Hembusan angin kencang akibat mantra Spell itu menghilang, berganti dengan hembusan angin laut yang dingin. Gadis bergaun putih bernama Isabel itu nampak bersimpuh, sementara Alisa terlihat tengah telungkup tepat di depannya.“ALISA!!”Flo berlari ke arah gadis itu dan meraih tangannya. Meskipun terlihat sangat kelelahan, gadis Karelia itu masih mampu untuk menjawabnya.“Hehe, aku berhasil, Flo,”“Hadeh, kau ini benar-benar membuatku khawatir,” kata Flo sambil menghela napas.Dengan tongkat emas yang tergeletak di depannya, Isabel nampak bersimpuh dengan tatapan kosong.“Apa yang telah aku lakukan?”“Ketua Isabel,” gumam Flo.“Semua ini, semua ini adalah kesalahan. Tidak seharusnya aku melakukan semua ini,” kata wanita bergaun putih itu. Gaya bicaranya benar-benar berubah.“Tidak seharusnya aku menjadi mesin pembunuh,” lanjutnya.Mendengar hal itu membuat Alisa tersenyum. Sepertinya Isabel sudah sadar dengan apa yang telah ia lakukan selama ini. Gadis Karelia itu langsung menghampiriny
Angin dingin berhembus melewati celah-celah pepohonan yang rindang itu. Hawa dinginnya begitu menusuk kulit orang-orang yang mungkin ada di sekitarnya. Apalagi ini merupakan wilayah hutan di atas garis lintang utara Planet Kamina yang cukup dekat dengan kutub utara. Suara kicauan burung-burung liar yang hidup di hutan tepi pantai itu begitu terdengar jelas di telinga.“Uh, dimana ini? Apa yang terjadi?”Alisa perlahan membuka matanya. Ia masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Gadis Karelia itu terbangun di sebuah hutan yang terletak di pinggir pantai. Hembusan angin laut masih begitu terasa di tempat itu.Alisa pun menoleh ke arah samping. Terlihat sahabatnya Floria tengah terbaring di atas sebuah rakit yang sudah rusak. Ia pun baru menyadari peristiwa yang terjadi pada mereka.“Ah iya, kita terhempas dari Pantai Kirkau,”Gadis itu pun menghampirinya dan berusaha membangunkan sang sahabat.“Flo, bangun Flo,”“Uh, Alisa?”Gadis Vitania itu pun terbangun.“Dimana ini?” tanyanya.“Aku
Bukit Victoria, sebuah bukit yang langsung menghadap Selat Timur Laut dan Kepulauan Edinberg itu juga merupakan ujung timur dari Distrik Orc, Kota Telhi, Daerah Otonom Karelia. Kota yang hanya terdiri dari 3 distrik itu seharusnya dapat terlihat dengan jelas dari puncak bukit ini. Tapi kini, semuanya telah sirna.“Eh, dimana Telhi?”Alisa Garbareva, seorang gadis yang pernah dibesarkan di panti asuhan Distrik Kartava itu sangat terkejut dengan apa yang ia lihat pada malam itu bersama sahabatnya, Floria Fresilca.Kota Telhi yang seharusnya dipenuhi oleh ladang-ladang, rumah-rumah penduduk, serta lampu-lampu yang menerangi jalanan kecil itu seakan lenyap tak tersisa. Sekarang yang terlihat hanyalah sebuah lubang galian besar dengan ukuran hampir seluas kota itu. Ada beberapa lampu besar menyinari jalan berpasir, terlihat juga sejumlah kendaraan besar yang berlalu lalang sambil membawa bebatuan berwarna hitam.“Apa? Tidak mungkin,”Flo yang memandangi tempat itu juga seakan tak percaya de
Itu adalah sebuah rumah kecil dengan dinding kayu. Rumah itu terlihat sederhana, tapi memiliki sebuah ruang tamu, kamar tidur dan satu kamar mandi yang tidak terlalu buruk.Rinka Sukhova, salah satu senior Alisa di SMA Khusus Wanita Kartovik itu sekarang tinggal di tempat yang sederhana tersebut. Tidak diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan gadis Suku Volga dari kutub utara itu memilih tinggal di kampung yang kecil ini.Sang senior lalu mengambil sebuah kotak obat untuk mengobati luka di kaki Alisa. Kini ia terlihat berbeda bila dibandingkan saat dirinya masih di Kartovik.“Ahh...”“Eh, maaf. Bagian itu sakit ya?” tanya Rinka.Sepertinya perlu waktu lebih lama agar luka di kaki Alisa bisa sembuh secara total, mengingat luka itu disebabkan oleh peluru kaca dari pistol sihir Sachiko. Walaupun pada umumnya material padat yang tercipta dari manipulasi wujud partikel gaib akan kembali menguap dalam rentang waktu tertentu, tapi bekas luka yang ditinggalkannya bersifat permanen seperti t
Seorang gadis yang seusia dengan Floria nampak bergelantungan dengan posisi terbalik di sebuah pohon ek. Rambut hitamnya yang bergelombang nampak terayun ke bawah. Ia terlihat memandangi wajah Alisa dengan posisi terbalik.“Kemampuan sensorik yang hebat. Kau bisa mengetahui keberadaanku hanya dengan bantuan angin tipis saja. Kau sangat menakjubkan, gadis penyihir angin,”Gadis berambut hitam itu tersenyum padanya, namun Alisa masih menaruh rasa curiga. Terlebih lagi ia belum pernah bertemu dengannya.“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Alisa padanya.“Ah, aku hanya melihatmu berjalan di jalan itu sambil merenung. Jadi aku mengajakmu untuk kemari sebentar, Alisa Garbareva. Uhh...”Gadis misterius itu mengayunkan tubuhnya sebelum akhirnya melompat salto ke tanah. Tapi karena ia mengetahui namanya, Alisa pun semakin curiga. Sontak dirinya mundur satu langkah dari posisinya.“Apa? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” tanya Alisa tegas.“Uhh, pastinya aku tahu 'lah. Aku 'kan satu angkatan den
Alisa, Floria dan Rinka seakan mematung melihat sesuatu yang mengerikan tepat di depan mata mereka. Begitu pula dengan Jeanne. Wanita itu sangat depresi dan ketakutan begitu melihat hal yang mengerikan itu terjadi di depan matanya.“Ti-tidak...”Sesosok wanita berambut sama dengan Jeanne tepat berada di depan mereka. Ia nampak tergantung di dekat kasurnya dengan kondisi leher yang terikat tali. Tubuhnya sedikit berayun dengan kondisi tangan dan kaki yang lemas.Alisa melihat pada sebuah benda kecil yang tergeletak di bawah tubuh yang tergantung itu. Gadis itu pun sangat terkejut begitu menyadari benda yang seharusnya melekat di jari Joy kini sudah tergeletak di lantai.“Cincin Angkenya lepas dari jarinya. Itu artinya Kak Joy sudah...”“AAAAA... JOOOOYYYYY!!”Jeanne berteriak histeris begitu menyadari bahwa ia kehilangan putri semata wayangnya dengan cara yang sangat mengerikan. Floria pun menghampirinya dan berusaha menenangkan wanita itu.Sementara itu, Rinka memandangi tubuh kawannya
Alisa selamat untuk kali ini. Serangan bola sihir raksasa eksplosif itu berhasil ditepis oleh seniornya sekaligus salah satu pelaku utama perundungannya di masa lalu. Hal ini pun tentunya membuat Penny sangat terkejut.“Tunggu, kenapa? Kenapa kau bisa ada disini?” Penny bertanya-tanya.Sophie mengacungkan pedangnya yang bercahaya kuning itu pada gadis berambut hitam tersebut.“Penny Schaeffer. Aku sudah tahu semua yang kau lakukan pada kawanku Joy,” tegas Sophie.“Eh, Kak Sophie?”“Sebaiknya kau menyerah sekarang dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu. Sihir kegelapanmu tidak akan berguna melawan sihir cahayaku,” lanjutnya.Mendengar ucapan itu membuat Penny kembali tertawa terbahak-bahak. Dirinya masih tak mau menyerah walaupun lawannya adalah gadis penyihir cahaya dengan kemampuan bertarung yang tinggi.“Hihi... HAHAHAA....”Sophie menelan ludah melihat ekspresi gadis itu.“MENYERAH KATAMU? KAU PIKIR AKU AKAN MELAKUKAN HAL ITU SETELAH APA YANG KALIAN LAKUKAN PADAKU PULUHAN TAHUN
Cahaya yang sangat terang masih menutupi seluruh pandangan. Tak ada hal lain yang bisa dilihat selain daripada itu.“Uh, terang sekali,”Gadis berambut hitam itu menutupi kepalanya karena tak tahan dengan cahaya silau yang ada di depannya. Namun perlahan cahaya itu menghilang. Ia pun terkejut dengan apa yang ia lihat di depannya.“Eh? Apa yang terjadi? Dimana aku?”Dirinya kini berada di sebuah kota kecil yang subur dengan perkebunan. Terlihat rumah-rumah warga yang berjajar dengan rapi dan bersih. Terlihat pula jalanan kecil yang cukup sepi dengan saluran air yang jernih di sampingnya.“Ini, Telhi?”Gadis itu baru menyadari bahwa ia sekarang tengah berdiri di kota kelahirannya yang kini sudah musnah akibat pertambangan mineral itu. Mengingat hal itu, ia pun berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia sedang terkena pengaruh sihir.“Tidak, tidak. Ini sihir ‘Illusia’ milik Sophie sialan itu. Aku tidak boleh terjebak di dalamnya. Aku harus segera sadar,”Gadis bernama Penny Schae