Cahaya terang menembus kegelapan. Sinarnya begitu menyilaukan mata. Penglihatannya masih tampak buram saat itu, tetapi perlahan semuanya terlihat jelas. Gadis itu pun membuka matanya.“Uh, di mana aku?”Dengan kondisi tubuh yang masih sangat lemah, Alisa yang mendapati dirinya terbaring di tanah mencoba untuk bangkit. Ia pun melihat kondisi di sekitarnya.“Ini, Kartovik ya?”Sejauh mata memandang, ia hanya melihat puing-puing bangunan yang hancur di pagi yang mendung itu. Terlihat sejumlah petugas yang menggotong para korban, sementara sebagiannya lagi mencari korban lain yang masih bisa diselamatkan. Ada pula petugas yang memasukkan sesosok manusia ke dalam kantung jenazah berwarna abu-abu.Kartovik Timur memang sudah hancur total akibat penyerangan mematikan itu, akan tetapi sepertinya semuanya sudah berakhir. Tidak ada tanda-tanda keberadaan gadis penyihir musuh lagi.Alisa sedikit menghela napas lalu menoleh ke kiri. Rupanya ada seorang perempuan berambut panjang yang tengah duduk
Pagi itu semuanya terlihat tak biasa. Tidak ada senda gurau, canda tawa, serta kesenangan-kesenangan lainnya di Kartovik ini. Setelah peristiwa penyerangan itu, semuanya seakan lenyap.Di tengah cuaca mendung itu, para siswi SMA Khusus Wanita Kartovik berkumpul di sebuah lapangan yang luas dengan sisa puing-puing bangunan di sekitarnya. Sekolah megah itu kini nyaris tak berbentuk lagi, bahkan seluruhnya hampir rata dengan tanah.Dan bukan hanya itu. Sekolah yang sebelumnya memiliki lebih dari seribu orang siswi tersebut kini hanya tersisa kurang dari setengahnya. Sebagian besar dari mereka telah gugur akibat penyerangan mematikan itu, dan sebagiannya lagi ditangkap karena pengkhianatan. Termasuk kelas 2-F yang sebelumnya memiliki 27 siswi kini hanya tersisa 13 orang saja.Alisa Garbareva, salah satu siswi kelas 2-F yang selamat dari peristiwa mematikan itu berjalan sambil memegang sebuah karangan bunga berbalut karton hitam. Dengan mengenakan dress serba hitam, gadis Telhi itu berjalan
Alisa Garbareva, Floria Fresilca, Linne Helenawicz dan Felipe Elsberg tampak tak percaya bahwa mereka telah dipanggil oleh orang nomor satu di Karelia itu. Alistair Stefansson terlihat berdiri menyambut mereka berempat, ditemani oleh adiknya Lilia Stefansdottir di samping kirinya serta seorang pria misterius berambut perak di kanannya.“Selamat datang. Kami sudah menunggu kalian sejak lama,” kata Alistair.“Pak Gubernur? Tapi, kenapa?” Alisa bertanya-tanya.Sang Gubernur melangkah ke depan.“Senang sekali kau bertanya, nak. Tujuanku memanggil kalian ke tempat rahasia ini adalah untuk memberikan kalian semua informasi yang sangat penting,” ucap Alistair.“Informasi yang sangat penting?” kata Alisa kebingungan.“Begitulah. Kalau informasi ini kami sampaikan di atas sana maka akan sangat berbahaya sekali karena ini menyangkut rahasia negara. Jadi kami mengundang orang-orang penting seperti kalian untuk berdiskusi di sini,” timpal Lilia.Keempat orang itu hanya terdiam mendengar ucapan dar
Gubernur Alistair mengusap air matanya, sementara itu kondisi Linne sudah jauh lebih tenang. Pembicaraan pun kembali berlanjut.“Huh, sepertinya ini akan menjadi pembicaraan yang panjang dan cukup berat,” ujar Inori sambil menghela napas.Cucu terakhir Sazali itu mundur selangkah.“Yah, seperti yang sudah aku katakan tadi. Ayahmu, Profesor Sirius Garbareva merupakan pemimpin dari 7 penasehat istimewa raja yang ditunjuk oleh Paman Frederick. Tugas mereka adalah untuk memberikan masukan dan saran kepada kerajaan dalam hal kebijakan publik. Merekalah yang justru paling berjasa dalam kemajuan Archipelahia dibandingkan dengan keluarga Fatir itu sendiri,” ungkap Inori. “Begitu ya,” ucap Alisa sambil memegang dagunya.“Tapi sayangnya, pasca kejatuhan Fatir mereka malah dianggap sebagai ancaman oleh Calais. Masukan dan saran yang mereka sampaikan malah dicap sebagai penghinaan terhadap raja. Dan mereka pun berusaha untuk disingkirkan,” lanjutnya.“Disingkirkan?” Floria bertanya-tanya.“Iya. C
