Sesaat Winda melontarkan kata-kata ini, dia berasa tubuh Hengky menjadi tegang beberapa saat. Lalu dia berdiri dan menatap mata Hengky sambil mengujinya, dia berkata, “Aku baru saja mengingat kembali beberapa ingatan, tapi ingatan terlalu terfragmentasi dan aku tidak bisa mengingat semuanya. Dan kenangan itu semua berhubungan dengan semua hal yang terjadi di saat aku masih kecil dan ada yang berhubungan denganmu ….”Kata-kata ini terdengar ambigu. Dia memang mengingat beberapa hal, tapi hal yang dia ingat seharusnya tidak membuat Hengky bereaksi seperti ini. Sepertinya dia melupakan hal penting berhubungan dengan Hengky. Jika ditanyakan langsung, Hengky pastinya tidak akan memberitahunya, dengan ini Winda hanya dapat memancingnya perlahan.Separuh tubuh Hengky diselimuti bayangan, dan ekspresinya campur aduk. Setelah Winda selesai berbicara, dia baru berdiri dari tempat tidur. Dia menatap Winda tanpa ekspresi, tatapannya dalam dan dingin, seolah-olah tidak ada kehangatan sama sekali.“
Winda menarik napas dalam-dalam untuk meredakan rasa sakit yang mencekik hatinya dan memaksakan diri untuk tersenyum dan berkata, “Aku tahu. Sekarang sudah malam. Mari kita tidur, yah?”Pintu kamar sudah terkunci dan Hengky tidak dapat keluar kamar meskipun dia menginginkannya. Dia melirik ke arah Winda dan mulai bersenandung pelan. Mereka berdua lalu berbaring dan mematikan lampu di kamarnya. Keduanya saling berdiam diri dan tidak membahas hal yang barusan terjadi.Winda ingin mendekati Hengky namun terasa ragu-ragu, karena dia masih belum bisa mengumpulkan keberaniannya. Dia hanya bisa melihat punggung pria itu dari kejauhan. Dalam waktu yang tidak dia ketahui, dia akhirnya tertidur dalam keadaan linglung.Di lain sisi, seorang pria berdiri di depan jendela besar bernuansa Perancis, dan menghadap ke pemandangan malam di luar jendela itu. Dia sedang menghisap rokok di mulutnya, sambil mendengarkan suara yang terpancar dari mikrofon.“Hengky sudah memesan tiket pulang untuk penerbangan
Keesokan harinya, Winda terbangun dibangunkan oleh pembantu Pranoto Garden, dan tidak ada keberadaan Hengky di sekitarnya. Dia segera mandi sebentar, mengganti baju dan pergi turun ke bawah. Anton dan Hengky yang sudah berada di restoran, melihat kedatangan Winda, Anton menyuruh pembantunya untuk membawakan sarapan ke meja makan.“Ayah,” sapa Winda dengar hormat, lalu mengalihkan perhatiannya ke orang di sebelahnya, “Hengky, selamat pagi.”Hengky hanya mengangkat alisnya sedikit, dan mengesah. Lalu dia lanjut membaca koran. Melihatnya, Winda tidak ingin mengganggunya lebih lanjut, dia segera melahap sarapannya dengan tenang. Setelah selesai makan, Anton menasehati mereka beberapa hal, lalu pergi ke perusahaannya.Winda kemudian pergi kembali ke kamar untuk mengemas kopernya, lalu pembantunya membantu untuk menaruhnya ke dalam mobil. Seiring waktu berlalu, Hengky memerintahkan supir untuk mengantarnya ke bandara. Dalam hitungan jam, mereka akhirnya sampai di bandara dan memarkir mobilny
“Winda, kamu jangan tertidur ... Buka matamu ...,” ujar Hengky suaranya gemetaran secara rasa takut menyebar dari lubuk hatinya terdalam.Di benaknya terlintas sejumlah gambaran yang tak terhitung jumlahnya, dari suara tembakan, teriakan, dan darah yang mengucur keluar dari ingatannya yang terdalam. Pengalaman dan kenangan menyakitkan itu sangat membebani hati Hengky. Di depan tatapan hanya tersisa sepetak darah merah.Winda berusaha untuk membuka matanya. Dia merasakan rasa sakit yang luar biasa dari tubuhnya dan nyawanya yang perlahan melemah, namun dia tidak takut mati. Tapi malah sebaliknya, dia merasa bersyukur telat berhasil menyelamatkan Hengky.“Untunglah...,” ujar Winda mengulurkan tangannya dengan segenap kekuatannya yang tersisa untuk membelai pipi Hengky. Sambil tersenyum dia melanjutkan, “Bukan kamu yang terluka....”Mendengarnya, mata Hengky memerah, dia sempat ingin memegang tangan Winda, tapi ketika dia ingin menyentuhnya, tangannya terlepas dari pipinya dan jatuh terga
“Santo!” seru Hengky menggertakkan gigi dan berteriak dengan suara yang dalam, “Lima menit! Dia sudah tidak bisa bertahan lagi!”Santo melirik ke belakang melalui kaca spion dan melihat Winda berlumuran darah, melihat itu, hatinya menjadi makin gugup hingga puncaknya. Dia tidak berani menunda sedikit pun dan mengambil jalan pintas menuju rumah sakit.Dekat pusat kota, lalu lintas mulai padat dan Santo hanya bisa membunyikan klaksonnya dengan putus asa, sampai-sampai menerobos arus lalu litnas dan bergegas menuju pintu masuk rumah sakit. Dekan secara pribadi memimpin para dokter dan perawat menunggu di depan gerbang. Begitu mobil Santo berhenti, dia segera berkumpul.Hengky turun dari mobil sambil menggendong Winda dan meletakkannya di ranjang pasien. Dokter dan perawat segera mendorongnya ke dalam rumah sakit, bersiap untuk operasi penyelamatan. “Pak Hengky …,” ujar dekan berjalan ke arah Hengky dan mengulurkan tangannya untuk siap menyapa. Sebelum dia selesai berbicara, Hengky mengac
Hengky tidak dapat mempercayainya. Dia menyandarkan tangannya di atas meja dan melihat dirinya di cermin, dan terus-menerus mengingat adegan berdarah di masa lalunya.Dia memejamkan mata, menggertakkan gigi untuk mencoba menghilangkan semua ini dari pikirannya.Setelah menenangkan diri beberapa menit, dia menyalakan keran dan menggunakan air dingin untuk membersihkan noda darah di wajah dan tangannya, agar tetap bersih.Wanita ini membutuhkan Hengky, dia tidak bisa membiarkannya begitu saja. Dia harus mengungkap orang-orang di balik kejadian, mencegah agar tragedi masa lalu tidak terjadi lagi!Di lain pihak, saat Anton sedang rapat di perusahaannya, dia menerima panggilan telepon dari Hengky. Dia memberi isyarat kepada sekretarisnya untuk berhenti terlebih dahulu, mengangkat teleponnya, dan menjawab telepon, “Ada apa?”"Ayah," suara Hengky terdengar dalam. “Aku curiga, sepertinya orang yang membunuh ibu di saat itu, muncul kembali.”"Apa?!" Jawab Anton yang dalam sekejap berdiri dari ku
Setelah menutup telepon, Hengky keluar dari kamar mandi dan kembali ke pintu masuk ruang operasi.Ketika Santo melihatnya datang, dia melapor, "Pak Hengky, aku sudah memberi perintah. Howard sedang menangani prosedur pengambilan rekaman kamera pengawasan di seluruh kota. Aku yakin mereka akan segera menemukannya.""Katakan pada Howard, tidak peduli cara apa yang dia gunakan, dia harus menemukan orang itu hari ini juga!" Hengky memerintahkan dengan nada dingin, "Kirimkan lebih banyak pengawal ke sini. Mulai sekarang, setiap orang yang masuk dan keluar rumah sakit harus diperiksa dengan cermat. Aku tidak ingin kejadian hari ini terulang kembali."Di saat itu, Santo tidak melihat jelas situasinya. Pada saat dia melihatnya, Winda sudah tertembak, jadi dia tidak tahu bahwa sebenarnya pihak itu sedang mengincar Hengky.“Maksudmu orang ini awalnya mengincar kamu?” tanya Santo mengerutkan kening dan berkata, "Apa kamu curiga kalau masalah ini ada hubungan dengan apa yang terjadi saat itu?"Hen
Anton sudah tinggal di Fontana selama bertahun-tahun hanya untuk mencari tahu kebenaran tentang apa yang terjadi di masa lalu, tetapi dia selalu diganggu dan tidak dapat menemukan apa pun. Dia tidak menyangka orang ini telah mengintainya selama lebih dari satu dekade. Saat ini, orang itu semakin terang-terangan dengan berencana untuk menembak putranya di tempat umum seperti bandara."Sementara waktu, kamu berdiam di rumah sakit, aku akan mengirim pengawal ke sana," kata Anton, tanpa intervensi dia menambahkan, “Sebelum Winda terbangun, kuharap kamu bisa tetap menemani di sampingnya.”“Aku akan tetap berdiam di sini, tapi begitu ada kabar tentang ini, tolong kabari aku secepatnya,” ujar Hengky."Aku akan menghubungi kamu jika ada kabar lebih lanjut," jawab Anton melihat ke arah tangan Hengky yang terluka dan berkata, "Mari kita obati tanganmu terlebih dulu."Hengky mengangguk dan memerintahkan Santo untuk mengambil pakaiannya di dalam mobil, lalu dia mandi di ruang tunggu, membersihkan