Keesokan harinya, Winda terbangun dibangunkan oleh pembantu Pranoto Garden, dan tidak ada keberadaan Hengky di sekitarnya. Dia segera mandi sebentar, mengganti baju dan pergi turun ke bawah. Anton dan Hengky yang sudah berada di restoran, melihat kedatangan Winda, Anton menyuruh pembantunya untuk membawakan sarapan ke meja makan.“Ayah,” sapa Winda dengar hormat, lalu mengalihkan perhatiannya ke orang di sebelahnya, “Hengky, selamat pagi.”Hengky hanya mengangkat alisnya sedikit, dan mengesah. Lalu dia lanjut membaca koran. Melihatnya, Winda tidak ingin mengganggunya lebih lanjut, dia segera melahap sarapannya dengan tenang. Setelah selesai makan, Anton menasehati mereka beberapa hal, lalu pergi ke perusahaannya.Winda kemudian pergi kembali ke kamar untuk mengemas kopernya, lalu pembantunya membantu untuk menaruhnya ke dalam mobil. Seiring waktu berlalu, Hengky memerintahkan supir untuk mengantarnya ke bandara. Dalam hitungan jam, mereka akhirnya sampai di bandara dan memarkir mobilny
“Winda, kamu jangan tertidur ... Buka matamu ...,” ujar Hengky suaranya gemetaran secara rasa takut menyebar dari lubuk hatinya terdalam.Di benaknya terlintas sejumlah gambaran yang tak terhitung jumlahnya, dari suara tembakan, teriakan, dan darah yang mengucur keluar dari ingatannya yang terdalam. Pengalaman dan kenangan menyakitkan itu sangat membebani hati Hengky. Di depan tatapan hanya tersisa sepetak darah merah.Winda berusaha untuk membuka matanya. Dia merasakan rasa sakit yang luar biasa dari tubuhnya dan nyawanya yang perlahan melemah, namun dia tidak takut mati. Tapi malah sebaliknya, dia merasa bersyukur telat berhasil menyelamatkan Hengky.“Untunglah...,” ujar Winda mengulurkan tangannya dengan segenap kekuatannya yang tersisa untuk membelai pipi Hengky. Sambil tersenyum dia melanjutkan, “Bukan kamu yang terluka....”Mendengarnya, mata Hengky memerah, dia sempat ingin memegang tangan Winda, tapi ketika dia ingin menyentuhnya, tangannya terlepas dari pipinya dan jatuh terga
“Santo!” seru Hengky menggertakkan gigi dan berteriak dengan suara yang dalam, “Lima menit! Dia sudah tidak bisa bertahan lagi!”Santo melirik ke belakang melalui kaca spion dan melihat Winda berlumuran darah, melihat itu, hatinya menjadi makin gugup hingga puncaknya. Dia tidak berani menunda sedikit pun dan mengambil jalan pintas menuju rumah sakit.Dekat pusat kota, lalu lintas mulai padat dan Santo hanya bisa membunyikan klaksonnya dengan putus asa, sampai-sampai menerobos arus lalu litnas dan bergegas menuju pintu masuk rumah sakit. Dekan secara pribadi memimpin para dokter dan perawat menunggu di depan gerbang. Begitu mobil Santo berhenti, dia segera berkumpul.Hengky turun dari mobil sambil menggendong Winda dan meletakkannya di ranjang pasien. Dokter dan perawat segera mendorongnya ke dalam rumah sakit, bersiap untuk operasi penyelamatan. “Pak Hengky …,” ujar dekan berjalan ke arah Hengky dan mengulurkan tangannya untuk siap menyapa. Sebelum dia selesai berbicara, Hengky mengac
Hengky tidak dapat mempercayainya. Dia menyandarkan tangannya di atas meja dan melihat dirinya di cermin, dan terus-menerus mengingat adegan berdarah di masa lalunya.Dia memejamkan mata, menggertakkan gigi untuk mencoba menghilangkan semua ini dari pikirannya.Setelah menenangkan diri beberapa menit, dia menyalakan keran dan menggunakan air dingin untuk membersihkan noda darah di wajah dan tangannya, agar tetap bersih.Wanita ini membutuhkan Hengky, dia tidak bisa membiarkannya begitu saja. Dia harus mengungkap orang-orang di balik kejadian, mencegah agar tragedi masa lalu tidak terjadi lagi!Di lain pihak, saat Anton sedang rapat di perusahaannya, dia menerima panggilan telepon dari Hengky. Dia memberi isyarat kepada sekretarisnya untuk berhenti terlebih dahulu, mengangkat teleponnya, dan menjawab telepon, “Ada apa?”"Ayah," suara Hengky terdengar dalam. “Aku curiga, sepertinya orang yang membunuh ibu di saat itu, muncul kembali.”"Apa?!" Jawab Anton yang dalam sekejap berdiri dari ku
Setelah menutup telepon, Hengky keluar dari kamar mandi dan kembali ke pintu masuk ruang operasi.Ketika Santo melihatnya datang, dia melapor, "Pak Hengky, aku sudah memberi perintah. Howard sedang menangani prosedur pengambilan rekaman kamera pengawasan di seluruh kota. Aku yakin mereka akan segera menemukannya.""Katakan pada Howard, tidak peduli cara apa yang dia gunakan, dia harus menemukan orang itu hari ini juga!" Hengky memerintahkan dengan nada dingin, "Kirimkan lebih banyak pengawal ke sini. Mulai sekarang, setiap orang yang masuk dan keluar rumah sakit harus diperiksa dengan cermat. Aku tidak ingin kejadian hari ini terulang kembali."Di saat itu, Santo tidak melihat jelas situasinya. Pada saat dia melihatnya, Winda sudah tertembak, jadi dia tidak tahu bahwa sebenarnya pihak itu sedang mengincar Hengky.“Maksudmu orang ini awalnya mengincar kamu?” tanya Santo mengerutkan kening dan berkata, "Apa kamu curiga kalau masalah ini ada hubungan dengan apa yang terjadi saat itu?"Hen
Anton sudah tinggal di Fontana selama bertahun-tahun hanya untuk mencari tahu kebenaran tentang apa yang terjadi di masa lalu, tetapi dia selalu diganggu dan tidak dapat menemukan apa pun. Dia tidak menyangka orang ini telah mengintainya selama lebih dari satu dekade. Saat ini, orang itu semakin terang-terangan dengan berencana untuk menembak putranya di tempat umum seperti bandara."Sementara waktu, kamu berdiam di rumah sakit, aku akan mengirim pengawal ke sana," kata Anton, tanpa intervensi dia menambahkan, “Sebelum Winda terbangun, kuharap kamu bisa tetap menemani di sampingnya.”“Aku akan tetap berdiam di sini, tapi begitu ada kabar tentang ini, tolong kabari aku secepatnya,” ujar Hengky."Aku akan menghubungi kamu jika ada kabar lebih lanjut," jawab Anton melihat ke arah tangan Hengky yang terluka dan berkata, "Mari kita obati tanganmu terlebih dulu."Hengky mengangguk dan memerintahkan Santo untuk mengambil pakaiannya di dalam mobil, lalu dia mandi di ruang tunggu, membersihkan
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a