Hangga sangat gugup. Orang yang bisa masuk ke sini secara diam-diam pasti memiliki kemampuan yang hebat.Wira yang memegang senapan tersenyum dan menyahut, "Jangan panik. Tuan Hangga, aku datang untuk menyelamatkanmu." Sambil bicara, Wira duduk di kursi seraya memandang Hangga.Hangga menyipitkan matanya dan mendengus, lalu menimpali, "Menyelamatkanku? Atas dasar apa kamu menyelamatkanku? Hidupku baik-baik saja. Katakan, siapa kamu?"Wira menjawab, "Namaku Wira, seharusnya kamu pernah mendengar namaku, 'kan?"Hangga tertegun begitu mendengar jawaban Wira. Dia berseru, "Wira?"Meskipun terkejut, Hangga tetap berujar, "Kebetulan Raja Kresna mau menyingkirkanmu. Kamu menerobos masuk ke rumahku malam-malam begini dan berniat membunuhku. Jadi, sudah semestinya aku menghabisimu!" Kemudian, Hangga hendak menyerang Wira.Namun, Wira mengeluarkan senapan dan menodongkannya ke arah Hangga. Wira mengancam, "Kalau kamu maju lagi, aku akan menembak mati kamu!""Selain itu, Tuan Hangga, kamu pandai
Hangga bukan orang bodoh. Dia tentu paham dengan ucapan Wira. Sementara itu, Wira tertawa sejenak sembari melirik ke atas meja. Dia menuangkan secangkir teh dan meminumnya. "Ya ... teh yang disajikan oleh Tuan Hangga benar-benar wangi." Wira tersenyum menatap Hangga sambil bersandar ke kursi, lalu melanjutkan, "Tuan Hangga, kamu seharusnya paham dengan ucapanku. Sekarang kamu hanya bisa bekerja sama denganku."Setelah mendengar perkataan Wira, Hangga menarik napas dalam-dalam dan menatap Wira dengan ekspresi muram. Dia berkata, "Aku nggak percaya! Raja Ararya begitu memercayai Tuan Biantara. Tuan Biantara juga begitu memercayaiku. Aku nggak yakin rencanamu akan berhasil!" Hangga menggertakkan gigi karena kesal. Dia tahu situasi akan menjadi krisis apabila terjadi pemberontakan. Jika ada pilihan lain, dia tentu tidak akan memberontak. "Sepertinya kamu masih belum mengerti maksudku," sahut Wira tersenyum. Dia tahu bahwa Hangga sudah berada di ambang kehancuran. Oleh sebab itu, Wira ti
Kekuatan mereka sangat mengerikan. Raut wajah Raja Ararya sangat muram. Lantaran dirinya juga seorang ahli bela diri, dia seketika menghunuskan pedangnya. Raja Ararya tahu bahwa dirinya bukan tandingan ketujuh orang ini, tetapi asalkan bisa bertahan, pasti ada seseorang yang akan datang menyelamatkannya. Raja Ararya bertarung sambil mundur. Meskipun begitu, lengannya tertusuk dan seketika mengeluarkan darah. Raja Ararya terlihat sangat marah, sedangkan ketujuh orang itu tampak sangat dingin. Mereka mendapat perintah untuk membunuh Raja Ararya sebisa mungkin. Jika benar-benar bisa membunuhnya itu akan lebih bagus. Jika tidak bisa juga tidak apa-apa. Namun, dilihat dari situasi seperti ini, Raja Ararya pasti akan mati di tangan mereka. Ketujuh orang ini sangat bersemangat. Sementara itu, terlihat anak panah yang ditembakkan dari luar dan langsung menewaskan 3 orang. Keempat orang yang tersisa segera berusaha untuk membunuh Raja Ararya. Namun, saat ini ada satu sosok yang berlari ke da
