Pagi itu semuanya nampak tak biasa. Tidak ada senda gurau, canda tawa, serta kesenangan-kesenangan lainnya di Kartovik ini. Setelah peristiwa penyerangan itu, semuanya seakan sirna.Di tengah cuaca mendung itu, para siswi SMA Khusus Wanita Kartovik berkumpul di sebuah lapangan yang luas dengan sisa puing-puing bangunan di sekitarnya. Sekolah megah itu kini nyaris tak berbentuk lagi, bahkan seluruhnya hampir rata dengan tanah.Dan bukan hanya itu. Sekolah yang sebelumnya memiliki lebih dari seribu orang siswi kini hanya tersisa kurang dari setengahnya. Sebagian besar dari mereka telah gugur akibat penyerangan mematikan itu, dan sebagiannya lagi ditangkap karena pengkhianatan. Termasuk kelas 2-F yang sebelumnya memiliki 27 siswi kini hanya tersisa 13 orang saja.Alisa Garbareva, salah satu siswi kelas 2-F yang selamat dari peristiwa itu berjalan sambil memegang sebuah karangan bunga berbalut karton hitam. Dengan mengenakan dress serba hitam, gadis Telhi itu berjalan ke depan sebuah foto
Alisa Garbareva, Floria Fresilca, Linne Helenawicz dan Felipe Elsberg nampak tak percaya bahwa mereka telah dipanggil oleh orang nomor satu di Karelia itu. Alistair Stefansson terlihat berdiri menyambut mereka berempat, ditemani oleh adiknya Lilia Stefansdottir di samping kirinya serta seorang pria misterius berambut perak di kanannya.“Selamat datang. Kami sudah menunggu kalian sejak lama,” kata Alistair.“Pak Gubernur? Tapi, kenapa?” Alisa bertanya-tanya.Sang Gubernur melangkah ke depan.“Senang kau bertanya, nak. Tujuanku memanggil kalian ke tempat rahasia ini adalah untuk memberikan kalian semua informasi yang sangat penting,” ucap Alistair.“Informasi yang sangat penting?” kata Alisa kebingungan.“Begitulah. Kalau informasi ini kami sampaikan di atas sana maka akan sangat berbahaya sekali karena ini menyangkut rahasia negara. Jadi kami mengundang orang-orang penting seperti kalian untuk berdiskusi disini,” timpal Lilia.Keempat orang itu hanya terdiam mendengar ucapan dari adik p
Gubernur Alistair mengusap air matanya, sementara itu kondisi Linne sudah jauh lebih tenang. Pembicaraan pun kembali berlanjut.“Huh, sepertinya ini akan menjadi pembicaraan yang panjang dan cukup berat,” ujar Inori sambil menghela napas.Sang cucu terakhir Sazali itu mundur selangkah.“Yah, seperti yang sudah aku katakan tadi. Ayahmu, Profesor Sirius Garbareva merupakan pemimpin dari 7 penasehat istimewa raja yang ditunjuk oleh Paman Frederick. Tugas mereka adalah untuk memberikan masukan dan saran kepada kerajaan dalam hal kebijakan publik. Merekalah yang justru paling berjasa dalam kemajuan Archipelahia dibandingkan dengan keluarga Fatir itu sendiri,” ungkap Inori pada Alisa. “Begitu ya,” ucap Alisa sambil memegang dagunya.“Tapi sayangnya, pasca kejatuhan Fatir mereka malah dianggap sebagai ancaman oleh Calais. Masukan dan saran yang mereka sampaikan malah dicap sebagai penghinaan terhadap raja. Dan mereka pun berusaha untuk disingkirkan,” lanjutnya.“Disingkirkan?” Floria bertan
Alisa dan Floria berjalan di lorong bawah tanah yang panjang itu, melewati dinding bebatuan dan kayu oak di sisi kiri dan kanan mereka. Terlihat ada satu dua orang yang berjalan di depan mereka menuju tujuan yang sama, ruangan besar tempat pertemuan kemarin,Kedua gadis itu diundang oleh Putri Inori dan Gubernur Alistair untuk ikut serta dalam pertemuan antar kepala daerah di ruangan besar itu. Terlebih karena mereka berdua juga berada pada posisi yang cukup strategis dalam rencana yang akan dilakukan cucu Sazali tersebut.Walaupun begitu, apa yang ada di benak Alisa tak bisa dibohongi. Kesedihan masih nampak terlihat dari raut wajahnya. Gadis Telhi itu berjalan sambil menundukkan kepalanya.“Hei, Flo.”“Iya, Alisa?”“Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh Putri Inori ya?” tanya Alisa dengan suara pelan.“Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawab Flo.Tak terasa mereka pun sudah sampai di ruangan itu. Kini tempat tersebut terlihat seperti ruangan rapat dengan kursi yang berjajar dan meja
Semua orang sudah ada di tempat rahasia ini. Melalui sihir interface yang diciptakan oleh Lilia, sang kakak sekaligus Gubernur Karelia Alistair Stefansson bertatap muka dengan tiga kepala daerah lainnya. Terlihat ada Adipati Keydoria Adonis Jacob Kwizera, Datuk Clonovia Glenn Zulkarnain, serta Adipati Vitania Rosalia von Schneider.“Ah, Gubernur Alistair. Sudah lama kita tidak berjumpa sejak rapat terakhir beberapa bulan lalu,” ujar Adonis, sang Adipati Keydoria.“Kita berempat memang sudah lama tak bertemu secara bersamaan seperti ini. Mungkin lebih dari satu sampai dua tahun,” ucap Adipati Vitania, Rosalia.“Kau benar, Adipati Rosalia. Semenjak Raja mengubah beberapa kebijakan, pertemuan bersama diantara kita jadi lebih jarang,” tambah Datuk Glenn.Glenn menatap layar interface ke arah Alistair.“Oh iya. Ngomong-ngomong apa yang ingin kau sampaikan pada kami di hari yang cerah ini, Gubernur Alistair?” tanya kepala Daerah Otonom Clonovia tersebut.Mendengar ucapannya itu membuat Alis
Hawa panas begitu terasa di depan wajah mereka. Kedua belas perawat bergaun hitam dengan corak putih di lehernya itu berusaha mencari orang-orang yang masih bisa diselamatkan. Sayangnya hampir semua rumah disini sudah musnah dilalap api.“Apa masih ada orang disini?” teriak seorang Perawat.Nyaris tidak ada suara lain yang bisa didengar selain suara api yang perlahan melalap bangunan yang terbuat dari kayu. Walaupun termasuk ke dalam Distrik Wallenstein Kota Telhi, desa ini masih terlalu jauh jaraknya dari pusat kota. Bantuan pun juga tak kunjung datang karena harus melewati hutan belantara yang cukup lebat.“Ada seseorang disini?” Perawat lainnya kembali berteriak.Meskipun bertaruh nyawa, para perawat ini rela melakukannya hanya untuk menyelamatkan orang-orang yang tersisa dari peristiwa mengerikan itu. Bau material yang terbakar bercampur dengan bau darah dan mayat, semuanya ada di tempat ini.“Ini sungguh mengerikan,” gumam seorang Perawat berambut perak.Hanya berbekal peralatan s
Tamparan anak laki-laki yang diarahkan pada Flo itu berhasil dicegah oleh sang perawat. Weiss Karny yang baru saja mengobati luka Alisa menahan tangan anak laki-laki itu dan menatapnya dengan tajam.“Si-sister Weiss?”“Apa yang kau lakukan, Abraham? Menampar seorang gadis, apakah hal ini yang kami ajarkan padamu?”Kedua anak laki-laki di belakangnya nampak panik setelah melihat raut wajah sang perawat yang hendak memarahi mereka. Namun berbeda dengan anak bernama Abraham itu. Ia malah memberontak dan menjawabnya.“Tapi Sister Weiss, gadis ini orang Vitania. Orang-orang yang telah menghabisi keluarga kita disini. Aku tidak akan pernah bisa berdamai dengannya,”Abraham terlihat sangat marah pada Flo, benci pada latar belakangnya. Gadis itu hanya diam saja mendengar ucapan Abraham, tak mampu berkata apa-apa. Tapi Perawat Weiss langsung menasihatinya.“Dengarkan ini, Abraham. Meskipun dia orang Vitania dan kau orang Karelia, tapi kita masih sama-sama Hamu Kamina kan, sama-sama manusia Kami
BOOMBola-bola api yang pecah di angkasa itu menghantam berbagai objek yang ada di permukaan tanah. Jalan, kebun, hingga rumah warga, semuanya terkena serangan itu dan terbakar hebat. Sirine kota pun berbunyi. Kedamaian dan ketenteraman itu langsung berubah menjadi ketakutan dan kepanikan.“ADA SERANGAN!! ADA SERANGAN!!”“TOLONG!! RUMAHKU TERBAKAR!!”“Anakku, dimana anakku?”Orang-orang berteriak dan berhamburan di jalanan, berlari kesana kemari tak tentu arah. Termasuk para anak-anak yang ada di panti asuhan tersebut. Mereka menjerit dan menangis melihat suasana yang tiba-tiba berubah bak perang itu. Semuanya kacau, para perawat kewalahan menangani mereka.Alisa dan Floria terpaku di tempat itu, hanya bisa melihat dan mendengar kepanikan yang ada di balik jendela.“Apa, ini?”Abraham dan kedua temannya yang tengah membeli sesuatu di kedai makanan itu juga tak luput dari kepanikan. Sambil melemparkan makanan yang telah mereka beli, ketiganya langsung kembali ke panti asuhan sambil berl