Mendengar ini, Wulan merasa sangat bahagia. Dia berkata sambil tersenyum, "Sayang, kamu selalu baik padaku. Aku nggak pernah merasa diperlakukan dengan buruk."Setelah makan malam berakhir, matahari sudah hampir tenggelam. Dian dan Dewina kembali ke kamar mereka dengan pengertian. Meskipun mereka sangat merindukan Wira, mereka tidak mungkin merebut pria itu dari Wulan malam ini. Apalagi, mereka belum menikah. Jadi, mana mungkin mereka boleh meminta untuk tidur bersama Wira?Malam itu, Wulan berbaring di ranjang dengan wajah merona. Wira memandangi istrinya yang cantik dan merasakan kerinduan yang kuat."Sayang, aku siap ... kalau kamu mau, aku bersedia ...," lirih Wulan.Wira menarik napas dalam-dalam. Dia benar-benar ingin melakukannya, tetapi dia justru berkata, "Sayang, kurasa lebih baik kita tunggu sampai malam pengantin. Aku ingin memberimu pernikahan yang baru, jadi aku nggak masalah biarpun harus menunggu beberapa hari lagi!"Mendengar itu, Wulan merasa sangat tersentuh. Namun,
Wira menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. Setelah memikirkannya sejenak, dia berkata, "Jangan terburu-buru, aku harus membicarakan masalah ini dulu dengan seseorang."Keduanya tertegun sejenak. "Siapa?" tanya Biantara heran."Kak Putro," jawab Wira singkat.Wira ingin berdiskusi dengan Putro karena ingin menanyakan apa pendapatnya. Orang-orang dari Dusun Darmadi terikat nasib yang sama dengan Wira, jadi mereka pasti memihaknya. Sementara itu, Putro terlibat dengan Wira karena mereka memiliki pandangan yang serupa terhadap dunia.Meski mereka adalah teman dekat, kini Wira ingin merencanakan solusi agar dirinya bisa hidup damai. Ini adalah masalah pribadi, jadi tentu saja Wira tidak bisa memastikan Putro akan mendukungnya."Kami mengerti," ujar Biantara dan Mandra setelah saling memandang.Kemudian, Wira menemui Putro dan mengajaknya berjalan santai. Putro langsung menyanggupi ajakan itu. Dia tahu Wira ingin menyampaikan sesuatu padanya. Keduanya menyusuri jalan pegunungan di belaka
Adapun Yudha, Wira tidak memusingkannya sekarang. Posisinya saat ini sudah cukup aman. Sebab, selama Kerajaan Nuala belum menaklukkan dunia, Yudha tidak akan berada dalam bahaya. Raja Bakir perlu mengandalkan Yudha untuk meredakan pemberontakan di berbagai tempat.Akan tetapi, Putro berbeda. Meskipun tidak memiliki jabatan resmi, dia memiliki posisi yang sangat penting di kalangan sastrawan. Apabila Putro keberatan, banyak orang akan menentangnya juga. Jika Wira mencoba merencanakan sesuatu, dia mungkin akan menghadapi banyak rintangan sebelum bisa melakukannya."Apa yang dikatakan Kak Putro juga menjadi keprihatinanku," ucap Wira tanpa menyembunyikan apa pun.Ketika mendengar itu, Putro berkata sambil tersenyum, "Wira, apa kamu mengingat kata-kata yang pernah kusampaikan kepadamu?"Wira agak bingung sehingga bertanya, "Kata-kata yang mana?""Aku pernah mengatakan bahwa aku nggak ingin kamu menjadi ... Dirga yang kedua!" Usai mengatakan ini, Putro lagi-lagi tersenyum dan berkata dengan
Setelah Wira mengucapkan kata-kata tersebut, semua orang terkejut. Sorot mata mereka memancarkan kegembiraan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Sebenarnya, meskipun tidak mengatakannya, beberapa di antara mereka sudah lama berharap bahwa Wira dapat merencanakan sesuatu. Sebab, saat ini situasi dalam Kerajaan Nuala benar-benar buruk, bahkan rakyat juga menderita. Sulit untuk mendukung semuanya bila hanya mengandalkan Kerajaan Nuala.Apabila benar-benar terjadi perang, kemungkinan seluruh Kerajaan Nuala akan hancur. Pada saat itu, mereka akan membutuhkan kekuatan untuk melindungi tanah air mereka. Semua orang menatap Wira dengan penuh harap dan menantikan rencananya.Wira juga tidak menunda waktu dan segera berkata, "Langkah pertama, kita perlu membuat jaringan mata-mata dan menempatkan pengintai di berbagai tempat dalam Kerajaan Nuala, bahkan di wilayah Kerajaan Agrel, Kerajaan Monoma, dan Kerajaan Shoka! Kita perlu menguasai informasi di seluruh negeri. Hanya dengan cara ini, kita