Gilang sangat terkejut. Wajahnya tampak ketakutan saat mendengar pemikiran Raja Ararya. Dia sama sekali tidak menyangka Biantara berani berbuat seperti ini. "Panggil Biantara kemari!" perintah Raja Ararya dengan marah. Setelah itu, Raja Ararya membalut lukanya dan menunggu dengan tenang. Dwipangga memegang pedang sambil berdiri di belakang Raja Ararya tanpa bersuara. Dia memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak. Sementara itu, Biantara tampak bingung. Dia heran mengapa Raja Ararya mencarinya selarut ini. Namun, begitu mendengar alasannya, dia seketika tertegun. Ada yang berusaha membunuh Raja Ararya. Orang itu berani sekali. Biantara bergegas membawa orangnya menuju kediaman Raja Ararya. Begitu masuk, dia langsung bertanya dengan gugup, "Yang Mulia, apa Anda baik-baik saja?"Raja Ararya menatap Biantara sekilas. Dia tidak langsung memarahinya, melainkan menjawab, "Nggak apa-apa, hanya luka luar. Kalau bukan karena Dwipangga, aku mungkin sudah mati."Dwipangga adalah pengawal p
"Biantara, apakah ada yang ingin kamu katakan?" Setelah Raja Ararya mengucapkan hal ini, Dwipangga sontak membuka matanya dan menatap Biantara dengan dingin.Biantara baru tersadar kembali, lalu berkata dengan terkejut, "Yang Mulia, apakah Anda ... sedang mencurigai hamba?"Raja Ararya mendengus dingin. Setelah itu, dia bertanya, "Apakah nggak sepantasnya aku merasa curiga? Aksi pembunuhan Wira dipimpin olehmu. Kamu juga yang memberitahuku tentang ketujuh orang itu, termasuk berita kegagalan dari aksi itu. Sekarang, ketujuh orang itu muncul di kediamanku dan ingin membunuhku. Apa aku nggak seharusnya mencurigaimu?"Kemudian, Raja Ararya mengetuk meja dengan keras hingga membuat Biantara berlutut di lantai saking terkejutnya."Yang Mulia, ini tidak benar. Hamba ... hamba tidak memiliki alasan untuk membunuh Anda! Jika hamba ingin membunuh Anda, kenapa hamba memberi tahu Anda tentang tujuh orang ini? Semua ini pasti ... pasti ulah Hangga!" jelas Biantara. Meskipun tidak memahami alasan H
Biantara tidak menyangka bahwa Hangga akan mencoba menyalahkan dirinya. "Dasar bajingan! Hangga, beraninya kamu menuduhku!" maki Biantara yang sangat emosi. Tindakan mencoba membunuh Raja Ararya bukanlah perkara kecil.Hangga segera menjelaskan, "Tuan Biantara, aku sama sekali nggak menuduhmu. Ketujuh orang itu memang bawahanmu. Aku hanya membantu menyusupkan mereka ke dalam Pasukan Bayangan secara diam-diam. Bahkan, aku sama sekali nggak pernah bertemu dengan mereka. Selain itu, apa alasan aku untuk membunuh Raja Ararya?"Pernyataan Hangga memang cukup masuk akal, tetapi Biantara langsung membantah, "Kamu nggak punya alasan, lalu memangnya aku punya? Ketujuh orang itu jelas adalah bawahanmu dan sekarang mereka muncul di sini. Bisa-bisanya kamu mengatakan bahwa aku yang merencanakan semua ini? Hangga, sebenarnya kamu bekerja untuk siapa?"Tentunya, Hangga sadar bahwa dia telah memfitnah Biantara, tetapi dia hanya ingin bertahan hidup. Itu sebabnya, tak peduli apa pun yang terjadi, dia
"Yang Mulia, apakah Anda menerima surat beberapa hari yang lalu?" tanya Hangga secara langsung.Kemudian, Raja Ararya tertegun sejenak karena mengingat surat tersebut, lalu bertanya, "Surat? Apakah surat itu darimu?"Hangga segera mengangguk untuk menanggapinya, lalu melanjutkan, "Benar, Yang Mulia. Meskipun hamba memiliki keraguan tentang Biantara, hamba tidak berani banyak berkomentar. Bagaimanapun, Anda sangat bergantung padanya, jadi, demi berjaga-jaga ... hamba hanya bisa memberikan bantuan dengan mengantarkan surat ini kepada Anda!"Setelah Hangga selesai berbicara, Raja Ararya tiba-tiba berdiri dan menatap tajam ke arah Biantara, lalu berkata, "Biantara, beraninya kamu mencoba untuk membunuhku!"Hanya Raja Ararya dan putranya yang tahu tentang surat tersebut, bahkan Dwipangga pun tidak mengetahuinya. Selain itu, fakta bahwa Hangga mengetahui hal ini hanya bisa menjelaskan tentang satu hal, yaitu dialah pengirimnya!"Surat? Surat apa?" tanya Biantara yang benar-benar bingung. Kap