Alisa dan Floria berjalan di lorong bawah tanah yang panjang itu, melewati dinding bebatuan dan kayu oak di sisi kiri dan kanan mereka. Terlihat ada satu dua orang yang berjalan di depan mereka menuju tujuan yang sama, ruangan besar tempat pertemuan kemarin,Kedua gadis itu diundang oleh Putri Inori dan Gubernur Alistair untuk ikut serta dalam pertemuan antar kepala daerah di ruangan besar itu. Terlebih karena mereka berdua juga berada pada posisi yang cukup strategis dalam rencana yang akan dilakukan cucu Sazali tersebut.Walaupun begitu, apa yang ada di benak Alisa tak bisa dibohongi. Kesedihan masih nampak terlihat dari raut wajahnya. Gadis Telhi itu berjalan sambil menundukkan kepalanya.“Hei, Flo.”“Iya, Alisa?”“Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh Putri Inori ya?” tanya Alisa dengan suara pelan.“Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawab Flo.Tak terasa mereka pun sudah sampai di ruangan itu. Kini tempat tersebut terlihat seperti ruangan rapat dengan kursi yang berjajar dan meja
Semua orang sudah ada di tempat rahasia ini. Melalui sihir interface yang diciptakan oleh Lilia, sang kakak sekaligus Gubernur Karelia Alistair Stefansson bertatap muka dengan tiga kepala daerah lainnya. Terlihat ada Adipati Keydoria Adonis Jacob Kwizera, Datuk Clonovia Glenn Zulkarnain, serta Adipati Vitania Rosalia von Schneider.“Ah, Gubernur Alistair. Sudah lama kita tidak berjumpa sejak rapat terakhir beberapa bulan lalu,” ujar Adonis, sang Adipati Keydoria.“Kita berempat memang sudah lama tak bertemu secara bersamaan seperti ini. Mungkin lebih dari satu sampai dua tahun,” ucap Adipati Vitania, Rosalia.“Kau benar, Adipati Rosalia. Semenjak Raja mengubah beberapa kebijakan, pertemuan bersama diantara kita jadi lebih jarang,” tambah Datuk Glenn.Glenn menatap layar interface ke arah Alistair.“Oh iya. Ngomong-ngomong apa yang ingin kau sampaikan pada kami di hari yang cerah ini, Gubernur Alistair?” tanya kepala Daerah Otonom Clonovia tersebut.Mendengar ucapannya itu membuat Alis
Angin berhembus cukup kencang di cuaca yang cerah itu. Kurang dari 24 jam lagi rencana besar yang telah disepakati dalam rapat rahasia akan dilaksanakan. Namun di atas permukaan tanah itu nyaris tidak ada siapapun. Semuanya nampak sepi.Alisa duduk di sebuah bangku taman, namun tidak ada bunga yang mekar di sekitarnya. Yang ada hanyalah wilayah kosong yang nyaris rata dengan tanah. Terlihat sejumlah kecil puing bangunan yang belum dibersihkan. Suasana Kartovik wilayah timur itu kini bak kota mati, bahkan mungkin seperti hamparan tanah luas tak bertuan.Alisa menutup matanya sambil menengadah ke langit. Dirinya mengingat segala hal yang pernah terjadi di tempat itu bersama teman-temannya.“Sebentar lagi, semua penderitaan ini akan berakhir. Tapi, ini terlalu sunyi. Aku kesepian,” ungkap Alisa dalam hati.Perlahan air mata menetes dari pelupuk mata gadis Telhi itu. Ia benar-benar merindukan semuanya. Kehidupan yang damai, sekolah, serta kawan-kawan. Namun sekarang semuanya telah sirna.
Lokasi rahasia, Ibukota Chekovia, Daerah Otonom Vitania.Sebuah ruangan besar menyerupai aula berdiri megah di dalam ruang bawah tanah raksasa. Ruangan itu diperkirakan cukup untuk menampung hampir 10 ribu orang. Kini, sekitar lebih dari 8 ribu gadis penyihir anggota Brigade Penyihir Garis Depan Vitania berkumpul di tempat itu. Kebanyakan dari mereka adalah para petinggi brigade serta gadis penyihir tingkat tinggi yang memegang peranan penting dalam organisasi paramiliter dengan anggota nyaris 100 ribu orang itu.“Rapat akbar? Apakah ada hal yang sangat penting sampai kita semua dipanggil ke tempat ini?”“Entahlah, ini perintah langsung dari Pemimpin Utama.”“Kalau yang kumpul sebanyak ini, berarti akan ada suatu operasi besar. Apa mungkin ini adalah puncak dari perjuangan kita?”“Keren sekali. Tinggal selangkah lagi kita akan memperoleh kemerdekaan.”Para gadis penyihir saling berbincang memecah suasana malam itu. Tak berselang lama, sang pemimpin utama Brigade Penyihir, Sylvie Schwa
Pembaca yang terhormat, penulis ingin ucapkan banyak-banyak terima kasih karena telah mendukung penulis dengan membaca cerita "Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin" ini. Novel ini adalah cerita pertama yang penulis buat, sekaligus cerita pertama yang penulis selesaikan.Banyak sekali hal-hal menarik yang penulis temukan dan pikirkan selama menulis cerita ini, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan salah satu bagian dari semesta Kaminaverse yang sedang penulis kembangkan.Iya. Kisah Alisa Garbareva dan Floria Fresilca dalam cerita "Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin" ini merupakan bagian kecil dari kisah para Hamu Kamina, umat manusia Planet Kamina yang dengan berbagai suka dukanya mengembangkan peradaban di planet ini.Kaminaverse merupakan sebuah dunia di mana para manusia menjalani kehidupannya yang penuh dengan dinamika, suka duka, pesta, hingga peperangan. Dan mereka akan terus berkembang sejalan dengan zaman dan issue yang juga berkembang di lingkungan masyarakatnya.Akhir kata
Awan gelap mulai menutupi sinar Formalha, pertanda hujan akan turun di ibukota Sentralberg. Angin pun berhembus walau tak kencang.Sementara itu di pusat kota, suara ledakan, tembakan, hingga adu sihir sudah tak terdengar lagi. Menyerahnya Rocky Calais menjadi penanda bahwa operasi pembebasan itu telah selesai. Mereka semua sudah menang.Putri Inori menghampiri Rocky Calais yang sudah tertunduk lesu tanpa kedua tangannya. Cucu terakhir Sazali Fatir itu mengambil mahkota yang sudah berlumuran darah di samping pria tersebut.“Dengan ini semuanya sudah berakhir, Rocky Calais,” tegas Inori.Pria itu tak menanggapinya dan hanya tertunduk lesu.Angin pun berhenti berhembus. Suasana menjadi hening. Akan tetapi, teriakan seorang gadis tomboy tiba-tiba memecah kesunyian.“HEI, KAK ALISA!! KAK ALISA!!”Inori menoleh ke arah sumber suara. Terlihat seorang gadis penyihir dengan pakaian biru crop top dan celana pendek serta topi sailor putih berusaha membangunkan seorang gadis lain di depannya. Mel
WUSHHPusaran angin yang sangat kencang itu tiba-tiba menghilang tanpa sebab. Lingkaran sihir yang sebelumnya berputar di udara juga lenyap tak bersisa. Kini yang terlihat hanyalah seorang Alisa Garbareva yang tengah mengangkat belatinya ke langit tanpa dikelilingi sihir apapun, serta Linne Helenawicz yang sedang memegangi kaki seniornya itu. Tak lama kemudian gadis Telhi itu menurunkan tangannya dan melepaskan belatinya. Mereka pun selamat.“Huh, syukurlah, aku berhasil,” ucap Linne sambil ngos-ngosan.Semua orang sontak terpaku, sebagiannya lagi menghela napas setelah peristiwa yang hampir meluluhlantakkan seluruh permukaan Planet Kamina itu nyaris terjadi.“Huff...”Putri Inori menghela napas dengan tangan di dada. Ia tak mampu berkata apapun melihat tindakan berani gadis tomboy itu.Suasana pun mendadak sunyi, akan tetapi kesunyian itu terhapus setelah dua orang mendobrak pintu bawah istana. Terlihat seorang pria berjas hitam dengan topi homburg yang ditemani seorang gadis penyihi
Angin berhembus semakin kencang. Suara adu senjata hingga ledakan sihir masih terdengar di seantero ibukota Sentralberg. Namun tidak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh seorang Alisa Garbareva. Gadis Telhi itu hanya tersimpuh dengan tatapan kosong. Di depannya terbaring kaku tubuh sahabatnya, Floria Fresilca yang sudah tak memiliki cincin Angke di jemarinya.Sementara itu di depannya berdiri seorang pria dengan gagah jumawa lengkap dengan pakaian kebesarannya. Dirinya tersenyum lebar seakan dia telah memenangkan pertarungan itu.“Keren sekali,” ujarnya.Tak lama kemudian dari pintu di belakang Alisa keluarlah sejumlah orang dengan berbagai senjata lengkap, para gadis penyihir dengan Posacca mereka serta sejumlah pemuda bersenjatakan Politia. Muncul juga seorang wanita muda yang merupakan pemimpin dari gerakan itu.“Rocky Calais.”Di samping wanita muda itu terlihat pula seorang gadis penyihir bersenjatakan pistol perak yang langsung menyahut begitu melihat dua orang yang tak asing b
“Uhuk... uhuk...”Debu yang berterbangan dari reruntuhan itu membuat keduanya terbatuk-batuk. Kedua gadis itu terjatuh dari lantai atas akibat sebuah ledakan hingga terhempas ke lantai bawah. Namun untungnya mereka masih selamat.Perlahan debu pun menghilang dan mereka berdua bisa melihat apa yang sedang terjadi di sekitarnya.“Hah? Jadi ini...”Alisa dan Floria begitu tercengang melihat pertempuran besar yang sedang terjadi tepat di depan mata kepala mereka sendiri. Askar, Patrol, gadis penyihir, hingga masyarakat biasa, semuanya saling bersatu dalam pertarungan melawan para penjaga Sentralberg.Alisa menoleh ke berbagai arah. Terlihat beberapa orang saling bertarung dengan menggunakan senjata. Masyarakat biasa beserta Patrol dan Askar menggunakan Politia, sementara gadis penyihir dengan Posacca. Sementara itu di atas langit terlihat pula sihir perisai 'Skyoldir' yang mengurung mereka semua disana.Dirinya juga menoleh ke arah samping. Terlihat sejumlah orang yang tergeletak tak berda
Hawa dingin menembus kulit mereka berdua. Perlahan keduanya pun membuka mata.“Dimana ini?”Dua gadis itu mendapati diri mereka terbaring di atas lantai dalam sebuah ruangan yang dingin dan cukup gelap. Mereka menengok ke sekitar. Terlihat ada sejumlah peralatan aneh berwarna perak yang tersimpan di sebuah lemari berwarna putih.“Ini, laboratorium?”Alisa perlahan berusaha bangkit. Begitu pula dengan Floria yang juga terbaring di sampingnya. Mereka nampak masih kebingungan dengan apa yang terjadi, kenapa mereka bisa ada di tempat itu.“Ah, sial. Si Iskarius itu.”Flo sepertinya sudah menyadarinya.“Flo? Siapa?” Alisa bertanya-tanya apa maksud sang sahabat.“Iskarius, penasehat Gubernur Karelia itu. Dia ternyata mata-mata kerajaan pusat. Dan dia berhasil menculik kita ke tempat ini,” jelas Flo.“Oh begitu ya.”Alisa hanya bergeming mendengarnya.“Eh iya, ngomong-ngomong kita dimana?” tanya gadis Telhi itu lagi.Flo menggelengkan kepala.“Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya ini suatu t
