Hanya dibutuhkan waktu setengah hari bagi semua orang untuk menerima surat Biantara. Ketika Putro membaca surat ini, wajahnya berubah muram dan dadanya disesaki amarah. Dia menggumam pada dirinya sendiri, "Dulu, Dirga juga disudutkan begini! Apa kali ini Tuan Wahyudi juga akan bernasib sama? Nggak ... aku nggak akan membiarkannya!"Putro segera menulis surat untuk memberi tahu Asosiasi Perdamaian tentang apa yang terjadi pada Wira. Para cendekiawan di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu pun langsung menerima kabar.Pada saat yang sama, semua orang di Aliansi Rute Dagang Asri juga mendengar hal ini. Di antaranya, ada Keluarga Sudarto dan banyak orang lain yang pernah menerima bantuan bisnis dari Wira. Mereka bisa mendirikan Aliansi Rute Dagang Asri berkat bantuan Wira, jadi mereka sangat berterima kasih pada Wira. Begitu membaca surat ini, mereka langsung naik darah.Di Ngarai Naga Biru, Meri yang telah membaca surat itu pun memancarkan niat membunuh dari matanya. Dia memaki, "Berengsek! Raj
Semua laporan itu membuat wajah Raja Bakir terlihat sangat masam. Dia tidak menyangka bahwa Wira memiliki pengaruh sebesar itu. Hanya karena nyawa Wira diincar, timbul ancaman internal dan eksternal di Kerajaan Nuala.Ardi mendadak berkata, "Yang Mulia, Wira membentuk kelompok untuk keuntungan pribadi. Ini adalah kejahatan serius. Kita tidak boleh mengampuninya!"Saat ini, Dimas juga buru-buru berdiri dan berujar, "Ya, Yang Mulia! Wira terlalu angkuh, setelah membelot pada Kerajaan Agrel, dia juga membuat kekacauan di sini. Ini adalah kejahatan keji yang tidak bisa diampuni!"Para menteri di faksi penasihat kanan pun turut menyampaikan pendapat mereka dengan marah. Awalnya, gelar Raja Uttar yang diterima Wira sudah memancing amarah dan kecemburuan orang-orang. Kemudian, sebelum istana sempat bertindak, Wira berani mengancam Kerajaan Nuala. Hal ini membuat para pejabat ini naik darah.Tentu saja, mereka tidak tahu masalah yang berkaitan dengan Doddy. Bahkan jika mereka mengetahuinya, ba
Dekret kerajaan segera dikeluarkan dan diumumkan kepada semua orang dengan cepat. Yudha, Putro, Meri, dan lainnya juga mendengar tentang hal ini. Hanya saja, mereka tetap tidak merasa lega. Mereka tidak akan tenang sebelum Wira kembali ke Dusun Darmadi. Meski mereka mengurungkan niat untuk bertindak, hati mereka terus terasa gelisah.Saat ini, Wira telah tiba di ibu kota. Dia sedikit heran karena tidak menemui halangan apa pun di jalan. Raja Bakir juga telah meminta Yudha untuk menyambut Wira di gerbang kota. Begitu melihat Wira, Yudha buru-buru meminta maaf.Wira menyahut sambil mengulum senyum, "Nggak perlu minta maaf, ini bukan salahmu. Akulah yang menyebabkan masalah untuk Doddy.""Nggak ... kalau saja aku bisa menebak niat Yang Mulia dan mengirim Doddy kembali ke Dusun Darmadi, semuanya pasti nggak begini," kata Yudha penuh sesal. Jika Doddy tidak dipenjara, Wira tidak perlu datang ke ibu kota sendirian. Tidak akan ada bahaya yang mengancamnya."Sudahlah, aku sudah terlanjur data
Yudha menyambut Wira di rumahnya dengan ramah, tetapi suasana hati muram keduanya tidak bisa ditutupi."Tuan Wahyudi, apa rencanamu sekarang?" tanya Yudha setelah membawa Wira ke ruang kerjanya. Saat mereka hanya berdua, mereka bisa membicarakan hal-hal ini dengan lebih bebas.Wira menatap Yudha dan menjawab sambil tersenyum, "Tentu saja menyelamatkan Doddy dulu. Yang lain-lain bisa diurus nanti.""Doddy seharusnya baik-baik saja, tapi kamu .... Yang Mulia mungkin memang nggak akan membunuhmu sekarang, tapi gimana di masa depan? Apa yang akan terjadi kalau dia menahanmu di sini?" ujar Yudha. Wira mengibaskan tangannya dan menyahut dengan acuh tak acuh, "Tenanglah, dia nggak akan bisa mengurungku."Yudha berujar bingung, "Ibu kota ini seperti sangkar, takutnya kamu bakal kesulitan terbang!""Maksudmu, aku seperti burung yang terpenjara dalam sangkar? Haha! Belum tentu," ujar Wira.Yudha tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Aku cuma membuat perumpamaan. Kalau kamu benar-benar bisa te
Saat ini, Raja Bakir sudah menunggu Wira di ruang kerjanya. Tidak terlihat jejak emosi di wajah sang Raja, tetapi hanya dia yang tahu bagaimana suasana hatinya yang sebenarnya.Pengawal istana berjaga di luar. Sejak Wira memasuki istana, tidak ada yang mengetahui kondisinya. Istana ini layaknya sangkar yang terisolasi dari dunia luar. Tidak ada yang bisa melihat apa yang terjadi di dalamnya.Yudha sedang berdiri di halaman dengan kekhawatiran yang tampak jelas di wajahnya. Dia tidak tahu apa yang dibicarakan Wira dengan Raja Bakir. Dia juga tidak tahu apa yang akan dilakukan Raja Bakir. Tidak ada yang tahu apakah Raja akan membunuh Wira atau tidak. Yudha hanya bisa menunggu dengan raut cemas.Pada saat yang sama, Wira telah memasuki istana dan tiba di ruang kerja sang Raja. Dia akhirnya melihat sosok Raja Bakir. Wira mengerjap. Jadi, dialah Raja Bakir? Benar-benar mengejutkan, baik aura maupun sikapnya tampak sangat agung. Namun, samar-samar terlihat binar dingin di matanya. Dalam seke
"Dengan kata lain, siapa yang seharusnya hamba pilih?" tanya Wira.Raja Bakir tidak memercayai ucapan Wira. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Tanah di seluruh kerajaan ini milik raja dan abdi raja. Menurutmu, kepada siapa kamu harus mengabdi?"Wira berkata, "Yang Mulia, walaupun Anda yang mengucapkannya, hamba tetap harus mengoreksinya! Air bisa menjalankan perahu, tapi juga bisa membaliknya. Kerajaan ini tidak lain adalah milik rakyat jelata. Dengan adanya rakyat dan kepercayaan mereka, barulah muncul raja dan kekuasaannya!""Orang yang ditakdirkan menjadi raja bukanlah dewa yang tidak berwujud atau tidak terlihat, melainkan manusia biasa. Karena rakyat memandang Anda sebagai raja, Anda baru menjadi raja. Anda menjadi penguasa pun berkat kepercayaan rakyat!" tambah Wira.Mendengar itu, wajah Raja Bakir sontak menjadi masam. Ucapan Wira ini sungguh terdengar angkuh di telinganya. Berani-beraninya dia mengucapkan kata-kata berbau pemberontakan seperti itu di depannya! Wira cari mati!"W
Raja Bakir tertegun mendengar ucapan Wira. Pria dan wanita setara? Omong kosong macam apa itu! Menurutnya, pria dan wanita sama sekali tidak sederajat.Raja Bakir tidak tahu apa yang ingin disampaikan Wira, jadi dia tidak terlalu memedulikannya. Sebaliknya, dia menatap Wira dan berkata dengan datar, "Wira, kamu bilang kamu mengkhawatirkan Kerajaan Nuala, tapi banyak orang mengancam Kerajaan Nuala karena dirimu. Apa kamu punya pembelaan untuk ini?"Wira menggeleng seraya menjawab, "Hamba tidak punya pembelaan apa-apa. Mereka hanya mengkhawatirkan hamba. Yang Mulia, kapan Anda akan melepaskan Doddy?"Mendengar ini, Raja Bakir sontak tertawa, lalu berkata, "Aku akan melepaskan dia. Tapi ... aku nggak bisa membiarkanmu pergi."Wira tidak terkejut, dia hanya menyahut dengan tenang, "Hamba sudah menduganya, tapi hamba ingin tahu alasan Yang Mulia begitu antipati pada hamba. Apa hanya karena hamba dekat dengan Yudha dan Putro?"Raja Bakir tidak menyangka Wira akan blak-blakan menanyakan hal i
Namun, Raja Bakir sama sekali tidak peduli. Sebaliknya, dia memerintahkan orang untuk membawa mereka ke tempat di mana Wira berada. Meskipun istana ini terlihat sangat megah, sebenarnya lebih mirip seperti sebuah sangkar emas.Saat ini, pintu ruangan tempat Wira berada dijaga oleh pengawal. Di dalamnya, juga ada dayang yang melayaninya. Kehidupannya sangat mewah, dilengkapi dengan berbagai hidangan lezat. Kini, Wira tengah duduk di rumah yang diberikan oleh Raja Bakir kepadanya sembari menikmati anggur dan makanan."Kak Wira!""Tuan Wahyudi!"Saat melihat Wira, mereka merasa sangat cemas. Sorot mata mereka juga memancarkan kekesalan. Namun, Wira malah hanya berkata, "Kalian sudah datang. Ayo, makan dan minumlah sedikit." Dia sama sekali tidak peduli. Dia sudah terlalu lelah belakangan ini sehingga wajar saja jika ingin beristirahat sejenak di sini."Hmph! Bagaimana bisa Raja bersikap seperti ini!" seru Yudha yang sangat emosi. Tanpa berbasa-basi, dia langsung menuju ruang kerja Raja Ba
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah