"Tuan Muda, sedang apa kau di sini?" tanya Fatta, ia dan Xiao Wang Li datang dari arah perbatasan. "Aku hanya mengunjungi mereka, kenalkan ini Pandu," kata Rama kepada Xiao Wang Li." Dia adalah tamuku, Xiao Wang Li dan Fatta pengawal pribadiku, "kata Rama lagi kepada Pandu dan Pahmi. "Kakak Xiao, kakak Fatta!" Pandu dan Pahmi menangkupkan tangannya, diikuti oleh Xiao Wang Li dan Fatta. "Kalau begitu aku akan pulang, Pandu kau bisa langsung ikut!! Bersiaplah..." kata Rama, Pandu langsung tersenyum penuh semangat dan langsung berlari ke tendanya. "Kau akan pulang Tuan Muda?" tanya pak Rizal. "Iya, hari sudah sangat dingin, lagipula banyak urusan di desa yang perlu kupantau!" kata Rama lagi. "Kalau begitu ini untukmu Tuan Muda!" Pak Rizal memberikan sebuah gantungan dengan bentuk seperti rambut kuda. "Apa ini?" tanya Rama. "Ini adalah kepercayaan kami, bisa melindungi Tuan Muda dari... Naga!!" kata pak Rizal dengan setengah berbisik. "Apakah naga benar-benar ada?" tanya
"Tidak bisa, harga 250 batang emas untuk satu senjata itu sangat mahal!!" Seru Amarta Handayani, kali ini dirinya yang berada di faksi kiri sedang berusaha melawan faksi kanan yang mengajukan pengeluaran untuk senjata. "Bagaimana bisa kau sebut itu mahal? Dengan senjata itu kita bisa melawan bangsa Bar-Bar maupun bangsa lainnya yang ingin menyerbu kerajaan kita!!" kata Raka Adipati dengan sengit, kali ini ia tidak mau kalah."dengan senjata itu, kita bahkan bisa menaklukkan bangsa lain!!" "Apakah senjata yang dimaksud memang sebagus itu?" tanya Pangeran Baskara, ia sedang duduk di kursi bawah Raja. "Yang Mulia, aku melihat langsung keadaan di lapangan, jika bukan Rama Adipati dan pasukannya yang datang menolong dengan senjata itu, maka pasukan kita takkan mampu melawan bangsa Bar-Bar dan sekutunya! Harga 250 batang emas per senjata itu sangat murah, Rama bahkan menjanjikan akan memberikan bonus bom dan pelatihan untuk senjata itu!!" jelas Raka lagi. "Apa mungkin ini hanya akal-ak
"Tuan Muda, ada utusan Kerajaan datang!!" Fatta berlari masuk kedalam greenhouse, Rama yang sedang menikmati teh hangatnya di pagi hari agak terkejut mendengar berita itu, terlebih melihat wajah pucat Fatta, ia terlihat serius dengan perkataannya. "Baiklah, cobalah untuk tenang, dimana mereka sekarang?" tanya Rama. "Di depan Tuan Muda!!" kata Fatta, ia lalu berjalan menuju halaman rumah. Disana sudah ada banyak warga yang berlutut, bahkan bapak dan ibunya juga dalam posisi berlutut. Fatta laku ikut berlutut sementara Rama kebingungan, seseorang lalu turun dari kereta kuda kerajaan, ia adalah Pangeran Baskara, disusul Raka Adipati dan Amarta Handayani. "Berdirilah!!" Perintah Pangeran Baskara, semua orang berdiri ia kemudian menatap Rama. Rama lalu menangkupkan tangannya dengan sopan dengan kepala tertunduk. Semua orang berdiri dan melihat Pangeran Baskara yang begitu gagah. Para prajurit kerajaan langsung membentuk perlindungan di sekitar Pangeran. "Apa kau Rama?" tanya Pangeran
"Nak... Kamu sedang apa?" tanya ibu Sri pada Rama yang sedang mengukur suhu udara malam. "Mengukur suhu bu, udara semakin dingin..." jelas Rama, ia mengambil pengukur suhu dan memasukkannya ke kotak penyimpanan. "Untuk apa nak pengukur suhu itu?" tanya ibu Sri lagi, ia terdengar khawatir dengan apa yang Rama lakukan, terlebih melihat wajah Rama yang serius saat mengukur suhu. "Besok mau berangkat bu ke pusat kerajaan, perjalanannya jauh, jadi aku harus melakukan beberapa persiapan," jelas Rama lagi, ia memberikan senyum terbaiknya saat melihat gurat kekhawatiran di wajah sang ibu. "Ibu khawatir nak, kalau Raja tidak menghargai bakatmu! Ibu khawatir kamu malah tidak disukai..." kata ibu Sri mengutarakan isi hatinya. Rama tersenyum dan merangkul ibunya, "hidup di dunia ini harus siap untuk tidak disukai bu, karena tidak semua orang punya pemikiran yang sama dengan kita, kita hanya perlu lakukan apa yang baik menurut kita dan bisa memberikan manfaat untuk orang lain bu, Do'akan Ra
Pagi sekali Rama sudah bersiap dengan kereta kudanya, Alan dan Fatta akan mengemudikan kereta kuda. Sementara Raka Adipati dan Amarta Handayani berebut untuk ikut di kereta kuda Rama. Padahal kereta kuda Rama sangat besar dan cukup untuk mereka berdua ikut. Meski kereta kuda masih lapang, tapi Eko dan Bani memilih menaiki kuda, untuk berjaga di samping kereta kuda Rama. Sementara Xiao Wang Li berada di dalam kereta bersama Rama, Raka Adipati dan Amarta Handayani. Sedangkan Fatta ingin menemani Alan di bagian kusir. "Rama, kereta kudamu sangat nyaman, hangat, bahkan kereta kuda milik Pangeran tidak sehangat ini, aku jadi kasihan dengan Pangeran, harusnya Pangeran berada di kereta kuda yang nyaman seperti ini." kata Raka dengan ekspresi sedih. "Sersan Fatih pasti tidak akan mengijinkan itu!!" Sahut Amarta, ia tau betul Pangeran juga pasti ingin ikut di kereta kuda Rama, tapi Sersan Fatih selalu mengutamakan keamanannya. Raka Adipati lalu mengangguk, ia juga tau Sersan Fatih sangat
"Pangeran, paman... Aku akan duduk diluar untuk mencari udara segar!" izin Rama, ia lalu duduk di kursi kusir bersama Fatta dan Alan. "Tuan Muda, mengapa kau duduk disini?" tanya Fatta yang melihat heran ketika Rama memilih duduk disamping Alan. "Aku merasa mual, makanya lebih baik aku duduk di luar!" sahut Rama, ia melihat jalan masuk sebuah pedesaan, ada gerbang kecil tinggi di depannya."apa ini desa Gunungasri?"tanya Rama. "Sepertinya begitu Tuan Muda," Sahut Fatta, "aku juga belum pernah kesini." katanya lagi. "Ini memang desa Gunungasri, tapi desa ini terlihat lumayan sepi, dulu terakhir kali aku kesini, desa ini masih sangat ramai!" sahut Alan, ia begitu aneh melihat keadaan desa tak seperti yang dulu ia lihat. "Apa kau pernah jadi pengantar barang juga kesini?"tanya Rama. Alan mengangguk," Dulu sangat ramai kak Rama, karena tempat ini menjadi persinggahan para pengantar!"sahut Alan lagi. Fatta melihat dari arah hutan seorang wanita muda berlari dan dikejar beberapa
"Bug!!" sebuah hempasan tenaga dalam membuat Erik Chu terlempar jauh. Merusak aliran qi yang sudah terkumpul, Erik Chu bahkan menyemburkan darah dari mulutnya. "Guru!!" Bei Wan Li menahan amukan dari gurunya, Guan Xi An. Ketua sekte iblis, saat ini mereka sudah mengumpulkan 5 darah wanita suci, tapi satu wanita berhasil kabur. Membuat Guan Xi An mengamuk, waktu mereka tidak banyak jika ingin mengumpulkan darah wanita suci, darah itu akan digunakan untuk melumpuhkan naga iblis yang akan diambil untuk membangkitkan kembali Raja iblis Merah dari klan sekte iblis yang sudah mati karena dibunuh Shao Ling An dari sekte kegelapan. Saat ini tak ada yang bisa menghalangi mereka karena Shao Ling An sudah mati, tapi nyatanya persembahan mereka malah lari dan dibantu oleh manusia biasa. Membuat Guan Xi An murka, sekte mereka saat ini hanya ada 5 orang termasuk dirinya, tanpa Raja iblis sekte ini takkan berguna dan tidak memiliki pengaruh apapun. "Guru, percayalah, orang itu mampu mengeluarkan
Bejo Gunawan, Walidesa Gunungasri sungguh tidak menyangka akan kedatangan tamu besar, seorang Pangeran kerajaaan Bamaraya, bahkan mereka bercerita sempat berurusan dengan sekte iblis, ia kini menghela napas ketika direndet pertanyaan dari Pangeran yang terlihat penasaran,"Mereka bukan penyihir Pangeran, mereka dari perguruan sekte iblis, perguruan dari bangsa asia mulai menyebar hingga ke kerajaan kita... Awalnya kami senang karena mereka mendatangkan banyak orang yang ingin belajar di perguruan mereka, tapi seiring waktu perguruan itu menyimpang, mereka selalu meminta tumbal setiap bulan darah untuk menambah kekuatan Raja iblis!! Karena itulah, sekte-sekte lain bergabung memusnahkan mereka!"jelas Bejo, "aku tak menyangka kalau sekte itu masih memiliki orang yang setia,setauku Ketua Shao Ling An telah berhasil membunuh Raja iblis," "Mengapa kalian tidak melaporkan ini kepada pihak kerajaan?" tanya Pangeran Baskara lagi. Walidesa Bejo tersenyum pilu, "Pangeran, kami mengirim petisi u