Di dalam ruangan. Ethan hanya melihat ibunya sekilas dan melanjutkan pekerjaannya. “Untuk apa ke mari?” tanya Ethan tanpa menatap ibunya. Margaret mengambil duduk di sofa. “Sebentar lagi ulang tahun perusahaan. Kamu sudah mulai mempersiapkannya?” “Bukan dari timku. Tapi tim Papa yang mempersiapkannya,” balas Ethan. Margaret bersandar. Dengan tenang ia melepaskan kaca mata hitamnya. “Sudah saatnya kamu mengambil alih.” “Nanti,” balas singkat Ethan. “Mama tidak suka kamu selalu menunda tugas kamu.” Margaret menatap Ethan. “Kamu harus melaksanakan tugas kamu segera mungkin.” “Termasuk menikah dengan Grace.” Ethan berhenti dari pekerjaannya. Mendongak dan menatap ibunya yang santai sekali duduk di sofa. “Grace sangat mencintai kamu. Dia anak yang baik, cantik, dari keluarga yang bagus. Asal-usulnya jelas. Kamu tidak usah repot-repot mencari tahu—” “Yang pasti, Grace sangat cocok menjadi menantu di keluarga Winston.” “Memangnya aku pernah bilang setuju?” tanya Etha
Aluna mendadak cemas sendiri. Biasanya Ethan akan mengirimnya pesan beruntun untuk segera kembali. Namun, sudah hampir 30 menit Ethan tidak menerornya dengan pesan. Aluna malah gelisah sendiri. Setelah menyelesaikan makanannya. Aluna segera kembali. “Sir.” Aluna mengetuk pintu. Dirasa tidak ada orang. Aluna masuk—alangkah terkejutnya melihat Ethan yang terduduk dengan tangan yang mengucurkan darah. “Ethan!” Aluna segera berlari mendekat. “Kenapa?” tanya Aluna melihat darah yang begitu banyak. Kaca yang hancur—serpihannya berhamburan di lantai. “Ayo ke rumah sakit.” Aluna menggeleng. “Tidak—aku panggilkan ambulan saja.” “Tidak!” Ethan menarik Aluna. Memeluk tubuh Aluna. Tidak peduli tangannya yang masih mengucurkan darah. Ia memeluk tubuh Aluna dengan erat. Membiarkan bercak darahnya mengenai kemeja putih yang digunakan Aluna. “Ethan..” lirih Aluna. “Tanganmu.. aku akan mengobatinya.” Ethan menggeleng. Memilih menyandarkan dagunya di bahu Aluna. “Aku lelah.” Akhirnya A
“Terserah!” Jawaban Ethan yang membawa bencana. Aluna mempunyai seribu ide yang diluar nalar. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan di kantor. Aluna membawa Ethan ke sebuah taman hiburan. Tapi ternyata kok sepi sekali? “Kok sepi sekali sih?” tanya Aluna. “Hari ini hari kerja.” Ethan mengikuti Aluna malas. Aluna berjalan lebih dahulu memasuki taman hiburan tersebut. “Aluna, ayo pulang.” Ethan sungguh malas. Seperti anak kecil saja datang ke taman hiburan. Padahal waktu kecil Ethan juga tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Meskipun kaya, bahkan bisa membeli tamannya sekalipun. Nyatanya, Ethan hanya tidak punya waktu bersama orang tuanya untuk sekedar datang ke taman seperti ini. “Ah gak asik!” keluh Aluna. “Kita baru datang.” Aluna menoleh ke belakang. Akhirnya ia mendekat. Memeluk lengan Ethan dari samping. “Bagaimana naik biang lala itu. Akan sangat bagus sembari melihat matahari yang mulai terbenam.” Ethan menatap bianglala yang dimaksud Aluna. S
Sore itu, mereka tertawa karena Aluna berusaha menghindar dari Ethan. Namun dengan mudah Ethan menangkap tubuh Aluna. “Kau tidak akan bisa lari dariku.” Ethan menggelitik pinggang Aluna. “Ah! Ethan hentikan!” Aluna mengeluh tapi juga tertawa. “Ethan berhenti haha..” Aluna menjauh lagi. “Aku belum puas balas dendam. Ke mari Aluna.” Ethan menggerakkan jarinya agar Aluna mendekat. “Tidak!” Aluna menjulurkan lidahnya. “Aku tidak akan ke sana sampai kamu mau naik bianglala.” Ethan berkacak pinggang. “Baiklah. Baiklah ayo naik wahana itu.” “Yey!” Aluna bersorak begitu senang. Ia mendekat. Tanpa disuruh pun, ia memeluk tubuh Ethan dengan senang. “Ayo naik.” Ethan tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya. Menunjuk pipi kanannya. Aluna tertawa pelan. Ia berjinjit—bukannya mencium pipi Ethan. Aluna malah mencium bibir pria itu. Hanya ciuman singkat. Setelahnya Aluna menarik tangan Ethan. “Ayo naik!” sembari menarik Ethan tidak sabar ke arah wahana bianglala. Jangan
“Tapi bukankah pemandangannya sangat bagus.” Aluna memandang matahari yang hampir terbenam. “Udaranya juga bagus,” gumam Aluna. Cup! Aluna menoleh ketika mendapatkan ciuman dari samping. “Lebih bagus melihatmu tidak menggunakan apapun,” balas Ethan di luar nalar. Aluna memejamkan mata. Menahan kekesalannya sejenak. “Ah sudahlah lelah aku.” Aluna bersandar. Menarik tangannya yang peluk oleh Ethan. Ethan menatap Aluna dari samping. “Kau marah?” Sambil mencolek pipi Aluna. “Kau marah?” Menoel-noel pipi Aluna gemas. “IH!” Aluna melotot. “Eh-eh..!” mulai berputar lagi. Ethan sendiri yang heboh. Menarik lengan Aluna dan kembali memeluknya. Aluna tidak jadi marah karena melihat Ethan yang begitu konyol. “Jangan tertawa!” Ethan yang takut tapi berusaha galak. Bahkan tangannya semakin memeluk Aluna dengan erat. Aluna malah tertawa begitu lebar. “Menyenangkan!” Untuk sejenak Ethan menatap Aluna yang tertawa begitu lebar. Karena jarang sekali wanita itu terseny
“Aluna aku pusing,” keluh Ethan saat mereka berada di parkiran mobil. “Perutku mual.” Ethan memegang perutnya. “Mual? Mau muntah?” Aluna mendekat. Ia mengusap kening Ethan yang berkeringat. Ethan menggeleng. “Tidak. Seperti anak kecil saja muntah.” Aluna mengusap lagi keringat di wajah Ethan. Ethan benar-benar berkeringat banyak. Maka dari itu, Aluna kawatir. “Muntah saja jika ingin Ethan.” Ethan memejamkan mata. Tapi rasanya memang benar-benar mual. Akhirnya ia benar-benar muntah. “Huek! Huek!” Aluna memijit bahu Ethan dari belakang. “Sebentar.” Masuk ke dalam mobil dan mengambil air putih. Kemudian keluar dan menyuruh Ethan untuk minum air dulu. Glek! Ethan menghela nafas. Berkacak pinggang dan merasa malu. Bisa-biasanya muntah hanya karena naik wahana anak-anak seperti itu. Aluna mendongak. “Tidak masalah. Tidak masalah…” ucapnya. Mengusap kening Ethan yang berkeringat. “Ingin muntah lagi?” Ethan menggeleng. Aluna berjinjit. Melepaskan kancing t
21++ Semalaman Aluna menjaga Ethan yang sakit. Pagi harinya. Aluna bangun lebih awal. Setelah membuat sarapan ia meletakkan di atas nakas dan membangunkan Ethan. “Bagaimana kalau tidak usah masuk dulu? Aku akan menghandle jadwal kamu hari ini.” Aluna mengusap pipi Ethan. “Hm.” Ethan mengangguk pasrah. “Istirahat saja di rumah. Aku akan siap-siap berangkat.” Aluna hendak pergi tapi Ethan menahan tangannya. “Jangan pergi..” Ethan memeluk lengan Aluna. Aluna menghela nafas. ‘Benar-benar persis Gio.’ Aluna tidak bisa mengelak bahwa Gio memang duplikatnyaEthan. Tingkah mereka sama. Saat sakit, Gio sangat manja. Tidak mau ditinggal, selalu minta dipeluk. Apapun harus disediakan. Bahkan Aluna tinggal pergi sebentar bisa teriak-teriak memanggil. Ethan pun sama. Sepanjang malam Aluna menjaga pria itu. Tidak mau ditinggal sedetikpun, bahkan ke toilet. Harus dipeluk. Kalau tidak dipeluk akan dikejar sampai di ujung ranjang sekalipun. Tingkah mereka memang sama persis.
