Share

Ken Ditandai

Penulis: Aw safitry
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 13:12:06

Bai mengerjapkan kedua matanya. Menatap jam dinding yang menggantung di dinding kamar yang ditempatinya bersama Ken di rumah Bulek Tini. Jarumnya menunjukkan pukul tiga dini hari. Lelaki itu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih bergelayut di kedua kelopak matanya.

Lalu membaca doa setelah bangun tidur. Kemudian lelaki itu duduk di sisi ranjang. Dia menoleh dan baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sisinya.

“Ken? Ke mana? Atau … ke kamar mandi? Tapi kok nggak bangunin aku?” gumamnya dengan hati yang mendadak cemas.

Segelas air putih diteguknya hingga tandas. Kemudian bangkit dan mencari istrinya menuju kamar mandi.

“Sayang? Kamu di dalam?” tanyanya sambil mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup. Karena Ken menutupnya kembali setelah keluar tadi.

Tak ada jawaban.

Bai pun mendorong pintunya yang ternyata tidak terkunci dan kosong. Tak ada siapapun di dalamnya. Membuat Bai semakin cemas. Dia pun masuk dan hanya membasuh wajahnya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Periksa Kandungan

    Adzan subuh berkumandang. Bai pun meminta Ken untuk bersiap salat subuh karena kondisi istrinya pun sudah lebih tenang. Dia hanya merasa sedikit trauma. Mencemaskan keadaan anak dalam kandungannya. Karena jika dia sendiri, mungkin tidak terlalu khawatir. Dia bisa mengatasinya tanpa takut mati. Namun, dia sedang membawa satu nyawa yang sudah dia dan suaminya nantikan kehadirannya. Jadi … Ken akan selalu menjaganya dengan baik.Usai salat, Ken dan Bai fokus berdzikir serta berdoa. Meminta perlindungan pada Allah untuk membentuk benteng pertahanan dari serangan-serangan jin dan bala tentaranya. Setelahnya, mereka sama-sama membaca Al-Qur’an di kamar yang bersebelahan dengan kamar dari Bulek Tini.Mendengar suara orang mengaji, tubuh Bulek Tini mulai terasa panas. Dia menutupi telinganya dengan kedua telapak tangannya. Lalu memukul-mukul pintu kamar yang terkunci dari luar. Dikunci oleh Paklek Bimo.“Berhenti aku bilang! Kalau tidak, kalian akan kubunuh!” teriaknya memberi ancaman.“Mas?”

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kerasukan Bikin Heboh

    Di sebuah Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri, semua santriwati dari asrama Az-Zahra sedang berkumpul di aula karena datangan keluarga yang ingin mengunjunginya. Setiap enam bulan sekali, Pondok Pesantren Al-Anwar selalu mengadakan penjengukan santri yang digilir setiap asrama.Suasana haru menyelimuti aula terbuka yang bisa dibilang seperti taman dengan pendopo seluas 20x10 meter yang ada di tengah-tengah taman tersebut. Di mana para orang tua terlihat bahagia karena bisa melepas rindu dengan anaknya yang tengah menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri. Namun, keharuan tersebut tiba-tiba berubah menjadi mencekam saat terdengar suara teriakan seorang wanita yang suaranya begitu memekakkan telinga. Membuat siapapun yang mendengarnya seketika itu merinding. Membuat semua orang yang belum tahu pun kebingungan dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. "Ada apa sih?" "Nggak tahu. Tapi, orang-orang pada lari. Kayak ketakutan."Sebagian orang yang ada di dekat wanita terse

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kisah Kelam Sumi

    Semua orang pun terkesiap dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu pada Bai. Berani-beraninya seorang wali santri meludahi seorang ustadz yang mengajar anaknya di pondok, begitu pikir mereka. "Wah ... kurang ajar kamu, ya!" ujar Zaki memicingkan kedua matanya pada wanita yang tertawa dengan sangat keras.Bai yang masih terlihat santai sambil mengusap wajahnya yang terkena ludah wanita tadi dengan ujung telapak tangannya tanpa jijik.Sedangkan Ken kembali mundur, sesuai dengan perintah suaminya. Meski dia sangat khawatir. Namun dia percaya, jika suaminya pasti bisa mengatasi wanita itu, atas izin Allah tentunya. Dia pun tak hentinya berdoa untuk keselamatan sang Suami.Bai mulai memfokuskan dirinya menatap mata perempuan itu sambil membaca ta'awudz dengan sepenuh hati dan tentunya memohon pertolongan pada Allah agar dimudahkan menyadarkan wanita yang tengah kerasukan tersebut.Berbekal ilmu yang dia peroleh dari sang Ayah yang juga peruqiyah dan juga doa-doa yang diajarkan oleh sang

