Wanita tua itu menatap Bimo dengan emosi, lalu berseru dengan sosok yang gemetaran, "Cepat kembalikan barang curianmu!"Bimo mengerucutkan bibirnya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia tetap menyerahkan barang-barang tersebut kepada Wira. Wanita tua itu berjalan mendekati Wira, lalu berkata dengan sopan, "Mohon maaf, Tuan. Tolong jangan menyalahkan Bimo. Dia mencuri uang karena terpaksa oleh keadaan ...."Wira menerima barang-barang yang memang miliknya itu, lalu menatap Bimo dengan ekspresi serius dan berkata dengan tegas, "Kalau nggak punya uang, kamu bisa mengandalkan kemampuan sendiri untuk menghasilkan uang. Apa kamu nggak merasa malu dengan mencuri? Kamu bisa mencuri sekali, tapi nggak akan bisa mencuri selamanya!"Bimo tidak berkata apa-apa. Sebaliknya, dia berbalik dan berlari masuk ke dalam rumah. Saat ini, wanita tua itu menatap ke arah Wira dengan perasaan bersalah. Kemudian, dia berkata, "Tuan, mohon maaf sekali. Silakan masuk untuk minum teh dulu, anggap saja sebagai penebusan
Bimo terlihat sangat gembira. Dia segera menghabiskan bakso sapi yang diberikan oleh Wira, bahkan menjilat sisa-sisa kuah bakso sapi yang menetes di jari-jarinya."Bagaimana? Rasanya enak, 'kan?" tanya Wira sambil tersenyum."Sangat enak!" jawab Bimo sambil bertepuk tangan. Kemudian, dia berkata dengan sangat bersemangat, "Kalau kita jual ini di pasar, pasti ada banyak orang yang akan membelinya!"Bimo yang tadinya skeptis tentang bisnis ini, kini terlihat penuh semangat. Dia sudah tidak sabar untuk meraup keuntungan besar dengan hasil usahanya sendiri.Bimo menutup bakso sapi menggunakan kain kukus dengan hati-hati, lalu berjalan ke pasar yang ada di kota dengan Wira. Keduanya memilih tempat yang ramai. Setelah menemukan area kosong, mereka pun mulai berjualan. Bimo sering mondar-mandir di pasar sehingga sudah terbiasa dengan sorakan para pedagang. Dia mulai meniru mereka untuk bersorak dan menjual bakso."Semuanya, mari dilihat-lihat dulu. Bakso kencing sapi ini baru saja matang, ras
Wajah Bimo dipenuhi dengan ekspresi gembira. Dia menyerahkan semua uang yang didapatkannya kepada Wira dengan sangat bersemangat, lalu berkata sambil tersenyum, "Kak Wira, kamu sungguh luar biasa. Uang ini untukmu!"Namun, Wira tidak menerima uang tersebut. Sebaliknya, dia malah berkata sambil tersenyum pelan, "Gunakan uang ini untuk membeli lebih banyak daging sapi dan membuat lebih banyak bakso sapi."Bimo amat terkejut saat mendengar ini. Dia sontak bertanya, "Apa kamu benar-benar ingin menggunakan semua uang yang kita hasilkan untuk membeli lebih banyak daging sapi? Tapi, ini adalah 100 ribu gabak ....""Tentu saja, kita selalu ingin mendapatkan lebih banyak uang, bukan?" tanya Wira sambil tersenyum. Setelah itu, dia mendesak Bimo dengan berkata "Sana pergi beli. Besok, kita akan kembali ke sini dan menjual lebih banyak bakso sapi. Hari ini, kita sudah berhasil mempromosikan dan menjual semuanya. Besok, pasti akan ada lebih banyak orang yang datang untuk membeli bakso sapi."Meliha
"Kalian nggak punya cap resmi pemerintah, jadi berdagang di sini sama saja dengan melanggar aturan," jelas petugas pengadilan dengan serius. Dia menatap tajam ke arah Wira dan mengancam dengan nada dingin, "Kalau nggak segera pergi, aku akan menangkap kalian!"Ketika mendengar ini, ekspresi Wira pun tampak makin suram. Dia menunjuk para pedagang kecil lainnya di sekeliling dan bertanya dengan nada yang tajam, "Bagaimana dengan mereka? Kenapa mereka bisa berdagang di sini tanpa cap resmi pemerintah?"Sikap Wira sangat dingin sekarang. Kemudian, dia menimpali dengan nada serius, "Aku belum pernah mendengar bahwa berdagang memerlukan persetujuan resmi pemerintah. Kalian jelas-jelas sedang menargetkan kami."Petugas pengadilan itu murka, lalu menunjuk ke arah Wira dan berseru, "Kurang ajar! Beraninya kamu berbicara dengan cara seperti itu kepada kami? Sungguh keterlaluan, tangkap mereka berdua!" Petugas pengadilan itu melambaikan tangan, lalu beberapa orang di belakangnya segera menangkap
Penasihat itu makin bersemangat ketika memikirkan hal tersebut. Jika mampu membuktikan adanya masalah antara kedua orang ini, dia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menjatuhkan pemimpin kabupaten. Pada akhirnya, posisi pemimpin kabupaten akan menjadi miliknya.Tatapan penasihat itu berbinar-binar, tetapi dia segera menenangkan dirinya. Setelah itu, dia menunjukkan ekspresi tegas dan berbicara dengan nada serius, "Tuan, orang ini memang pengkhianat negara. Bagaimanapun juga, kita harus menangkapnya. Kalau nggak, jika dia lolos dari tangan kita, Raja Bakir mungkin akan menyalahkan kita!"Begitu mendengar perkataannya, pemimpin kabupaten itu mengetuk meja dengan palu pengadilan yang ada di atas meja, lalu berkata dengan serius, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Tuan Wahyudi sudah berjuang untuk menjaga kejayaan dan kedamaian Kerajaan Nuala. Dia sudah mengatasi pemberontakan di perbatasan!"Pemimpin kabupaten menimpali, "Dia menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyat, serta wilaya
Di dalam kediaman, Karno telah menyediakan hidangan lezat di ruang kerja dan duduk berhadapan dengan Wira. Sorot matanya penuh dengan penghormatan saat memandang Wira. Rasa gembiranya sulit disembunyikan.Karno tahu jelas tentang semua prestasi Wira. Karno merupakan murid dari Putro. Meskipun tidak selalu berada di samping gurunya, mereka tetap berkomunikasi melalui surat. Bukan hanya itu, Karno juga merupakan anggota dari Asosiasi Perdamaian sehingga tentu mengetahui semua ini."Tuan Wahyudi, silakan!" ucap Karno dengan hormat.Wira sama sekali tidak bersikap sungkan. Hanya saja, masih ada keraguan dalam tatapannya. Dia tidak tahu siapa sebenarnya Karno dan merasa heran kenapa orang ini sangat menghormatinya, padahal mereka tidak saling mengenal. Apakah dia hanya seorang pejabat kecil yang jujur dan berpendirian teguh?Wira akhirnya bertanya karena sangat penasaran, "Tuan Karno, ini adalah pertemuan pertama kita. Kenapa kamu ... memperlakukanku dengan begitu baik?" Jika tidak bertanya
"Ya," sahut Wira. Dia tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Mana mungkin dia mengatakan bahwa dirinya berasal dari dunia lain dan menguasai teknologi dari dunia itu?"Lu ... luar biasa! Tuan Wahyudi, guru bilang kalau kamu adalah genius langka. Ucapan guru benar-benar tepat!" puji Karno dengan tatapan kagum. Kemudian, dia melanjutkan dengan cemas, "Tapi ... apa Yang Mulia nggak akan menangkapmu kembali?"Wira berujar sambil tersenyum, "Nggak akan!"Karno masih bingung, apa alasan Wira begitu percaya diri? Menurut logika, Raja Bakir pasti akan membawanya kembali. Dia lantas menangkupkan tinjunya pada Wira dan berkata, "Tuan Wahyudi, bolehkah kamu jelaskan lebih jauh?"Wira berpikir sejenak sebelum menjawab, "Sebenarnya simpel saja. Aku nggak bersalah, jadi kenapa dia harus menangkapku?""Tapi ... bukannya kamu dinobatkan menjadi Raja Uttar? Di mata semua orang, kamu sudah mengkhianati Kerajaan Nuala!" ujar Karno.Wira mengangguk dan berkata, "Ya, tapi itu nggak berarti aku pantas m
Wira hanya tersenyum, lalu dia menatap Karno dan berkata, "Sudah, kita bahas yang lainnya dulu. Tuan Karno, tindakanmu membelaku kemungkinan akan sampai ke telinga istana. Gimana kalau orang-orang itu datang menjahatimu?"Karno tiba-tiba tertawa. "Apa yang perlu ditakutkan dari kematian? Bisa mati untuk orang seperti Tuan Wahyudi adalah suatu kehormatan! Selain itu, nggak bakal ada yang akan membocorkan hal ini," ujarnya.Wira merasa lega mendengarnya. Setelah itu, dia teringat pada pengemis kecil itu dan berkata, "Pengemis kecil itu nggak bersalah, bisakah kamu membantunya? Kalau bisnisnya nggak berjalan, kakeknya nggak bisa minum obat.""Tenanglah, aku sudah meminta seseorang untuk melepaskan pengemis kecil itu," sahut Karno sambil tersenyum. Dia sudah pasti akan membantu Wira dalam hal ini.Wira dan Karno minum-minum sampai pagi. Kini, Karno makin mengagumi wawasan dan bakat Wira. Dia akhirnya tahu mengapa Putro sangat menghormati pria itu. Awalnya, Karno sedikit terkejut dan bingun
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah