Share

Permintaan Sumi

Penulis: Aw safitry
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 11:32:41

Bai menggeleng sembari menggenggam tangan istrinya. Dia menatap sekitar dengan waspada. "Baca doa, Sayang," titah Bai tanpa menoleh ke arah Ken yang juga menatap waspada.

Ken pun hanya mengangguk sambil membaca doa-doa yang ada di dalam Al-Qur'an yang dipercaya bisa mengusir energi jahat makhluk astral. Selama hidup, dia sering berkesinambungan dengan makhluk-makhluk tersebut membuatnya tidak lagi terlalu takut.

Angin pun semakin berembus kencang. Hingga gorden di rumahnya lepas. Tak lama setelah itu, muncul sebuah asap hitam pekat yang masuk lewat celah ventilasi rumahnya.

Bai dan Ken mundur beberapa langkah sambil tetap waspada dan meminta perlindungan pada Allah dari gangguan makhluk jahat yang datang.

Asap hitam itu semakin besar hingga wujudnya berubah menjadi sosok pocong yang wajahnya terlihat busuk. Bahkan, Ken pun dibuat mual karena bau busuknya yang sangat menusuk itu.

"Tetap berdoa, Sayang." Bai semakin erat menggenggam telapak tangan istrinya.

"Astaghfirullah ... bau
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Meminta Tumbal

    Setelah kejadian itu, Sumi pun sudah hampir satu bulan ini memutuskan untuk tinggal di rumah Husain. Namun, masih memberi kesempatan bagi suaminya untuk bertaubat dan memperbaiki segalanya. Agus pun memilih untuk membiarkan Sumi. Karena dia masih kesal pasca istrinya meninggalkannya, bahkan meminta dirinya menceraikannya. "Kamu pikir, wanita hanya kamu saja apa? Sok jual mahal. Dengan kekayaan yang aku punya sekarang ini, aku bisa dapatkan wanita mana pun yang aku mau," ujar Agus dengan angkuh sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. Meski begitu, hatinya yang terdalam tetap mencintai Sumi. Karena Sumi adalah cinta pertamanya dan hanya dia yang mau menerima laki-laki miskin seperti Agus saat itu.Dia pun sering menghabiskan waktu di warungnya. Dan lebih memperkaya hartanya dengan rencana menambah cabang warung bakso miliknya. Sumi sendiri semakin menjadi mudah melakukan terapi rukiyah pada Bai dan Ken untuk menghilangkan gangguan sihir yang ada pada dirinya. Kondisi Sumi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kalajengking

    "Nggak ada pilihan lain, Agus. Kalau kamu nggak bisa dapat janin baru dari istri kamu. Maka anak perempuan kamu yang jadi penggantinya."Mbah Moyo berbicara sambil menatap Agus yang terdiam beberapa saat.Di satu sisi, Agus tidak ingin kehilangan kekayaan yang selama ini dia dapat. Namun, dia juga tidak ingin kehilangan anak pertamanya untuk dijadikan tumbal pesugihannya. Karena Anindita adalah anak kesayangannya. Anak pertama, harapannya selama ini. Itu juga alasannya membiarkan anak gadisnya tinggal di pesantren. Agar selamat."Pilihannya hanya ada dua, Agus. Kamu bujuk kembali istrimu agar bisa kembali padamu dan memberikan janin baru agar bisa kamu tumbalkan. Atau kamu kehilangan semua kekayaan yang selama ini kamu dapatkan," papar Mbah Moyo serius. "Aku sudah membujuk Sumi. Tapi, dia nggak mau, Mbah. Malah dia akan menceraikanku," sahut Agus sambil mengusap wajahnya. "Cerailah dan segera cari istri baru. Gitu saja kok repot," sahut Mbah Moyo dengan santai. Agus menarik napas d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Pertemuan Ayah dan Anak

    "Dipanggil sama Ustadz Bai juga, Nak?" tanya Sumi yang berpapasan dengan Anindita saat berada di depan rumah Bai. "Iya, Bu. Ibu juga?" Anindita bertanya balik sambil menggandeng jemari Ibunya. "Iya. Tadi, Ustadz Bai menelepon Ibu untuk datang ke rumahnya. Jadwalnya rukiyah juga. Cuma biasanya kan abis ashar gitu."Sumi mengetuk rumah pasangan Bai dan Ken. Hanya dua kali ketukan saja, pintu rumah terbuka lebar. Menampilkan sosok wanita yang mengenakan gamis lebar berwarna lavender dengan kain cadar yang menutup sebagian wajahnya. "Silakan masuk, Bu, Anindita. Ustadz Bai sedang menghabiskan makan siangnya dulu sebentar." Wanita itu menyambut kedua tamunya dengan senyum manis. Terlihat dari kedua matanya yang menyipit dan anggukkan kepalanya. "Maaf, kita ganggu, ya," ucap Sumi sedikit tidak enak hati karena ternyata Bai masih makan siang. "Iya, Ustadzah," timpal Anindita sambil mencium punggung tangan Ken dengan takzim. Sedangkan dengan Sumi bersalaman sambil mencium pipi kanan dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Anindita Diculik

    "Pak ...," lirihnya sambil berusaha melepas pelukan sang Bapak. Sama seperti Agus, perasaan gadis itu pun campur aduk. Antara senang, kecewa, tapi juga takut. Bayangan kemarahan Agus masih teringat jelas di otaknya. Bagaimana dia ditampar keras oleh Agus hanya karena menyetel murotal Al-Qur'an melalui pengeras suara di rumahnya. Dia melarang keras Anindita dan Ibunya mengaji juga salat. Padahal, dulu Anindita begitu disayang oleh sang Bapak. Sikapnya pun sangat lembut. Berbanding terbalik dengan saat ini yang kasar dan sering marah-marah.Namun, dia teringat lagi akan nasihat Bai, jika harus tetap berbakti dan berbuat baik terhadap kedua orang tua selama dia tidak mengajak pada kemusyrikan. "Bapak ...." Anindita pasrah dan akhirnya membiarkan sang Bapak memeluknya penuh rindu. Dia pun membalas pelukannya sembari menangis sesenggukan. Menumpahkan segala perasaannya selama ini. Kecewa, ingin marah, takut, juga rindu yang membaur menjadi satu."Maafkan Bapak, Anin. Maafkan Bapak ..

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Hampir Terenggut Kesuciannya

    Sementara itu, Sumi, Bai, Ken, dan Husain langsung mengendarai mobilnya menuju tempat di mana mereka pernah membuntuti Agus saat mempersembahkan tumbal janin calon anaknya. Karena mereka yakin, Agus pasti membawa Anindita ke tempat itu. Dan benar saja, saat tiba di sana, mereka melihat mobil Agus terparkir di tepi jalan.Husain menghentikan mobilnya persis di belakang mobil Agus. Kemudian mereka turun dan langsung menuju tempat yang di mana Agus mempersembahkan janinnya dulu.Namun, kosong. Mereka tidak menemukan siapapun di sana. Hanya ada sebuah makam yang terlihat sudah sangat tua. Kemungkinan, makam itu disakralkan oleh warga sekitar. Terlihat dari banyaknya bekas bunga tujuh rupa, sesaji, dan bekas dupa."Nggak ada siapapun. Ke mana mereka membawa Anin?" Sumi pun semakin mencemaskan Anindita. Pikirannya sudah ke mana-mana. "Kita berpencar mencari mereka. Kita harus segera menemukan Anindita," ujar Bai serius. "Saya bersama istri ke arah kanan. Bu Sumi dan Mas Husain ke arah ki

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Bukan Akhir, Tapi Awal

    Agus pun menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Bai berdiri di belakangnya. Ada rasa syukur saat ada orang lain yang membantunya menyelamatkan anaknya dari kelakuan bejat Mbah Moyo."Siapa kamu? Berani-beraninya ikut campur urusanku?" tanya Mbah Moyo dengan tatapan tajam. Seolah marah karena aksinya terganggu. "Aku Bai. Orang tua gadis yang ingin kamu lecehkan. Dia anakku di pesantren. Jadi, di saat nyawanya terancam, maka aku akan maju untuk menyelamatkannya!" balas Bai dengan tetap tenang. Namun tegas. Mbah Moyo pun tertawa terbahak-bahak. "Heh, bapak kandungnya saja tidak peduli. Bahkan, dia tega menumbalkan anaknya agar harta kekayaannya bertambah. Lalu, kenapa kamu begitu peduli? Bahkan ... seakan menyerahkan nyawamu padaku demi menyelamatkan gadis ini?""Dia pergi dari pesantren. Dan dia menjadi tanggung jawabku. Hidup mati itu hanya ada di tangan Allah. Bukan di tangan iblis sepertimu!" sahut Bai dengan sengit. "Manusia sok suci!" Mbah Moyo pun mulai menyerang Bai. Namun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Permintaan Tolong

    Tujuh bulan kemudian .... “Ada apa, Mas?” Ken mendekati suaminya dengan penasaran setelah menerima panggilan dari salah satu kerabatnya. Lelaki yang masih menggunakan sarung bermotif batik dan dipadu dengan kaos oblong itu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan sang Istri yang kini tengah mengandung buah hati mereka setelah penantian tiga tahun lamanya. Usia kandungannya kini memasuki tujuh bulan. “Bulek Tini sakit katanya, Sayang,” jawabnya dengan raut wajah cemas dan bingung. “Innalillahi, sakit apa?” Kening Ken membentuk lapisan tipis. Sedangkan Bai menggelengkan kepalanya pelan. “Kok?” Ken semakin menatapnya heran. “Duduk dulu. Nanti Mas ceritakan.” Bai meraih pinggang sang Istri. Menuntunnya untuk duduk di kursi sofa yang ada di pojok kamar mereka. Setelahnya, Ken duduk bersandar dengan nyaman dan siap mendengarkan kisah yang akan diceritakan oleh suaminya, Bai

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Berangkat ke Jogja

    Bai pun memberitahu kedua orangtuanya tentang penyakit yang diderita oleh Bulek Tini. Keduanya pun meminta Bai untuk menengok sepupu dari ibunya itu.“Ya sudah. Ayah minta dijenguk saja dulu. Dilihat. Nanti Ayah kalau sudah pulang juga mau lihat seperti apa kondisi Bulek,” sahut Ajeng, ibu dari Bai.“Iya. Rencananya sore ini juga mau ke sana.”“Ken ikut?” tanya sang Ibu menatap Ken yang mengangguk dengan senyuman.“Ikut, Bu. Ken juga mau lihat kondisi Bulek Tini,” sahutnya.“Berangkatnya jangan terlalu sore, ya. Jangan sampai ketemu maghrib di jalan. Istri kamu lagi hamil, Bai,” katanya mengingatkan.“Iya, Bu. Insyaallah nanti sebelum ashar kita berangkat. Biar ashar di jalan saja,” katanya sambil menoleh pada istrinya yang kembali mengangguk. Setuju dengan rencana suaminya.Ustadz Fathur, ayah dari Bai sendiri sedang mendampingi anak-anak pondok berzi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Tertangkap

    “Kamu ini kenapa, Mila? Kemarin saja kamu tolak dia sampai segitunya. Kenapa sekarang malah jadi seperti ini?” tanya sang Ibu menatap anak perempuannya dengan heran.“Iya. Kenapa kamu?” sang Ayah menimpali. Heran melihat tingkah anak perempuan mereka yang seperti tergila-gila pada lelaki yang cintanya pernah ditolak putrinya mentah-mentah.Mila sendiri ayahnya seorang tentara, sehingga dia pun menginginkan jodoh yang setara dengan putrinya. Paling tidak tentara juga. Namun yang melamarnya malah hanya seorang lelaki yang membantu kakak perempuannya berjualan warteg. Jelas saja ditolak.“Pokoknya aku mau ketemu sama Mas Bimo. Aku cinta sama dia, Ma, Pa. Aku kangen banget sama dia …,” rengeknya sambil menatap wajah kedua orangtuanya yang semakin mengerutkan keningnya.“Jangan-jangan anak kita kena pelet lagi, Pa?” tebak sang Ibu dengan suara sedikit berbisik.“Ih, memang masih jaman begituan, Ma?” sang Ayah menoleh dan menatap istrinya dengan kedua alis yang hampir bersatu.“Ya masih, Pa

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Sebab Akibat

    Ajeng tidak menyangka jika sepupu lelakinya itu tega melakukan ini semua. Bahkan tega menjebloskan suaminya ke penjara hanya karena dia sakit hati pada perempuan.“Ini nggak bisa dibiarkan!” geramnya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.Lalu menatap Ken dan Bai bergantian dengan tatapan nanar.“Bu, ini masih belum lengkap. Masih ada satu kejahatan lagi yang sedang dia rencanakan,” katanya membuat sang Ibu mertua menatap Ken seolah menunggu kelanjutan dari ucapannya.“Apa?”“Dia sedang berencana membuat perempuan yang menolak cinta dan menghinanya itu gila atau meninggal dengan cara melakukan ritual ajian jaran goyang. Ini bahaya banget, Bu,” papar Ken serius.“Ya Rabbi! Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan,” balasnya dengan dada bergemuruh. “Bai, cepat berikan bukti-bukti ini pada polisi agar Bimo segera ditangkap. Kalau masih dibiarkan berkeliaran, dia akan semakin mer

