"Bukan begitu!" Thalia menggeleng. Karena Wira begitu tulus, dia tentu tidak bisa menolak lagi ataupun menipu hati sendiri.Thalia berkata dengan pelan, "Sebenarnya aku sudah menyukaimu sejak dulu. Aku bahkan nggak tahu kapan semua itu dimulai. Aku cuma takut orang-orang disekitarmu nggak bisa menerimaku. Bagaimanapun, aku melakukan banyak kejahatan dulu, bahkan hampir membunuhmu."Semua yang diucapkan Thalia berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam. Semua ini memang hal-hal yang dikhawatirkannya.Wira tertawa terbahak-bahak, lalu menggeleng sambil menyahut, "Jangan bicara begitu. Semua orang disekitarku selalu menuruti pengaturanku. Ucapanmu terlalu berlebihan.""Kalau istri-istriku, mereka bukan orang yang suka ikut campur urusan orang. Kalau nggak, mana mungkin mereka bisa akur di rumah tanpa aku?"Thalia tak kuasa termangu. Ternyata begitu! Sejujurnya, Wira memang pria yang memiliki pesona besar. Wajar jika dia memiliki istri-istri yang begitu hebat.Meskipun Wira tidak menyebu
Semua orang mengangguk meskipun merasa agak enggan. Siapa pun yang dapat mengikuti Wira adalah orang yang sangat beruntung. Jadi, siapa yang ingin berpisah dengan Wira?Bagaimanapun, seseorang berkesempatan untuk berkembang jika mengikuti Wira. Sayangnya, Wira sudah membuat keputusan seperti itu sehingga mereka hanya bisa menurutinya."Aku akan ke depan untuk memeriksa sebentar. Kalian pulang saja dulu. Pestanya sudah disiapkan. Kalian langsung saja ke kediamanku untuk makan. Nggak perlu sungkan-sungkan," ujar Wira.Semua orang mengiakan, lalu naik ke perahu kecil untuk kembali ke Kota Limaran. Sementara itu, Wira membawa Thalia dan Nafis menyusuri sungai."Gimana kondisi Ahmad? Seminggu sudah berlalu, dia masih nggak mau membocorkan informasi apa pun?" tanya Wira sambil menatap Nafis.Sepertinya, Wira tidak berjodoh dengan harta karun Aliran Kegelapan. Jika tidak, dia tidak mungkin menghabiskan begitu banyak waktu."Aku sudah memotong beberapa jari tangannya, bahkan menggunakan semua
"Nikmati saja pestanya. Nggak usah sungkan-sungkan kepadaku. Kali ini, kita bukan hanya berhasil mengalahkan Aliran Kegelapan, tapi Kota Limaran juga menjadi makin makmur. Jalur perairan sudah selesai. Ini semua berkat kerja keras kalian," ucap Wira sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang dengan semua orang.Langit berangsur gelap. Saat ini, Wira dan lainnya akhirnya bubar. Keesokan pagi, Wira sudah berangkat ke Dusun Darmadi. Malam itu juga, Wira dan lainnya pun tiba."Tuan Wira, lama nggak ketemu! Aku benar-benar merindukanmu!" Begitu Wira memasuki Provinsi Lowala, Leli langsung menyambutnya.Mata Wira seketika berbinar-binar. Kemudian, dia langsung turun dari kudanya dan datang ke hadapan Leli. Dia bertanya, "Nona Leli, kenapa kamu bisa ada di sini?""Tentu saja untuk berterima kasih kepada Tuan. Tanpa hadiah dari Tuan, aku nggak mungkin punya pencapaian seperti sekarang ini.""Selain itu, Tuan juga menyelamatkan nyawaku saat di Kota Limaran. Sekarang aku sudah sembuh total. Aku
Sepertinya, Provinsi Lowala telah menjadi provinsi paling makmur. Para rakyat hidup bahagia dan damai.Wulan dan lainnya telah menyuruh pelayan menyiapkan makanan mewah. Sesudah Wira pulang, mereka semua duduk untuk makan dan Wira memperkenalkan Thalia kepada Wulan dan lainnya.Semua orang sudah terbiasa dengan sikap Wira. Selain itu, wajar bagi pria untuk memiliki lebih dari satu istri di zaman ini. Segera, para wanita itu pun menganggap Thalia sebagai saudara.Lantaran masih ada Leli di sini, Wira tidak bisa mengobrol secara terbuka dengan istri-istrinya. Dia harus menjamu Leli terlebih dahulu agar tidak terkesan lancang."Sekarang kita termasuk teman. Kalau punya masalah, katakan saja, nggak perlu berbelit-belit. Aku pasti akan membantu selama memungkinkan," ujar Wira kepada Leli.Begitu mendengarnya, Leli tak kuasa menggeleng dan mengembuskan napas. Wira memang punya penilaian tajam. Meskipun masih muda, tidak ada yang bisa luput dari pandangan Wira."Karena Tuan Wira sudah berbica
Saat ini, terdengar suara batuk yang menghentikan Wira dari lamunannya. Wira menatap ke arah sumber suara, lalu bertatapan dengan Huben. Sesudahnya, mereka langsung memahami pemikiran satu sama lain."Nona Leli, tolong beri aku waktu untuk mempertimbangkan semua ini. Ini pesta kepulanganku. Aku nggak ingin mencemaskan urusan negara. Setelah pesta selesai, kita baru mengobrol lagi. Gimana?" tanya Wira yang sudah sangat menjaga harga diri Leli.Leli mengangguk dan membalas, "Baiklah, aku akan menunggu kabar darimu."Setelah pesta berakhir dan mereka mengatur tempat tinggal untuk Leli, Wira dan Huben buru-buru keluar. Mereka mengobrol sambil berjalan santai. Wira bertanya, "Tuan Huben, apa pendapatmu?""Aku rasa kita bisa mengerahkan pasukan. Proyek hidrolik sudah selesai dan semuanya aman-aman saja. Beberapa kerajaan itu juga sudah melihat efisiensi proyek itu. Sepengetahuanku, Kerajaan Beluana pasti sedang mengejar waktu untuk menyelesaikan proyek hidrolik mereka. Karena kerjaan kita su
"Kali ini seharusnya nggak akan terlalu lama. Kalian nggak perlu khawatir. Ada Danu dan Nafis di sisiku. Kalian hanya perlu menunggu dengan sabar di rumah," ujar Wira yang tersenyum.Wira tentu merasa bersalah pada istri-istrinya. Namun, sebagai seorang pria, dia harus membangun kariernya. Karena diberi kesempatan untuk terlahir kembali, dia tentu harus membuat prestasi luar biasa."Thalia masih belum dekat dengan kalian. Kali ini, aku akan membawanya bersamaku dulu. Setelah kami pulang, kalian baru mengobrol sampai puas," ujar Wira.Wulan dan lainnya mengangguk tanpa berkomentar lagi. Karena Wira sudah membulatkan tekad, mereka hanya bisa menuruti Wira."Tuan Huben." Setelah mengobrol sesaat dengan Wulan dan lainnya, Wira menatap Huben sambil berkata, "Aku serahkan semua urusan di sini kepadamu dan Tuan Osmaro. Aku sudah berpesan pada Doddy untuk menurutimu. Dia nggak akan bertindak sembarangan.""Provinsi Lowala adalah fondasi sekaligus markasku. Jangan sampai terjadi sesuatu pada te
"Tuan Wira sudah datang?" Terdengar suara yang lemas seiring pintu dibuka.Leli segera membuka tirai tempat tidur, lalu Wira melihat Jihan yang terbaring di ranjang. Ternyata kondisi Jihan jauh lebih buruk yang dibayangkan Wira. Wajah dan bibir wanita ini pucat pasi, bahkan terlihat sangat lemas.Wira bertanya dengan perlahan, "Kenapa kondisimu jadi begini? Kamu nggak mengundang dokter terkenal untuk memeriksamu?""Uhuk, uhuk." Jihan terbatuk. Dengan bantuan Leli, dia duduk di ranjang dan mendongak menatap Wira. Setelah menggeleng dan tersenyum tak berdaya, Jihan menyahut, "Waktuku sudah tiba. Nggak ada yang bisa kulakukan lagi.""Aku sudah mengundang semua dokter terkenal, tapi nggak ada satu pun yang bisa mengobatiku. Mungkin, ini sudah takdirku. Gimana bisa aku menentang kematian? Sayangnya, ada orang-orang bodoh yang ingin menyerang wilayahku. Ditambah lagi Kerajaan Beluana yang terus mengincar, aku terpaksa menyuruh Leli meminta bantuanmu."Wira merasa tidak tega melihat kondisi J
"Bukankah itu berarti kita harus menyerahkan Kerajaan Nuala kepadanya?" Sambil berbicara, Sucipto meninju dinding dengan kesal. Para jenderal yang berdiri di belakangnya tidak berani melontarkan sepatah kata pun."Nggak perlu cemas." Tiba-tiba, seorang pejabat tua berjanggut dan beruban menghampiri. Pria ini tidak lain adalah Izhar, penasihat nomor satu Jihan.Izhar memiliki posisi yang sangat tinggi. Apalagi Jihan sedang sakit sekarang, jadi semua pejabat dan jenderal bergantung padanya. Segala urusan pemerintahan menjadi tanggung jawab Izhar."Rupanya Tuan Izhar. Kamu pasti mendengar keluhanku tadi, 'kan?" tanya Sucipto sambil memberi hormat dengan menangkupkan tangan.Izhar mengangguk, lalu membalas dengan tidak acuh, "Aku tahu kamu tulus pada negara dan Kaisar. Tapi, Kaisar juga punya kekhawatiran sendiri. Kali ini dia bukan hanya meminta bantuan Wira untuk membinasakan orang-orang utara itu, tapi juga ...."Izhar tiba-tiba berjeda dan melirik orang-orang di sekitar. Sucipto tentu
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa
"Kak." Shafa memanggil dan berkata dengan hati-hati, "Kehidupan kita pasti akan makin membaik. Kita nggak boleh membiarkan orang tua kita khawatir. Kamu nggak usah cemas. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri sendiri."Wira merasa agak terharu melihat betapa dekatnya kedua bersaudara ini. Namun, dia tidak mengatakan apa pun untuk merusak suasana.Beberapa saat kemudian, suasana hati kedua bersaudara ini mulai membaik. Ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.Saat berikutnya, sejumlah besar pria kekar muncul di hadapan mereka. Beberapa dari mereka memegang golok. Tatapan mereka tertuju pada Wira dan lainnya lekat-lekat.Yang berdiri di barisan paling depan adalah seorang pria berwajah tirus. Dia berkata, "Kak, kulihat pakaian orang ini lumayan bagus. Sepertinya dia bukan orang biasa. Sepertinya kita bakal untung besar kali ini!"Seseorang yang berada di belakang kerumunan berjalan maju. Pria ini memakai kulit harimau. Dia mengamati Wir
"Oke. Lagian, aku bosan sendirian. Kalau kalian ikut, pasti lebih seru. Kita bisa ngobrol sepanjang perjalanan."Setelah membuat keputusan, ketiga orang itu pun sama-sama berangkat. Setelah melewati lereng bukit, terlihat desa pegunungan yang hancur di kejauhan. Karena terletak di dataran yang agak rendah, banyak air tergenang di sana. Rumah-rumah di dalamnya pun telah hancur.Wira tak kuasa menghela napas. "Bencana alam ini menyebabkan banyak kerugian. Entah sudah berapa desa yang hancur ...."Wira merasa sedih. Cintanya terhadap rakyat tidak perlu diragukan lagi. Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot membuat kesepakatan dengan keempat kelompok besar. Tanpa inisiatif Wira, perang pasti masih terjadi sampai sekarang.Sayangnya, jalur perairan yang dibangunnya dengan tujuan mengembangkan kehidupan para rakyat, malah membawa kerugian sebesar ini sekarang. Kini, para rakyat tidak punya tempat tinggal dan kesulitan untuk melanjutkan hidup. Wira merasa dirinya adalah pendosa besar.Semen
Kaffa telah menghabiskan rotinya. Setelah minum beberapa teguk air, rona wajahnya menjadi jauh lebih baik. Energinya juga sudah pulih.Shafa makan lebih lambat. Beberapa saat kemudian, dia baru menghabiskan makanannya. Bibirnya masih terlihat agak pucat, tetapi dia sudah lebih berenergi.Semua ini berkat Wira. Tanpa roti dan air yang diberikan Wira, mungkin mereka berdua akan mati malam ini. Selain itu, sangat berbahaya untuk melewati hutan di situasi seperti ini.Sejak terjadi banjir besar, banyak binatang buas yang bermunculan karena tidak ada pembatas. Jika tidak berhati-hati, mereka mungkin bisa menjadi makanan para binatang buas.Tiba-tiba, Kaffa menghampiri Wira dan berlutut di depannya. Wira hendak memapahnya, tetapi Kaffa menolak. Wira pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Shafa juga ikut berlutut. Ketika melihat ini, Wira hanya bisa menggeleng. "Aku membantu kalian cuma karena kita kebetulan bertemu. Aku nggak mungkin membiarkan kalian mati di depanku, 'kan?""Lagian, yang ku
Usai mengatakan itu, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada kakaknya dan menjelaskan, "Kak, kamu sudah salah paham. Nggak ada racun kok. Aku cuma tersedak karena makan terlalu cepat."Pemuda itu hanya bisa menunduk dan terdiam saat menyadari dirinya telah salah paham terhadap Wira. Dia tahu dirinya terlalu picik.Wira berdeham untuk memecah keheningan. "Kalau aku benaran taruh racun di makanan kalian, yang keracunan bukan cuma adikmu saja, tapi kamu juga.""Selain itu, kalau ingin macam-macam dengan kalian, targetku pasti kamu. Nggak mungkin adikmu, 'kan?"Pemuda itu seketika memahami maksud Wira. Adiknya sudah sekarat. Jika Wira memang berniat jahat pada adiknya, adiknya tidak mungkin punya kemampuan untuk melawan. Hal ini berlaku juga untuk dirinya. Dia sudah tidak makan tiga hari tiga malam, jadi tidak mungkin bisa melawan Wira.Jadi, kalaupun Wira benar-benar menaruh racun di makanan mereka, Wira pasti akan menargetkannya dan bukan adiknya. Sepertinya, dia memang sudah salah paham