"Gimana kalau aku menolak?" Yuni memelototi Wira. Dia sama sekali tidak takut melihat Wira mematahkan tongkatnya.Sejak suaminya meninggal, Yuni mengalami banyak hal selama 3 tahun ini. Kalau dia ketakutan hanya karena masalah sepele, bagaimana dia bisa bertahan sampai sekarang? Sungguh konyol!Labib segera bangkit dan berdiri di antara keduanya. Dia menarik Yuni dan menasihati, "Yuni, cepat minta maaf. Kamu boleh nggak memaafkanku, tapi jangan melibatkan Tuan Wira.""Tuan Wira selalu mengutamakan kesejahteraan rakyat. Tanpa Tuan Wira, aku dan seluruh penduduk desa mungkin sudah mati. Tuan Wira adalah penyelamat kami."Labib khawatir Yuni berkonflik dengan Wira. Bagaimanapun, Wira berstatus tinggi, sedangkan mereka hanya rakyat biasa. Bakti sekalipun takut pada Wira. Bagaimana kalau sampai mereka berselisih dengan Wira?Labib baru bertemu putrinya. Dia yakin asalkan diberi waktu, dia bisa membujuk putrinya. Namun, jika putrinya dibunuh Wira, semuanya akan menjadi sia-sia. Ketika saat i
"Yuni, kamu kenapa? Kenapa tampar wajahmu sendiri? Apa ada masalah? Kalau ada masalah, beri tahu saja aku. Jangan dirahasiakan," ujar mertua Yuni.Yuni menggigit bibirnya sambil mengangguk. Air mata tak kuasa berlinang. Yuni adalah orang yang menghargai hubungan. Jika tidak, mana mungkin dia merawat mertuanya?Jika mertuanya tidak menjadi penghambatnya, kehidupan Yuni pasti bisa lebih baik. Dia tidak akan hidup dalam kemiskinan."Nggak ada kok. Istirahatlah. Kamu cuma perlu menjaga kesehatanmu sekarang. Sisanya nggak usah dipikirkan," sahut Yuni.Yuni menyeka air matanya, lalu mengambil uang-uang di atas meja dan berjalan keluar. Mertuanya butuh nutrisi yang cukup. Karena dia sudah punya uang, dia akan membeli bahan obat yang bagus.Setelah nutrisi mertuanya tercukupi, mertuanya pasti akan sembuh!....Saat ini, Wira dan lainnya telah kembali ke kediaman jenderal.Labib yang berdiri di depan pintu segera berkata, "Tuan, aku nggak akan ikut kalian masuk lagi. Aku bukan siapa-siapa. Aku
"Aku ...." Danu menggaruk kepalanya. Dia tidak bodoh, jadi tentu tahu maksud perkataan Wira."Tuan, hal ini agak sulit bagiku. Aku benaran nggak tahu harus membiarkan mereka tinggal di mana. Selain itu, aku takut akan ada makin banyak orang yang datang ke Provinsi Yonggu. Masa kita bakal terima semua orang yang mau pindah kemari?""Takutnya, dalam waktu dekat, Provinsi Yonggu akan menjadi penuh. Gimana ini? Kalau kita nggak sanggup menghidupi mereka, bukankah kita akan kehilangan kepercayaan rakyat?"Danu meneguk anggurnya, lalu mengungkapkan semua pemikirannya. Dia bukan ingin membantah perintah Wira, tetapi mempertimbangkan keuntungan untuk Wira.Jika makin banyak orang yang datang kemari, entah berapa banyak orang yang akan ikut. Situasi ini benar-benar rumit. Tidak mungkin tempat ini dijadikan pengungsian, 'kan?Wira larut dalam pikirannya. Dia menggoyang gelas anggur dan terdiam untuk sesaat."Tuan, sebenarnya ada satu hal yang mungkin kamu nggak kepikiran. Orang-orang itu bisa sa
Wira sudah minum beberapa gelas sejak tadi, tetapi tidak mabuk. Dia juga mendengar nama Labib, makanya menghentikan prajurit itu.Prajurit itu segera berkata, "Tuan, ada yang namanya Labib di luar. Katanya dia teman Jenderal Danu. Dia menyuruhku memanggil Jenderal. Katanya ada urusan penting. Tapi, Jenderal bilang nggak kenal."Danu berujar, "Aku sudah sering bertemu orang seperti ini. Mereka cuma ingin meminta bantuanku. Entah sudah berapa banyak orang yang mengaku mengenalku sejak aku datang kemari. Aku sudah terbiasa. Biarkan saja, Kak. Kita minum-minum saja."Danu tampak tidak peduli. Namun, Wira segera menyahut, "Dia temanku. Dia mungkin tahu aku ada di sini, jadi bilang mengenal jenderal di sini. Aku keluar lihat dulu."Sekarang sudah larut malam. Labib pasti datang karena urusan penting. Wira tidak mungkin tidak menemuinya."Apa perlu kusuruh bawahanku urus saja? Kita lanjut minum-minum saja, Kak. Kamu nggak perlu repot-repot," ucap Danu segera.Danu punya dua saudara, yaitu Wir
"Rupanya begitu. Tenang saja. Selama bisa diatasi dengan uang, itu bukan masalah. Serahkan saja kepadaku. Aku akan pergi bersamamu," ucap Wira.Ekspresi Labib dipenuhi rasa syukur. Baginya, bertemu Wira adalah hal paling beruntung di hidupnya. Dia bukan hanya menemukan putrinya kembali, tetapi juga mendapat bantuan besar dari Wira. Utang budi ini tidak akan bisa terbayar.Namun, Labib tidak sempat mempertimbangkan begitu banyak hal lagi. Dia harus menolong putrinya.Keduanya segera berangkat. Di bawah pimpinan Labib, tidak sampai sejam, mereka tiba di sebuah klinik.Meskipun sudah tengah malam, klinik masih terang benderang. Seorang dokter terlihat sibuk mencari bahan obat.Ketika melihat Labib, seorang dokter bertanya, "Uangnya sudah disiapkan?"Satu kalimat ini langsung membuat Wira tidak menyukainya. Dokter seharusnya mengutamakan keselamatan pasien. Kenapa dokter ini malah memprioritaskan uang? Masa dia sanggup melihat orang mati di depannya? Di mana letak etika kedokterannya?Labi
Wira duduk di samping tanpa berbicara lagi. Dia hanya bisa membantu sampai sini. Labib dan Yuni bisa baikan atau tidak, semua tergantung mereka.Kemudian, Labib duduk di samping Yuni. Namun, Yuni tidak menatapnya. Fokus Yuni hanya tertuju pada mertuanya."Yuni, jangan terlalu cemas. Dokter sudah bilang mertuamu pasti akan pulih. Kamu baik sekali padanya. Dia pasti merawatmu dengan baik juga dulu. Aku nggak akan membiarkannya kenapa-napa.""Setelah mertuamu sembuh, kita bertiga bisa tinggal bersama. Aku akan membantumu merawat mertuamu. Kelak, kehidupan kita akan membaik. Kita nggak bakal semiskin ini lagi," ucap Labib.Labib berusaha mendekatkan hubungannya dengan putrinya. Sekarang Labib hidup sebatang kara. Dia akhirnya menemukan putrinya. Meskipun hubungan mereka tidak baik, Labib ingin berusaha memperbaiki hubungan mereka.Jika hubungan mereka terus buruk, bagaimana Labib akan memberi penjelasan kepada istrinya di alam baka nanti? Dia akan malu menemui istrinya.Yuni tidak berbica
Dari sini ke kediaman jenderal hanya berjarak beberapa puluh meter. Tiba-tiba, muncul sosok yang misterius. Bagaimana mungkin Wira tidak curiga?Apalagi, di sekitar kediaman jenderal, ada banyak ahli bela diri yang berjaga. Asalkan ada sedikit pergerakan saja, mereka akan langsung menyadarinya.Namun, sosok berpakaian hitam ini malah bisa berkelebat seenaknya. Wajar jika Wira merasa curiga.Provinsi Yonggu baru jatuh ke tangan Wira. Dia masih belum memahami betul keadaan internal di sini sehingga harus lebih berwaspada."Siapa kamu? Beraninya kamu mengaturku?" ketika Wira masih kebingungan, terdengar suara wanita yang merdu.Wira pun menoleh menatap wanita itu. Dia memakai pakaian yang sangat tertutup dan ketat hingga hanya terlihat matanya. Namun, tubuhnya sangat bagus, membuat Wira tidak bisa mengalihkan pandangan.Wira menatapnya untuk sesaat. Sebelum dia berbicara, wanita itu bertanya, "Kenapa? Kamu nggak bisa jalan lagi setelah melihat wanita cantik? Dasar mesum!""Uhuk, uhuk." Wi
Lucy berkata dengan pelan, "Dia nggak mau bilang kalau nggak ketemu denganmu. Aku sudah berusaha mencari tahu, tapi dia nggak mau memberi tahu apa pun. Sebaiknya temui dia sebentar."Wira menghela napas dengan tidak berdaya. Dia benar-benar mencari masalah untuk diri sendiri kali ini. Setelah mengganti baju, Wira keluar dan bertemu Labib."Kenapa mencariku pagi-pagi begini? Apa ada masalah besar?" tanya Wira sambil duduk di kursi utama dan menuangkan teh untuk diri sendiri. Setelah menyesap tehnya, pikirannya menjadi lebih jernih.Labib maju dan segera menyahut, "Tuan, kali ini benar-benar gawat. Kami menunggu semalaman di klinik, tapi dokter itu nggak kembali.""Pagi tadi, penyakit mertua Yuni kambuh lagi dan makin parah. Baru saja, mertuanya meninggal. Kita ditipu dokter itu! Dia bukan cuma nggak menolong pasien, tapi juga mencelakai mertua Yuni. Sekarang Yuni menjadi dendam padaku. Aku benar-benar pusing!""Tuan, aku tahu kamu hebat. Apa kamu bisa membantuku menemukan dokter itu dan
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala