Share

Bab 109

Author: Syaard86
last update Last Updated: 2025-03-12 22:05:56

Pagi itu, Juan duduk di ruang kerjanya di rumah, menatap beberapa dokumen di meja. Ia sedang menyusun proposal untuk mendirikan firma hukumnya sendiri. Meski sudah bertahun-tahun menjadi pengacara handal, memulai sesuatu dari nol tetap terasa menantang. Namun, kali ini, ia tidak sendiri.

Dini datang membawa secangkir kopi dan meletakkannya di meja. “Aku tahu kamu pasti butuh ini,” katanya dengan senyum hangat.

Juan menatapnya dengan penuh rasa terima kasih. “Seperti biasa, kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan.”

Dini duduk di kursi di seberangnya dan menatap tumpukan dokumen. “Jadi, bagaimana rencananya? Kamu sudah menentukan lokasi?”

Juan menghela napas sambil menyandarkan tubuhnya. “Aku sudah melihat beberapa tempat. Tapi aku ingin sesuatu yang lebih strategis, tidak terlalu besar untuk permulaan, tapi cukup representatif.”

Dini berpikir sejenak. “Bagaimana kalau kita mencari tempat yang dekat dengan pusat bisnis tapi juga mudah diakses oleh masyarakat umum? Karena k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 110

    Juan berdiri di depan sebuah gedung tiga lantai yang masih dalam tahap renovasi. Plang besar bertuliskan "Juan & Associates Law Firm" terpampang di depan, menandakan langkah barunya dalam dunia hukum. Hari ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—bukan hanya untuknya, tapi untuk banyak orang yang membutuhkan keadilan. Di sampingnya, Dini menggenggam tangannya erat, matanya berbinar melihat impian Juan semakin nyata. “Aku masih tak percaya kita ada di sini,” ucapnya dengan nada penuh kebanggaan. Juan mengangguk sambil tersenyum. “Semua ini tidak akan mungkin terjadi tanpa dukunganmu.” Mereka melangkah masuk ke dalam, melewati beberapa pekerja yang sibuk mengecat dinding dan memasang rak buku di ruang utama. Juan telah menginvestasikan banyak hal untuk membangun firma hukum ini, tapi lebih dari itu, ia ingin menciptakan tempat di mana hukum bisa diakses oleh semua orang—bukan hanya mereka yang mampu membayar mahal. Saat mereka tengah berbincang, seorang pria paruh baya

    Last Updated : 2025-03-12
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 111

    Pagi itu, matahari bersinar lembut di atas gedung firma hukum *Juan & Associates Law Firm*. Hari ini menandai babak baru dalam hidup Juan, dan ia merasa seperti seorang prajurit yang baru saja memasuki medan perang. Dengan setelan jas rapi dan berkas-berkas di tangannya, ia melangkah mantap ke dalam ruangannya. Dini, yang sejak pagi telah menyiapkan bekal makan siang untuknya, tersenyum bangga. “Hari ini sidang pertamamu sebagai pemilik firma, kan?” tanyanya sambil menyerahkan kotak makan siang yang telah dihias rapi. Juan mengangguk, menerima bekal itu dengan penuh rasa terima kasih. “Ya, kasus ini penting, Din. Ini bukan sekadar kasus bisnis biasa, tapi soal hak seorang ibu yang ditinggalkan begitu saja oleh suaminya yang kaya dan berkuasa. Aku harus memastikan dia mendapatkan keadilan.” Dini menggenggam tangannya erat. “Kamu bisa melakukannya. Kamu selalu berjuang untuk yang benar.” Setelah mencium kening Dini dan mengucapkan selamat tinggal pada Dean, Juan bergegas ke

    Last Updated : 2025-03-13
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 112

    Pagi itu, Juan sudah bersiap lebih awal dari biasanya. Setelan jasnya rapi, dasinya terpasang sempurna, dan tatapannya penuh tekad. Dini memperhatikan dari dapur sambil menyiapkan sarapan untuk Dean, menyadari betapa bersemangatnya suaminya pagi ini. “Kamu kelihatan berbeda hari ini,” kata Dini sambil meletakkan secangkir kopi di meja. Juan mengambil cangkir itu dan tersenyum. “Hari ini ada sidang penting. Ini bisa menjadi tonggak besar untuk karierku.” Dini mengangguk mengerti. “Aku yakin kamu akan melakukannya dengan baik. Kamu selalu memberikan yang terbaik dalam setiap kasus.” Sebelum berangkat, Juan mencium kening Dini dan mengusap kepala Dean yang masih mengunyah rotinya. “Doakan Ayah, ya, Nak.” Dean mengangkat kepalan tangannya dengan penuh semangat. “Semangat, Ayah! Kamu pasti menang!” Juan tertawa dan mengangguk. “Terima kasih, jagoan.” Di ruang sidang, suasana begitu tegang. Kasus yang ditangani Juan kali ini melibatkan seorang klien yang dituduh melakuk

    Last Updated : 2025-03-13
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 113

    Juan duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan berkas yang tersusun rapi di atas meja. Sebagai pengacara handal, tanggung jawabnya semakin besar. Kasus yang ia tangani bukan hanya tentang memenangkan perkara, tetapi juga tentang menegakkan keadilan bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya. Namun, malam ini pikirannya bukan hanya soal pekerjaan—ada hal lain yang lebih besar yang sedang ia rencanakan. Pintu terbuka pelan, dan Dini muncul dengan secangkir kopi di tangannya. “Sejak tadi kamu belum keluar dari sini. Pasti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan,” katanya sambil meletakkan cangkir itu di meja. Juan menghela napas dan tersenyum kecil. “Aku memikirkan sesuatu yang penting. Sesuatu yang akan mengubah hidup kita.” Dini mengernyitkan dahi. “Apa itu?” Juan menatap istrinya dalam-dalam. “Aku ingin membangun firma hukum sendiri.” Mata Dini sedikit membesar. “Kamu serius?” Juan mengangguk. “Selama ini aku bekerja di firma orang lain, menangani banyak kasus, tapi a

    Last Updated : 2025-03-14
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 114

    Malam itu, Dini duduk di tepi tempat tidur, mengelus perutnya yang mulai membuncit. Rasa bahagia dan haru bercampur menjadi satu. Di sampingnya, Juan baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Ia tersenyum melihat istrinya yang tampak termenung. “Kamu kenapa?” Juan bertanya seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dini menghela napas pelan, lalu tersenyum. “Aku hanya nggak menyangka waktu berjalan secepat ini. Rasanya baru kemarin aku masih takut untuk menjalani semua ini, dan sekarang… kita menunggu kelahiran anak kedua.” Juan duduk di sebelahnya, menggenggam tangan Dini dengan hangat. “Aku juga tidak menyangka akan sejauh ini. Dulu, aku hanya seorang pengacara yang sibuk dengan pekerjaannya, sementara kamu adalah perempuan yang terus mencoba menghindariku.” Dini terkekeh, mengingat bagaimana dulu ia begitu ragu dengan perasaannya sendiri. “Aku nggak nyangka bisa sebahagia ini bersamamu, Juan.” Juan tersenyum kecil, lalu perlahan membaringkan k

    Last Updated : 2025-03-14
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 115

    Pagi yang cerah menyambut keluarga kecil itu dengan suasana hangat. Juan, yang biasanya sibuk dengan pekerjaannya sebagai pengacara, memilih untuk mengambil cuti hari ini. Ia ingin menghabiskan waktu bersama Dini dan Dean, terutama karena kondisi Dini yang sedang hamil membuatnya ingin lebih banyak berada di sisinya. Saat mereka selesai sarapan, Dean tiba-tiba melonjak kegirangan. “Papa, Mama, hari ini kita main ke taman, ya? Aku mau kasih makan ikan di kolam!” Juan melirik ke arah Dini, memastikan apakah istrinya merasa cukup sehat untuk berjalan-jalan. Namun, Dini justru tersenyum dan mengangguk. “Boleh, Sayang. Mama juga butuh udara segar.” Mereka pun bersiap-siap untuk pergi ke taman kota yang tak jauh dari rumah. Dean membawa sekantong kecil roti yang sudah dipotong-potong untuk diberikan pada ikan, sementara Juan menyiapkan air mineral dan beberapa camilan ringan. Sesampainya di taman, Dean langsung berlari menuju kolam ikan dengan penuh semangat. Juan dan Dini mengi

    Last Updated : 2025-03-15
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   bab 116

    Pagi itu, suasana rumah Juan dan Dini terasa begitu hangat. Aroma roti panggang dan kopi memenuhi udara, menambah kenyamanan di dalam rumah mereka yang kini terasa semakin lengkap. Dean duduk di kursinya dengan wajah antusias, sesekali menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu sarapannya disajikan. “Mama, aku mau telur dadar kayak kemarin!” seru Dean dengan semangat. Dini terkikik sambil membalik telur di wajan. “Baik, Nak. Mama buat yang spesial buat kamu.” Sementara itu, Juan duduk di meja makan, membaca beberapa dokumen yang berkaitan dengan kasus yang sedang ditanganinya. Sebagai pengacara handal, dia memang selalu sibuk, tetapi akhir-akhir ini dia berusaha mengatur waktunya agar tidak kehilangan momen-momen berharga bersama keluarga. “Pagi ini kita mau ke mana?” tanya Juan sambil menatap Dini yang sedang sibuk di dapur. Dini menoleh sebentar dan tersenyum. “Aku pikir kita bisa mengajak Dean ke taman bermain. Dia sudah lama ingin naik perahu kecil di danau.” Dean la

    Last Updated : 2025-03-15
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 117

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela besar rumah mereka, menyinari ruang tamu yang hangat. Dini tengah menyiapkan sarapan sementara Juan duduk di meja makan, membaca beberapa dokumen hukum yang perlu ia tinjau sebelum sidang siang nanti. Dean, dengan piyama bergambarkan karakter favoritnya, berlari kecil ke arah meja makan sambil membawa mainannya. “Papa! Lihat, aku punya mobil balap baru!” serunya dengan semangat. Juan menatap putranya dan tersenyum, kemudian meletakkan dokumen di tangannya. “Wah, keren sekali! Siapa yang belikan ini?” “Bunda!” Dean menjawab dengan bangga, lalu berlari ke arah Dini yang sedang menuangkan susu ke gelasnya. Dini terkekeh. “Dia sudah memilih sendiri di toko mainan kemarin. Katanya ingin jadi pembalap.” Juan menggeleng pelan, tertawa kecil. “Anak kita memang semakin pintar.” Setelah sarapan, Juan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Ia berdiri di depan cermin, merapikan dasinya, sementara Dini datang membawa jasnya. “Hari ini ad

    Last Updated : 2025-03-16

Latest chapter

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 128

    Mentari pagi menyinari rumah kecil mereka dengan kehangatan yang lembut. Burung-burung berkicau di luar jendela, membawa suasana yang damai. Hari ini adalah hari yang spesial, hari yang akan menjadi awal dari babak baru dalam kehidupan keluarga kecil mereka. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tangan Juan yang menggenggam tangannya dalam tidur. Ia menoleh dan melihat suaminya yang masih tertidur lelap di sampingnya, dengan napas yang teratur. Ia tersenyum, mengingat semua perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Tiba-tiba, sebuah suara kecil terdengar dari luar kamar mereka. “Mama! Papa! Bangun!” suara Dean terdengar ceria. Juan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum ketika melihat Dini sudah terjaga. “Sepertinya kita harus bangun sebelum Dean menyerbu kamar kita,” katanya dengan suara serak karena baru bangun tidur. Dini terkekeh dan mengangguk. Mereka pun bangkit dan berjalan keluar kamar, di mana Dean sudah berdiri dengan wajah antusias. “Mama, Pa

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 127

    Pagi itu, langit tampak lebih cerah dari biasanya. Sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar, membangunkan Dini yang masih terlelap di sisi Juan. Ia mengerjapkan mata perlahan, lalu menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Wajah Juan terlihat begitu damai dalam tidurnya, berbeda jauh dengan masa-masa ketika mereka harus menghadapi begitu banyak rintangan. Dini tersenyum, mengusap lembut wajah suaminya sebelum perlahan bangkit dari tempat tidur. Usia kehamilannya kini telah memasuki bulan ke delapan, dan setiap harinya ia semakin menyadari bahwa hidup mereka akan segera berubah lagi. Saat ia berjalan ke ruang tamu, Dean sudah duduk di lantai dengan mainan-mainan berserakan di sekelilingnya. Bocah kecil itu menatapnya dengan senyum lebar. “Mama! Aku mimpi ketemu adikku tadi malam!” serunya penuh semangat. Dini terkekeh, lalu duduk di sofa dengan hati-hati. “Oh ya? Bagaimana rupanya?” Dean mengerutkan kening, mencoba mengingat. “Dia kecil, tapi lucu! Dan dia suka t

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 126

    Matahari pagi menyinari rumah mereka dengan lembut, menandai awal hari yang baru. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan di sampingnya. Juan masih tertidur dengan wajah tenang, napasnya teratur. Ia tersenyum kecil, lalu tanpa suara bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Dean sudah terjaga lebih dulu, duduk di lantai sambil bermain dengan mobil-mobilannya. Bocah kecil itu menoleh saat melihat ibunya dan langsung tersenyum lebar. “Mama! Lihat, mobilku bisa jalan sendiri!” katanya antusias, menunjukkan mobil mainan bertenaga baterai yang baru dibelikan Juan kemarin. Dini tertawa kecil dan mengusap kepala Dean. “Hebat, Dean! Tapi jangan berisik dulu, ya. Papa masih tidur.” Dean mengangguk cepat, lalu kembali sibuk dengan mainannya. Sementara itu, Dini menuju dapur, berniat membuat sarapan spesial untuk pagi ini. *** Setelah beberapa saat, aroma harum kopi dan roti panggang mulai menyebar ke seluruh rumah. Juan akhirnya bangun, ber

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 125

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar tidur Juan dan Dini, membangunkan mereka dengan hangatnya. Dini menggeliat pelan, merasa nyaman dalam dekapan suaminya yang masih terlelap. Ia menatap wajah Juan yang tenang saat tidur, lalu tersenyum kecil. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. “PAPA! MAMA! BANGUN!” Dean berlari masuk ke kamar mereka dengan penuh semangat, langsung memanjat tempat tidur dan melompat-lompat di antara mereka. Juan mengerang pelan, membuka satu matanya. “Dean… ini masih pagi…” keluhnya setengah sadar. “Tapi aku lapar!” protes Dean sambil memeluk Dini. “Mama, ayo masak sesuatu yang enak!” Dini tertawa dan mengacak rambut putranya. “Baiklah, baiklah. Mama masak, tapi Dean bantu, ya?” Dean mengangguk antusias, lalu menarik tangan mamanya untuk segera ke dapur. Juan hanya bisa menghela napas dan bangun perlahan, tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. *** Di dapur, Dini dan Dean sibuk membuat pancake. Dean, dengan cel

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 124

    Matahari mulai condong ke barat saat Juan dan Dini tiba di rumah mereka. Setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, keduanya memutuskan untuk pulang lebih awal dan menghabiskan sore dengan Dean. Begitu mereka membuka pintu, suara tawa kecil Dean menggema di dalam rumah. Anak kecil itu berlari ke arah mereka dengan wajah ceria. “Mama! Papa!” seru Dean, tangannya terangkat meminta gendongan. Juan dengan sigap mengangkat Dean ke dalam pelukannya, lalu mengecup pipi mungilnya. “Bagaimana harimu, Nak? Apa kamu bermain dengan baik hari ini?” Dean mengangguk semangat. “Dean main sama Tante Rina! Dia ajarin Dean gambar!” Dini melirik ke ruang tamu dan melihat Rina, sahabatnya, sedang membereskan beberapa kertas gambar yang penuh dengan coretan warna-warni. “Terima kasih sudah menjaga Dean, Rin,” kata Dini sambil mendekati sahabatnya. Rina tersenyum. “Tidak masalah. Dean anak yang pintar dan ceria. Tapi dia terus bertanya kapan Mama dan Papa pulang.” Dini tertawa kecil lalu me

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 123

    Pagi itu, Juan sudah berada di ruang kerjanya, sibuk membaca berkas-berkas kasus yang harus ditangani. Sebagai seorang pengacara handal, ia memang selalu disibukkan dengan berbagai klien, tetapi sejak menikah dengan Dini dan menjadi ayah bagi Dean, ia mulai menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaannya. Di tengah kesibukannya, ponselnya bergetar. Nama Dini muncul di layar, membuatnya tersenyum sebelum segera mengangkatnya. “Halo, sayang,” sapa Juan dengan suara lembut. “Juan, kamu sibuk?” tanya Dini di seberang telepon. “Tidak terlalu. Ada apa?” “Aku butuh bantuanmu… bukan, lebih tepatnya, aku butuh pendapatmu. Bisa ke butik sebentar?” Juan mengerutkan kening, sedikit penasaran. “Ada masalah?” “Bukan masalah, sih. Tapi aku ingin kamu melihat sesuatu. Ayolah, ini penting,” bujuk Dini. Juan menghela napas kecil, lalu tersenyum. “Baiklah, aku akan ke sana dalam lima belas menit.” Setelah merapikan berkas-berkasnya, Juan segera meninggalkan kantornya dan menuju

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 122

    Pagi itu, Juan sudah berdiri di depan cermin, merapikan dasi dengan ekspresi serius. Sejak ia memutuskan untuk lebih seimbang antara karier dan keluarga, ada banyak hal yang harus ia atur. Namun, pagi ini terasa lebih spesial. Dini masuk ke kamar dengan secangkir kopi di tangan, menyandarkan tubuhnya di pintu sambil memperhatikan suaminya yang terlihat gagah dengan setelan jas. “Hari ini sidang penting, ya?” Juan menoleh, tersenyum, lalu mengambil cangkir dari tangan Dini. “Iya. Kasus ini cukup rumit, tapi aku yakin bisa menanganinya.” Dini mendekat, membetulkan kerah kemeja suaminya dengan penuh perhatian. “Aku yakin juga. Kamu selalu bisa menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin.” Juan tersenyum sambil mengecup kening Dini. “Terima kasih, sayang. Dukunganmu selalu jadi kekuatanku.” Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlari menuju kamar mereka. Dean muncul di ambang pintu dengan piyama bergambar dinosaurus, matanya masih mengantuk. “Papa mau pergi?”

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 121

    Pagi itu, matahari mulai naik, menerangi rumah kecil yang kini penuh kehangatan. Dini sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan, sementara Juan masih sibuk di ruang kerjanya, membaca beberapa berkas kasus yang harus ia tangani. Di dapur, Dean yang sudah rapi dengan pakaian bermainnya duduk di kursi tinggi, menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu sarapan. “Mama, hari ini kita mau ke mana?” tanyanya dengan penuh semangat. Dini tersenyum sambil menuangkan susu ke dalam gelas kecil. “Hari ini kita mau ke taman, sayang. Papa juga ikut.” Dean bersorak kecil. “Yeay! Papa ikut!” Juan, yang baru saja selesai dari ruang kerjanya, berjalan ke dapur dengan senyum mengembang. “Siapa yang senang Papa ikut?” tanyanya pura-pura tak tahu. Dean langsung turun dari kursinya dan berlari memeluk Juan. “Aku! Papa janji nggak kerja terus, kan?” Juan menggendong Dean dan mengacak-acak rambutnya dengan lembut. “Papa janji hari ini cuma buat Dean dan Mama.” Dini menatap mereka dengan se

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 120

    Malam di rumah Juan dan Dini terasa begitu tenang. Setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dean, mereka akhirnya bisa duduk berdua di ruang keluarga. Juan sedang membaca sebuah dokumen penting di laptopnya, sementara Dini sibuk menyulam kain dengan motif bunga yang cantik. “Besok kamu ada jadwal sidang lagi?” tanya Dini tanpa mengalihkan pandangannya dari sulamannya. Juan mengangguk. “Iya, kasus ini cukup besar. Aku harus memastikan semua bukti dan argumenku kuat. Lawan kita kali ini cukup licik.” Dini menatap Juan dengan khawatir. “Hati-hati, ya. Kamu tahu aku selalu mendukungmu, tapi aku juga nggak mau kamu terlalu terbebani.” Juan tersenyum, lalu menutup laptopnya dan mendekat ke arah Dini. “Aku tahu. Kamu selalu jadi alasan kenapa aku bisa bekerja dengan baik. Aku nggak akan berlebihan, janji.” Dini tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Juan. “Baiklah. Aku percaya padamu.” *** Keesokan paginya, Juan berangkat lebih awal ke kantornya. Saat tiba, ia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status