21++ Tapi Aluna tiba-tiba terpekik saat tiba-tiba tubuhnya diangkat. Belum sempat protes. Bibir Aluna lebih dulu disumpal oleh ciuman Ethan. Ethan membawanya ke kamar mandi. Di sanalah Ethan mengguyur tubuh mereka menggunakan air dingin. “Ini dingin Ethan!” “Maka kita yang harus panas.” Ethan menarik tengkuk Aluna dan kembali mencium bibir Aluna. Ethan menarik dirinya. Jemarinya mengusap bibir bawah Aluna. “Milikku menginginkanmu.” Memasukkan jemarinya ke dalam bibir Aluna. Aluna menuruti keinginan Ethan. Ia menghisap jemari pria itu yang berada di dalam mulutnya. “Lakukan tugasmu sayang.” Menatap Aluna. Keduanya memang dilanda hasrat yang panas. Aluna berlutut. Berhadapan langsung dengan milik Ethan. Pertama ia memegangnya. Saat memegangnya, Aluna mendongak. Menatap wajah Ethan yang menikmati sentuhannya. “Bagus Aluna…” geram Ethan. “Lakukan dengan bibirmu!” titahnya seakan mutlak. Aluna menuritinya. Aluna menjilat milik Ethan seperti sebuah permen. S
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve
21++ Memborgol kaki Agatha dengan sisi ranjang. Hingga kedua kaki Agatha terbuka dengan lebar. Agatha benar-benar tidak bisa bergerak. Matanya juga tertutup semuanya gelap. Namun ia menunggu apa yang akan dilakukan pria itu. Gio memasukkan jemarinya ke dalam milik Agatha. menekannya hingga membuat Agatha bergerak gelisah… “Ahh!” Agatha membuka bibirnya. Gio tersenyum miring. “Kau suka?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Aku suka..” lirihnya. Gio menggerakkan jarinya maju mundur—menggoda milik Agatha. Agatha tidak bisa menahannya lagi—sampai pelepasannya datang juga. “Ahh!” desah Agatha ketika milik Gio mulai memenuhi miliknya. “Gio ahh!” Gio bergerak menghujam agatha lagi. Tangannya terulur mengusap pipi Agatha… Memasukkan jemarinya ke dalam bibir wanita itu. Gio terus bergerak menghujam Agatha. memenuhi milik wanita itu dengan miliknya terus menerus. Sampai ia menarik borgol di kaki Agatha. Ia mengangkat satu kaki Agatha dan kembali menghujam milik wanita i
21++ “Sayang ahh ohhh!” Gio menekan miliknya ke dalam mulut Agatha. Membuat Agatha terdorong sampai membentur pantry. Tapi untungnya telapak tangannya bergerak dengan cepat melindungi belakang kepala Agatha. Agatha melakukan tugasnya—membuat Gio semakin tergila-gila dengannya. Agatha pastikan, Gio akan semakin menyukainya. “babe..” Gio menggerakkan pinggulnya maju mundur. “Ahh babe… kau nikmat ohh!” Gio menarik Agatha kemudian menyatukan miliknya ke dalam milik Agatha. Menarik satu kaki Agatha—membawanya ke atas. Kemudian pelan-pelan menghujam milik Agatha. Tubuh Agatha terguncang.. kedua dadanya bergerak dengan pergerakan pria itu. Agatha hanya bertopang pada meja pantry sementara Gio yang terus menghujamnya. Gio menarik pinggangnya dan memutar tubuhnya. kembali menghujamnya dari belakang. Salah satu tangannya di bawa ke belakang. Gio memang mengendalikan permainan ini. Tidak berhenti sebelum dirinya puas. Meskipun Agatha kelelahan. Tapi Agatha merutuk or
21++ “Kau ingin kita menjadi apa?” tanya Gio. Agatha mengedikkan bahu. Dasar tidak peka. Agatha menggerutu dalam hati. “Lupakan saja.” Agatha mengalunkan tangannya di leher Gio. “Tapi aku berterima kasih karena kau mau melakukan hal sebanyak itu. Aku hanya tidak menyangka kau melakukannya untukku.” Gio mengusap pinggang Agatha pelan. “Jika kau menurut, aku akan melakukan apapun…” Jemarinya mengusap bibir bawah Agatha. “Menurut padaku… kau akan mendapatkan keuntungan lebih banyak.” Agatha mengernyit. “Aku sudah menurut…” Gio tersenyum miring. “Tidak sepenuhnya.” Agatha berpikir lebih dalam. Ia sudah menuruti keinginan Gio. Semuanya…. Lalu apa yang diminta oleh pria itu. Agatha pun tidak tahu apa arti kata menurut itu di bagi Gio. Agatha mengedikkan bahu. “Aku merasa, aku sudah menurut dan melakukan apapun yang kau mau.” “Itu menurutku tapi tidak bagiku.” Gio benar-benar membuatnya bingung. Agatha perlahan naik ke atas pangkuan pria itu. Kemudian memiri
Ketika masuk ke dalam penthouse. Agatha disambut oleh bau masakan. Ketika melhat dapur—ia melihat pria yang tampan sedang memasak. Dengan lengan kemeja yang dilipat sampai siku. Pria itu terlihat fokus memasak. Entah apa yang dimasak. Gio hanya menatap Agatha sekilas dan kembali memasak. “Kau sudah pulang?” tanyanya. Agatha mengangguk. Gio mengacuhkannya. Agatha mendekat dan memeluk pria itu dari belakang. Memeluk pinggang pria itu dengan kedua tangannya. Agatha menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Jangan menggangguku. Aku akan menyelesaikannya dahulu.” Alhasil Agatha diam—tapi dia masih memeluk pria itu. Jadi, Gio memasak dengan Agatha yang selalu mengekorinya. Mengaduk masakannya—sampai menyajikan masakannya. Agatha masih menempel padanya. setelah itu barulah Gio memutar tubuhnya. “Ada apa?” tanya Gio. “Tapi sebelum kau berbicara, lebih baik makan dulu. aku yakin ada banyak yang ingin kau bicarakan.” Agatha menyipitkan mata. Kemudian mengambil duduk
Agatha baru saja menyelesaikan rapat bulanan bersama pegawainya. Ia masuk ke dalam ruangannya. Menerima satu telepon dari pak Rudi. “Apa anda sudah menyiapkan semua hal yang aku butuhkan?” tanya Agatha. Pak Rudi mengangguk. “Aku sudah menyiapkan berkas-berkasnya.” “Bagaimana dengan orang-orang?” tanya Agatha. “Apa aku harus menjilat mereka?” “Tidak usah. Gio sudah mengurusnya.” Agatha mengernyit. “Bagaimana?” tanya Agatha yang bingung. “Dia tidak memberitahuku apapun.” “Gio melakukan apapun untuk membantumu.” Agatha masih tidak mengerti. ia berdiri dari duduknya. Kemudian berkacak pinggang. “Aku tidak mengerti. Aku hanya meminta padanya untuk melindungiku dan memihakku ketika rapat diadakan. Apa dia bertindak sangat jauh?” “Benar. Dia bertindak sangat jauh. Itu dilakukannya untuk membantumu.” Agatha megusap wajahnya kasar. “Bagaimana dia melakukannya.” “Tunggu!” Agatha menggeleng pelan. “Apa anda berbicara dengan Gio.” “Ya. Aku berbicara dengannya. dia menje