Gilang melanjutkan, "Waktu ayahku memberimu posisi kepala eksekutor, bukannya dia juga bilang itu hanya hadiah?"Setelah itu, Gilang langsung berjalan masuk ke kediaman Raja Ararya. Ekspresi Biantara menjadi masam begitu mendengar ucapan Gilang. Biantara tahu dirinya telah menjadi target siasat mematikan. Tujuannya adalah memicu kecurigaan Raja Ararya kepada Biantara.Jika kecurigaan itu makin mendalam, Biantara pasti akan mati. Biantara menarik napas dalam-dalam dan menyipitkan matanya. Dia diam-diam menebak apa yang sedang terjadi.Tiba-tiba, Biantara teringat seseorang, Wira! Pasti Wira yang memikirkan ide ini.Biantara pun membatin, 'Menghasut memang cara paling efektif untuk mengadu majikan dan bawahan. Tapi, Raja Ararya nggak akan berbuat apa-apa kepadaku hanya karena merasa curiga. Bagaimanapun, aku sudah mengabdi kepada Raja Ararya selama bertahun-tahun dan kesetiaanku nggak perlu diragukan lagi.'Biantara menarik napas dalam-dalam. Setelah mempertimbangkannya, dia baru merasa
Jika Wira sudah bertindak, Biantara juga tidak akan mengaku kalah begitu saja. Wira ingin menghasut Raja Ararya, jadi yang harus dilakukan Biantara adalah membuat Raja Ararya percaya sepenuhnya kepada dirinya. Ini adalah taktik Biantara dan juga serangan balik untuk Wira.Kala ini, Biantara sudah sampai di kediaman Raja Ararya. Kemudian, dia menyerahkan buku catatan itu. Raja Ararya tertegun sesaat, lalu memandang Biantara dengan kaget seraya bertanya, "Biantara, apa maksudmu?"Biantara langsung menjawab, "Raja Ararya, aku sama sekali nggak ada hubungan dengan kubu Ibu Suri, ini semua siasat Wira. Buku catatan ini berisi daftar nama semua kapten pasukan Kerajaan Agrel, mata-mata yang kutempatkan di berbagai kediaman, dan nama-nama anggota lainnya."Buku catatan ini tidak sederhana karena berisi semua rahasia Biantara. Dengan memiliki buku ini, seseorang bisa mengendalikan seluruh pasukan Kerajaan Agrel. Meskipun pasukan Kerajaan Agrel berada di bawah pimpinan Raja Ararya, tidak mungkin
Saat ini, hanya ada Raja Kresna, Dewina, dan Wira di ruang kerja. Pada saat bersamaan, kabar ini pun tersebar.Raja Ararya langsung mendapatkan informasi bahwa Raja Kresna, Wira, dan Dewina berbincang secara rahasia di ruang kerja. Namun, tidak ada yang tahu topik pembicaraan mereka. Raja Ararya yang mendengar kabar ini sama sekali tidak terkejut, dia hanya tersenyum.Sementara itu, di ruang kerja, Raja Kresna memandang Wira dan berucap dengan datar, "Kenapa kamu datang secara terang-terangan? Bukankah tindakanmu ini agak sembrono?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak masalah. Kalaupun aku nggak datang, orang lain tetap menganggap aku dan Raja Kresna berhubungan. Karena hubungan ini sudah terekspos, lebih baik aku langsung menunjukkannya."Raja Kresna mengernyit dan menimpali, "Tapi, nggak ada yang tahu aku memihak Ibu Suri. Bahkan, nggak ada yang tahu aku bekerja sama denganmu."Awalnya, Raja Kresna dan Wira bekerja sama secara diam-diam. Namun, tindakan Wira yang menghebohkan ini pas
Raja Kresna tidak mengerti alasan Wira berkata seperti ini. Namun, Wira malah tertawa dan berujar, "Sekarang, dia pasti nggak akan bilang. Tapi ... aku akan memaksanya dan aku harus bertemu dengan orang ini secara diam-diam."Raja Kresna menarik napas dalam-dalam setelah mendengar ucapan Wira. Dia memang tidak tahu apa rencana Wira, tetapi dia tetap mengangguk dan menyanggupi permintaan Wira, "Oke, aku akan mengaturnya."Kemudian, Wira pun pulang. Setelah malam ini, Biantara pasti akan celaka. Ini adalah taktik Wira dan dia sudah memperkirakan hal ini.Dewina yang mengantar Wira keluar. Dia tersenyum dan berucap, "Tuan Wira, kapan kita akan menikah?"Wira merasa canggung mendengar ucapan Dewina, lalu menyahut, "Ini ... semua ini idenya Ibu Suri ...."Wira memang berbual di aula istana, tetapi sebenarnya dia tidak terlalu tertarik kepada Dewina. Wira menjadi gugup sesudah mendengar perkataan Dewina.Dewina menggoda Wira, "Huh, waktu di aula, kamu bilang kita pernah melakukan hubungan su
Hangga sangat gugup. Orang yang bisa masuk ke sini secara diam-diam pasti memiliki kemampuan yang hebat.Wira yang memegang senapan tersenyum dan menyahut, "Jangan panik. Tuan Hangga, aku datang untuk menyelamatkanmu." Sambil bicara, Wira duduk di kursi seraya memandang Hangga.Hangga menyipitkan matanya dan mendengus, lalu menimpali, "Menyelamatkanku? Atas dasar apa kamu menyelamatkanku? Hidupku baik-baik saja. Katakan, siapa kamu?"Wira menjawab, "Namaku Wira, seharusnya kamu pernah mendengar namaku, 'kan?"Hangga tertegun begitu mendengar jawaban Wira. Dia berseru, "Wira?"Meskipun terkejut, Hangga tetap berujar, "Kebetulan Raja Kresna mau menyingkirkanmu. Kamu menerobos masuk ke rumahku malam-malam begini dan berniat membunuhku. Jadi, sudah semestinya aku menghabisimu!" Kemudian, Hangga hendak menyerang Wira.Namun, Wira mengeluarkan senapan dan menodongkannya ke arah Hangga. Wira mengancam, "Kalau kamu maju lagi, aku akan menembak mati kamu!""Selain itu, Tuan Hangga, kamu pandai
Hangga bukan orang bodoh. Dia tentu paham dengan ucapan Wira. Sementara itu, Wira tertawa sejenak sembari melirik ke atas meja. Dia menuangkan secangkir teh dan meminumnya. "Ya ... teh yang disajikan oleh Tuan Hangga benar-benar wangi." Wira tersenyum menatap Hangga sambil bersandar ke kursi, lalu melanjutkan, "Tuan Hangga, kamu seharusnya paham dengan ucapanku. Sekarang kamu hanya bisa bekerja sama denganku."Setelah mendengar perkataan Wira, Hangga menarik napas dalam-dalam dan menatap Wira dengan ekspresi muram. Dia berkata, "Aku nggak percaya! Raja Ararya begitu memercayai Tuan Biantara. Tuan Biantara juga begitu memercayaiku. Aku nggak yakin rencanamu akan berhasil!" Hangga menggertakkan gigi karena kesal. Dia tahu situasi akan menjadi krisis apabila terjadi pemberontakan. Jika ada pilihan lain, dia tentu tidak akan memberontak. "Sepertinya kamu masih belum mengerti maksudku," sahut Wira tersenyum. Dia tahu bahwa Hangga sudah berada di ambang kehancuran. Oleh sebab itu, Wira ti
Kekuatan mereka sangat mengerikan. Raut wajah Raja Ararya sangat muram. Lantaran dirinya juga seorang ahli bela diri, dia seketika menghunuskan pedangnya. Raja Ararya tahu bahwa dirinya bukan tandingan ketujuh orang ini, tetapi asalkan bisa bertahan, pasti ada seseorang yang akan datang menyelamatkannya. Raja Ararya bertarung sambil mundur. Meskipun begitu, lengannya tertusuk dan seketika mengeluarkan darah. Raja Ararya terlihat sangat marah, sedangkan ketujuh orang itu tampak sangat dingin. Mereka mendapat perintah untuk membunuh Raja Ararya sebisa mungkin. Jika benar-benar bisa membunuhnya itu akan lebih bagus. Jika tidak bisa juga tidak apa-apa. Namun, dilihat dari situasi seperti ini, Raja Ararya pasti akan mati di tangan mereka. Ketujuh orang ini sangat bersemangat. Sementara itu, terlihat anak panah yang ditembakkan dari luar dan langsung menewaskan 3 orang. Keempat orang yang tersisa segera berusaha untuk membunuh Raja Ararya. Namun, saat ini ada satu sosok yang berlari ke da
Gilang sangat terkejut. Wajahnya tampak ketakutan saat mendengar pemikiran Raja Ararya. Dia sama sekali tidak menyangka Biantara berani berbuat seperti ini. "Panggil Biantara kemari!" perintah Raja Ararya dengan marah. Setelah itu, Raja Ararya membalut lukanya dan menunggu dengan tenang. Dwipangga memegang pedang sambil berdiri di belakang Raja Ararya tanpa bersuara. Dia memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak. Sementara itu, Biantara tampak bingung. Dia heran mengapa Raja Ararya mencarinya selarut ini. Namun, begitu mendengar alasannya, dia seketika tertegun. Ada yang berusaha membunuh Raja Ararya. Orang itu berani sekali. Biantara bergegas membawa orangnya menuju kediaman Raja Ararya. Begitu masuk, dia langsung bertanya dengan gugup, "Yang Mulia, apa Anda baik-baik saja?"Raja Ararya menatap Biantara sekilas. Dia tidak langsung memarahinya, melainkan menjawab, "Nggak apa-apa, hanya luka luar. Kalau bukan karena Dwipangga, aku mungkin sudah mati."Dwipangga adalah pengawal p
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak