“Memangnya kenapa kalau aku pukul kamu?” Roma mencubit Yuna dengan kuat dan mengangkat wajah perempuan itu, “Terus terang saja, kamu hanyalah mainan di tanganku. Aku ambil aku hanya karena aku ingin main denganmu. Sekarang aku sudah bosan, kamu boleh pergi.”Yuna mengangkat tangannya dan menampar wajah Roma lalu membentaknya, “Roma, kamu benar-benar binatang!”Roma menyentuh sudut bibirnya yang ditampar Yuna dengan lidah. Kemudian, dia tertawa sinis dan mencekik leher Yuna. Pada detik berikutnya, dia menampar wajah Yuna berulang kali, seolah-olah dia sedang melampiaskan amarahnya pada perempuan itu.Sorot mata Roma berangsur-angsur menjadi ganas. Senyum senang merekah di bibirnya. Mata Yuna pun berubah dari yang marah pada awalnya menjadi ngeri dan takut.Entah berapa lama waktu berlalu, Roma mengayunkan pergelangan tangannya yang sakit. Akhirnya dia baru berhenti. Pada saat ini, Yuna sudah tidak memiliki tenaga untuk menangis lagi. Wajah cantiknya dipenuhi dengan bekas luka tamparan.
Hanya saja, masalah ini tiba-tiba terungkap. Winda tidak tahu apakah Ziva mendengarkan sarannya dan memutuskan kontrak dengan Roma dan meninggalkan Kota Jenela sesegara mungkin.Ziva menggosok telapak tangannya dengan gugup, sambil sesekali menatap Martin yang duduk di seberangnya, dengan sedikit gurat merah di pipinya.Ini adalah pertama kalinya Ziva sedekat ini dengan Martin. Pria itu jauh lebih tampan dan menawan di kehidupan nyata daripada di depan kamera. Apalagi mengingat pria itu datang ke sini khusus untuk menemuinya, pipi Ziva menjadi semakin merah.“Pak Martin.” Ziva tersenyum tipis, sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan jari-jarinya, lalu berkata dengan lembut, “Soal bergabung dengan Golden Artemis, aku mungkin masih perlu sedikit waktu.”Pada awalnya, Ziva berencana untuk membicarakan hal itu dengan Roma. Namun tidak disangka, Winda akan mengungkap masalah Yuna dengan begitu mendadak, membuat Ziva kaget dan tidak tahu harus berbuat apa. Kalau sekarang dia
Ziva menatap Martin dengan pucat. Garis pertahanan terakhir di dalam hatinya benar-benar telah runtuh. Dia buru-buru menjelaskan, “Bukan begitu, bukan aku. Aku hanya ambil foto. Bukan aku yang ekspos.”Martin tersenyum tipis, matanya menatap Ziva seperti sedang menatap mangsa yang sudah memakan umpannya, “Aku percaya bukan kamu. Tapi apakah Roma akan percaya? Bagaimanapun, semua foto dan video itu diambil dari kamu.”“Aku ....” Ziva hendak menjelaskan, tiba-tiba dia menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dia melihat senyum tipis di bibir Martin, seketika dia merasakan hawa dingin yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. “Kamu sedang selidiki aku?”Martin berkata tanpa ragu-ragu, “Karena perusahaan mau mengontrak kamu, maka kami harus lakukan pemeriksaan terhadap latar belakang kamu. Aku juga bukan sengaja mau selidiki kamu, hanya kebetulan saja.”Penjelasan itu cukup masuk akal. Meskipun Ziva masih memiliki keraguan di hatinya, dia juga tidak dapat menemukan alasan lain mengapa M
“Kemudian, keesokan harinya, uang sebanyak dua miliar keluar lagi dari rekening Bu Winda. Saya sudah konfirmasi melalui CCTV bank. Ziva sendiri yang pergi menarik uang itu dan transfer ke rekeningnya sendiri.”Hengky melempar foto ke atas meja dengan santai dan berkata dengan dingin, “Sudah temukan siapa yang ekspos?”“Sampai saat ini belum ditemukan. Orang itu sangat berhati-hati.” Santo terdiam sejenak, lalu bertanya, “Apa perlu suruh seseorang untuk beri Ziva peringatan?”Hengky berkata dengan dingin, “Nggak perlu.”Santo ragu-ragu sejenak, “Bagaimana kalau Roma tahu Bu Winda yang ....”Hengky tertawa sinis, “Kalau Ferdinand nggak bisa didik putranya sendiri dengan baik, aku rasa keluarga Dirawa juga akan hancur!”Bagaimana mungkin Santo tidak mengerti maksud Hengky? Dia segera menutup mulut dan tidak berkata apa-apa lagi, lalu keluar dari ruangan itu.Hengky memasukkan foto-foto yang berserakan di atas meja ke dalam amplop. Kemudian, dia meninggalkan perusahaan.Winda baring di rum
Winda segera menangkapnya, lalu menatap amplop dokumen di tangannya selama beberapa detik. Tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah.Winda menatap Hengky tidak percaya. Seketika di sorot matanya ada seberkas rasa sakit dan marah. Dia menggenggam erat amplop dokumen di tangannya dan bertanya, “Apa isi amplop ini? Surat cerai?”Hengky hanya menatap Winda dengan serius tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Namun, Winda justru menganggap diamnya Hengky sebagai jawaban iya. Wajah Winda spontan menjadi pucat, lalu dia melemparkan amplop dokumen itu ke tempat sampah dan berkata dengan tegas, “Jangan harap aku akan cerai denganmu. Aku nggak akan tanda tangan.”Hengky mengangkat alisnya ketika mendengar nada bicara Winda yang tegas. Kemudian, dia mengulurkan tangannya dan mengeluarkan amplop dokumen dari tempat sampah. Setelah itu, dia melepaskan ikatan benang di belakang amplop tersebut.Winda hanya melihat Hengky melakukan itu semua dengan mata terbelalak tidak percaya. Pada detik berikutnya, mata
Dengan situasi keluarga Dirawa saat ini, jika mereka berani menyinggung keluarga Atmaja, pada dasarnya tindakan mereka hanya akan memutus jalan masa depan mereka sendiri. Jika Roma pintar, dia seharusnya tutup mulut begitu mengetahui hal ini, lalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa.“Pintar juga kamu,” kata Hengky dengan ambigu.Mata Winda tiba-tiba berbinar. Dia berjalan ke depan Hengky, lalu mencondongkan tubuhnya ke dekat pria itu, lalu berkata, “Kamu selidiki hal ini ... karena kamu mengkhawatirkan aku?”Mata Hengky menjadi gelap sejenak ketika matanya bertemu dengan mata Winda yang jernih dan seperti sedang tersenyum. Kemudian, Hengky menyangkal dengan tenang.“Bukan.”“Kalau begitu karena apa?” Winda mencondongkan tubuhnya lebih dekat. Hengky bisa mencium bibirnya hanya dengan sedikit mengangkat kepalanya.Hidung Hengky mencium aroma lembut yang unik di tubuh Winda. Jakun pria itu spontan bergerak naik turun, sorot mata pun menjadi lebih redup.Perubahan kecil pada pria itu tak l
Senyum di wajah Winda spontan membeku. Dia menatap Hengky dengan ekspresi bingung, sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Baru saja beberapa menit berlalu, mengapa Hengky seperti menjadi orang yang berbeda total dan bersikap dingin begitu padanya?“Ada apa denganmu?” tanya Winda sambil menatapnya dengan gugup. Bahkan dia menjadi lebih berhati-hati saat bicara.Namun di mata Hengky, penampilan Winda saat ini hanyalah akting untuk mendapatkan kepercayaannya. Hengky menarik kembali tatapannya dengan dingin, lalu berjalan cepat melewati Winda dan pergi dari vila.Sesaat kemudian, terdengar suara mesin mobil di luar vila. Hengky telah pergi ....Winda merasakan sakit di dalam hatinya. Dia tidak mengerti apa yang terjadi pada Hengky. Sebelumnya masih baik-baik saja. Mengapa tiba-tiba menjadi seperti ini lagi?Winda jelas-jelas merasa pria itu telah menaruh perasaan padanya. Akan tetapi, pada saat Winda mengira dia memiliki harapan, Hengky dapat membunuh harapan di hatinya itu kapan saj
Begitu pulang ke rumah, Hengky mendapati pintu kamarnya terbuka. Dia spontan mengerutkan kening. Dia pun mengulurkan tangan untuk menyalakan lampu, lalu berjalan ke samping tempat tidur.Winda yang baring di tempat tidur Hengky meringkuk di dalam selimut, tidur dengan nyenyak. Sorot mata Hengky melembut sesaat. Namun, begitu dia teringat dengan kejadian tadi sore, sikapnya kembali menjadi dingin.“Siapa yang izinkan kamu tidur di sini? Bangun, kembali ke kamarmu sendiri.”Suara Hengky yang dingin bergema di telinga Winda. Perempuan itu mendengus pelan, lalu membuka matanya dengan perlahan-lahan.Baru saja mata terbuka sedikit, cahaya yang menyilaukan membuatnya segera menutup matanya lagi. Sesaat kemudian, dia baru membuka mata dan beradaptasi dengan cahaya di kamar.Pada detik Winda melihat Hengky, dia tampak terkejut dan senang. Namun, begitu dia melihat ekspresi dingin di wajah pria itu, senyuman di bibirnya seketika menghilang.Winda mengangkat selimut dan cepat-cepat turun dari te