“Terima kasih, Tuan Wahyudi!” Setelah menerima bingkisan yang berat itu dan merasakan ada uang perak di dalamnya, Wiryawan pun merasa senang. Setelah itu, dia pun naik ke kereta kudanya dan meninggalkan tempat ini.Nohan juga berjalan maju dan berkata, “Tuan, istriku akan segera melahirkan. Jadi, aku juga pamit dulu ya!”“Ini juga merupakan hal besar. Kembalilah ke sisi istrimu!” Wira mengambil sebuah bingkisan, lalu menyerahkannya kepada Nohan dan mengatakan hal yang sama seperti tadi.Para pelajar sangat mementingkan harga diri. Jika langsung memberi mereka uang di hadapan umum, tidak akan ada yang menerimanya. Tindakan itu bahkan bisa membuat mereka menjadi musuh.Tidak lama kemudian, satu per satu sarjana provinsi berpamitan dengan Wira karena memiliki masalah keluarga yang berbeda-beda. Wira pun merasa menyesal dan memberikan bingkisan kepada mereka semua. Dalam sekejap, 11 orang itu pun sudah pergi semuanya.Pramana mengerutkan keningnya dan bergumam dalam hati, ‘Ternyata mereka
Wira melambaikan tangannya sambil tersenyum dan berkata, "Kalau sudah merepotkan orang, kasih 2.000 gabak juga nggak masalah. Bantu aku pergi menanyakannya, ya!”Sebenarnya, Wira bukannya tidak rela memberikan uang yang lebih banyak. Saat ini, uang hanyalah nominal baginya. Jika memberikan 2.000 gabak kepada keluarga miskin ini, mereka bisa menggunakannya untuk membeli beras dan mi. Sebaliknya, jika memberi hingga 10.000-20.000 gabak, uang itu mungkin akan dirampas orang lain."Tuan, kamu benar-benar baik hati sekali. Aku akan membantumu mencari tempat untuk menginap," kata Mada sebelum pergi.Seluruh dusun seketika menjadi heboh. Tidak lama kemudian, sekelompok penduduk dusun yang berpakaian lusuh datang bersama dengan seorang pemuda berjubah panjang. Pakaian pemuda itu tampak luntur dan memiliki tambalan. Meskipun begitu, pakaiannya sangat bersih dan wajahnya juga terlihat cerah.Kemudian, Mada mengenalkannya kepada Wira dan berkata, "Tuan, ini adalah Kak Padli, kepala dusun dari Dus
Pelayan Keluarga Padli membuat berbagai macam makanan. Di antaranya, ada serabi, bubur, dan tumis wortel. Demi menyambut kedatangan Wira, mereka juga mengukus seekor ayam. Di sisi lain, para veteran juga sedang memasak. Mereka telah melakukan perjalanan yang jauh dan bekerja keras sepanjang hari. Jadi, makanan mereka juga tidak kalah enak. Mereka memasak sosis, lalu memanggang roti dan memasak sepanci sup telur. Aromanya yang wangi menyebar hingga ke luar pintu halaman.Saat ini, ada banyak anak-anak yang menonton di depan pintu sambil menelan air ludah, termasuk Mada."Hari ini ada tamu istimewa. Jadi, kalian nggak kebagian daging. Cepatlah pulang." Padli melambaikan tangannya kepada anak-anak itu, lalu menatap Wira sambil tersenyum dan berkata, "Penduduk dusun di sini miskin. Begitu masak daging, anak-anak akan berkumpul. Biasanya aku akan kasih mereka sepotong daging kecil."Anak-anak itu berpaling dengan enggan, tetapi Wira malah melambaikan tangannya kepada Mada dan berseru, "Apa
"Kak Wira, hati-hatilah saat berbicara." Raut wajah Padli menjadi suram, lalu dia berkata dengan nada serius, "Tuan Wahyudi memahami sastra dan strategi militer. Dia mampu mengalahkan 10 ribu pasukan berkuda bangsa Agrel, juga bisa menuliskan 'Empat Kalimat Wahyudi', 'Mengenang Dirga', 'Mengantar Iqbal ke Kota' dengan kepintarannya. Dia merupakan seorang genius di masanya."Wira berdeham sambil mengerutkan kening dan berkata, "Panglima Yudha yang sudah mengalahkan bangsa Agrel, bukan Tuan Wahyudi."Wira merasa kebingungan dari mana orang ini mendengar informasi seperti itu, bisa-bisanya dia mengetahui masalah tentang Kota Pusat Pemerintahan Jagabu."Panglima Yudha memang berjasa, tapi jasa terbesar itu milik Tuan Wahyudi. Seorang prajurit yang lagi melarikan diri dan cari makan yang memberitahuku tentang hal ini," ujar Padli.Kemudian, Padli mengecilkan suaranya dan berkata, "Sayangnya, para pengkhianat di istana mengelabui Raja untuk nggak mempekerjakan Tuan Wahyudi lagi selamanya. Ha
Dusun Pranowo ditempati oleh penduduk bermarga Pranowo, orang bermarga Darmadi di dusun ini hanyalah Wira yang menumpang tinggal. Jadi, kemungkinan besar orang yang dimaksud oleh para petugas patroli ini adalah Wira.Setelah mendekat dengan hati-hati, Mada menempelkan telinganya di dinding dan diam-diam menguping. Di dalam rumah yang gelap, sebuah lampu minyak dinyalakan. Pemilik rumah yang bernama Kama Pranowo sedang berlutut di lantai dengan ketakutan.Di satu-satunya kursi di sana, ada seorang pria paruh baya berkumis dan bermata tajam yang duduk di atasnya. Sementara itu, kepala desa dan empat petugas patroli berdiri di sampingnya. Kemudian, kepala desa menunjuk pria paruh baya itu dan mengenalkan, "Kama, ini Pak Agra, kepala petugas patroli di Kota Pusat Pemerintahan Lokana. Dia mau menanyakan beberapa hal padamu. Jadi, jawab yang jujur, ya.""Baik, baik," sahut Kama yang berlutut sambil mengangguk.Sebagai seorang preman, Kama tentu saja pernah mendengar reputasi Agra. Dia meru
Wira mengangguk, lalu dia mulai berlatih teknik tinju Keluarga Wutari untuk memperkuat otot dan tulangnya. Saat fajar perlahan muncul, mereka pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan lagi seusai sarapan dan mengisi cadangan air."Kak Wira, kabut pagi hari cukup tebal, kamu nggak usah buru-buru pergi." Padli datang bersama istrinya yang cantik dan juga Prama.Wira menangkupkan tangannya dan berkata, "Barang yang kubawa ini sedikit mendesak. Jadi, aku harus mengantarkannya ke kota provinsi secepat mungkin."Sebenarnya, waktu keberangkatan mereka ini tidak terlalu berbeda dari biasanya. Mereka hanya berangkat sedikit lebih awal hari ini.Padli pun menghela napas dan berkata, "Aku merasa senang berteman denganmu. Kalau bukan karena bisnismu, aku sangat ingin kamu tinggal lebih lama lagi."Siska yang cantik juga ikut mengangguk di samping dan menimpali, "Suamiku sangat jarang bisa langsung akrab dengan orang lain."Sementara itu, Prama menarik tangan Wira, lalu mendongak dan berkata, "Paman
Rombongan kereta kuda sudah meninggalkan dusun sejauh empat kilometer. Kemudian, Wira membuka pintu kereta, menjulurkan kepalanya ke luar, dan menghela napas yang panjang. Danu yang sedang menunggang kuda tampak kebingungan, lalu bertanya, "Kak Wira, apa kamu sakit? Kok sikapmu aneh banget dari mulai bangun?”"Bukan. Entah kenapa, hatiku terasa nggak enak," jawab Wira sambil mengerutkan keningnya. Perasaan ini menjadi semakin kuat setelah mereka meninggalkan Dusun Pranowo.Tepat pada saat Wira sedang berbicara, kereta kuda di depan mendadak berhenti. Suara teriakan David pun terdengar, "Siapa itu?""Ini aku, Mada. Apa kalian adalah rombongan kuda Tuan Wira?" tanya Mada.Di dalam kabut di depan, sosok seseorang yang kurus muncul dan tubuhnya terlihat gemetaran. Wira mendorong pintu kereta, lalu melompat turun dan berjalan ke depan kereta kuda. Kemudian, dia melihat Mada yang tampak pucat dan ketakutan. Dia melepaskan jubah tebalnya, lalu memakaikannya kepada Mada, dan bertanya dengan ke
"Ah …." Tidak lama kemudian, para penduduk yang kehilangan akal sehat dan menerjang ke depan terjatuh ke lantai satu per satu. Para penduduk itu menatap Wira dengan ketakutan, sebagian dari mereka hanya memegang tongkat dan tidak berani melangkah maju lagi."Aku balik karena merasa ada yang nggak beres setelah bertemu Mada." Wira lalu melihat ke sekeliling dan melanjutkan, "Kalau aku membunuh mereka, untuk apa aku kembali?"Seluruh penduduk dusun pun tertegun setelah mendengar pertanyaannya. Orang yang melakukan pembunuhan pasti selalu berpikir untuk kabur sejauh mungkin. Kemudian, Wira berjalan masuk ke halaman rumah Padli diikuti Danu dan David. Para penduduk dusun yang lain juga mengikuti mereka.Padli terbaring di bawah teras dengan mata terbuka lebar. Di bawah tubuhnya, ada genangan darah yang mengalir dari lubang bagian dadanya. Di sampingnya, terdapat sebuah kata "Wira" yang ditulis dengan darah."Tuan, ini luka anak panah dari busur silang, lalu ditebas dengan Pedang Ekor Kerb
Di mata semua orang, Doly sudah menjadi pengkhianat yang tidak termaafkan. Keadaannya bisa terpuruk seperti sekarang, dia mereka benar-benar menyedihkan dan menggelikan."Tuan Wira, aku akan kembali ke kamarku untuk beristirahat dulu. Tubuhku masih terluka, jadi harap Tuan Wira bisa memakluminya," kata Doly. Melihat Wira menganggukkan kepala, dia pun pergi.Pada saat yang bersamaan, Wira juga bergegas kembali ke kamarnya. Semua urusan sudah hampir selesai, sekarang dia benar-benar perlu beristirahat. Dia sudah tidak tidur selama satu hari satu malam dan sekarang dia merasa sangat lelah.Setibanya di kamar, Wira langsung tertidur. Selain itu, dia juga sudah memerintahkan pengawal yang berjaga di luar untuk tidak membangunkannya jika tidak ada hal yang mendesak. Masalah di wilayah tandus di utara dan bencana banjir sudah selesai diatasi, dia akhirnya bisa tidur dengan nyenyak.....Di Kerajaan Agrel.Setelah perjalanan selama beberapa hari, Senia dan rombongannya akhirnya sudah kembali k
"Untuk sementara ini nggak perlu," kata Wira sambil melambaikan tangan pada Doly.Doly berkata dengan tegas, "Orang itu sangat keras kepala, mungkin hanya Dokter Arifin yang punya kemampuan untuk membuatnya berbicara. Sekarang kita harus segera mencari cara untuk menghadapi makhluk beracun itu sebelum Senia kembali ke wilayah tandus di utara dan mengembangkan lebih banyak makhluk beracun. Ini akan menjadi bencana bagi rakyat.""Aku tahu Tuan Wira selalu mengutamakan kebaikan dan kesejahteraan rakyat, kamu pasti nggak ingin melihat hal itu terjadi, 'kan? Saat itu aku juga melawan Senia karena hal ini dan akhirnya aku terancam mati. Kalau nggak ada bantuan Tuan Wira, mungkin sekarang aku sudah mati."Dia ingin segera mengetahui kebenarannya bukan karena dendam pribadi. Meskipun suatu hari nanti Senia kalah dan berdiri di hadapannya, dia juga tidak akan sanggup membunuh Senia. Bagaimanapun juga, dia tidak pernah menganggap Senia sebagai musuhnya. Mungkin semua ini hanya karena perbedaan p
Wira menunggu respons dari Nayara. Namun, Nayara menggertakkan giginya dengan erat dan tetap tidak berbicara, seolah-olah tidak mendengar apa-apa. Dari keringat dingin di keningnya, dia bisa melihat Nayara sebenarnya juga sangat bingung dan jelas ketakutan. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dipertimbangkan Nayara."Biarkan dia memikirkannya dengan baik dulu, beri dia sedikit waktu lagi. Lagi pula, sekarang kita juga nggak terburu-buru. Meskipun dia memberi tahu kita rahasia dari makhluk beracun itu, kita juga nggak bisa langsung menemukan cara untuk menghadapinya. Harapan kita masih tergantung pada Lucy," kata Wira.Mengenal diri dan lawan adalah kunci kemenangan. Bukan hanya bisa menciptakan racun, guru agung ini juga bisa mengendalikan situasinya. Wira dan yang lainnya juga menyaksikan langsung kejadian itu dan memang sangat menakutkan.Meskipun bisa mengatasi makhluk beracun itu, mereka juga tidak bisa menekan kekuatan guru besar ini. Jika guru besar ini munc
"Kenapa?" tanya Wira.Nayara tidak berbicara lagi, hanya duduk diam di tempatnya dan ekspresi tetap terlihat memohon untuk mati.Doly berjalan ke depan Nayara dan mendengus, lalu berkata dengan tenang, "Karena tubuhmu sudah diracuni seseorang. Jadi, kalau kamu mengatakan sesuatu pada Tuan Wira, mungkin kamu akan sangat menderita. Kamu juga takut dengan rasa sakit itu, jadi kamu memilih cara ini untuk mengakhiri hidupmu. Benar, 'kan?"Nayara mendongak dan melirik Doly, tetapi tetap tidak mengatakan apa pun.Namun, Wira bisa melihat tatapan Nayara yang membuktikan perkataan Doly memang benar dan mungkin itu memang kenyataan yang sebenarnya.Wira pun melanjutkan, "Kamu sebenarnya boleh memercayaiku. Aku nggak peduli apa pun yang kamu sembunyikan di dalam hatimu. Kalau memang seperti yang dikatakan Doly, aku bisa mencari orang untuk menyembuhkan racun itu. Nggak butuh waktu lama, kamu juga akan sembuh total."Nayara menggelengkan kepala dan bergumam, "Nggak ada gunanya. Nggak ada orang yan
Nayara memang sudah bersekongkol dengan Senia dan saat itu orang yang bertugas untuk menemuinya adalah Doly, sehingga dia mungkin melupakan wajah Doly.Namun, sekarang Senia sudah meninggalkan Provinsi Yonggu dan berselisih dengan Wira. Wira bahkan sudah bersiap mengejar dan membunuh Senia. Nayara berpikir jika Doly berada di pihak yang sama dengan Senia, Doly pasti sudah pergi juga dan saat ini tidak akan muncul di kamarnya.Doly tidak menghiraukan perkataan Nayara, hanya menatap Nayara dengan dingin. Bahkan dia sendiri pun merasa jijik dengan orang licik seperti Nayara. Setidaknya, dia tidak akan pernah mengkhianati tuannya, apalagi melakukan perbuatan keji seperti ini.Nayara jelas tahu orang di depannya adalah musuh bebuyutannya. Namun, demi keuntungannya sendiri, dia tetap tega bekerja sama dengan pihak musuh. Doly bertanya-tanya mengapa ada orang yang sekeji ini di dunia. Orang seperti ini pantas dibunuh oleh siapa pun.Wira kembali menatap Nayara dan berkata dengan tenang, "Seka
"Kalau aku nggak percaya perkataan mereka, jadi aku harus percaya perkataan siapa?" kata Wira sambil tersenyum dingin.Nayara segera berkata, "Tuan Wira tentu saja harus percaya perkataanku. Aku sudah berada di pihakmu dan bahkan menceritakan segala sesuatu tentang Desa Damaro padamu, ini sudah cukup untuk membuktikan kesetiaanku.""Aku tahu, pasti ada orang yang iri melihatku makin dekat dengan Tuan Wira belakangan ini. Hubungan kita juga makin baik, jadi ada orang yang cemburu dan membisikkan hal-hal yang nggak benar agar Tuan Wira salah paham padaku."Wira menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin merasa Nayara ini benar-benar tidak tahu diri. Dia sudah berdiri di hadapan Nayara karena ingin memberinya satu kesempatan untuk mengakui semuanya dengan patuh. Namun, sampai sekarang pun Nayara masih mencari berbagai alasan untuk membela diri, dia benar-benar merasa kecewa.Dia berdiri dan berjalan ke belakang Nayara, lalu menekan pundak Nayara dan berkata, "Kalau aku nggak punya bukti
Nayara berkata sambil menggertakkan giginya, "Dia tentu saja musuh bebuyutanku. Aku nggak akan melupakan apa yang terjadi di Desa Damaro, bahkan sampai sekarang pun aku masih sering bermimpi tentang pemandangan semuanya mati dengan mengerikan di depanku. Semua ini adalah ulah Senia. Aku tentu saja nggak akan pernah berhubungan apa pun dengannya.""Kalau benar-benar ada, itu pun hanya hubungan hidup atau mati. Entah dia yang membunuhku atau aku yang membunuhnya. Kalau bukan karena dendamku pada Senia, aku mana mungkin tega menyerang Dahlan."Nayara berbicara dengan penuh amarah dan tatapan yang penuh dengan niat membunuh, bahkan matanya pun sudah memerah. Ini cukup untuk menunjukkan betapa besar amarah yang tersimpan di hatinya.Namun, Wira tidak menghiraukan perkataan Nayara, melainkan mendengus dan berkata sambil bertepuk tangan, "Aku mengakui aktingmu benar-benar hebat, bahkan aku pun sudah tertipu. Mungkin karena aku percaya dengan apa yang terjadi di Desa Damaro dan juga padamu.""
Wira baru teringat kembali dia sudah melupakan orang yang begitu penting. Berkat peringatan dari Doly, dia sudah mengetahui Nayara bukan orang yang sejalan dengannya dan sudah berpihak pada Senia. Nayara bisa mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata di sisinya, sehingga bisa membocorkan informasi mereka pada Senia dan sekaligus menyesatkan dirinya.Mengingat semua perbuatan Nayara, Wira benar-benar marah. Nayara berasal dari Desa Damaro, tetapi dia tega melihat para penduduk desa mati secara tragis hanya demi kepentingan pribadinya dan bahkan berpihak pada musuhnya. Syarat apa yang sebenarnya sudah ditawarkan Senia sampai membuatnya begitu setia dengan Senia? Dia bahkan sampai mengabaikan hubungan kekeluargaan.Dalam sekejap, Wira sudah sampai di depan kamar Nayara dan mendengar suara teriakan dari dalam."Cepat lepaskan aku. Aku ingin bertemu dengan Tuan Wira. Aku adalah tamu kehormatan Tuan Wira. Saat Tuan Wira datang ke Desa Damaro, aku yang mengenalkannya. Aku bahkan rela mengor
Doly segera bertanya dengan nada penasaran, "Apa kamu membiarkan mereka pergi karena masih mengenang masa lalu?"Bagi Doly, Senia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh orang seperti Panji yang licik dan berbahaya.Mereka berdua layaknya dua serigala yang saling mendukung untuk menebar kekacauan. Jika kali ini mereka gagal dibunuh dan dibiarkan lolos begitu saja, masalah di masa depan akan makin sulit untuk diatasi. Pada saat itu, dunia mungkin akan jatuh ke dalam kehancuran besar.Meskipun ada hubungan masa lalu yang harus dipertimbangkan, Doly tetap berharap bahwa Wira bisa membunuh Senia. Dengan begitu, masalah ini bisa diselesaikan untuk selamanya. Semua ini demi rakyat jelata yang tak berdosa.Meskipun kedua belah pihak berada di kubu yang berbeda dan bahkan bukan dari bangsa yang sama, peperangan yang terus-menerus sudah membawa banyak penderitaan. Mana mungkin mereka bisa terus merenggut lebih banyak nyawa lagi?Wira bertanya, "Kamu p