Farrel tertegun sejenak setelah mendengar perkataan Sigra, lalu bertanya, "Ayah, apa maksudmu ... Wira?"Farrel tidak menyangka bahwa Sigra menyuruh dirinya untuk membicarakan hal ini dengan Wira. Kemudian, Sigra mengangguk dan menjawab, "Benar. Farrel, temanmu itu pasti punya pendapatnya sendiri mengenai permasalahan ini. Jadi ... coba temui dia."Meskipun tidak bersedia mengakuinya, Wira memang seorang genius. Sigra benar-benar ingin mendengar pendapat Wira. Farrel menyahut, "Oke, Ayah. Aku akan segera berangkat."Farrel tahu bahwa situasinya sangat genting. Tanpa ragu-ragu lagi, Farrel langsung keluar dari ruang kerja ayahnya, lalu segera pergi dengan menunggangi kuda.Pada saat yang sama, pemerintahan menjadi heboh setelah Raja Bakir menyampaikan dekretnya. Raja Bakir yang sedang sakit tetap menghadiri rapat. Begitu dia duduk di takhtanya, para pejabat pun langsung berebutan untuk mengutarakan pendapat mereka."Yang Mulia, membiarkan Ratu mengurus pemerintahan bukan jalan keluar ya
Raja Bakir berkata lagi, "Aku tahu kalian menentang Ratu mengurus pemerintahan. Tapi, sekarang ... siapa yang bisa mengambil alih tanggung jawab ini? Coba kalian pikirkan baik-baik, aku juga nggak punya cara lain lagi, makanya aku baru membuat keputusan ini. Kalau bisa, aku juga ingin kalian semua yang memerintah Kerajaan Nuala bersama-sama."Para pejabat mendesah setelah Raja Bakir selesai bicara. Tentu saja, mereka tahu maksud Raja Bakir.Raja Bakir melanjutkan, "Tapi, kalian tenang saja. Aku tentu punya pertimbangan sendiri setelah memilih Ratu untuk mengurus pemerintahan. Kalau kalian bersedia bekerja keras demi aku dan Kerajaan Nuala, aku sangat berterima kasih. Tapi, kalau ada yang nggak bersedia tunduk pada perintah Ratu, aku juga nggak memaksa kalian."Raja Bakir menegaskan, "Mulai hari ini, pemerintahan Kerajaan Nuala akan diserahkan kepada Ratu. Kalau ada yang ingin mengundurkan diri, kalian boleh segera melapor dan aku akan menyetujuinya."Tadi, Raja Bakir masih melontarkan
Kepala kasim istana menghampiri Yudha dan berucap, "Panglima Yudha, Yang Mulia menyuruhmu masuk ke istana."Yudha menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk dan menyahut, "Oke!"Di tengah perjalanan, Yudha merasa bimbang. Sebenarnya, dia sudah sering masuk istana, tetapi dia tidak pernah merasa seperti sekarang ini.Sekarang, Raja Bakir sudah sekarat. Namun, perasaan Yudha campur aduk. Saat teringat dendamnya, tentu saja dia berharap Raja Bakir segera mati untuk membalas kematian ayahnya. Hanya saja, sebagai pejabat, dia merasa tidak tenang dengan kondisi saat ini. Bagaimanapun, Raja Bakir adalah penguasa Kerajaan Nuala.Jika Raja Bakir mati, hal ini bukan ... kabar bagus bagi Kerajaan Nuala. Yudha juga tahu bahwa Ratu yang mengendalikan pemerintahan. Apabila wanita yang memegang kekuasaan, takutnya Kerajaan Nuala akan goyah.Awalnya, tindakan Raja Bakir selama beberapa tahun ini sudah membuat situasi di Kerajaan Nuala tidak stabil. Keputusan Raja Bakir kali ini sepertinya akan memperp
Bisa-bisanya dia meminta Yudha untuk membunuhnya? Ini ... apakah Raja Bakir sudah tidak waras?"Benar, bunuhlah aku!" pinta Raja Bakir. Dia menatap Yudha tanpa menunjukkan ekspresi apa pun dan sebaliknya malah terlihat acuh tak acuh.Setelah itu, Raja Bakir yang terlihat tenang berkata sambil tersenyum, "Ayahmu bisa mati karena perintahku, jadi aku bisa dianggap sebagai pembunuh ayahmu. Apa kamu nggak seharusnya membunuhku? Saat ini, ajalku sudah makin dekat sehingga aku bisa mati kapan pun. Tapi, kalau bisa memilih, aku lebih berharap bisa mati di tanganmu."Usai mengatakan itu, Raja Bakir pun menatap Yudha sambil tersenyum. Kemudian, dia mengambil pedang tersebut dan memberikannya kepada Yudha."Kamu adalah orang yang tegas dan berani, juga merupakan seorang pahlawan sejati. Ayo, membunuhku pasti mudah bagimu." Sembari berkata demikian, Raja Bakir telah memejamkan matanya.Mendengar perkataannya, Yudha pun memegang pedang dengan erat. Matanya terus mengawasi Raja Bakir. Saat ini, tat
Raja Bakir memandang Yudha, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku tahu. Terlepas dari kata-katamu, kamu masih saja membenciku. Tapi, itu sudah nggak masalah bagiku. Lagi pula, waktuku sudah nggak banyak tersisa. Kalau kamu nggak mau membunuhku hari ini, mari minumlah bersamaku."Begitu mendengar perkataan Raja Bakir, Yudha tampak terkejut. Minum? Bagaimana bisa Raja Bakir minum lagi dengan kondisi tubuh seperti itu? Bukankah itu akan memperburuknya?"Yang Mulia, mengingat kesehatan Anda, sebaiknya Anda jangan minum lagi," ucap Yudha secara langsung.Namun, Raja Bakir malah berkata sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Kita belum pernah benar-benar minum bersama dengan baik. Aku takut nggak akan ada kesempatan lagi. Yudha, mari kita minum bersama hari ini." Sembari berkata demikian, Raja Bakir telah menuangkan anggur di gelas Yudha hingga penuh.Setelah itu, Raja Bakir pun berkata, "Gelas pertama untuk Kerajaan Nuala." Setelah itu, dia langsung menegaknya sampai habis. Melihat situasi ini, Yu
"Selain itu, demi kepentingan anaknya, yaitu Pangeran Jefry, Ratu pasti akan merencanakan banyak hal. Pada saat itu, kalau ratu dan putra mahkota nggak bersatu, kestabilan Kerajaan Nuala akan terancam. Apakah kamu mengerti?" tanya Raja Bakir.Kemudian, Yudha pun menjawab, "Hamba mengerti. Kekacauan di istana akan sangat memengaruhi kestabilan seluruh negeri!" Ini adalah sesuatu yang tidak perlu diragukan lagi.Raja Bakir mengangguk seraya berkata, "Benar. Jadi, aku memanggilmu hari ini untuk menyerahkan tanggung jawab ini padamu. Mulai sekarang, kamu diangkat menjadi komandan pasukan kerajaan yang bertanggung jawab atas pertahanan ibu kota kerajaan! Pada saat yang sama, pangkatmu juga akan menjadi tingkat pertama. Kamu akan menjadi jenderal nomor satu di Kerajaan Nuala!"Raja Bakir mungkin tidak sepenuhnya memercayai orang lain, tetapi dia memiliki kepercayaan penuh terhadap Yudha. Sebagai anggota Keluarga Wutari yang setia, Yudha tidak akan berkhianat. Itu sebabnya, Raja Bakir merasa
Saat ini, Yudha berdiri di luar pintu dengan suasana hati yang sangat rumit. Dia tahu jelas alasan Raja Bakir bertindak demikian. Meskipun tubuhnya sudah tidak sehat, dia masih bersedia mengorbankan dirinya agar Ratu dapat berkuasa. Raja Bakir bahkan tidak membiarkan hari-hari terakhirnya berlalu dengan tenang.Yudha menghela napas, lalu memberi hormat yang mendalam sembari menatap pintu ruang kerja yang tertutup. Namun, masih ada perasaan rumit di dalam hatinya. Pria itu pun bergumam, "Ayah ... bagaimana seharusnya aku memilih?"Sebelum ayahnya meninggal, dia meminta Yudha untuk melindungi Kerajaan Nuala dengan segala cara. Apabila ayahnya masih hidup, dia pasti akan menyetujui permintaan Raja Bakir tanpa ragu-ragu. Bahkan, tanpa permohonan Raja Bakir, ayahnya pasti tetap akan melindungi Kerajaan Nuala.Hanya saja ... masih ada belenggu dalam hati Yudha. Terlepas dari seberapa tulus permintaan maaf Raja Bakir hari ini, Yudha masih belum bisa memaafkannya sepenuhnya. Apalagi, Yudha tah
Raja Bakir terbaring di ranjang dengan wajah yang sangat pucat, seolah-olah bisa dijemput ajal kapan pun. Saat ini, para selirnya sangat sedih dan berlutut di lantai sambil menangis dengan terisak-isak. Sementara itu, tabib di samping tampak mengernyit dan tengah memeriksa denyut nadi Raja Bakir.Mata Jihan juga tampak memerah. Dia memandang cemas ke arah Raja Bakir yang terbaring di ranjang. Ketika tabib menarik kembali tangannya dengan ekspresi yang sangat gelisah, Jihan segera mendekat dan bertanya dengan khawatir, "Tabib, bagaimana kondisi Yang Mulia sekarang?"Ekspresi tabib tampak sangat serius. Dia agak menggeleng dan menghela napas perlahan, lalu berkata dengan serius, "Kondisi Yang Mulia sangat buruk. Penyakitnya sangat serius, mungkin waktunya sudah tidak lama lagi ...."Begitu para selir mendengar ini, tangisan mereka pun makin keras. Beberapa bahkan langsung pingsan di tempat karena tidak mampu menahan pukulan berat ini.Sementara itu, Jihan juga sulit memercayai hal ini. D
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y
Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk
Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang
Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun
Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak.Melihat tidak ada yang berbicara, Wira langsung mengalihkan pandangannya pada Nafis dan Hayam. Saat Agha berniat memimpin pasukan, dia langsung memberikan lima ribu pasukan. Sementara itu, dia merasa Adjie lebih cocok menjadi penasihat militer dan kurang berpengalaman dalam memimpin pasukan di medan perang. Namun, pada saat kritis, Adjie tetap bisa diandalkan.Setelah berpikir sejenak, Wira berkata sambil menatap Nafis dan Hayam, "Bagaimana dengan kalian berdua? Siapa yang bersedia memimpin pasukan?"Nafis dan Hayam langsung saling memandang.Setelah berpikir sejenak, Hayam tersenyum dan berkata, "Tuan, lebih baik aku tetap memimpin 500 pasukan. Kamu juga tahu aku lebih cocok dengan tugas seperti menyergap dan membunuh diam-diam ini. Kalau urusan bertempur, lebih baik orang lain yang menanganinya saja.""Menurutku, lima ribu pasukan yang tersisa ini lebih baik langsung serahkan pada Nafis saja. Tuan sendiri juga sudah lihat bagaima
Saat ini, Wira tidak bersemangat untuk bersenang-senang dengan para prajurit lainnya. Dia khawatir bagaimana mereka harus menghadapinya jika pasukan utara kembali menyerang.Pada saat itu, Latif langsung masuk ke dalam tenda itu. Melihat Wira yang masih sibuk, dia maju dan berkata, "Tuan, kita sudah berhasil merekrut beberapa pengungsi untuk bergabung dengan pasukan kita. Sekarang jumlah pasukan di barak pusat sudah hampir mencapai 15 ribu orang."Wira merasa terkejut saat mendengar kabar jumlah pasukan sudah sebanyak itu. Menurutnya, lima sampai enam ribu pasukan saja sebenarnya sudah cukup. Namun, dia tidak menyangka jumlah pasukannya bisa meningkat menjadi puluhan ribu orang setelah merekrut para pengungsi itu.Memikirkan hal itu, Wira tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, urusan lain akan menjadi lebih mudah. Tapi, sekarang kita harus mencatat jumlah pasukan kita dengan detail dulu. Sebenarnya 15 ribu orang termasuk terlalu banyak, kita harus membagi mereka agar lebih mudah diatur.
Mendengar perkataan Trenggi, Wira merasa saran itu sangat masuk akal. Setelah berpikir sebentar, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata dengan pelan, "Kalau kita melakukan ini, sepertinya akan cukup merepotkan. Bagaimana kondisi para pengungsi itu sekarang?"Trenggi baru teringat sesuatu saat mendengar pertanyaan itu dan berkata, "Tempat tinggal untuk para pengungsi itu sudah mulai diatur, sepertinya mereka sangat dendam pada pasukan utara."Mendengar laporan itu, Wira menganggukkan kepala. Dia berpikir jika para pengungsi itu memang membenci pasukan utara, dia mungkin bisa langsung merekrut mereka menjadi pasukannya. Dengan begitu, semuanya akan menjadi lebih mudah.Namun, ada masalah lain yang lebih merepotkan, yaitu para pengungsi itu sulit untuk diatur. Jika ditangani dengan baik, hal ini justru akan menimbulkan kekacauan.Pada saat itu, Wira pun berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku serahkan tugas ini pada kalian. Pertama-tama, harus mengatur kembali para pengungsi ini dulu
Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum. Beberapa saat kemudian, orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun perlahan-lahan berkata, "Sebelumnya kita nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya semuanya berjalan dengan baik. Hanya saja, nggak disangka kita akan meraih kemenangan besar ini dengan begitu mudah."Kebanyakan orang yang mendengar perkataan itu juga ikut tersenyum.Setelah orang-orang itu selesai berbicara, Wira yang berada di samping pun tersenyum dan berkata, "Baiklah. Percepat laju pasukan, kita segera kembali ke gerbang kota."Setelah semua orang menganggukkan kepala, Wira segera memacu kudanya ke depan. Para jenderal di belakangnya juga segera mempercepat langkah mereka untuk mengikutinya. Saat tiba di gerbang kota dan melihat Trenggi bersama para pasukannya keluar dari kota untuk menyambut mereka, dia langsung maju dan berkata, "Aku nggak menyangka kalian begitu cepat menerima kabarnya."Mendengar perkataan itu, Trenggi tersenyum dan perlahan-