Sejujurnya, Ivan sedikit tergoda.Ini memang kesempatan bagus yang langka, yaitu bisa menjadi pusat perhatian karena Winda adalah pacarnya Martin. Apalagi, hal ini diusulkan oleh Golden Artemis atas inisiatif mereka sendiri, yang memang sangat menguntungkannya.“Bagaimana?” Ivan menatap Julia, meminta pendapat wanita itu.Sebagai manajer yang hebat, Julia telah berkecimpung di industri hiburan selama bertahun-tahun. Bagaimana mungkin dia tidak memahami manfaat dari hal ini? Hanya saja, dia sedikit khawatir Winda tidak akan setuju.Melihat keraguan di wajah Julia, Ivan kurang lebih sudah tahu jawabannya. Saat dia hendak berbicara, dia mendengar Jason berkata dari seberang telepon, “Pak Ivan nggak akan menolak usul ini, ‘kan? Bagaimanapun juga, masalah ini juga muncul karena artis dari Star Kingdom Entertainment. Martin bisa ikut terseret dalam masalah ini karena membantu Winda. Sekarang, giliran kami meminta bantuan kalian, kalian malah nggak mau membantu? Nggak mungkin, ‘kan, Pak Ivan?
Di ruang kerja Jason. Martin duduk di kursi putar dengan malas, membaca komentar-komentar menggunakan ponselnya. Ekspresinya muram dan emosinya tidak bisa ditebak.“Besok, aku akan mengumumkan bahwa wanita di lagu Halusiasi Mawar sebenarnya adalah Winda. Aku akan membahasnya dengan Ivan, supaya tim PR mereka juga bisa mempublikasikan hal ini.”Jason menyilangkan jarinya dan menumpukannya di dagunya, lalu menatap Martin yang berada di seberang meja dan berkata, “Kamu yakin ingin mencari masalah dengan Hengky demi wanita itu?”Martin mengangkat kepalanya dan menatap Jason dengan kesal, “Apa ada yang salah?”“Jangan main-main. Ini keluarga Pranoto,” ujar Jason dengan serius sambil mengerutkan kening.“Aku tahu.” Martin mendengus pelan. Tatapannya masih tidak senang. “Jangan khawatir, aku nggak akan melakukan apa pun karena masalah Yuna itu.”Namun, kalau masalah Winda, mungkin ….“Selama kamu tahu batasannya.”Jason tidak tahu identitas asli Winda. Kalau tidak, dia tidak akan pernah setuj
Martin berdiri di luar pintu, mendengus pelan ketika mendengar kalimat itu. Dia mengeluarkan ponselnya sambil berjalan pergi, lalu menghubungi nomor Yuna.Setengah jam kemudian, Winda sampai di dekat kantor Star Kingdom Entertainment. Dia melihat sekelompok wartawan mengelilingi gedung dan pintu kantor dari kejauhan.Dia berpikir sejenak, memutar mobilnya di persimpangan, dan berencana masuk melalui bagian belakang gedung. Pada saat yang, dia menelepon asistennya, Jenny.Setelah membicarakan situasinya sebentar, Jenny bergegas pergi ke pintu keluar darurat untuk menunggu Winda, lalu membawanya masuk.Setelah masuk ke dalam lift, Winda menghela napas lega. Dia cepat-cepat bertanya kepada Jenny, “Bagaimana situasinya sekarang? Apa departemen PR sudah membuat rencana?”Jenny mengerjapkan matanya, menatap Winda dengan heran dan berkata, “Kak Winda, kamu nggak tahu?”Winda mengernyit, tiba-tiba mendapat firasat buruk. Sebelum dia bisa bertanya, Jenny berkata, “Pak Jason dari Golden Artemis
Ivan menatapnya dengan tidak habis pikir. Ada begitu banyak aktris di luar sana yang ingin dipromosikan bersama dengan Martin, tapi tidak memiliki kesempatan itu, dan kesempatan bagus seperti itu ada di depan Winda sekarang, tapi dia tidak menginginkannya.Ivan menatap Julia dengan muram, sangat curiga bahwa ada yang tidak beres dengan otak wanita itu. Winda memang memenuhi kriteria untuk menjadi populer, tapi sayangnya dia tidak mau berusaha.“Mari kita bicarakan lagi nanti.” Ivan tidak mengatakan apa-apa lagi dan mengalihkan topik pembicaraan ke pekerjaan, “Golden Artemis akan mengadakan konferensi pers bersama dengan kita besok pagi. Kamu dan Martin akan hadir bersama. Departemen PR sudah menyiapkan draf-nya dan aku sudah mendiskusikannya dengan Golden Artemis. Hapalkan naskahnya malam ini. Jangan salah bicara besok.”Harus Winda akui, cara Ivan menangani masalah ini tanpa bilang padanya dulu memang sangat manjur, karena dia benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa, apalagi menolakn
Apalagi ketika melihat lelaki itu hendak menuangkan satu botol wiski ke dalam mulut Winda. Ekspresi Hengky menegang kaku. Sebersit sorot membunuh melintas di kedua bola mata Hengky. Perasaannya kacau ketika melihat Martin datang menolong Winda. Ternyata mereka berdua bukan berjanjian untuk bertemu.Tatapan dingin Hengky berhenti pada para pemuda itu dan berkata, “Orang-orang ini ….”Willy menyimpan ponselnya dan berkata, “Aku sudah perintahkan orang untuk mencarinya. Kalau sudah ketemu bakalan langsung dibawa ke kantor polisi.”Hengky berpikir sesaat dan berkata, “Kasih tahu aku dulu kalau sudah ketemu. Ada yang mau aku tanyakan pada mereka.”Willy meliriknya sekilas dengan pandangan penuh tanya. Akan tetapi Hengky tampak tidak ingin melanjutkan kalimatnya. Dia merasa semuanya terlalu kebetulan sekali. Jumlah kemunculan Martin di hadapan Winda sudah terlalu sering sekali. Dari yang Hengky ketahui, Martin bukan orang yang mudah dekat. Namun sikapnya pada Winda sungguh sangat aneh hingga
“Berita itu kenapa?” tanya Hengky sambil melonggarkan dasinya. Ekspresinya terlihat luar biasa marah dengan nada suara yang sangat dingin.“Berita apa?” tanya Ivan tercenung.Hengky tidak berbicara, tetapi beberapa detik kemudian Ivan menyadari apa yang dimaksud oleh lelaki itu. Namun dia juga tidak begitu mengerti dengan maksud telepon Hengky. Bukannya berita itu tidak ada hubungannya dengan Yuna?Ivan menjelaskan semua masalah pada Hengky dan bertanya, “Pak, ada yang salah dengan berita itu?”Hengky berdeham dan berkata, “Turunkan berita itu dan juga komentar negatif pada diri Winda. Saya kasih kamu waktu satu malam dan besok saya nggak mau melihat berita itu lagi!”Ivan terdiam bingung. Ada yang bisa jelaskan padanya kenapa Hengky bisa begitu peduli dengan masalah Winda?“Pak, sepertinya akan sangat sulit. Sekarang pengaruhnya sangat besar sekali. Kalau mau ditekan, kemungkinan akan menimbulkan tanda tanya publik. Sebenarnya hanya sebuah gosip saja, para penggemar itu mendadak nggak
Yuna menatap sepasang mata itu yang membuatnya keringat dingin. Kedua bola mata itu seperti milik seekor ular yang tajam. Dia buru-buru menghindari tatapan itu dan menyesap kopinya untuk menutupi perasaan gusar.Martin meletakkan tangannya di sandaran kursi dan menatap perempuan itu sambil tersenyum tipis dan berkata,”Besok ….“Winda dan Julia baru saja selesai mempelajari konferensi pers untuk besok hari. Mereka kembali ke Lotus Residence dengan mengendarai mobil. Saat mobilnya baru saja masuk parkiran, ponsel di dalam tasnya berbunyi. Dia terdiam sejenak ketika melihat nama yang tertera di layar dan akhirnya memutuskan mengangkat telepon itu.“Kak Winda, kamu nggak apa-apa?” Suara khawatir Martin terdengar dari seberang sana sebelum Winda sempat bersuara.Winda memijat keningnya dengan lelah dan berkata, “Aku nggak apa-apa.”Martin terdengar menghela napas lega ketika mendengar jawaban Winda. “Maaf, aku juga baru dapat telepon dari manajer dan baru tahu kalau perusahaan melakukan hal
Winda menatap lelaki itu dengan mata melebar dan berkata dengan kesal, “Hengky, sebenarnya apa yang mau kamu lakukan?!”“Olesin kamu obat,” ujar Hengky dengan nada santai. Dia terlihat sangat tenang dan tanpa emosi.Winda berdiri diam di tempat dan tidak bergerak. Perempuan itu mencoba menilai lelaki itu untuk menebak maksud dari Hengky. Kalau dulu Hengky begitu perhatian dengannya, sudah pasti Winda akan menerimanya suka hati.Akan tetapi untuk saat ini di antara mereka ada begitu banyak masalah. Sikap Hengky yang mendadak perhatian membuat Winda merasa sedikit tidak nyaman.“Nggak perlu, aku bisa pakai obatnya sendiri,” ujar Winda sambil menunduk.Hengky meliriknya sekilas dan meletakkan barang yang ada di tangannya. Setelah itu dia melangkah ke arah perempuan itu. Winda mendongak ketika mendengarkan langkah kaki dan sudah menemukan sosok Hengky di hadapannya yang hendak menggendongnya. Perempuan itu buru-buru menghindar dan berkata, “Aku ke sana sendiri!”Setelah itu Winda menahan s
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a