Topi homburg yang dikenakannya ia berikan pada seorang gadis berambut pendek dengan pakaian serupa di sampingnya. Pria itu lalu memberikan hormat pada sang raja beserta empat kepala daerah. Dirinya nampak tersenyum pada semua orang, tapi cukup jelas ekspresinya itu hanyalah senyuman licik. Setidaknya itu yang dipikirkan oleh Gubernur Alistair.“Sekali lagi maafkan saya atas keterlambatan ini,” ucap Bob.“Sudah-sudah. Tak perlu bicarakan itu lagi. Sekarang kita kembali ke pembahasan awal,” ujar Rocky.Bob dengan berkas di tangan kirinya lalu berdiri di samping sang raja.“Jadi, pembahasan rapat ini sudah sampai mana, Yang Mulia?” tanya Bob kembali.“Ah, aku senang kau bertanya.”Sang raja lalu menunjuk ke arah keempat kepala daerah dengan ekspresi marah.“Mereka ini payah. Mereka berempat malah menyalahkan aku atas segala permasalahan di daerah otonom akibat ketidakbecusan mereka. Dan saat aku akan menendang mereka, dengan liciknya mereka malah mempermainkan aku. Hutan Schwitz, pertamb
Sinar bintang biru Formalha menyinari Sentralberg di pagi itu. Suara hiruk pikuk Carreta dan Motosicca yang berlalu lalang di jalanan beraspal hitam mewarnai suasana ibukota Kerajaan Archipelahia tersebut. Berbeda dengan kondisi di daerah otonom yang sedang carut marut, disini hampir semua orang beraktivitas seperti biasa.Begitu pula di Istana Perak tempat Raja Archipelahia bersinggasana. Tidak ada sesuatu yang terlalu urgent. Hanya terlihat sedikit penambahan pasukan penjaga di sejumlah titik. Bendera biru Archipelahia masih berkibar dengan gagahnya di puncak tiang tertinggi.Kondisi di dalam istana tak terlalu berbeda. Terlihat sejumlah penjaga tengah berlalu lalang, sedangkan sebagiannya lagi berdiri tegap setiap ada petinggi wilayah yang berjalan di depan mereka.Seorang pemuda berjas hitam dengan lencana surya kuning di sakunya berjalan melewati para penjaga itu. Terlihat pula seorang gadis muda berambut coklat dengan pakaian kasual lengan panjang serta rok yang tak terlalu lebar
Lokasi rahasia, Ibukota Chekovia, Daerah Otonom Vitania.Sebuah ruangan besar menyerupai aula berdiri megah di dalam ruang bawah tanah raksasa. Ruangan itu diperkirakan cukup untuk menampung hampir 10 ribu orang. Kini, sekitar lebih dari 8 ribu gadis penyihir anggota Brigade Penyihir Garis Depan Vitania berkumpul di tempat itu. Kebanyakan dari mereka adalah para petinggi brigade serta gadis penyihir tingkat tinggi yang memegang peranan penting dalam organisasi paramiliter dengan anggota nyaris 100 ribu orang itu.“Rapat akbar? Apakah ada hal yang sangat penting sampai kita semua dipanggil ke tempat ini?”“Entahlah, ini perintah langsung dari Pemimpin Utama.”“Kalau yang kumpul sebanyak ini, berarti akan ada suatu operasi besar. Apa mungkin ini adalah puncak dari perjuangan kita?”“Keren sekali. Tinggal selangkah lagi kita akan memperoleh kemerdekaan.”Para gadis penyihir saling berbincang memecah suasana malam itu. Tak berselang lama, sang pemimpin utama Brigade Penyihir, Sylvie Schwa