Pada saat itu, Biantara mulai memahami semuanya. Ini adalah sebuah perangkap untuk membunuhnya. Sementara itu, dalang di balik semua ini adalah Wira. Raja Ararya sebenarnya tidak ingin mendengarkan penjelasan Biantara. Kini, dia hanya ingin segera membunuh pengkhianat itu.Namun, mengingat bahwa Biantara telah cukup lama bekerja untuknya dan malah tiba-tiba berkhianat, Raja Ararya masih merasa ragu di dalam hatinya. Itu sebabnya, setelah merenung sejenak, dia pun berkata, "Biantara, aku akan memberimu kesempatan terakhir. Katakanlah!"Ketika mendengar kata-kata Raja Ararya, Biantara sontak mengambil napas dalam-dalam dan menjernihkan pikirannya. Setelah itu, dia mulai menjelaskan, "Yang Mulia, hamba tidak akan mengungkit tentang kesetiaan hamba selama bertahun-tahun. Mari kita fokus pada insiden ini."Biantara menegaskan, "Hamba yakin bahwa insiden ini pasti adalah rencana Wira. Yang Mulia, hamba bersumpah mati bahwa ketujuh orang itu bukanlah bawahan hamba.""Yang perlu diperhatikan d
"Terima kasih, Nona Wendi. Kamu ini memang sangat hebat. Kalau obat penyembuh luka ini dijual, pasti akan ada banyak orang dari wilayah barat sampai ke Provinsi Yonggu yang ingin membelinya," kata Dwija dengan segera.Sebelum bergabung dengan Gedung Nomor Satu, Dwija selalu berkelana di dunia persilatan dan sudah melihat banyak obat yang luar biasa. Namun, ini pertama kalinya dia merasakan obat yang memiliki efek yang begitu luar biasa. Sungguh luar biasa!Namun, Wendi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengiakan perkataan Dwija dengan tenang dan terus mengamati Agha yang sedang bertarung.Saat Wira dan yang lainnya sedang berbicara, Agha tetap terus bertarung dengan Saka. Mereka saling menyerang dan bertahan dengan sengit. Untungnya, dia juga bukan orang biasa, kekuatannya tentu saja tidak boleh diremehkan. Meskipun senjatanya tidak begitu cocok, dia tetap melawan musuhnya dengan luar biasa.Sebaliknya, Saka memang masih bisa menahan serangan Agha, tetapi dia tahu jelas kekuatannya m
"Kita tetap harus membuat mereka tunduk dulu. Lagi pula, aku juga sudah lama nggak berduel dengan orang lain. Hari ini adalah kesempatan yang baik untuk meregangkan otot-ototku," jawab Saka sambil tersenyum sinis dan langsung berada di hadapan Agha.Tak lama kemudian, dia menarik pedangnya dan langsung menyerang kepala Agha. Jika terkena serangan itu, Agha pasti akan mati atau terluka parah.Agha segera mengangkat kedua paling ke atas kepala dan bersiap menahan serangan Saka.Terdengar suara yang nyaring saat kedua senjata berbenturan dan keduanya juga langsung mundur dua langkah."Jenderal Saka ini memang hebat, bahkan Agha pun terpaksa mundur beberapa langkah. Sepertinya, gelar orang terkuat di wilayah barat ini memang bukan omong kosong. Kalau dia nggak kuat, mungkin sekarang tubuhnya sudah hancur berkeping-keping," kata Wira dengan tenang.Wira tadi terus mengamati pertarungan kedua pria itu, sehingga dia tahu Agha tidak menahan dirinya dan langsung mengeluarkan serangan mematikan.
Jika terkena serangan itu, Dwija pasti akan langsung mati. Namun, karena pertarungan sebelumnya, lengannya sudah tidak bisa diangkat lagi dan kecepatannya juga berkurang banyak. Selain itu, pedangnya juga terlempar agak jauh, mustahil baginya untuk menahan serangan ini.Saat pedangnya hampir mengenai tenggorokan Dwija, Saka malah menghentikan langkahnya. Dia menatap Wira dengan dingin dan berkata dengan tenang, "Kemampuan anak buahmu ternyata hanya begitu. Awalnya aku pikir dia sangat hebat. Ternyata sudah menyergap pun, dia tetap nggak bisa melukaiku.""Sepertinya, kalian hanya bisa menindas orang seperti kakakku saja. Kalau melawan kami, hasil akhirnya kalian juga tetap sama."Melihat ekspresi Saka yang meremehkan, Wira sangat ingin mengeluarkan pistolnya dan langsung menembak Saka. Saka sudah bersekongkol dengan orang seperti Yasa, berarti Saka ini juga bukan orang baik dan tentu saja tidak boleh dibiarkan hidup lebih lama. Namun, jika dia membunuh Saka, mereka akan kehilangan pelin
"Bagus sekali. Sepertinya kamu cukup hebat. Kalau begitu, biar aku lihat seberapa hebat kemampuanmu," kata Saka yang tertawa, bukannya marah. Dia menghunus pedangnya dan segera bertarung dengan Dwija."Aku juga ingin melihat seberapa hebat kemampuan kalian," kata Dwija.Para prajurit tetap mengelilingi Wira dan kelompoknya, sama sekali tidak memedulikan Dwija. Bahkan para wakil jenderal yang berdiri di belakang Dwija juga tidak bergerak. Terdengar beberapa komentar dari kerumunan itu."Anak ini ternyata ingin menantang Jenderal. Kalau tahu begitu, kita nggak perlu repot-repot menggunakan begitu banyak trik.""Jenderal tentu saja akan memberinya kesempatan itu.""Kekuatan Jenderal nggak tertandingi. Bahkan di seluruh wilayah barat ini, nggak ada yang bisa menandinginya.""Orang ini benar-benar nggak tahu diri. Cari masalah sendiri.""Mereka sudah menyakiti kakaknya, mana mungkin Jenderal akan melepaskan mereka begitu saja. Sekarang kebetulan dia bisa memberi mereka pelajaran."Namun, Wi
Sejak Wira membawa mereka ke wilayah barat, Agha dan Dwija sudah tahu perjalanan ini akan sangat berbahaya. Jika tidak memiliki tekad yang kuat, mereka tidak mungkin mengikuti Wira sampai sejauh ini. Begitu juga dengan Wendi."Kamu memang berani dan cerdik, hampir saja berhasil menipuku. Tapi, apa benar kita nggak punya dendam? Kamu mungkin nggak mengenalku, tapi aku kenal kamu. Kamu nggak mungkin sudah melupakan Tuan Yasa yang baru saja mati di tanganmu secepat ini, 'kan? Kelihatannya kamu masih muda, harusnya ingatanmu nggak seburuk itu," kata Saka sambil perlahan-lahan mendekati Wira.Sementara itu, wakil jenderal itu juga sudah kembali berdiri di belakang Saka.Wira akhirnya mengerti apa yang sudah terjadi, ternyata semua ini karena dia sudah menyinggung Yasa. Sebelumnya, dia masih tidak mengerti mengapa Yasa yang begitu tidak berlogika itu bisa berkuasa di tempat itu begitu lama. Apakah tidak ada orang di Provinsi Tengah yang sanggup melawan Yasa? Mengapa pejabat di sana juga tida
"Api unggun ini masih hangat, berarti mereka masih belum pergi terlalu lama. Kita juga datang dengan menunggang kuda, mereka mungkin sudah menyadari kedatangan kita. Tapi, meskipun mereka hebat, mereka juga nggak mungkin bisa berlari secepat itu. Mana mungkin nggak ada jejak mereka di sekitar sini," kata pria itu.Pria itu terus berjalan mondar-mandir dan sesekali mengetuk kepalanya sendiri, entah apa yang sedang dipikirkannya.Semua orang berdiri dengan rapi di belakang pria itu. Kelihatan jelas, mereka sudah dilatih secara profesional dan pasti adalah pasukan elite di wilayah barat. Namun, alasan mereka tiba-tiba datang ke sini masih menjadi misteri dan ini juga yang masih dipikirkan Wira.Namun, Wira merasa sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal ini. Prioritas mereka sekarang adalah mencari cara untuk melarikan diri dari sana secepat mungkin. Ini adalah keputusan terbaik."Jenderal, kami menemukan beberapa mayat di sini dan pakaian mereka sudah dilepas. Sepertinya mereka adalah
Sementara itu, Dwija yang berdiri di samping menyilangkan tangannya dan berkata, "Masih perlu dipikirkan lagi? Ini pasti ulah guru agung di samping Senia itu. Sekarang kita sudah datang ke wilayah barat ini, ini adalah wilayah kekuasaannya. Setelah tiba di sini, kita tentu saja selalu berada di bawah kendalinya. Kalau benar-benar dia yang bersembunyi di balik ini, situasi kita benar-benar buruk."Wira tidak mengatakan apa-apa, tetapi apa yang dikatakan Dwija memang benar. Jika keadaannya memang demikian, situasi mereka benar-benar buruk. Setiap langkah mereka selanjutnya akan penuh dengan hambatan dan berada di bawah kendali Panji.Agha tiba-tiba berkata, "Kak Wira, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Bukankah kita sebaiknya memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini? Orang-orang ini dilengkapi dengan senjata dan mengenakan zirah juga. Kalau kita melawan mereka, takutnya ...."Meskipun biasanya Agha adalah pria tangguh yang suka langsung berkelahi dengan orang lain, buk
"Kak Wira, sepertinya ada orang yang datang," kata Agha yang berdiri terlebih dahulu dan menatap ke kejauhan."Kenapa tiba-tiba ada begitu banyak orang yang datang ke tempat terpencil seperti ini? Dilihat dari cara mereka, sepertinya mereka mau berkelahi. Jangan-jangan di wilayah barat ini juga sering terjadi perang?" kata Wira dengan ekspresi serius, lalu segera bangkit dan menatap orang-orang yang terus mendekat itu.Sulit untuk melihat dengan jelas berapa banyak orang yang datang karena jaraknya masih cukup jauh. Namun, didengar dari suara langkah kuda, bisa ditebak jumlah orang yang datang pasti banyak.Melihat semua itu, ekspresi Wira langsung berubah dan secara refleks mundur beberapa langkah. Dia melihat orang-orang di sampingnya dan segera berkata, "Sekarang kita masih nggak tahu maksud kedatangan mereka, sebaiknya kita sembunyi dulu. Mungkin saja mereka bukan datang untuk mencari kita."Semua orang langsung menganggukkan kepala. Menghadapi kerumunan seperti itu, mereka tentu s
Menjelang fajar, Wira dan yang lainnya baru berhenti untuk beristirahat. Mereka membuat api unggun dan memanggang hasil buruan."Kak Wira, orang-orang ini benar-benar misterius. Mereka sampai tinggal di tempat terpencil seperti ini. Apa mereka sama sekali nggak berhubungan dengan orang luar? Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari?" tanya Agha sambil menikmati daging buruannya.Setahu Agha, orang yang biasanya memiliki kemampuan luar biasa tidak akan memilih tinggal di tempat seperti ini, orang itu pasti akan menunjukkan kehebatannya. Bukan hanya untuk membuktikan kemampuannya, tetapi untuk meningkatkan kualitas hidupnya juga.Agha tidak mengerti mengapa orang-orang dari Lembah Duka ini memilih untuk tinggal di sini. Dengan kemampuan mereka, mereka bisa berkuasa ke mana pun mereka pergi.Wira malah tersenyum dan berkata, "Orang yang benar-benar bijak biasanya memilih untuk tinggal di tempat terpencil seperti ini dan menenangkan diri. Reputasi dan kekayaan sudah nggak berarti ba