...,” ucap Moreau menanggapi. Dia mengedarkan pandangan pada langit membentang setelah mendeteksi bagaimana Abihirt cukup terkejut, tetapi reaksi pria itu tidak begitu berlebihan dan kemudian mereka sama – sama diam. “Bagaimana dengan karier olahragamu jika kau melanjutkan pendidikan?” Tiba – tiba pertanyaan dari suara serak dan dalam ayah sambungnya menyelinap ke permukaan. Lagi—Moreau menghela napas kasar, disusul bahu mengedik putus asa. “Ibuku mungkin akan memintaku pensiun dini.” “Dan kau mau?” “Aku tidak tahu, Abi. Aku sudah mengatakan kepadanya kalau aku tidak ingin melanjutkan pendidikanku. Tapi ... keputusan ibuku sudah bulat.” Ya, Moreau tidak akan pernah menyangkal apa pun. Barangkali hanya bisa berharap dan mencoba peruntungan. “Apakah kau bersedia bicara kepadanya tentang keputusan ini?” dia bertanya persis nyaris menyerupai nada berbisik. “Apa yang perlu kubicarakan?” Akan tetapi, pertanyaan Abihirt memb
Moreau ingin tahu. Sungguh, benar - benar ingin tahu. Bisakah Abihirt berkata jika pria itu menyukainya? Apakah salah jika dia berharap suami Barbara mencintainya? “Tidak ada yang sedang kurasakan.” Apa maksudnya itu? Kelopak mata Moreau menyipit, berusaha keras memahami hal – hal terasa sangat ambigu. Mungkinkah Abihirt memahami pertanyaan darinya? Apakah pria itu benar – benar mengerti sesuatu yang seharusnya tidak dibicarakan? Moreau harap mereka sedang menghadapi kesalahapahaman, sehingga rasa sakitnya tidak akan terlalu parah ketika mengetahui kalau memang tidak ada perasaan apa pun di balik sikap Abihirt yang terkadang begitu peduli dan berusaha sabar menghadapi tindakan buruk yang dia lakukan. “Kau tidak mungkin mengajakku ke tempat seperti ini, jika memang tidak ada yang kau inginkan, kan?” tanyanya sekadar memastikan semua sampai pada taraf seharusnya. Abihirt segera meninggalkan pandangan pria itu lurus ke depan; lurus menerawang; begitu banyak pertimb
Segala bentuk situasi di antara mereka adalah kejutan besar. Moreau tak menyangka jika ternyata Abihirt mengusulkan sebuah gagasan untuk menikmati saat – saat di mana langit perlahan menjadi gelap dari puncak gedung hotel. Pria itu sungguh kontradiktif. Rasanya secara ajaib membuat segala sesuatu yang ingin meledak di puncak kepalanya mendadak lenyap terhapuskan. Tidak ada lagi yang bisa dikatakan. Moreau termenung untuk beberapa saat. Tadi ... mereka hanya melakukan percakapan sesekali. Selebihnya ... semua dimulai dari hening sulur – sulur di sekitar, walau terkadang dia akan mengambil satu kebutuhan menoleh ke wajah ayah sambungnya. Wajah yang selalu tampan, tetapi sangat disayangkan jika Abihirt terlalu fokus menaruh minat sekadar menerawang lurus ke depan. Tidak ada gambaran di balik mata kelabu itu. Ayah sambungnya hanya terlihat seperti dibebani begitu banyak pemikiran yang ntah mengapa terasa tiba – tiba. Udara dari celah bibir Moreau berembus perlahan. Dia t
“Apa yang membuatmu menjemputku?” Kedua alis Moreau bertaut dalam saat dia telah berencana pulang bersama Juan, kemudian tiba – tiba menemukan Abihirt sedang menunggu di halaman parkir. Dari eksperesi wajah, hingga gestur terselebung lainnya di balik punggung pria itu, meninggalkan pelbagai hal ganjil. Abihirt bahkan tidak memberitahunya apa – apa ketika pria itu paling sering menyerahkan petunjuk dengan pesan singkat. Aneh. Moreau bertanya – tanya tak mengerti. Mengingat permasalahan mereka belakangan ini, Abihirt seharusnya lebih hati – hati mengambil keputusan. Dia tidak ingin tahu jika sekarang akan ada permintaan menuju ruang merah. Muncul pelbagai keraguan untuk menerima, tetapi Moreau belum menemukan alasan yang tepat sekadar menolak. “Masuklah ke dalam mobil.” Kali pertama suara serak dan dalam Abihirt mencuak ke permukaan rasanya membuat atmosfer terasa berbeda. Moreau menoleh ke arah Juan. Dia yakin pria itu juga dapat merasakan keanehan ketika Abihirt
Abihirt tidak pernah berharap akan melibatkan perasaan ke dalam urusan sebenarnya. Moreau memenangkan itu, meski dia selalu berjuang keras menepikan bagian menyulitkan. Dia tak bisa. Namun, juga menghadapi pelbagai masalah ketika momen menyedihkan dari masa lalu mengambil tempat. Meniduri wanita tua. Sesuatu dalam dirinya tak pernah menikmati saat – saat bersama Barbara. Semua hanya topeng belaka. Demikian pula, perasaan tak terduga kepada purti wanita itu ... tahu bagaimana cara merayu supaya dia mengurungkan niat. Tidak. Keputusan ini sudah dibuat sedetil – detilnya sejak awal. Abihirt mungkin akan merelakan perasaan kepada Moreau demi rasa sakit yang terkubur begitu jauh, agar mendapatkan keadilan dengan tepat. Dia ingin Barbara tahu bahwa kebiasaan merusak rumah tangga seseorang dapat membombardir segalanya. Kebiasaan merenggut kepunyaan orang lain dapat menghancurkan kebahagiaan, termasuk sebuah keluarga yang tadinya baik – baik saja; cinta kepad