“Mom … Dad … Ana langsung balik ke Jakarta ya.” Anasera malah pamit setelah acara selesai.“Kamu itu kenapa sih enggak betah di Bandung? Apa kamu enggak kangen sama Mommy daddy? An—““Pergilah, An ….” Om Angga merangkul pinggang istrinya agar berhenti bicara.Tante Bunga menganga, menatap suaminya tidak percaya.“Nawa … Om titip Ana ya,” sambung Om Angga lagi.Meski om Angga masih rindu kepada putrinya tapi memaksa Anasera bukanlah hal yang baik.Semakin diatur maka Anasera akan semakin menjauh dari mereka.Setelah Anasera akhirnya jatuh ke pelukan Arnawarma, om Angga cukup merasa lega.Om Angga hafal watak dan karakter anak-anaknya papi Arkana dan menurutnya Arnawarma adalah pria baik bila dibanding Ghazanvar padahal sesungguhnya dalam hati beliau merasa kalau sang putri mencintai Ghazanvar.Feeling seorang ayah ternyata tidak pernah salah.“Siap Om.” Arnawarma menjawab cepat.“Ayo sayang.” Om Angga menuntun istrinya keluar dari venue.Meski kesal namun tak ayal langkah t
Beberapa hari ini Anasera pulang ke Bandung atas permintaan mommy untuk membantu menyiapkan pesta pertunangannya.Meski sesungguhnya dia tidak dibutuhkan karena pesta tersebut adalah keinginan mommy yang semuanya dipilih serta diatur oleh mommy.Selalu seperti itu, mommy akan bersikap menjadi mommy menyebalkan yang harapan dan keinginannya bertolak belakang dengan Anasera.Kepulangan Anasera ke Bandung selama beberapa hari tentu saja membuat Arnawarma tersiksa karena tidak bisa meminta jatah.Dan benar saja, sesampainya di apartemen Anasera, Arnawarma tidak memberikan kesempatan kepada Anasera untuk menanggalkan pakaiannya.Dia tarik ke atas kain sinjang yang masih melekat di bagian bawah tubuh Anasera hingga melingkar di pinggang sementara itu bagian dada Anasera yang terekspose menjadi bagian tubuh yang pertama kali Arnawarma rajai.Anasera pasrah, Arnawarma terlalu mempesona baginya kini sehingga tidak mampu menolak setiap sentuhan panas pria itu.Desah lega tercetus saat Ar
Ghazanvar : Sayang, tiba-tiba klien datang ke kantor. Aku udah suruh driver jemput kamu dari kampus, kamu ke kantor aku ya … nanti kamu nunggu di ruangan aku dulu ya.Naraya membaca pesan dari suaminya setelah kelas berakhir.Mereka ada janji latihan Dance sore ini, tadi pagi rencananya Ghazanvar akan menjemput Naraya di kampus setelah jam kuliah berakhir lalu mereka pergi bersama ke studio latihan.Namun karena Ghazanvar mendadak ada meeting dengan klien jadinya Naraya harus ke kantor pria itu dulu.Naraya : Oke, Nay baru aja bubaran kelas.Pesan yang Naraya kirim belum juga dibaca oleh Ghazanvar sampai langkahnya tiba di pelataran parkir.Netranya mengedar ke sekitar lalu mendapati mobil operasional kantor suaminya terparkir tidak jauh.Naraya mendekat ke sana lalu bersamaan dengan itu dia dihampiri driver kantor Ghazanvar dari arah taman.“Silahkan, Bu.” Sang driver membukakan pintu untuk Naraya.Naraya mengangguk sembari tersenyum usai mengucapkan Terimakasih.Dia masuk
