Mendengar itu, ekspresi Adnan sontak berubah sangat masam. Dia sangat ingin menghabisi Wira. Orang ini bukan hanya berada di pihak Yudha, tetapi juga menjadi ancaman bagi Raja Bakir. Adnan tentu saja ingin membantu saudara iparnya menyingkirkan Wira.Adnan mengira dengan 90.000 pasukan di bawah komandonya, dia bisa menghabisi Wira dengan mudah. Tidak disangka, orang ini ternyata memiliki senapan. Jika begini, Adnan pun tidak berani bertindak gegabah."Wira, nggak ada gunanya kamu mengatakan apa pun. Kamu sudah membelot pada Kerajaan Agrel dengan menerima gelar sebagai Raja Uttar! Atas dasar apa aku nggak boleh menghabisimu?" bentak Adnan.Alhasil, Wira seketika tertawa. "Kamu tahu kalau aku dinobatkan sebagai Raja Uttar, tapi apa kamu tahu apa lagi yang dikatakan Ibu Suri Kerajaan Agrel?" ujar Wira dengan datar seraya memandang Adnan.Adnan tertegun sejenak, lalu bertanya dengan alis berkerut, "Apa?""Apa? Jadi kamu cuma tahu kalau aku dinobatkan sebagai Raja Uttar? Kalau begitu, aku a
Adnan sulit menerima hal ini.Namun, Wira melanjutkan, "Adnan, aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu merasa bahwa Raja Bakir nggak suka padaku, jadi kamu ingin menyingkirkanku untuknya. Tapi, apakah aku benar-benar terisolasi di istana? Faksi penasihat kiri selalu mendukungku, begitu juga dengan Yudha.""Kalaupun kamu membunuhku dan Kerajaan Nuala memilih berperang melawan Kerajaan Agrel, faksi penasihat kiri mungkin akan membalas dendam padamu nantinya!" Setelah Wira mengucapkan kata-kata ini, Adnan duduk dengan tegas di tempatnya dan langsung menyerah atas rencananya.Bagaimanapun, faksi penasihat kanan tidak bisa bermain-main dengan kekuatan sendiri. Meskipun Raja Bakir membenci Wira, dia masih ditekan oleh faksi penasihat kiri.Apabila suatu saat nanti, faksi penasihat kiri menjadi lebih dominan di istana, mereka pasti akan membalas dendam terhadap Adnan karena telah membunuh Wira, terutama Yudha. Begitu perang pecah, dia adalah panglimanya, sementara Adnan hanya seorang wakil jend
Wira masih terus memanggang kelinci liar. Pada saat yang sama, terdengar lagi teriakan mengerikan dari arah lain. Saat ini, Mandra telah menghabiskan daging terakhir dan meneguk segelas anggur. "Kak Wira, aku juga akan segera kembali!" ucap Mandra. Setelah itu, dia langsung bergegas menuju sumber suara.Ekspresi kekhawatiran Dewina tampak makin jelas. Bagaimanapun, mereka hanyalah kelompok kecil dengan jumlah sekitar 50 orang. Di dalam wilayah Kerajaan Nuala, mereka bukanlah siapa-siapa. Terlebih lagi, Raja Bakir ingin membunuh Wira. Ini benar-benar situasi yang sangat berbahaya bagi Wira.Dewina pun mendekati Wira, lalu menariknya perlahan dan bertanya dengan cemas, "Kak Wira, apakah kita benar-benar aman?""Jangan khawatir. Situasi seperti ini sudah sering kualami, ini bukanlah masalah besar. Apalagi, aku sudah tahu bahwa akan ada penyergapan. Jadi, aku sengaja memperlambat langkah untuk menjebak mereka dan membiarkan mereka datang membunuhku," jelas Wira dengan santai.Ketika mening
"Baiklah, setidaknya setelah menyingkirkan mereka, kita nggak akan berada dalam bahaya selama beberapa hari. Tinggal beberapa hari lagi, kita akan tiba di Dusun Darmadi. Setelah kembali ke sana, kita baru akan benar-benar aman," jelas Wira sembari menguap. Semua orang pun beristirahat setelahnya.Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih jauh. Jejak Wira sangat sulit untuk diikuti. Kadang kala, dia akan melewati jalan umum dan terkadang dia akan menggunakan jalan pintas. Dengan kata lain, untuk menemukannya bukanlah sesuatu yang mudah.Saat ini, berita tentang kepulangan Wira telah tersebar luas sehingga banyak orang telah mengetahuinya. Sementara itu, kini Yudha sedang berada di ibu kota kerajaan dan tampak khawatir di kediamannya."Panglima Yudha, apakah Kak Wira dalam bahaya? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Doddy yang berada di samping Yudha. Setelah mengikuti Yudha untuk waktu yang lama, Doddy telah menjadi lebih bijaksana, bahkan ada terkesan berwiba
Raja Bakir sudah tahu alasan Yudha datang, tetapi dia masih berkata sambil tersenyum, "Ternyata demi masalah ini. Kalau begitu, katakan saja. Aku akan ... mendengarkanmu!"Yudha mendongak dan melihat ekspresi Raja Bakir yang terlihat cukup kesal. Akan tetapi, dia tetap memaksakan dirinya untuk berkata, "Yang Mulia, hamba tidak akan membahas apa pun yang telah Wira lakukan ataupun kontribusinya terhadap negara ini. Apa yang ingin hamba bahas saat ini adalah dia yang bersedia pergi ke Kerajaan Agrel sebagai duta!"Setelah Yudha selesai berbicara, Raja Bakir hanya mengangguk dan tetap diam. Yudha pun melanjutkan, "Pergi ke Kerajaan Agrel adalah tindakan yang sangat berisiko. Siapa pun tahu bahwa Kerajaan Agrel adalah tempat yang penuh dengan bahaya. Apalagi, Wira juga merupakan dalang di balik pembunuhan Raja Tanuwi!""Hanya berdasarkan hal ini, Giandra tidak mungkin melepaskannya begitu saja. Dia tidak mungkin tidak membalas dendam atas pembunuhan ayahnya. Jadi, Yang Mulia pasti bisa me
"Hamba sangat memahami Wira, dia bukan tipe orang seperti itu. Kalau dia memang seperti itu, kenapa dia memilih untuk kembali? Bukannya dia bisa hidup bahagia dengan bergelimang harta di sana?" tanya Yudha.Setelah itu, Yudha menjelaskan, "Alasan dia memilih untuk kembali adalah karena dia tidak bisa meninggalkan keluarganya. Itu sebabnya, dia pasti akan kembali ke Kerajaan Nuala. Selain itu, dia tidak mungkin menjadi mata-mata! Yang Mulia, Wira selalu dicurigai oleh Kerajaan Nuala. Bagaimana mungkin Kerajaan Agrel akan memilihnya sebagai mata-mata? Ini adalah hal yang mustahil!"Begitu Yudha selesai berbicara, Raja Bakir tidak merespons, sebaliknya dia malah diingatkan oleh Yudha, yaitu mengenai keluarga. Raja Bakir tidak pernah melakukan apa pun terhadap keluarga Wira merasa tidak perlu. Sebagai Raja Kerajaan Nuala, dia tidak seharusnya melakukan tindakan seperti itu, tetapi dia telah berubah pikiran sekarang.Tidak disangka ada begitu banyak orang yang datang untuk memohon. Apalagi,
Saat ini, Yudha sudah sangat mabuk. Begitu kembali ke kediamannya, dia langsung tertidur pulas sampai pagi. Kepala Yudha terasa sangat sakit sekarang. Ketika bangun, dia masih menunjukkan ekspresi cemas."Entah apa yang dipikirkan oleh Raja Bakir!" ucap Yudha sambil menghela napas. Kini, tatapan matanya penuh kegelisahan.Setelah keluar dari kamar, Yudha menyantap sarapan, lalu pergi ke lapangan latihan seperti biasanya. Dia telah melakukan rutinitas ini selama 10 tahun tanpa pernah berhenti. Namun, hari ini dia merasa seperti kehilangan sesuatu. Usai berlatih selama dua jam di lapangan, Yudha menghela napas sembari mengeluh, "Kapan aku baru bisa mencapai titik puncak seperti Ayah?"Yudha tidak puas dengan tingkat keterampilan bela diri yang dimilikinya. Setelah menggeleng, dia secara refleks memeriksa ke arah belakangnya, lalu tertegun. Segera setelah itu, Yudha pun berkata, "Lho? Di mana Doddy?"Biasanya, saat Yudha berlatih di lapangan ini, Doddy pasti akan berada di sana juga. Mere
Raja Bakir hendak menggunakan Doddy sebagai umpan untuk membunuh Wira! Bagaimana dia bisa melakukan ini?Ekspresi Yudha saat ini sangat muram. Tanpa basa-basi, dia segera menulis sepucuk surat dan meminta seseorang segera mengirimkannya pada Wira. Dia akan mencari solusi untuk menyelamatkan Doddy. Pokoknya, Wira tidak boleh datang ke ibu kota!....Di sisi lain, Wira tidak mengetahui situasi di ibu kota. Setelah melakukan perjalanan jauh, dia akhirnya tiba di Provinsi Jawali. Dalam beberapa hari, dia sudah bisa kembali ke Dusun Darmadi.Pemberontakan Rendra dan pengepungan pasukan Provinsi Cindera terhadap Provinsi Jawali baru lewat beberapa bulan lalu, tetapi sekarang kondisi provinsi sudah kembali seperti semula. Setelah tiba di kota, Wira langsung pulang ke rumah yang dibelinya. Rumah itu masih sangat bersih. Sepertinya Farrel sering datang untuk bersih-bersih. Wanita itu baik juga."Kita istirahat sehari di sini, besok kita baru ke Provinsi Cindera!" ujar Wira sambil tersenyum lega
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak