Jaslan mengirim pesan kepada William. ‘Aku mengizinkan Serena menjengukmu. Sambut dia dengan tangan terbuka. Maksudku, peluk erat. Siapa tau bisa lebih menguatkan syaraf-syaraf bagian bawah tubuhmu.’“Sial!” umpat William kesal setelah membaca pesan sahabatnya. Ia lalu membalas cepat.‘Jangan katakan apa pun pada Edith. Ia pasti akan menertawakanku. Aku bisa membayangkan ledakan tawanya yang mengejekku.’Tanpa menungu balasan pesan dari Jaslan, William meletakkan telepon genggamnya di meja nakas di samping ranjang hidrolik. Ia lalu meminta Keyna untuk membantunya berganti pakaian dan berdandan. Tentu saja ia tidak ingin Serena melihatnya begitu menyedihkan.Serena Arabelle adalah wanita yang menulis banyak surat dengan amplop merah muda untuk William. Keyna langsung mengingat itu saat tuannya berkata ia akan menerima kunjungan seorang wanita. Perawat itu menyaksikan Serena mencium akrab tuannya dan duduk di sisi ranjang William.Tak mau mengganggu, Keyna keluar dari kamar perawatan. S
Malam itu Keyna tidak dapat tidur. Kamar luas yang ia tempati dengan ranjang besar yang mewah sangat nyaman. Terlalu nyaman untuknya yang terbiasa tidur di pojok ruangan dengan sofabed. Namun bukan itu juga yang membuatnya terus terjaga, melainkan rasa khawatir pada William.Bagaimana jika suami pura-puranya itu tiba-tiba mengalami ketegangan otot? Atau tekanan darahnya meningkat atau sesak napas? Keyna benar-benar khawatir. Jika terjadi serangan mendadak, terlambat beberapa detik saja bisa berakibat fatal bagi William.Apalagi, wanita itu juga memikirkan ucapan Louis. Tidak masuk akal baginya, pemuda itu merestui hubungan pernikahannya dengan William. Tetapi, ia juga tidak berani menerka ke mana arah pembicaraan putra bungsu tuannya tersebut.Beberapa jam kemudian, Keyna kembali ke kamar William. Ia mengintip perlahan ke dalam ruang perawatan. Serena tidak juga bangun. Dengan mengendap-endap, wanita itu mendekati ranjang hidrolik, membalik posisi tubuh tuannya dan keluar kamar kembal
William dan Bastian saling melirik. Hening sejenak. Kemudian, bilioner itu menjawab, “Maksudnya ujian untuk menjadi terapis fisioterapi, Lou. Keyna membutuhkan sertifikat untuk melatih otot-ototku.”“Jadi, setelah mendapat sertifikat, Keyna sendiri yang akan melatih Daddy?”“Ya, betul, seperti itu.”“Syukurlah. Keyna memang perawat yang cekatan dan cerdas. Daddy lebih cocok ditangani oleh Keyna dibanding terapis-terapis lain.”Sambil menunggu telepon mereka dibalas Keyna atau Dokter Jaslan, Louis mencari-cari di internet tentang salep-salep yang tersedia. Namun, semakin lama membaca, ia semakin pusing saja.Lalu, telepon genggam Bastian berdering. Nama Dokter Jaslan tertera pada layar. Pelayan setia itu segera memberikan teleponnya kepada Louis.“Uncle Jaslan,” sapa Louis.“Ya, Lou. Ada apa? Maaf, tadi, Uncle sedang mengawasi ujian mahasiswa,” balas Jaslan.Louis terdiam sejenak mendengar pernyatan Jaslan. Namun kemudian, langsung ke pokok masalah setelah mendengar, sahabat Daddy-nya
William tersenyum penuh haru mendapat pernyataan dari putra bungsunya. Dalam hati ia berjanji untuk tekun berlatih otot agar dapat berjalan kembali. Melawan sisa-sisa racun dalam tubuh yang menyebabkan dirinya lumpuh.“Jadi, Daddy sudah mendukungku menjadi pembalap kan?”“Sesungguhnya masih terasa berat bagi Daddy. Tetapi, Daddy akan mencoba untuk mengerti bahwa obsesimu memang ke arah sana.”Wajah Louis ceria. “Itu sudah cukup. Terima kasih, Dad. Aku juga belajar bisnis dari pertandingan ini lho, Dad.”“Bisnis bagaimana?”“Yaah … banyak yang menawarkan kerjasama. Menjadi sponsor atau iklan sebuah produk automatif. Mobil yang aku pakai nanti saat bertanding juga merupakan mobil sponsor.”Kepala William mengangguk-angguk. “Siapa yang mengurusi semua kontrakmu?”“Managerku, Dad.”“Kapan-kapan kenalkan dia pada Daddy.”“Siap, Dad. Aku akan memintanya datang ke sini nanti. Mungkin dia juga perlu banyak belajar bisnis dari Daddy karena dia mengaku sudah mulai kewalahan dengan semakin banya
Akhir minggu ini, Keyna tidak kuliah. Setelah ujian, ia mendapatkan libur selama tiga hari. Akhirnya, setelah membilas diri dan berpakaian, wanita itu bermalas-malasan di sofa kamar dan menonton televisi.Sebenarnya ia ingin sekali menengok keadaan tuannya. Namun, mengingat masih ada Serena yang pastinya akan menghalangi dengan segala kesombongannya, ia memilih tetap di dalam kamar. Paling tidak, semua rutinitas dan kegiatan William sudah ia catat dan berikan pada Bastian.Meski demikian, dengan alasan tanggung jawab, akhirnya Keyna menanyakan keadaan William pada Bastian. Pelayan setia itu hanya mengatakan bahwa William sedang sarapan bersama Serena dan Louis di ruang makan.Sementara itu, di ruang makan.“Bagaimana iritasi kulitnya, Dad? Sudah membaik?” tanya Louis penuh perhatian.“Sepertinya semakin parah karena terasa perih dan agak gatal,” keluh William.“Aku sudah memberikan salep, kok,” tukas Serena.“Apa sebelum diberi salep, iritasinya dibersihkan dulu dengan steril water?”
Wajah Keyna maupun William memerah secara bersamaan. Walaupun mereka tau, Louis hanya sedang bercanda. Tetapi, keduanya merasa malu mendengar ucapan pemuda tersebut.“Ngawur kamu, Lou!” desis William.“Bercanda, Dad. Lagipula, bukankah itu hal yang baik jika ternyata benar Daddy sudah bisa bercinta?”“Bisakah kamu mengganti topik pembicaraan ini? Lagipula, bukankah tadi kamu sudah pamit akan pergi? Mengapa masih di sini?”“Tidak jadi, Dad. Itu sebabnya aku mencari Daddy. Sepertinya, aku harus pergi ke Jerman besok pagi untuk daftar ulang perlombaan,” ucap Louis.William mengembuskan napas berat. Ia baru saja akrab dengan putra bungsunya itu. Namun, kini, lelaki muda itu sudah harus kembali beraktifitas.“Jadi pertandingan balapnya nanti akan diadakan di Jerman?”“Betul, Dad.”“Kapan?”“Enam bulan lagi.”William mengangguk. “Apa ada yang bisa Daddy bantu?”“Ada!”“Apa?”“Berlatihlah dengan keras agar nanti Daddy benar-benar dapat melihatku bertanding di sirkuit.”Lelaki yang hampir ber
Keesokan harinya, ranjang dengan matras orthopaedic datang. Matras tersebut agak keras namun baik untuk kesehatan tulang punggung. Terdapat palang-palang yang bisa diatur di sekeliling ranjang tersebut. Palang-palang itu akan digunakan sebagai pegangan William saat akan berganti posisi.Hari ini, terapi William berfokus pada penggunaan palang-palang di ranjang. Keyna mengajari suami pura-puranya membalik tubuh dengan tumpuan kedua tangannya. sedikit demi sedikit, lelaki itu mulai bisa menyeret tubuh bagian bawahnya.William benar. Ranjang itu lebih nyaman ditiduri. Ranjang hidrolik kini telah dikeluarkan dari kamar. Sehingga hanya ada satu ranjang di sana. Sofabed yang digunakan Keyna tetap berada di pojok ruangan.Seharusnya Keyna merasa lega karena tidak perlu bersempit-sempit berbaring berdua dengan William. Namun, ia malah merasa kehilangan. Biasanya tanpa sadar, William menggenggam tangannya atau kakinya bergeser merapat kepada kakinya. Karena ranjang baru ini lebih besar, otomat
“Jadi, Daddy tidak dapat memilih sendiri? Kalian tidak percaya pada pilihan Daddy?”“Seperti Serena itu?” tanya Sacha seraya mencebikkan bibirnya.“Kamu belum pernah bertemu dengannya. Kenapa kamu seperti membencinya, Sacha,” ucap William sambil terkekeh.“Sacha pernah bertemu di kantor Daddy, kok. Dia bergaya seolah dia telah menjadi istri syah Daddy. Menyebalkan!”“Oh ya? Kapan itu?”“Satu minggu setelah kami di sini. Aku dan Kak Fred sedang bekerja di perusahaan Daddy dan tiba-tiba saja ia muncul seperti hantu di siang bolong.”William spontan menyemburkan tawanya. Lelaki itu lalu mendengar bagaimana pertemuan pertama Sacha dan Fred dengan Serena.“Daddy tidak serius ‘kan dengan wanita itu?”“Tidak. Kamu juga pasti sudah mendengar kabar bahwa Daddy mengusir Serena dari mansion ini, bukan?”“Iya. Tetapi, Louis hanya bercerita singkat tentang itu.”“Intinya Daddy dan Serena sebenarnya tidak memiliki hubungan khusus. Hanya, Serena selalu berpikir bahwa suatu saat Daddy akan melamarnya
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan