Penasihat itu makin bersemangat ketika memikirkan hal tersebut. Jika mampu membuktikan adanya masalah antara kedua orang ini, dia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menjatuhkan pemimpin kabupaten. Pada akhirnya, posisi pemimpin kabupaten akan menjadi miliknya.Tatapan penasihat itu berbinar-binar, tetapi dia segera menenangkan dirinya. Setelah itu, dia menunjukkan ekspresi tegas dan berbicara dengan nada serius, "Tuan, orang ini memang pengkhianat negara. Bagaimanapun juga, kita harus menangkapnya. Kalau nggak, jika dia lolos dari tangan kita, Raja Bakir mungkin akan menyalahkan kita!"Begitu mendengar perkataannya, pemimpin kabupaten itu mengetuk meja dengan palu pengadilan yang ada di atas meja, lalu berkata dengan serius, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Tuan Wahyudi sudah berjuang untuk menjaga kejayaan dan kedamaian Kerajaan Nuala. Dia sudah mengatasi pemberontakan di perbatasan!"Pemimpin kabupaten menimpali, "Dia menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyat, serta wilaya
Di dalam kediaman, Karno telah menyediakan hidangan lezat di ruang kerja dan duduk berhadapan dengan Wira. Sorot matanya penuh dengan penghormatan saat memandang Wira. Rasa gembiranya sulit disembunyikan.Karno tahu jelas tentang semua prestasi Wira. Karno merupakan murid dari Putro. Meskipun tidak selalu berada di samping gurunya, mereka tetap berkomunikasi melalui surat. Bukan hanya itu, Karno juga merupakan anggota dari Asosiasi Perdamaian sehingga tentu mengetahui semua ini."Tuan Wahyudi, silakan!" ucap Karno dengan hormat.Wira sama sekali tidak bersikap sungkan. Hanya saja, masih ada keraguan dalam tatapannya. Dia tidak tahu siapa sebenarnya Karno dan merasa heran kenapa orang ini sangat menghormatinya, padahal mereka tidak saling mengenal. Apakah dia hanya seorang pejabat kecil yang jujur dan berpendirian teguh?Wira akhirnya bertanya karena sangat penasaran, "Tuan Karno, ini adalah pertemuan pertama kita. Kenapa kamu ... memperlakukanku dengan begitu baik?" Jika tidak bertanya
"Ya," sahut Wira. Dia tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Mana mungkin dia mengatakan bahwa dirinya berasal dari dunia lain dan menguasai teknologi dari dunia itu?"Lu ... luar biasa! Tuan Wahyudi, guru bilang kalau kamu adalah genius langka. Ucapan guru benar-benar tepat!" puji Karno dengan tatapan kagum. Kemudian, dia melanjutkan dengan cemas, "Tapi ... apa Yang Mulia nggak akan menangkapmu kembali?"Wira berujar sambil tersenyum, "Nggak akan!"Karno masih bingung, apa alasan Wira begitu percaya diri? Menurut logika, Raja Bakir pasti akan membawanya kembali. Dia lantas menangkupkan tinjunya pada Wira dan berkata, "Tuan Wahyudi, bolehkah kamu jelaskan lebih jauh?"Wira berpikir sejenak sebelum menjawab, "Sebenarnya simpel saja. Aku nggak bersalah, jadi kenapa dia harus menangkapku?""Tapi ... bukannya kamu dinobatkan menjadi Raja Uttar? Di mata semua orang, kamu sudah mengkhianati Kerajaan Nuala!" ujar Karno.Wira mengangguk dan berkata, "Ya, tapi itu nggak berarti aku pantas m
Wira hanya tersenyum, lalu dia menatap Karno dan berkata, "Sudah, kita bahas yang lainnya dulu. Tuan Karno, tindakanmu membelaku kemungkinan akan sampai ke telinga istana. Gimana kalau orang-orang itu datang menjahatimu?"Karno tiba-tiba tertawa. "Apa yang perlu ditakutkan dari kematian? Bisa mati untuk orang seperti Tuan Wahyudi adalah suatu kehormatan! Selain itu, nggak bakal ada yang akan membocorkan hal ini," ujarnya.Wira merasa lega mendengarnya. Setelah itu, dia teringat pada pengemis kecil itu dan berkata, "Pengemis kecil itu nggak bersalah, bisakah kamu membantunya? Kalau bisnisnya nggak berjalan, kakeknya nggak bisa minum obat.""Tenanglah, aku sudah meminta seseorang untuk melepaskan pengemis kecil itu," sahut Karno sambil tersenyum. Dia sudah pasti akan membantu Wira dalam hal ini.Wira dan Karno minum-minum sampai pagi. Kini, Karno makin mengagumi wawasan dan bakat Wira. Dia akhirnya tahu mengapa Putro sangat menghormati pria itu. Awalnya, Karno sedikit terkejut dan bingun
"Kak Wira!""Wira!""Sayang!"Wira tersenyum kala melihat wajah-wajah familier dan ekspresi khawatir mereka. "Jangan khawatir, aku sudah pulang," katanya.Putro buru-buru menghampiri Wira dan berkata, "Wira, aku menyangka kamu bisa kembali. Ini benar-benar luar biasa!""Kak Wira! Syukurlah kamu bisa kembali!" ujar yang lain.Mandra diliputi kegembiraan. Bahkan Danu dan Doddy pun menitikkan air mata haru.Wira menemukan Wulan di antara kerumunan itu dan berkata padanya, "Sayang, kemarilah." Dia merentangkan tangannya, merasa iba melihat mata sang istri yang berkaca-kaca. Wulan tahu ada banyak orang di sini, tetapi dia tidak peduli. Dia segera menghambur ke pelukan Wira. Setiap wanita memiliki sisi rapuhnya. Apalagi, keselamatan Wira tidak bisa dipastikan saat dia ditahan di istana.Meskipun Wulan selalu tenang di hadapan orang lain dan bahkan menghibur mereka, tekanan di hatinya jauh lebih besar dari siapa pun. Dengan kepulangan Wira sekarang, segala kekhawatiran dan emosi di hatinya l
Mereka semua tahu Wira ditahan oleh Raja Bakir di ibu kota. Meski Wira sudah kembali, apa sang Raja akan melepasnya begitu saja? Setelah Wira menjelaskan apa yang dipikirkannya, mereka semua baru menghela napas lega."Kalau begitu, Yang Mulia nggak akan membawamu kembali ke ibu kota.""Ya, kalau begini, kita bisa tenang."Semua orang pun kembali ke rumah mereka masing-masing dengan hati lega. Meskipun ada banyak hal yang ingin mereka katakan, Wira baru saja pulang. Semuanya ingin memberi kesempatan Wira melepas rindu pada ketiga wanita tercintanya."Sayang, apa kamu lapar? Aku akan memasak untukmu," ujar Wulan."Tuan Wira, aku juga akan membantu Kak Wulan," kata Dian."Aku juga ikut ...," timpal Dewina.Setelah mereka semua orang pergi, ketiga wanita itu menjadi gugup."Hahaha, aku sudah lama nggak makan hotpot. Kita makan itu saja, jadi kalian juga nggak perlu repot," ujar Wira.Hotpot adalah hidangan paling simpel, cukup cuci sayuran dan lauk pauknya, lalu tinggal dituangkan ke panci
Mendengar ini, Wulan merasa sangat bahagia. Dia berkata sambil tersenyum, "Sayang, kamu selalu baik padaku. Aku nggak pernah merasa diperlakukan dengan buruk."Setelah makan malam berakhir, matahari sudah hampir tenggelam. Dian dan Dewina kembali ke kamar mereka dengan pengertian. Meskipun mereka sangat merindukan Wira, mereka tidak mungkin merebut pria itu dari Wulan malam ini. Apalagi, mereka belum menikah. Jadi, mana mungkin mereka boleh meminta untuk tidur bersama Wira?Malam itu, Wulan berbaring di ranjang dengan wajah merona. Wira memandangi istrinya yang cantik dan merasakan kerinduan yang kuat."Sayang, aku siap ... kalau kamu mau, aku bersedia ...," lirih Wulan.Wira menarik napas dalam-dalam. Dia benar-benar ingin melakukannya, tetapi dia justru berkata, "Sayang, kurasa lebih baik kita tunggu sampai malam pengantin. Aku ingin memberimu pernikahan yang baru, jadi aku nggak masalah biarpun harus menunggu beberapa hari lagi!"Mendengar itu, Wulan merasa sangat tersentuh. Namun,
Wira menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. Setelah memikirkannya sejenak, dia berkata, "Jangan terburu-buru, aku harus membicarakan masalah ini dulu dengan seseorang."Keduanya tertegun sejenak. "Siapa?" tanya Biantara heran."Kak Putro," jawab Wira singkat.Wira ingin berdiskusi dengan Putro karena ingin menanyakan apa pendapatnya. Orang-orang dari Dusun Darmadi terikat nasib yang sama dengan Wira, jadi mereka pasti memihaknya. Sementara itu, Putro terlibat dengan Wira karena mereka memiliki pandangan yang serupa terhadap dunia.Meski mereka adalah teman dekat, kini Wira ingin merencanakan solusi agar dirinya bisa hidup damai. Ini adalah masalah pribadi, jadi tentu saja Wira tidak bisa memastikan Putro akan mendukungnya."Kami mengerti," ujar Biantara dan Mandra setelah saling memandang.Kemudian, Wira menemui Putro dan mengajaknya berjalan santai. Putro langsung menyanggupi ajakan itu. Dia tahu Wira ingin menyampaikan sesuatu padanya. Keduanya menyusuri jalan pegunungan di belaka
"Kalau begitu, kita bakar saja semuanya. Kalau nggak bisa dibawa pulang, kita bawa saja abu mereka. Ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan untuk sekarang," sahut Wira.Mereka tewas di hutan ini dengan tubuh yang telah dimakan oleh ular, serangga, tikus, dan semut. Hanya dengan menyentuh mayat-mayat ini, Wira dan lainnya bisa berisiko keracunan. Jadi, mereka harus sangat berhati-hati.Membakar mayat-mayat ini adalah satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan saat ini.Beberapa orang itu mengangguk. Saat Agha dan Dwija mencari kayu bakar, Wendi mengeluarkan sebotol bubuk dari dalam sakunya."Kalian nggak perlu cari kayu bakar. Aku bisa langsung membakar mayat-mayat ini. Setelah aku taburkan bubuk putih ini, tubuh mereka akan terbakar dengan sendirinya. Setelah itu, kita cuma perlu kumpulkan abu mereka."Setelah mendapat izin dari Wira, Wendi menaburkan bubuk itu. Tidak lama kemudian, mayat-mayat itu terbakar dengan api yang menyala hebat.Meskipun api begitu besar, tidak ada pohon-po
Ketika Wira dan lainnya memasuki hutan, orang-orang dari Lembah Duka juga sudah mendapatkan berita tentang kedatangan mereka.Pada saat itu, beberapa orang dari Lembah Duka telah memasuki hutan dan mendekati kelompok Wira.Selama bertahun-tahun, tidak ada yang berani memasuki daerah ini. Bukan hanya karena kabut beracun yang ada, tetapi lebih karena hutan ini adalah wilayah Lembah Duka.Bagi orang-orang di wilayah barat, mereka tahu bahwa orang-orang dari Lembah Duka tidak bisa diusik. Jika bertindak sembarangan, mereka mungkin akan berakhir dengan sangat buruk, bahkan kehilangan nyawa. Makanya, tidak ada yang berani mengambil risiko.Seiring berjalannya waktu, melalui rumor yang terus beredar, nama Lembah Duka pun semakin menakutkan. Bahkan, desa-desa di sekitar wilayah mereka berangsur menghilang.Makanya, kedatangan Wira dan lainnya kali ini membuat Lembah Duka agak bingung. Mereka pun mengirim orang untuk memeriksa situasi di dalam hutan.Saat ini, Wira dan lainnya terus bergerak.
Agha tahu betul apa saja yang terdapat di dalam hutan. Makanya, dia merasa heran. Bagaimana bisa ular, serangga, tikus, dan semut menjadi sesuatu yang menakutkan?Sebelum Wendi sempat berbicara, Wira segera menjelaskan, "Kalau tebakanku nggak salah, ular, serangga, tikus, dan semut di dalam pasti menghirup kabut beracun itu. Makanya, mereka semua menjadi aneh dan beracun.""Kalau digigit oleh makhluk-makhluk itu, akibatnya bisa lebih merepotkan daripada dikejar oleh serigala atau harimau. Sepertinya serigala dan harimau meninggalkan tempat ini karena kabut beracun itu, 'kan? Apa aku benar?"Usai berbicara, Wira menatap Wendi. Wendi mengangguk. "Semua yang Tuan Wira katakan benar, memang seperti itu. Jadi, kalau mau masuk, kita harus sangat berhati-hati.""Aku membawa cukup banyak obat-obatan, jadi bisa melindungi kita semua untuk sementara. Tapi, tetap saja aku nggak bisa menjamin keselamatan kalian 100%."Tidak ada yang tahu apakah akan ada bahaya lain yang muncul di dalam sana. Tidak
Saat ini, Wira dan lainnya sedang dalam perjalanan menuju Lembah Duka.Seiring dengan langit yang semakin terang, Wira dan lainnya akhirnya sampai di depan hutan itu.Seperti yang dikatakan oleh Fahri, di depan mereka ada sebuah hutan besar yang tidak terlihat ujungnya. Meskipun sudah pagi, hutan itu tetap memberi nuansa gelap yang agak menakutkan.Meskipun tidak sepenuhnya gelap, jarak pandangnya sangat rendah. Yang paling aneh adalah ... tampaknya ada kabut putih di dalam sana.Hal ini cukup membingungkan. Wira menatap situasi di depan, lalu menatap Wendi di samping. "Sepertinya kami membutuhkan bantuanmu selanjutnya. Kabut di dalam sana sepertinya nggak biasa, 'kan?"Wira sudah berkelana selama bertahun-tahun. Banyak hal yang sudah dilihatnya. Begitu melihat kabut putih itu, dia bisa langsung menebak ada sesuatu yang aneh di dalamnya.Jika mereka masuk dengan ceroboh, mungkin saja mereka akan berakhir dengan nasib yang lebih buruk dari kematian ....Wendi mengangguk perlahan, lalu m
"Apa mereka benar-benar akan mencari masalah denganmu cuma karena perkataan sepihak dari Wira?" tanya Caraka dengan bingung."Sebenarnya, aku memang menyembunyikan banyak hal tentang identitasku dari kalian. Aku memang berasal dari wilayah barat dan juga orang Lembah Duka.""Sayangnya, ada aturan di Lembah Duka yang melarang orang-orang di dalam untuk keluar. Mereka hanya bisa tinggal di dalam lembah.""Ini merupakan pembatasan yang ditentukan oleh penguasa wilayah barat dengan Lembah Duka sejak bertahun-tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, nggak ada yang berani mematahkan kesepakatan ini.""Ini bukan karena orang-orang di dalam sana nggak mendambakan dunia luar, tapi karena ketua lembah saat ini sangat kolot. Jadi, nggak ada yang berani mengganggunya.""Kalau sampai seseorang membuatnya marah, hasilnya akan jauh lebih buruk dari kematian. Aku bahkan harus mengerahkan seluruh kekuatan untuk keluar dari Lembah Duka. Untungnya, aku bisa sampai di sini.""Tapi, kalau mereka tahu ke man
Wira tersenyum dan menepuk bahu Agha, lalu perlahan-lahan berkata, "Aku rasa nggak begitu. Kamu tadi sudah menakuti Saka. Ditambah lagi, cara Nona Wendi menyerang juga berhasil membuat para prajurit itu takut untuk menyerang. Kalau mereka tetap berada di sini, mereka akan ketakutan sampai nggak punya daya tarung lagi.""Daripada begitu, lebih baik mereka segera pergi dari sini. Kalau aku yang berada di posisi mereka, aku juga akan begitu."Meskipun Wira berbicara dengan santai, dia tahu jelas Saka bukan orang yang sembarangan dan memiliki pemikiran yang sama dengannya. Selain itu, Saka juga terampil dalam memimpin pasukan dan semua bawahannya adalah pasukan elite.Sepertinya, saat kembali ke Provinsi Tengah nanti, Wira merasa dia harus lebih berhati-hati. Jika pergerakan mereka ketahuan Saka, pasti akan ada pertempuran sengit dan situasinya bahkan lebih buruk dari sekarang. Bagaimanapun juga, Provinsi Tengah adalah wilayah kekuasaan Saka."Kita lanjutkan perjalanan kita. Selagi mereka
Jika Wendi tidak berada di sana, Saka tentu saja akan langsung turun tangan. Namun, setelah melihat cara Wendi bertarung, dia juga tidak berani mendekat. Dia khawatir jika terkena bubuk putih itu, nasibnya juga akan sama dengan orang-orang yang terjatuh ke tanah itu. Nyawanya lebih berharga daripada mereka, dia jelas tidak bisa mengambil risiko ini."Kenapa kalian masih berdiri di belakangku? Para sampah nggak berguna ini sudah mulai ketakutan. Kalau nggak ada yang membuka jalan untuk mereka, mereka nggak akan berani bergerak. Apa kalian ingin terus menunda waktu di sini? Cepat pimpin mereka untuk menyerang dan segera tangkap orang-orang itu," perintah Saka.Saka memang tidak berniat untuk turun tangan, tetapi dia menyerahkan tugas berat ini pada beberapa wakil di belakangnya. Mereka biasanya sangat berkuasa dam sudah diam-diam melakukan banyak hal di belakangnya. Namun, dia hanya mengawasi dan tidak terlalu memedulikan urusan kecil itu karena dia sendiri juga sering melakukan hal buru
Krak!Saka mengepalkan tinjunya dengan sangat erat dan tatapannya juga terlihat sangat dingin. Dia sudah memberikan tawaran yang bagus, orang lain pasti tidak akan bisa menahan godaan seperti itu jika berada di posisi Agha.Selain itu, Saka merasa orang yang berada di pihaknya bukan hanya hidup mewah, mereka juga bisa memperluas wilayah. Ini adalah masa depan yang diinginkan seorang perwira militer, tetapi Agha malah menolak tawarannya.Saat memikirkan hal itu, Saka kembali berteriak dengan marah, "Jadi, kamu bersikeras ingin melawanku?""Kalau begitu, kenapa? Kalian sendiri yang berkali-kali mencari masalah dengan kami. Dilihat dari sikapmu, sepertinya kamu ingin membantaiku ya? Kalau begitu, ayo ke sini," teriak Agha yang juga tidak mau kalah.Selain Wira, Agha sama sekali tidak peduli pada siapa pun di dunia ini dan kata-kata orang lain juga dianggapnya hanya angin lewat saja. Saat masih berada di Provinsi Yonggu, bahkan Danu pun tidak bisa memerintahnya. Apalagi sekarang, apa artin
"Terima kasih, Nona Wendi. Kamu ini memang sangat hebat. Kalau obat penyembuh luka ini dijual, pasti akan ada banyak orang dari wilayah barat sampai ke Provinsi Yonggu yang ingin membelinya," kata Dwija dengan segera.Sebelum bergabung dengan Gedung Nomor Satu, Dwija selalu berkelana di dunia persilatan dan sudah melihat banyak obat yang luar biasa. Namun, ini pertama kalinya dia merasakan obat yang memiliki efek yang begitu luar biasa. Sungguh luar biasa!Namun, Wendi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengiakan perkataan Dwija dengan tenang dan terus mengamati Agha yang sedang bertarung.Saat Wira dan yang lainnya sedang berbicara, Agha tetap terus bertarung dengan Saka. Mereka saling menyerang dan bertahan dengan sengit. Untungnya, dia juga bukan orang biasa, kekuatannya tentu saja tidak boleh diremehkan. Meskipun senjatanya tidak begitu cocok, dia tetap melawan musuhnya dengan luar biasa.Sebaliknya, Saka memang masih bisa menahan serangan Agha, tetapi dia tahu jelas kekuatannya m