Setelah dua masalah besar teratasi, tugas selanjutnya adalah hal-hal yang lebih sederhana."Selain itu, kita harus fokus pada persiapan perang, ekspansi penuh, dan pembangunan fasilitas produksi. Tugas ini akan kuserahkan kepada Paman dan Tuan Emran. Aku akan memberikan rancangan yang lebih rinci," jelas Wira.Suryadi adalah orang yang benar-benar dipercayai oleh Wira, sementara Emran adalah seseorang yang sangat tertarik dengan teknologi dan alat-alat canggih.Apabila ditangani oleh mereka berdua, Wira yakin bahwa mereka pasti bisa membangun pusat persenjataan yang kuat. Semua persenjataan akan diproduksi dan dipasok dari sini. Dengan demikian, Wira pun bisa merasa tenang. Emran dan Suryadi saling memandang dan mengangguk. Mereka merasa bahwa tugas ini tidak terlalu sulit."Yang terakhir adalah tentang aliansi dagang kita. Aku akan mengurusnya sendiri, sementara ketiga istriku akan membantu mengelola keuangan." Usai Wira mengatakan itu, dia pun tersenyum pada Wulan dan kedua istri lai
Putu sebenarnya selalu menunggu kesempatan ini. Terakhir kali, dia meminta bantuan Wira dalam upayanya untuk melawan demi kesejahteraan rakyat. Akhirnya, Wira memutuskan untuk mengambil keputusan "membangun tembok, mengumpulkan persediaan makanan, dan menunda menjadi penguasa".Namun, seiring dengan terjadinya begitu banyak hal, Wira terbatas oleh pemerintah Kerajaan Nuala dan menjadi seperti terombang-ambing. Jika bukan karena kecerdasannya, dia mungkin sudah terluka atau bahkan tewas beberapa kali.Itu sebabnya, kali ini Wira pasti akan membangun kekuatan sendiri untuk melindungi tanah airnya. Sebenarnya, Putu selalu menunggu momen ini. Penantiannya akhirnya tiba sekarang.Wira tampak tersenyum. Dia menatap Putu dengan penuh penghargaan, lalu mengangguk seraya berkata, "Bagus, karena kalian mengerti, ini akan menjadi lebih mudah. Tuan Putu, apa rencanamu?"Setelah mendengar perkataan Wira, Putu segera mengeluarkan peta dari dalam pakaiannya. Peta ini penuh dengan berbagai gambar dan
Wira merasa sangat senang. Seperti yang dikatakan, orang yang memiliki tujuan yang sama cenderung berpikiran sama sehingga tidak perlu banyak bicara. Lantaran mereka memiliki pemikiran yang serupa, Wira tentu tidak perlu banyak bicara. Rencana ini telah disusun dengan cukup baik. Wira sangat yakin dengan langkah-langkahnya itu."Tuan Wahyudi, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk mencapai tujuan besar ini," ucap Putu yang sangat bersemangat.Sementara itu, Jamal dan Meri mungkin tidak memikirkan rencana ini secara mendalam, tetapi mereka percaya pada Wira dan bersedia untuk berkontribusi dalam perencanaan ini."Kita sama-sama melakukannya untuk kepentingan bersama. Tuan Putu, kamu nggak perlu sesungkan ini," ucap Wira sambil tersenyum.Segera setelah itu, Putu buru-buru menggelengkan kepala seraya berkata, "Nggak ... semua rencana ini adalah upaya Tuan Wahyudi. Kamu yang memulainya dulu dan kami hanya mengikutinya. Tanpamu, kami sama sekali nggak akan memiliki keyakinan untuk melakuk
Keesokan harinya, saat Wira bangun, ketiga istrinya sudah menyiapkan makanan. Wira langsung duduk di sebelah meja makan. Wulan dan Dian sedang menyajikan makanan, sementara Dewina melayani Wira yang sedang makan.Setelah makan, Wulan mengeluarkan buku akuntansi, meletakkannya di atas meja, dan mulai menjelaskan berbagai pendapatan, "Sayang, produk-produk seperti gula kristal yang kita jual ke Provinsi Lowala menghasilkan keuntungan yang bagus, kita sudah menghasilkan banyak uang."Wira tampak mengangguk setuju, tetapi dia tahu bahwa hanya mengandalkan penjualan gula kristal saja mungkin tidak cukup. Dia perlu mencari cara lain untuk menghasilkan lebih banyak uang."Untuk memperluas bisnis, kita perlu merekrut lebih banyak orang dan mengumpulkan lebih banyak uang. Selain itu, berdasarkan pendapatan kita saat ini, mungkin nggak akan cukup. Tuan Wira, kalau begitu apa yang bisa kita lakukan sekarang? Apakah kita harus mencari saluran penjualan lain?" tanya Dewina yang penasaran."Aku belu
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak