Share

Bab 40 : Sang Pemimpin

Penulis: W. Soetisna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Distrik Constantina, Vitania Tengah.

Isabel Campania, seorang gadis penyihir senjata yang mampu menghentikan waktu seketika berubah 180 derajat di mata semua orang. Gadis bergaun putih yang awalnya benar-benar diremehkan hingga sempat terusir dari base kini berubah jadi sosok yang paling ditakuti di tempat itu.

Bukan tanpa alasan. Hanya dalam waktu kurang dari satu bulan saja, ia sudah jauh melampaui kemampuan Alexa ‘De Cutter’ yang awalnya merupakan gadis penyihir terkuat di base itu. Sihir waktunya yang mengerikan dan kemampuannya dalam bermain pisau menjadikannya tak terkalahkan. Dan hanya dalam waktu kurang dari satu tahun, Isabel kini dikenal sebagai salah satu gadis penyihir terkuat di Brigade Penyihir Garis Depan Vitania.

Kecakapannya dalam bertarung akhirnya membuat dirinya menjadi petinggi Base Constantina, menggantikan Alexa yang dipindahkan ke base lain. Namun dalam gaya kepemimpinannya, ternyata ia lebih bengis daripada pengguna gunting raksasa itu.

BRUKK

“Aghh...”

“Lemah s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 41 : Kuasa Waktu Semesta

    Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Saat itu hujan sedang turun dengan derasnya disertai petir yang menggelegar. Isabel tengah menulis dan memberikan cap stempel pada sejumlah berkas di kantornya yang baru. Ia nampak ditemani oleh seorang gadis muda berambut panjang yang seumuran dengan mendiang adiknya.“Wah, Ketua Isabel memang teliti sekali memeriksa berkas-berkas itu,” puji gadis muda itu.“Yah, mau bagaimana lagi, Milla. Ini memang sudah jadi tugasku sebagai seorang sekretaris utama,” jawab Isabel.“Hehe...”Milla tersenyum hingga gigi putihnya terlihat. Isabel nampak memberikan cap stempel pada sebuah berkas.“Ngomong-ngomong, kau juga harus belajar pemberkasan seperti ini. Jadi kalau aku mati nanti, kau bisa menggantikanku sebagai sekretaris utama,” celetuk Isabel.“Ihh... Kenapa Ketua Isabel bicara seperti itu?”“Ya siapa tau saja.”“Hal itu mustahil 'lah. Ketua Isabel 'kan gadis penyihir terkuat kelima di Vitania ini. Hampir tidak ada yang bisa mengalahkanmu,” kata Milla.Mendeng

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 42 : Ruangan Putih

    Ketidakadilan, sebuah kata yang terus terdengung di telinga gadis penyihir terkuat kelima di Vitania itu. Mengingat masa lalunya yang sangat menyedihkan itu membuat batin dari seorang kakak yang secara langsung menyaksikan kematian adiknya tersebut tak bisa dibendung lagi.“Kenapa? Kenapa hal ini terjadi padaku? Kenapa hal ini bisa terjadi pada keluargaku? Pada adikku?” rintih Isabel.“Kak Isabel...”Air mata mulai menetes dari matanya, meluncur melewati pipinya.“Kenapa kita diperlakukan tidak adil seperti ini? Bahkan hanya untuk bertahan hidup saja, kenapa?”Ekspresi wajahnya kini tak karuan. Antara sedih dan marah, semuanya bercampur aduk. Floria yang menyaksikan hal itu berusaha untuk menenangkannya.“Ketua Isabel, aku mohon kendalikan dirimu,”Tapi gadis bergaun putih itu tak mendengarnya.“Seandainya aku menyadari hal ini sejak awal, aku pasti bisa mencegahnya. Aku pasti masih bisa melihatnya. Dia pasti masih hidup bersamaku. Tapi... tapi...”Ia terus memegangi pipinya dengan eks

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 43 : Jalan Pulang

    Hembusan angin kencang akibat mantra Spell itu menghilang, berganti dengan hembusan angin laut yang dingin. Gadis bergaun putih bernama Isabel itu nampak bersimpuh, sementara Alisa terlihat tengah telungkup tepat di depannya.“ALISA!!”Flo berlari ke arah gadis itu dan meraih tangannya. Meskipun terlihat sangat kelelahan, gadis Karelia itu masih mampu untuk menjawabnya.“Hehe, aku berhasil, Flo,”“Hadeh, kau ini benar-benar membuatku khawatir,” kata Flo sambil menghela napas.Dengan tongkat emas yang tergeletak di depannya, Isabel nampak bersimpuh dengan tatapan kosong.“Apa yang telah aku lakukan?”“Ketua Isabel,” gumam Flo.“Semua ini, semua ini adalah kesalahan. Tidak seharusnya aku melakukan semua ini,” kata wanita bergaun putih itu. Gaya bicaranya benar-benar berubah.“Tidak seharusnya aku menjadi mesin pembunuh,” lanjutnya.Mendengar hal itu membuat Alisa tersenyum. Sepertinya Isabel sudah sadar dengan apa yang telah ia lakukan selama ini. Gadis Karelia itu langsung menghampiriny

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 44 : Kembali ke Utara

    Angin dingin berhembus melewati celah-celah pepohonan yang rindang itu. Hawa dinginnya begitu menusuk kulit orang-orang yang mungkin ada di sekitarnya. Apalagi ini merupakan wilayah hutan di atas garis lintang utara Planet Kamina yang cukup dekat dengan kutub utara. Suara kicauan burung-burung liar yang hidup di hutan tepi pantai itu begitu terdengar jelas di telinga.“Uh, dimana ini? Apa yang terjadi?”Alisa perlahan membuka matanya. Ia masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Gadis Karelia itu terbangun di sebuah hutan yang terletak di pinggir pantai. Hembusan angin laut masih begitu terasa di tempat itu.Alisa pun menoleh ke arah samping. Terlihat sahabatnya Floria tengah terbaring di atas sebuah rakit yang sudah rusak. Ia pun baru menyadari peristiwa yang terjadi pada mereka.“Ah iya, kita terhempas dari Pantai Kirkau,”Gadis itu pun menghampirinya dan berusaha membangunkan sang sahabat.“Flo, bangun Flo,”“Uh, Alisa?”Gadis Vitania itu pun terbangun.“Dimana ini?” tanyanya.“Aku

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 45 : Ketiadaan

    Bukit Victoria, sebuah bukit yang langsung menghadap Selat Timur Laut dan Kepulauan Edinberg itu juga merupakan ujung timur dari Distrik Orc, Kota Telhi, Daerah Otonom Karelia. Kota yang hanya terdiri dari 3 distrik itu seharusnya dapat terlihat dengan jelas dari puncak bukit ini. Tapi kini, semuanya telah sirna.“Eh, dimana Telhi?”Alisa Garbareva, seorang gadis yang pernah dibesarkan di panti asuhan Distrik Kartava itu sangat terkejut dengan apa yang ia lihat pada malam itu bersama sahabatnya, Floria Fresilca.Kota Telhi yang seharusnya dipenuhi oleh ladang-ladang, rumah-rumah penduduk, serta lampu-lampu yang menerangi jalanan kecil itu seakan lenyap tak tersisa. Sekarang yang terlihat hanyalah sebuah lubang galian besar dengan ukuran hampir seluas kota itu. Ada beberapa lampu besar menyinari jalan berpasir, terlihat juga sejumlah kendaraan besar yang berlalu lalang sambil membawa bebatuan berwarna hitam.“Apa? Tidak mungkin,”Flo yang memandangi tempat itu juga seakan tak percaya de

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 46 : Dibalik Bayang

    Itu adalah sebuah rumah kecil dengan dinding kayu. Rumah itu terlihat sederhana, tapi memiliki sebuah ruang tamu, kamar tidur dan satu kamar mandi yang tidak terlalu buruk.Rinka Sukhova, salah satu senior Alisa di SMA Khusus Wanita Kartovik itu sekarang tinggal di tempat yang sederhana tersebut. Tidak diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan gadis Suku Volga dari kutub utara itu memilih tinggal di kampung yang kecil ini.Sang senior lalu mengambil sebuah kotak obat untuk mengobati luka di kaki Alisa. Kini ia terlihat berbeda bila dibandingkan saat dirinya masih di Kartovik.“Ahh...”“Eh, maaf. Bagian itu sakit ya?” tanya Rinka.Sepertinya perlu waktu lebih lama agar luka di kaki Alisa bisa sembuh secara total, mengingat luka itu disebabkan oleh peluru kaca dari pistol sihir Sachiko. Walaupun pada umumnya material padat yang tercipta dari manipulasi wujud partikel gaib akan kembali menguap dalam rentang waktu tertentu, tapi bekas luka yang ditinggalkannya bersifat permanen seperti t

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 47 : Penyihir Hitam

    Seorang gadis yang seusia dengan Floria nampak bergelantungan dengan posisi terbalik di sebuah pohon ek. Rambut hitamnya yang bergelombang nampak terayun ke bawah. Ia terlihat memandangi wajah Alisa dengan posisi terbalik.“Kemampuan sensorik yang hebat. Kau bisa mengetahui keberadaanku hanya dengan bantuan angin tipis saja. Kau sangat menakjubkan, gadis penyihir angin,”Gadis berambut hitam itu tersenyum padanya, namun Alisa masih menaruh rasa curiga. Terlebih lagi ia belum pernah bertemu dengannya.“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Alisa padanya.“Ah, aku hanya melihatmu berjalan di jalan itu sambil merenung. Jadi aku mengajakmu untuk kemari sebentar, Alisa Garbareva. Uhh...”Gadis misterius itu mengayunkan tubuhnya sebelum akhirnya melompat salto ke tanah. Tapi karena ia mengetahui namanya, Alisa pun semakin curiga. Sontak dirinya mundur satu langkah dari posisinya.“Apa? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” tanya Alisa tegas.“Uhh, pastinya aku tahu 'lah. Aku 'kan satu angkatan den

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 48 : Guna-guna

    Alisa, Floria dan Rinka seakan mematung melihat sesuatu yang mengerikan tepat di depan mata mereka. Begitu pula dengan Jeanne. Wanita itu sangat depresi dan ketakutan begitu melihat hal yang mengerikan itu terjadi di depan matanya.“Ti-tidak...”Sesosok wanita berambut sama dengan Jeanne tepat berada di depan mereka. Ia nampak tergantung di dekat kasurnya dengan kondisi leher yang terikat tali. Tubuhnya sedikit berayun dengan kondisi tangan dan kaki yang lemas.Alisa melihat pada sebuah benda kecil yang tergeletak di bawah tubuh yang tergantung itu. Gadis itu pun sangat terkejut begitu menyadari benda yang seharusnya melekat di jari Joy kini sudah tergeletak di lantai.“Cincin Angkenya lepas dari jarinya. Itu artinya Kak Joy sudah...”“AAAAA... JOOOOYYYYY!!”Jeanne berteriak histeris begitu menyadari bahwa ia kehilangan putri semata wayangnya dengan cara yang sangat mengerikan. Floria pun menghampirinya dan berusaha menenangkan wanita itu.Sementara itu, Rinka memandangi tubuh kawannya

Bab terbaru

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 77 : Bersamamu, Selamanya

    Awan gelap mulai menutupi sinar Formalha, pertanda hujan akan turun di ibukota Sentralberg. Angin pun berhembus walau tak kencang.Sementara itu di pusat kota, suara ledakan, tembakan, hingga adu sihir sudah tak terdengar lagi. Menyerahnya Rocky Calais menjadi penanda bahwa operasi pembebasan itu telah selesai. Mereka semua sudah menang.Putri Inori menghampiri Rocky Calais yang sudah tertunduk lesu tanpa kedua tangannya. Cucu terakhir Sazali Fatir itu mengambil mahkota yang sudah berlumuran darah di samping pria tersebut.“Dengan ini semuanya sudah berakhir, Rocky Calais,” tegas Inori.Pria itu tak menanggapinya dan hanya tertunduk lesu.Angin pun berhenti berhembus. Suasana menjadi hening. Akan tetapi, teriakan seorang gadis tomboy tiba-tiba memecah kesunyian.“HEI, KAK ALISA!! KAK ALISA!!”Inori menoleh ke arah sumber suara. Terlihat seorang gadis penyihir dengan pakaian biru crop top dan celana pendek serta topi sailor putih berusaha membangunkan seorang gadis lain di depannya. Me

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 76 : Penghakiman

    WUSHHPusaran angin yang sangat kencang itu tiba-tiba menghilang tanpa sebab. Lingkaran sihir yang sebelumnya berputar di udara juga lenyap tak bersisa. Kini yang terlihat hanyalah seorang Alisa Garbareva yang tengah mengangkat belatinya ke langit tanpa dikelilingi sihir apapun, serta Linne Helenawicz yang sedang memegangi kaki seniornya itu. Tak lama kemudian gadis Telhi itu menurunkan tangannya dan melepaskan belatinya. Mereka pun selamat.“Huh, syukurlah, aku berhasil,” ucap Linne sambil ngos-ngosan.Semua orang sontak terpaku, sebagiannya lagi menghela napas setelah peristiwa yang hampir meluluhlantakkan seluruh permukaan Planet Kamina itu nyaris terjadi.“Huff...”Putri Inori menghela napas dengan tangan di dada. Ia tak mampu berkata apapun melihat tindakan berani gadis tomboy itu.Suasana pun mendadak sunyi, akan tetapi kesunyian itu terhapus setelah dua orang mendobrak pintu bawah istana. Terlihat seorang pria berjas hitam dengan topi homburg yang ditemani seorang gadis penyihi

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 75 : Senyap

    Angin berhembus semakin kencang. Suara adu senjata hingga ledakan sihir masih terdengar di seantero ibukota Sentralberg. Namun tidak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh seorang Alisa Garbareva. Gadis Telhi itu hanya tersimpuh dengan tatapan kosong. Di depannya terbaring kaku tubuh sahabatnya, Floria Fresilca yang sudah tak memiliki cincin Angke di jemarinya.Sementara itu di depannya berdiri seorang pria dengan gagah jumawa lengkap dengan pakaian kebesarannya. Dirinya tersenyum lebar seakan dia telah memenangkan pertarungan itu.“Keren sekali,” ujarnya.Tak lama kemudian dari pintu di belakang Alisa keluarlah sejumlah orang dengan berbagai senjata lengkap, para gadis penyihir dengan Posacca mereka serta sejumlah pemuda bersenjatakan Politia. Muncul juga seorang wanita muda yang merupakan pemimpin dari gerakan itu.“Rocky Calais.”Di samping wanita muda itu terlihat pula seorang gadis penyihir bersenjatakan pistol perak yang langsung menyahut begitu melihat dua orang yang tak asing b

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 74 : Sang Raja yang Serakah

    “Uhuk... uhuk...”Debu yang berterbangan dari reruntuhan itu membuat keduanya terbatuk-batuk. Kedua gadis itu terjatuh dari lantai atas akibat sebuah ledakan hingga terhempas ke lantai bawah. Namun untungnya mereka masih selamat.Perlahan debu pun menghilang dan mereka berdua bisa melihat apa yang sedang terjadi di sekitarnya.“Hah? Jadi ini...”Alisa dan Floria begitu tercengang melihat pertempuran besar yang sedang terjadi tepat di depan mata kepala mereka sendiri. Askar, Patrol, gadis penyihir, hingga masyarakat biasa, semuanya saling bersatu dalam pertarungan melawan para penjaga Sentralberg.Alisa menoleh ke berbagai arah. Terlihat beberapa orang saling bertarung dengan menggunakan senjata. Masyarakat biasa beserta Patrol dan Askar menggunakan Politia, sementara gadis penyihir dengan Posacca. Sementara itu di atas langit terlihat pula sihir perisai 'Skyoldir' yang mengurung mereka semua disana.Dirinya juga menoleh ke arah samping. Terlihat sejumlah orang yang tergeletak tak berd

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 73 : Ruangan Sebelah

    Hawa dingin menembus kulit mereka berdua. Perlahan keduanya pun membuka mata.“Dimana ini?”Dua gadis itu mendapati diri mereka terbaring di atas lantai dalam sebuah ruangan yang dingin dan cukup gelap. Mereka menengok ke sekitar. Terlihat ada sejumlah peralatan aneh berwarna perak yang tersimpan di sebuah lemari berwarna putih.“Ini, laboratorium?”Alisa perlahan berusaha bangkit. Begitu pula dengan Floria yang juga terbaring di sampingnya. Mereka nampak masih kebingungan dengan apa yang terjadi, kenapa mereka bisa ada di tempat itu.“Ah, sial. Si Iskarius itu.”Flo sepertinya sudah menyadarinya.“Flo? Siapa?” Alisa bertanya-tanya apa maksud sang sahabat.“Iskarius, penasehat Gubernur Karelia itu. Dia ternyata mata-mata kerajaan pusat. Dan dia berhasil menculik kita ke tempat ini,” jelas Flo.“Oh begitu ya.”Alisa hanya bergeming mendengarnya.“Eh iya, ngomong-ngomong kita dimana?” tanya gadis Telhi itu lagi.Flo menggelengkan kepala.“Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya ini suatu t

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 72 : Sang Korporat

    Topi homburg yang dikenakannya ia berikan pada seorang gadis berambut pendek dengan pakaian serupa di sampingnya. Pria itu lalu memberikan hormat pada sang raja beserta empat kepala daerah. Dirinya nampak tersenyum pada semua orang, tapi cukup jelas ekspresinya itu hanyalah senyuman licik. Setidaknya itu yang dipikirkan oleh Gubernur Alistair.“Sekali lagi maafkan saya atas keterlambatan ini,” ucap Bob.“Sudah-sudah. Tak perlu bicarakan itu lagi. Sekarang kita kembali ke pembahasan awal,” ujar Rocky.Bob dengan berkas di tangan kirinya lalu berdiri di samping sang raja.“Jadi, pembahasan rapat ini sudah sampai mana, Yang Mulia?” tanya Bob kembali.“Ah, aku senang kau bertanya.”Sang raja lalu menunjuk ke arah keempat kepala daerah dengan ekspresi marah.“Mereka ini payah. Mereka berempat malah menyalahkan aku atas segala permasalahan di daerah otonom akibat ketidakbecusan mereka. Dan saat aku akan menendang mereka, dengan liciknya mereka malah mempermainkan aku. Hutan Schwitz, pertamb

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 71 : Konferensi Meja Bundar

    Sinar bintang biru Formalha menyinari Sentralberg di pagi itu. Suara hiruk pikuk Carreta dan Motosicca yang berlalu lalang di jalanan beraspal hitam mewarnai suasana ibukota Kerajaan Archipelahia tersebut. Berbeda dengan kondisi di daerah otonom yang sedang carut marut, disini hampir semua orang beraktivitas seperti biasa.Begitu pula di Istana Perak tempat Raja Archipelahia bersinggasana. Tidak ada sesuatu yang terlalu urgent. Hanya terlihat sedikit penambahan pasukan penjaga di sejumlah titik. Bendera biru Archipelahia masih berkibar dengan gagahnya di puncak tiang tertinggi.Kondisi di dalam istana tak terlalu berbeda. Terlihat sejumlah penjaga tengah berlalu lalang, sedangkan sebagiannya lagi berdiri tegap setiap ada petinggi wilayah yang berjalan di depan mereka.Seorang pemuda berjas hitam dengan lencana surya kuning di sakunya berjalan melewati para penjaga itu. Terlihat pula seorang gadis muda berambut coklat dengan pakaian kasual lengan panjang serta rok yang tak terlalu lebar

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 70 : Hari H

    Lokasi rahasia, Ibukota Chekovia, Daerah Otonom Vitania.Sebuah ruangan besar menyerupai aula berdiri megah di dalam ruang bawah tanah raksasa. Ruangan itu diperkirakan cukup untuk menampung hampir 10 ribu orang. Kini, sekitar lebih dari 8 ribu gadis penyihir anggota Brigade Penyihir Garis Depan Vitania berkumpul di tempat itu. Kebanyakan dari mereka adalah para petinggi brigade serta gadis penyihir tingkat tinggi yang memegang peranan penting dalam organisasi paramiliter dengan anggota nyaris 100 ribu orang itu.“Rapat akbar? Apakah ada hal yang sangat penting sampai kita semua dipanggil ke tempat ini?”“Entahlah, ini perintah langsung dari Pemimpin Utama.”“Kalau yang kumpul sebanyak ini, berarti akan ada suatu operasi besar. Apa mungkin ini adalah puncak dari perjuangan kita?”“Keren sekali. Tinggal selangkah lagi kita akan memperoleh kemerdekaan.”Para gadis penyihir saling berbincang memecah suasana malam itu. Tak berselang lama, sang pemimpin utama Brigade Penyihir, Sylvie Schwa

  • Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin   Bab 69 : Arti dari Sebuah Nama

    Angin berhembus cukup kencang di cuaca yang cerah itu. Kurang dari 24 jam lagi rencana besar yang telah disepakati dalam rapat rahasia akan dilaksanakan. Namun di atas permukaan tanah itu nyaris tidak ada siapapun. Semuanya nampak sepi.Alisa duduk di sebuah bangku taman, namun tidak ada bunga yang mekar di sekitarnya. Yang ada hanyalah wilayah kosong yang nyaris rata dengan tanah. Terlihat sejumlah kecil puing bangunan yang belum dibersihkan. Suasana Kartovik wilayah timur itu kini bak kota mati, bahkan mungkin seperti hamparan tanah luas tak bertuan.Alisa menutup matanya sambil menengadah ke langit. Dirinya mengingat segala hal yang pernah terjadi di tempat itu bersama teman-temannya.“Sebentar lagi, semua penderitaan ini akan berakhir. Tapi, ini terlalu sunyi. Aku kesepian,” ungkap Alisa dalam hati.Perlahan air mata menetes dari pelupuk mata gadis Telhi itu. Ia benar-benar merindukan semuanya. Kehidupan yang damai, sekolah, serta kawan-kawan. Namun sekarang semuanya telah sirna.

DMCA.com Protection Status