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Ketahuan

    Ken baru saja membuka ponselnya usai memastikan suaminya tertidur pulas. Karena seharian ini Bai nempel terus padanya, sehingga Ken tidak sempat membuk pesan khusus yang dikirim oleh Ikhsan yang isinya tentu saja bukti-bukti kejahatan Paklek Bimo.Tangannya meraih headset, kemudian dipasang di kedua telinganya. Setelahnya, diputarlah video demi video yang dikirim oleh Ikhsan. Diperdengarkan baik-baik apa yang dikatakan Paklek Bimo dalam video tersebut.“Ya Rabbi! Jahat sekali dia!” pekiknya tanpa sadar dan membuat suaminya menggeliat. Lalu membuka mata dan membuat Ken panik. Kemudian langsung mematikan layar ponselnya.“Kenapa, Sayang? Kok belum tidur?” Bai menatap istrinya dengan kening berkerut.“Eh, anu … anu … nggak. Aku … lagi lihat video ini di youtube,” jawabnya dengan gugup.“Kenapa masih lihat hp? Tidur, Sayang. Kamu harus banyak istirahat. Ingat apa kata dokter,” ujarnya mengingatkan sang Istri. “Udah … hp-nya buat besok lagi. Sekarang istirahat dulu, ya ….”Bai mengambil po

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Diinterogasi

    Beberapa wali santri menuntut kasus ini ke meja hijau. Mereka tidak rela jika anak-anaknya yang dikira menuntut ilmu agama untuk bekal kehidupannya malah terjerumus ke dalam pesantren yang mengajarkan aliran sesat.Tanpa mencari tahu terlebih dulu kebenarannya, mereka langsung melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Dan meminta Ustadz Fathur beserta anaknya dihukum penjara.“Demi Allah, saya tidak mengajarkan ajaran sesat, Pak!” ujar Ustadz Fathur saat sudah di kantor polisi setempat. Sedang dimintai keterangan.“Tapi, kami mendapat banyak laporan jika pesantren yang ada di bawah kepemimpinan Anda ini menganut dan mengajarkan aliran sesat. Bahkan, praktik rukiyah yang dijalani selama ini sampai memakan korban. Atau jangan-jangan Anda ini dukun berkedok ustadz yang meminta bayaran mahal dari pasien-pasien Anda?”“Astaghfirullah ….” Ustadz Fathur mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika tuduhanny

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Berbuntut Panjang

    Perempuan yang ternyata dukun itu mengangguk. Usianya sebenarnya sudah hampir sembilan puluh tahun. Fisik aslinya sudah pasti seperti kebanyakan perempuan usia senja lainnya. Hanya saja, Mbah Trinil memakai susuk, sehingga wajahnya awet muda. Seperti usia tiga puluh tahunan.Hanya saja, jika susuknya belum diperbaharui, maka wajahnya akan berubah ke bentuk aslinya. Peot dan menyeramkan. Seperti perempuan tua yang sering Ken lihat sedang memakan janin. Pun perempuan yang sering meneror Ken di dalam mimpi.Ikhsan sendiri tercengang mendengar percakapan itu. Dia tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Paklek Bimo. Tanpa sadar, dia melangkah mundur dan kakinya menginjak pecahan kaca yang ada di sekitar rumah Mbah Trinil itu.Seketika Ikhsan tersadar dan langsung lari mendekati sungai. Dia bersembunyi di balik pohon sambil mematikan videonya saat Mbah Trinil dan Paklek Bimo keluar rumah setelah mendengar suara tersebut.“Sepertinya ada seseorang &hell

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kelicikan Paklek Bimo

    Ken yang baru saja hendak tidur pun dia urungkan niatnya setelah mendengar suara notifikasi khusus dari ponselnya. Dia memberikan notifikasi khusus untuk pesan dari Ikhsan, menandainya agar tidak sama dengan pesan lain.Sejenak kedua matanya melirik sang Suami yang sudah terlelap di sampingnya setelah berlayar bersama. Kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Barulah membuka pesan yang dikirim oleh Ikhsan yang kontaknya dia beri nama Ningsih.Ikhsan: Ning, Paklek Bimo pergi menuju hutan.Ikhsan juga menyertakan video berdurasi kurang dari satu menit. Meski gelap, tapi tetap kelihatan karena Paklek Bimo membawa senter. Sehingga bisa untuk penerangan Ikhsan juga.Ken: Ikuti terus, Ustadz. Ikuti ke mana pun dia pergi yang sekiranya mencurigakan. Tapi tetap hati-hati.Ken menarik napas dalam setelah mengirim balasan untuk Ikhsan. Kemudian kembali menatap layar ponsel setelah mendengar kembali suara notifikasi pesan dari Ikhsan.

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Mulai Bekerja

    Berbekal uang juga beberapa informasi yang didapatkan dari Ken, setelah sampai di Terminal Giwangan, Ikhsan pun turun. Dia pun memesan ojek dan menyuruhnya mengantar ke alamat yang telah diberikan oleh Ken.Karena tempatnya lumayan jauh dari kota dan butuh beberapa waktu untuk sampai di lokasi. Ikhsan pun meminta diturunkan di suatu tempat yang letaknya kira-kira kurang dari satu kilometer dari rumah Bulek Tini.Dia pun memutuskan jalan kaki menuju tempat yang akan dijadikan tempat pengintaian.“Nanti di dekat sana ada masjid kecil. Kayak mushola. Kamu bisa minta izin sama warga untuk tinggal selama mengaku menjadi musafir,” ujar Ken saat itu.Ikhsan pun mengingatnya dan mencari mushola yang dimaksud oleh Ken. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dia bertanya pada salah satu warga yang ada di sebuah ladang.“Maaf, Pak. Mau tanya ….”“Iya, Mas. Ada apa?” Warag tersebut terlihat memperhatikan penampilan Ikhsan dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Saya musafir. Dan kebetulan dapat

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Orang Suruhan Ken

    “Tugas? Tugas apa, Ning?” tanyanya penasaran sekaligus takut.Takut jika yang dijalaninya merupakan tugas besar dan jika dia gagal, maka akan membuat suasana menjadi semakin rumit. Entah apa yang akan ditugaskan oleh Ken kepadanya ….Kedua mata Ken terlihat mengawasi sekitar. Setelah dirasa aman, dia pun mengungkapkan apa yang akan menjadi tugas santri tersebut.“Begini, Ustadz tahu kan apa yang terjadi di pesantren kita ini? Masalah serius yang sudah membuat reputasi pesantren tempat kita semua menuntut ilmu ini jatuh. Dengan Ustadz masih bertahan di sini, aku meyakini jika Ustadz yakin kalau apa yang diajarkan di pesantren ini bukanlah ajaran sesat. Betul?”Santri bernama Ikhasan itu mengangguk. Membenarkan apa yang diucapkan oleh istri dari gurunya itu. Kedua orangtuanya di kampung halaman pun yakin jika anaknya tidak salah dalam menuntut ilmu. Maka dari itu, mereka tidak ikut menarik putranya pulang ke rumah seperti orangtua yang lainnya. Ikut terpengaruh berita yang sedang viral

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Rencana Ken

    “Aku nggak akan biarkan ini terjadi begitu saja, Mas. Lihat? Reputasi pesantren Ayah jadi hancur gara-gara video itu viral! Licik sekali sih Bujang Lapuk itu,” omel Ken dengan penuh kekesalan.Satu minggu selepas kematian Bulek Tini, beredar video tentang tuduhan Paklek Bimo terhadap Ustadz Fathur juga Bai yang mengatakan mereka adalah dukun berkedok ustadz. Bahkan pesantren yang dijalankannya pun dikatakan aliran sesat.Tentu saja itu membuat para istri ustadz itu geram. Namun, baik Bai maupun Ustadz Fathur memilih untuk tetap berusaha tenang. Meski dalam hati pun ada rasa cemas karena akan kehilangan kepercayaan masyarakat tentang pesantren yang sudah dibangunnya dari zaman ayahnya Ustadz Fathur.“Sayang, tenang dulu. Kita mungkin akan mediasi dengan Paklek Bimo terkait masalah ini. Kita akan coba luruskan. Kamu diam saja dan berdoa. Jangan bertindak apapun yang bisa membahayakan diri kamu sendiri dan calon anak kita. Ingat, kamu sedang hamil!”Bai mengingatkan istrinya untuk tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status