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Berkunjung ke Rumah Sumi

    "Apa yang membuat Bu Sumi curiga?" tanya Bai menatap wajah tirus Sumi serius. Sumi pun menceritakan awal mula kejadian tersebut secara detail kepada Bai dan Ken yang mendengarkannya dengan seksama. "Nah, usaha yang dirintis saya dan suami itu tidak berkembang, Ustadz. Bahkan, kami sempat berhenti meneruskan jualan bakso di depan rumah karena kehabisan modal," papar Sumi serius."Lalu?" tanya Ken yang meminta Sumi melanjutkan ceritanya. "Suatu hari, dia diajak teman lamanya ikut ke kota untuk membantu temannya itu yang membuka warung makan lesehan di kota. Usahanya sukses dan setiap hari dagangannya selalu ramai pembeli.""Selang satu bulan bekerja di sana, suami saya pun pulang ke rumah dan mengajak saya untuk kembali berjualan bakso. Tapi ... saya enggan karena memang belum ada modal. Jangankan modal jualan bakso lagi. Untuk makan saja kami masih kesulitan saat itu."Sumi menoleh ke arah Anindita yang duduk di sebelahnya. Lalu, dia menggenggam telapak tangan sang anak dengan lembu

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Tuduhan Agus

    "Siapa ini, Bu?" tanya Agus dengan tatapan penuh selidik. Sumi bangkit dari duduknya, lalu menuntun sang Suami agar ikut duduk di sebelahnya. Tentunya dengan senyum yang seolah dipaksa. Karena terlihat jelas di wajah wanita itu jika dia tengah ketakutan. "Ini Ustadz Bai sama Mbak Ken istrinya. Mau silaturahmi ke sini. Mereka itu yang mengajar Anindita di pondok," jelas Sumi memperkenalkan Bai dan Ken pada Agus. "Betul, Pak," sahut Bai dengan senyuman dan anggukan kepala. Sedangkan Ken hanya membalasnya dengan anggukan kepala. "Terus, ada urusan apa ke sini? Apa anak saya di pondok membuat kerusuhan?" tanya Agus lagi sambil menatap Bai dan Ken serius. "Oh, tidak, Pak. Justru, Anindita salah satu santri yang berprestasi di kelasnya," jawab Bai. "Seperti apa yang dikatakan oleh Bu Sumi, saya ke sini hanya ingin menjalin silaturahmi saja. Tidak lebih," sambungnya. Sumi menyentuh telapak tangan sang Suami dan menggenggamnya lembut. Sebagai kode untuk tidak terlalu curiga pada tamuny

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Bukan Masalah Sepele

    "Mbak Ken ...," sapa Sumi sambil menganggukkan kepalanya. Ada sedikit rasa malu di hatinya mengingat kejadian beberapa hari lalu yang dilakukan suaminya pada Bai dan Ken saat di rumahnya. Namun, dia sangat membutuhkan bantuan dari Bai, jadilah dia datang ke rumah Bai dan Ken untuk silaturahmi sekaligus meminta maaf."Masuk dulu, Bu Sumi ...," ucap Ken mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah dengan senyum ramah. "Duduk, Bu.""Terima kasih, Mbak." Sumi mengangguk dan duduk di lantai dengan alas karpet yang tidak terlalu tebal, namun cukup empuk untuk diduduki.Meski Bai sendiri berasal dari keluarga yang berkecukupan, bahkan lebih dari cukup. Bai dan Ken tetap memilih hidup sederhana. Memilih fasilitas yang diberikan oleh pondok sebagai tempat tinggal pengajar yang sudah berkeluarga. Mereka tetap menerapkan tawadhu dan qonaah dalam prinsip hidupnya."Apa kabar, Bu Sumi?" "Alhamdulillah baik, Mbak Ken," jawab Sumi tersenyum tipis. "Emm ... maaf kalau kedatangan saya mengganggu, Mba

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kerasukan Lagi

    Bai baru saja pulang dari masjid pesantren setelah salat Isya berjamaah. Dia pun berniat untuk langsung istirahat karena merasa sangat lelah menjalani aktivitas mengajar di pondok dengan jadwal yang padat. Bukan hanya mengajar pelajaran, namun dia juga mengajar ilmu bela diri dan terapi rukiyah. Itulah yang membuat tenaganya lebih cepat terkuras habis. "Mau dipijit?" tawar Ken saat melihat kelelahan di wajah sang Suami. "Boleh. Sebentar saja lah. Pengin langsung tidur," jawabnya dengan tetap menatap sang istri dengan senyum menawan. "Oke." Ken pun dengan senang hati memijit bahu sang Suami dengan pelan. Asal membuat tubuh Bai rileks saja. "Sambil setor hafalan coba, Sayang. Sudah sampai mana hafalannya?" pinta Bai sembari memejamkan kedua matanya."Sampai surah Yusuf kemarin, Mas. Lanjutin, ya ...."Ken pun mulai melantunkan suaranya membaca Al-Qur'an. Hampir enam bulan dia mulai menghafal Al-Qur'an dengan fasih. Memahami setiap ayatnya dan berusaha menerapkannya dengan baik da

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Muntah Darah

    Meski terasa sakit, namun Bai pun tetap berusaha tenang agar tetap bisa mengendalikan dirinya. Ekor matanya melirik sang Istri yang juga terlihat mengerang kesakitan akibat dicekik oleh Sumi. Ken berusaha melepas tangan Sumi dari lehernya. Tapi, tidak bisa. Tenaga Sumi benar-benar luar biasa. Bai membacakan surah Al-Baqarah aya 255 dengan bibir bergetar karena menahan sakit. Tangannya yang terbebas berusaha melepas tangan Sumi dari lehernya sembari meminta perlindungan kepada Allah dari gangguan setan yang tengah menguasai tubuh Sumi. Detik berikutnya, Sumi langsung melepas kedua tangannya dari lehernya juga leher Ken. "Panas!" pekiknya sambil mengibaskan kedua telapak tangannya yang terasa panas bagai tersulut bara api.Ken pun langsung terbatuk dan hampir saja terjungkal ke belakang. Untung saja, Bai dengan sigap menangkap tubuh istrinya. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya cemas.Ken pun menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak apa-apa, Mas. Kamu harus hati-hati, dia bukan lawan y

Bab terbaru

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Periksa Kandungan

    Adzan subuh berkumandang. Bai pun meminta Ken untuk bersiap salat subuh karena kondisi istrinya pun sudah lebih tenang. Dia hanya merasa sedikit trauma. Mencemaskan keadaan anak dalam kandungannya. Karena jika dia sendiri, mungkin tidak terlalu khawatir. Dia bisa mengatasinya tanpa takut mati. Namun, dia sedang membawa satu nyawa yang sudah dia dan suaminya nantikan kehadirannya. Jadi … Ken akan selalu menjaganya dengan baik.Usai salat, Ken dan Bai fokus berdzikir serta berdoa. Meminta perlindungan pada Allah untuk membentuk benteng pertahanan dari serangan-serangan jin dan bala tentaranya. Setelahnya, mereka sama-sama membaca Al-Qur’an di kamar yang bersebelahan dengan kamar dari Bulek Tini.Mendengar suara orang mengaji, tubuh Bulek Tini mulai terasa panas. Dia menutupi telinganya dengan kedua telapak tangannya. Lalu memukul-mukul pintu kamar yang terkunci dari luar. Dikunci oleh Paklek Bimo.“Berhenti aku bilang! Kalau tidak, kalian akan kubunuh!” teriaknya memberi ancaman.“Mas?”

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Ken Ditandai

    Bai mengerjapkan kedua matanya. Menatap jam dinding yang menggantung di dinding kamar yang ditempatinya bersama Ken di rumah Bulek Tini. Jarumnya menunjukkan pukul tiga dini hari. Lelaki itu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih bergelayut di kedua kelopak matanya.Lalu membaca doa setelah bangun tidur. Kemudian lelaki itu duduk di sisi ranjang. Dia menoleh dan baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sisinya.“Ken? Ke mana? Atau … ke kamar mandi? Tapi kok nggak bangunin aku?” gumamnya dengan hati yang mendadak cemas.Segelas air putih diteguknya hingga tandas. Kemudian bangkit dan mencari istrinya menuju kamar mandi.“Sayang? Kamu di dalam?” tanyanya sambil mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup. Karena Ken menutupnya kembali setelah keluar tadi.Tak ada jawaban.Bai pun mendorong pintunya yang ternyata tidak terkunci dan kosong. Tak ada siapapun di dalamnya. Membuat Bai semakin cemas. Dia pun masuk dan hanya membasuh wajahnya

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Pasar Tradisional

    Hujan semakin turun dengan derasnya. Pepohonan mobat-mabit diterjang badai. Semua orang yang ada di dalam rumah Bulek Tini duduk di ruang tamu, mengamati sekitar. Juga Bulek Tini yang ikut duduk di sana dengan sedikit bersandar pada bantal.Petir dan kilat saling bersahutan. Hingga terdengar memekakkan telinga.“Subhanallah … ngeri banget ini hujannya,” ujar Bulek Tuti yang duduk sambil memeluk kakak perempuannya yang juga sama ketakutan.“Kabar terkini, jalur utama longsor dan nggak bisa dilewati kendaraan,” sahut Bimo setelah melihat informasi dari gawainya.“Kamu ini lho, Bim. Orang petir lagi menyambar-nyambar gini kok masih main hp juga,” omel Bulek Tuti pada adik bungsunya.“Update informasi, Yu,” sahutnya. Lalu mematikan layar ponsel dan menyimpannya kembali di saku celana.“Kita fix nggak bisa pulang ini dong, Mas,” kata Ken menatap suaminya yang menggeleng lemah.

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Efek Buhul

    Di tempat lain, bersamaan dengan terbakarnya isi dari bungkusan putih yang ditemukan oleh Ken, Bulek Tini mengerang kepanasan. Membuat Bulek Tuti, adik perempuan Bulek Tini yang kebetulan sedang berkunjung panik.“Bimo, ini Yu Tini gimana?” teriaknya memanggil nama adik bungsunya.Lelaki berkumis tipis lari tergopoh dari halaman belakang saat mendengar teriakan kakak perempuannya.“Kenapa, Yu?” tanyanya mendekat dan terlihat panik.“Ini Yu Tini gimana?”“Yu, istighfar. Jangan begini,” katanya menatap Bulek Tini yang terus mengerang sambil memegangi kepalanya. Lalu perutnya yang terlihat lebih besar dari kemarin.“Sakiiitttt …,” jerit Bulek Tini tertahan.“Dibawa ke rumah sakit lagi apa gimana ini?” Tuti pun panik bukan main. Dia tidak tega melihat kondisi sang kakak yang terus kesakitan.“Jangan, Yu! Percuma. Kemarin di rumah sakit juga nggak kelihatan apa-apanya,” tolaknya. “Aku hubungi Bai dulu. Biar dia yang menangani,” tukasnya. Lalu menelepon Bai dan menyuruhnya pulang.Bai dan K

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Menemukan Buhul

    Sesuai rencana, Bai dan Ken izin menuju warung di mana Bulek Tini berjualan. Di mana warung tersebut berada di kompleks tempat wisata Bhumi Merapi. Setelahnya, mereka berniat untuk kembali ke Magelang dan memberitahu pada kedua orangtuanya.“Bagus juga tempatnya kalau pagi-pagi gini, ya, Mas,” ujar Ken sambil bergandengan tangan dengan suaminya.Mereka memilih berjalan menuju warung. Karena jaraknya lumayan dekat. Bisa untuk olahraga Ken yang tengah hamil tujuh bulan itu sembari menikmati suasana pegunungan yang masih asri.“Iya. Dulu waktu kecil Mas sering nginep di rumah Bulek. Karena kan dulu anaknya cowok, tapi meninggal pas masih usia satu tahunan kayaknya. Kalau masih hidup ya seusia Mas. Makanya, Mas dianggap kayak anak sendiri sama Bulek Tini,” papar suaminya sambil menoleh dan tersenyum pada Ken.Ken mengangguk sambil terus berjalan perlahan. Tautan tangan keduanya semakin erat dengan senyum yang terus terukir di bibir keduanya sambil terus memuji Allah atas keindahan alam ya

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Mengancam Ken

    “Sayang!” Bai menyadari istrinya seperti mimpi buruk langsung berusaha membangunkan Ken.“Sayang, bangun!” Bai menepuk pelan pipi sang Istri yang terlihat sedang mengigau.Tak bangun-bangun, dia pun membisikkan ayat kursi di samping telinga sang Istri dan membuat Ken seketika itu membuka mata dengan lebar.“Alhamdulillah …,” kata Bai mengembuskan napas lega karena akhirnya istrinya bangun.“Mas,” panggil Ken sambil memegangi perutnya dengan panik. “Anak kita nggak papa kan?”“Insyallah anak kita baik-baik saja. Kamu kenapa emang? Mimpi apa?” tanyanya sambil menatap istrinya dengan cemas. Sedangkan tangannya mengusap perut istrinya dengan lembut hingga terasa gerakan sang janin yang menandakan tak terjadi sesuatu dengan calon buah hatinya.“Aku tadi mimpi-“Ken tak jadi melanjutkan kalimatnya saat terdengar suara benda jatuh seperti bom di atas atap rumah Bulek Tini. Saking terkejutnya, keduanya sampai reflek mengucap istighfar. Lalu saling melempar pandang.“Bulek Tini!” pekik keduany

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Menduga-duga

    “Jadi, beberapa hari sebelum Yu Tini sakit dan masuk rumah sakit, dagangannya itu sempat sepi sekali. Sekalinya ada yang beli, katanya makanannya basi. Padahal ya baru aja kami masak. Masakan kita selalu fresh. Karena aku juga bantuin Yu Tini, makanya aku paham betul. Kalau Yu Tini itu paling anti dengan makanan kemarin. Kalau nggak habis aja langsung dibuang atau dikasih ke orang kalau masih layak dikonsumsi,” paparnya.Bai dan Ken kembali saling pandang dan mengangguk. Menyimak dengan seksama.“Pernah ada beberapa juga yang katanya mau beli makanan di warung Yu Tini, tapi katanya tutup. Sekililingnya pun kotor kayak udah nggak buka lamaaa sekali. Nggak terurus katanya,” katanya lagi.Bai menarik napas dalam. Lalu menoleh pada sang Istri yang mengangguk paham.“Maaf sebelumnya … apa Bulek Tini pernah ada masalah dengan salah satu pedagang di sana?” tanya Ken memastikan jika dugaannya benar.“Kalau setahuku sih nggak ada,” sahut Paklek Bimo. Lalu menoleh pada kakak perempuannya. “Apa

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kisah Bulek Tini

    Setelah menunggu beberapa saat, tak lagi terdengar keributan di dalam kamar Bulek Tini. Bai pun kembali meminta izin pada Paklek Bimo untuk masuk ke dalam dan melihat kondisi Bulek Tini.“Kamu tunggu di luar dulu, Sayang. Takutnya masih membahayakan,” katanya menatap sang Istri yang mengangguk patuh.Begitu pintu dibuka, Bai pun masuk sambil mengucapkan salam dengan begitu tenang.“Astaghfirullahal’adzim!” Bai terpekik sambil memejamkan kedua matanya sesaat setelah wajahnya dilempar oleh sesuatu dari arah samping. Lelaki yang selalu memakai peci hitam itu pun menoleh ke arah kanan.“Mau apa kamu ke sini? Jangan ikut campur!”Bulek Tini berdiri di pojok kamar sambil menatap Bai dengan tajam. Jari telunjuknya bahkan sampai menunjuk Bai. Seolah tak suka dengan kehadiran Bai.“Bai, masih, ya?” Paklek Bimo menyembul di belakang tubuh Bai dengan takut.“Masih, Paklek,” jawabnya singkat.“Hati-hati, Mas,” ujar Ken menatap suaminya dengan cemas.“Iya. Kamu tetap di situ!” balasnya tanpa menol

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kejadian di Rumah Bulek Tini

    Bai pun mencoba menenangkan istrinya. Memeluknya sambil mengusap punggungnya dan membacakan ayat kursi.“Sudah, Dek. Nggak ada apa-apa,” katanya sambil melepas pelukan sang istri. “Mas coba mobilnya dulu. Siapa tahu sudah jadi. Jangan dilihat lagi, ya!”Ken pun mengangguk dan memilih mengalihkan pandangannya ke arah lain. Lalu menunduk sampai Bai masuk ke dalam mobilnya. Dia langsung mengapit lengan kiri suaminya dengan erat.“Bismillahirahmanirrahim. Ya Allah … bantu kami …,” gumam Bai sebelum menyalakan mesin mobil. Dan akhirnya menyala.“Alhamdulillah ….” Keduanya pun bisa bernapas lega karena akhirnya mobil berhasil berjalan lagi.“Ayo cepat, Mas! Aku nggak mau lama-lama di sini,” ujar Ken sedikit ketakutan. Dia masih sedikit trauma dengan apa yang dilihatnya.Jika makhluk yang terbiasa terlihat seperti pocong dan teman-temannya mungkin Ken sudah tidak takut. Namun, kali ini perempuan tua yang dilihatnya itu sedang memakan janin yang masih berlumuran darah.Sedangkan dirinya sedan

DMCA.com Protection Status