Jangan lupakan kalau suaminya adalah anak Konglomerat dengan ketampanan setaraf Dewa Yunani, jadi pasti lah banyak yang tergila-gila kepada Ghazanvar.Lantas terbesit di benaknya kalau mungkin apa yang disampaikan perempuan itu hanya hoax belaka untuk mengguncang rumah tangganya dengan Ghazanvar.Senyum Mita perlahan memudar, raut wajahnya menegang dengan pendar kebencian di mata.“Kamu enggak usah bangga, memangnya kamu siapa? Hanya mahasiswi miskin yang dijadikan menantu Gunadhya karena belas kasihan mereka … asal kamu tahu, Ghazanvar sering meniduri banyak perempuan … bukan aku aja, kamu harusnya cek apakah kamu kena penyakit kelamin menular atau enggak.” Mita mengakhiri kalimatnya dengan senyum mencemooh. “Kenapa enggak kamu duluan yang periksa? Katanya kamu sering tidur sama suami aku?” Naraya membalikan ucapan Mita, dia jadi semakin yakin kalau kata-kata Mita semuanya dusta, sebenarnya itu harapan Naraya.“Sombong banget sih ini ayam kampus!” Mita berseru sembari menderapk
Naraya menyantap dengan lahap menu makan siang yang disajikan Office Girl sambil sesekali mengusap pipinya yang basah oleh air mata.“Oooh … jadi tadi tangannya gemetar itu karena lapar.” Yang hanya berani Ghazanvar ucapkan di dalam hati.Jika dia katakan langsung, Ghazanvar khawatir piring yang sedang Naraya tekuni melayang ke kepalanya.“Sayang—““Diem, Nay lagi makan!” seru Naraya rendah tapi tegas.Ghazanvar pun tidak lagi bersuara, fokus menyantap makan siang bersama Naraya di meja sofa sambil duduk bersila karena Naraya belum bergerak dari tempatnya sedari tadi.Ghazanvar lantas memberikan tissue kepada Naraya sebab air matanya tidak berhenti mengalir padahal tidak terisak.Naraya menerimanya meski dengan gerakan kasar dan delikan tajam.Setelah menghabiskan makan siangnya, Naraya pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan lantas duduk di tempat yang sama.“Maaf ya Nay, masa lalu aku kelam banget … harusnya aku kasih tahu kamu waktu di Dusun Bambu … tapi sebenarnya aku s
“Oke bagus, kamu hebat sekarang Ghaza! Yess, lanjut Ghaza! Keren!” Adalah kalimat yang berulang kali dilontarkan sang pelatih melihat kemajuan gerakan Ghazanvar yang mulai luwes.Gerakan Naraya sudah tidak perlu dibahas lagi karena terkadang si pria pelatih merasa tersaingi karena Naraya sangat luwes melakukan gerakan yang dicontohkan bahkan ada beberapa gerakan Naraya lebih halus dan lebih bagus dari yang dicontohkan.“Kalau bukan istri Konglomerat, aku mau ngajak kamu jadi penari latarnya Taylor Swift—““Mauuuuu,” sambar Naraya penuh binar di mata.“Boleh ya, Bang?” Naraya memohon.“Enggak usah, ngapain? Nanti aku transfer sepuluh kali lipat dari gaji jadi dancer Taylor Swift.“Nah itu makanya tadi aku awali dengan ‘kalau bukan istri Konglomerat’.”“Abang maaaah ….” Naraya mengerucutkan bibirnya, lupa kalau tadi mereka nyaris bertengkar hebat.“Ya enggak mungkin lah kamu jadi penari latar Taylor Swift di saat suami kamu bisa ngundang dia ke Indonesia untuk konser pribadi.”
Naraya berulang kali menghubungi suaminya yang tadi pagi berjanji akan menjemput untuk latihan.Biasanya Ghazanvar sudah ada di pelataran parkir saat Naraya keluar kelas tapi tidak kali ini.Dari semenjak keluar kelas terakhirnya, Naraya sudah menunggu Ghazanvar selama lima belas menit namun batang hidung suaminya tak kunjung kelihatan.“Hapenya juga enggak aktif lagi.” Naraya mengesah.“Nay,” panggil suara bariton dari belakang punggung Naraya.Naraya membalikan badannya. “Eh Mas Khafi.” “Ngapain di sini? Enggak ada kelas?”Pria itu bertanya basa-basi.“Udah selesai, Nay lagi nunggu abang Ghaza,” jawab Naraya jujur.“Ooh … aku duluan ya,” kata Khafi tapi masih berdiri di depan Naraya.“Iya, hati-hati ya Mas.” Satu detik …Dua detik …Tiga detik …Khafi masih mematung di depan Naraya sembari menatap wajah cantik itu lekat-lekat.“Aku tungguin kamu deh sampai suami kamu datang.” Khafi menjatuhkan bokongnya di bangku taman berbahan kayu di dekat sana.“Eeeh … enggak us
Setelah kembali ke mejanya, Alex menghubungi Rudolf dan Dimitri yang ternyata juga tidak tersambung.Mereka seperti hilang ditelan bumi sejak pagi.Beberapa jam Naraya menunggu hingga malam pun menjelang namun Ghazanvar tidak kunjung datang.Untuk urusan dengan Mita, sekarang Naraya sudah tidak perlu mengkhawatirkannya lagi tapi ke mana sebenarnya Ghazanvar?Kenapa seharian ini tidak ada kabar ?Padahal mereka memiliki janji untuk latihan dance.Naraya mematikan televisi di ruang kerja Ghazanvar lantas keluar dari sana.“Pak Alex, kayanya saya pulang aja … saya tunggu suami saya di rumah.” Naraya melirih dengan raut wajah lelah setelah menunggu suaminya.“Silahkan Bu, mobil untuk mengantar Ibu sudah ada di bawah … hati-hati ya, Bu.” Alex tidak menahan Naraya karena dia juga harus mencari tahu keberadaan Ghazanvar dan melakukan sesuatu bila kejadian terburuk menimpa Ghazanvar.Naraya melangkah gontai menuju lift setelah memberikan senyum yang dia paksakan untuk Alex sebagai uc
Tiba-tiba dosen yang seharusnya mengajar kelas terakhir batal mengajar karena ada keperluan mendadaks.Afifah sedang mengikuti kelas terakhir mata kuliah lain dan Anggit tidak ada kelas hari ini sedangkan Naraya memiliki janji dengan dokter kandungan sore nanti setelah Ghazanvar pulang kerja dan menjemputnya ke sini.“Kalau pulang dulu ke rumah … jauh lagi abang jemputnya ….” Naraya sedang menimbang.Pasalnya rumah sakit mami Zara lebih dekat dijangkau dari kampus dari pada dari rumah.Naraya meminta solusi Ghazanvar, dia mengirim pesan singkat kepada suaminya.Naraya : Bang, dosen Nay enggak jadi ngajar.Ghazanvar : aku suruh orang jemput kamu sekarang ya, kamu nunggu di ruangan aku aja, sekarang aku lagi meeting.Naraya : Oke.Lima belas menit Naraya menunggu di bangku taman, tiba-tiba terdengar suara helikopter mendarat di landasan heli di rooftop gedung Rektorat.Naraya memandangi rooftop gedung yang berada tepat di sebelahnya.“Hebat banget ya kalau punya previllage sek
Naraya menderapkan langkah menyusuri jalan setapak menuju kelas berikutnya.“Nay!” Suara berat seorang pria membut langkahnya berhenti, dia lantas menoleh ke asal suara.“Stop di situ!” Naraya berseru sambil mengangkat tangan.Langkah Khafi seketika terhenti, wajah tampan itu pun melongo bingung.“Mas Khafi chat aja, jangan deket-deket Nay dulu … nanti suami Nay marah, Nay lagi banyak pikiran enggak mau ditambah berantem sama abang juga.” Kedua alis Khafi terangkat hanya bisa diam membeku sembari menatap punggung Naraya yang dengan cepat menjauh.Ada gejolak di dada Naraya rasanya ingin marah-marah.Naraya tidak mengerti, ingin menangis juga sebenarnya tapi lebih besar perasaan ingin marah-marah, entah kenapa, Naraya juga bingung.Dia tidak bicara dengan teman-temannya selama kelas berikutnya berlangsung sampai akhirnya kelas berakhir kemudian Naraya pergi ke parkiran.“Awas aja ya kalau sampai abang Ghaza belum sampe, Nay pulang sendiri …,” ancamnya sembari misuh-misuh.Na
“Lho Nay, mau ke mana?” Ghazanvar yang baru saja keluar dari kamar mandi bertanya dengan kening berkerut tidak suka melihat Naraya memakai pakaian untuk kuliah berupa kemeja dan celana jeans.“Mau kuliah, Bang.” Naraya menjawab sembari menyisir rambut panjangnya tanpa berani menatap mata sang suami.“Tapi kamu ‘kan kemarin malam masih lemes sampai aku gendong dari mobil ke kamar … ijin dulu lah Nay sehari,” pinta Ghazanvar baik-baik demi kesehatan Naraya dan janin yang ada di dalam perutnya.“Enggak bisa Bang, sekarang ada ujian praktek menari—“ Kalimat Naraya terhenti teringat ucapan papi Arkana saat di Singapura.Dia menunduk menatap perutnya yang masih rata kemudian mengusap lembut di sana.“Naaay … gimana kalau kamu cuti dulu sampai melahirkan?” bujuk Ghazanvar, kedua tangannya terulur memeluk Naraya dari belakang.Dia juga ikut mengusap perut Naraya menggunakan kedua telapak tangannya yang besar.Banyak kecupan Ghazanvar berikan di belakang kepala Naraya.“Aku sayang kamu
“An …,” panggil Arnawarma lembut sembari menurunkan sleting gaun Anasera.“Hem?” Anasera mendengung sebagai respon.“Kita buat yang kaya di perutnya Nay, yuk!” bujuknya seperti anak kecil.Anasera terkekeh, membalikan tubuhnya kemudian mendongak menatap sang suami yang tinggi menjulang di depannya.“Kamu enggak bosen? Tiap malam kita bercinta, sampai malam sebelum akad nikah aja kamu menyusup ke kamar aku untuk bercinta … tadi malam juga kita bercinta.” Anasera melapisi sisi wajah Arnawarma.Dan kenapa Anasera baru benar-benar menyadari kalau Arnawarma sangat tampan, bahkan menurut Anasera, Arnawarma paling tampan di antara adik-adik dan kakaknya.“Enggak lah masa bosen.” Arnawarma menurunkan gaun Anasera dari pundaknya.Kini hanya tersisa celana kain berenda menutup bagian inti Anasera sedangkan dua bagian menyembul di dadanya menggantung tampak seksi.Arnawarma meremat lembut salah satu bagian itu dengan sorot mata teduh.“Nawa.” Jemari ramping Anasera membuka satu persatu
Sekembalinya dari rumah sakit, Ghazanvar langsung membawa Naraya ke kamar, tidak kembali ke pesta yang saat itu belum berakhir.Naraya langsung berbaring di ranjang karena tubuhnya terasa lemas sekali.Dia berbaring miring, menekuk kakinya dengan tangan pengusap perut.Tiba-tiba air mata Naraya menetes lagi, dadanya bergemuruh mengakibatkan sesak dan dia mulai terisak.“Sayaaang.” Ghazanvar yang sedang menanggalkan tuxedonya bergegas mendekat.“Are you oke?” Ghazanvar naik ke atas ranjang memeluk Naraya.“Nay enggak apa-apa tapi enggak tahu kenapa ingin nangis.” Naraya bicara di antara isak tangis.“Ingin nangisnya karena apa? Aku salah apa, sayang?” “Enggak, Abang enggak salah … Nay, inget sama ibu dan Bapak.” Ghazanvar memberikan kecupan di puncak kepala Naraya lantas mengeratkan pelukan.“Mereka pergi sebelum sempat melihat cucunya,” sambung Naraya terisak.Ghazanvar mengerti apa yang Naraya rasakan. “Nanti kita datang ke pemakaman kedua orang tua kamu setelah anak kit
Naraya terpana begitu masuk ke dalam Ballroom yang disulap seperti hutan peri.Banyak bunga, pohon-pohon artifisial serta lampu warna-warni.“Bro!“ Radeva merangkul pundak Ghazanvar.“Dari mana, Dev?” tanya Ghazanvar terkejut.“Abis telepon Ipeh.” Radeva menggerakan tangannya yang memegang handphone.“Ini kayanya si Ana berusaha keras banget nutupin jati diri dia yang sebenarnya.” Radeva berpendapat sembari memindai seluruh ruangan Ballroom.“Kenapa? Gara-gara tema dekornya fairythopia?” Ghazanvar menebak dan Radeva menganggukan kepalanya sebagai respon.“Gimana kalau ide tema ini idenya si Nawa?” ujar Ghazanvar lantas tergelak.“Bisa jadi sih! Si Ana ‘kan sukanya warna item dengan tema serba minimalis … enggak kaya pesta ulang tahun anak cewek umur tujuh tahun gini.” Ghazanvar tertawa lagi menanggapi.Lalu suara MC terdengar membuka acara, satu persatu tamu undangan mulai berdatangan.MC yang menggunakan bahas Inggris itu memberi instruksi agar para tamu membuat sebuah li
Ghazanvar berdecak lidah kesal saat melihat Naraya berjalan mendekat.Istrinya tampak cantik sekali mengenakan gaun untuk resepsi pernikahan Arnawarma dan Anasera.“Nay, ah … kamu kenapa cantik-cantik banget sih!” seru Ghazanvar dengan tampang tidak suka.“Ih, kok Abang gitu … istrinya cantik malah protes.” Sebagai seorang perempuan, Aruna tidak suka dengan sikap kasar sang kakak kepada istrinya di depan banyaknya sepupu mereka.“Nanti kalau banyak yang terpesona terus mau ngerebut dia dari Abang, gimana?” Ghazanvar mengungkapkan alasannya.“Kata cowok yang pernah berusaha ngerebut istri dari adik sepupunya sendiri,” celetuk Narashima santai dengan tatapan fokus pada gadgetnya karena sedang main game.Semua lantas tergelak menertawakan Ghazanvar membuat pria itu merotasi bola matanya dan raut wajah Naraya yang tadi menegang pun perlahan melembut.“Duduk, Nay.” Reyzio bangkit dari samping Ghazanvar memberi tempat untuk Naraya.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul di lobby sebuah h
“Nay … seriusan aku enggak tahu kalau papi nyumbang buat acara ini.” Ghazanvar membuka pembicaraan setelah beberapa menit semenjak mereka masuk ke dalam mobil—Naraya bungkam seribu bahasa.“Sebenarnya Nay enggak masalah, Bang … cuma Nay khawatir orang-orang bergosip kalau Nay bisa selalu mewakili kampus karena mertuanya penyumbang terbesar setiap acara di kampus.” Naraya terdengar menggerutu, bibirnya mengerucut dengan wajah ditekuk.“Nanti aku bilang sama papi ya untuk enggak selalu andil, tapi kayanya pihak kampus yang ngajuin proposal duluan ke papi … sekarang papi sama Rektornya ‘kan bestian, teman golf.”Naraya menoleh menatap suaminya. “Oh ya?” Kedua alis wanita yang memiliki mata seperti almond itu terangkat.Setelah untuk yang pertama kalinya papi Arkana dan papanya Khafi bertemu di kantor Polisi karena urusan sang putra yang berkelahi dan setelah itu mereka jadi akrab.“Iya sayang … ya masa sama bestie enggak royal,” kata Ghazanvar lagi kemudian tertawa.“Ya kalau git
Ghazanvar sengaja tidak masuk kantor untuk melakukan gladi di kampus Naraya, tapi bukan berarti pria itu tidak bekerja—Ghazanvar masih bertanggung jawab pada pekerjaannya dengan membawa MacBook dan mengerjakan apa yang biasa dia kerjakan di kantor dari kampus Naraya atau lebih tepatnya Aula utama tempat pentas seni akan berlangsung besok.Sesekali matanya mengawasi interaksi antara Naraya dengan Khafi, mereka tampak akrab sekali.Ghazanvar jadi kesal dan dia tidak mau repot-repot menutupi ekspresi benci di wajahnya untuk Khafi.Lihat saja bagaimana tajamnya tatap mata Ghazanvar tertuju pada Khafi saat netra mereka tidak sengaja bersirobok.“Abang Ghaazaaa.” Afifah datang membawa satu cup kopi untuk Ghazanvar.“Ini buat Abang,” katanya manis sekali.“Waaah, curiga nih pasti kamu mau nanya-tanya tentang Radeva ya!” tebak Ghazanvar membuat Afifah menyengir lebar.Ghazanvar tertawa karena tebakannya benar sampai berhasil mengambil alih perhatian Naraya dan Khafi yang berada di atas