Seketika, ekspresi Wira menjadi masam. Jika benar seperti itu, bagaimana dia akan memberi penjelasan kepada Thalia? Ketika Wira berpikir demikian, terlihat Thalia berlari masuk dengan terburu-buru. Jelas, dia telah mendengar tentang kabar ini.Sepanjang malam, Thalia sama sekali tidak tidur. Dia terus menunggu untuk bertemu dengan kerabatnya itu. Alhasil, dia malah mendapat kabar seperti itu."Orang itu benar-benar sudah mati? Siapa yang membunuhnya? Apa pelakunya anggota Aliran Kegelapan?" tanya Thalia sambil meraih kerah baju anggota jaringan mata-mata itu."Pihak lawan beraksi terlalu cepat, jadi aku nggak sempat melihat jelas wajah mereka. Tapi, kami masih sedang menyelidikinya. Kami nggak akan membiarkan anggota lainnya mati sia-sia," sahut anggota itu.Demi membentuk tim yang kompak dan bermanfaat untuk jaringan mata-mata, semua anggota dilatih bersama secara profesional. Itu sebabnya, hubungan mereka dekat layaknya saudara. Tidak heran jika mereka merasa sedih atas kematian saud
"Tapi, kamu tenang saja. Aku bukan orang seperti itu," jelas Wira dengan tidak acuh. Thalia yang berdiri di samping pun mengangguk mendengarnya. Entah mengapa, dia merasa Wira menjadi lebih lembut.Sepertinya, Wira jauh lebih baik dari yang dibayangkannya. Dulu, Thalia begitu memusuhi Wira karena instruksi Aliran Kgelapan dan pengaruh Prakasa.Namun, setelah berhubungan cukup lama, Thalia berangsur mendapati bahwa Wira tidak seburuk yang mereka katakan. Jika tidak, mana mungkin ada begitu banyak orang yang bersedia mengikutinya.Selain itu, setelah tes darah, Thalia bisa membuktikan apakah orang itu memang kerabatnya atau bukan. Di sisi lain, Aliran Kegelapan sepertinya mencoba untuk menutupi beberapa hal darinya. Orang-orang ini pasti melakukan sesuatu yang melanggar moral."Aku sudah mengerti." Setelah mengatakan itu, Thalia berjalan ke luar, Setibanya di depan pintu, dia tidak lupa menoleh menatap Wira dan berkata "Tolong langsung kabari aku kalau kerabatku sudah datang. Aku ingin s
"Semua sudah dibunuh!" balas anggota Pasukan Berdarah Dingin itu dengan ekspresi ganas. Seperti yang dikatakan Wira, seluruh pengikut Aliran Kegelapan memang kejam.Ahmad terkekeh-kekeh dan berkata, "Bagus! Itu artinya, kita sudah bisa pulang untuk mengambil hadiah."Selesai mengatakan itu, semua orang pun meninggalkan pegunungan.....Sejam kemudian, pasukan yang mengawal kerabat Thalia akhirnya tiba. Mereka langsung mengantarnya ke kediaman Wira. Di seluruh Kota Limaran, kediaman Wira bisa dianggap sebagai tempat paling aman.Sementara itu, di seluruh provinsi, Dusun Darmadi adalah tempat yang paling aman. Dusun ini bukan hanya memiliki Pasukan Zirah Hitam, tetapi juga dilindungi oleh pasukan Doddy. Itu sebabnya, meskipun Wira berada di Kota Limaran, dia tidak perlu mencemaskan keamanan Dusun Darmadi."Di mana kerabatku?" Begitu mendapat kabar, Thalia langsung berlari ke aula utama. Wira dan lainnya telah berkumpul di sana.Di kursi samping, terlihat seorang pria berjubah polos dan b
Thalia dan pria itu sama-sama meneteskan darah ke dalam mangkuk. Saat berikutnya, kedua tetes darah itu bersatu. Ternyata, mereka memang memiliki hubungan darah."Paman!" Seketika, mata Thalia berkaca-kaca. Dia meraih tangan pria itu sambil memanggil dengan emosional.Thalia tidak pernah menyangka bahwa dirinya masih memiliki keluarga di dunia ini. Sementara itu, orang-orang di sekitar turut merasa bahagia untuknya.Salie sampai meneteskan air mata bahagia. Sementara itu, Wira menggeleng sambil tersenyum getir. Dia bukan berasal dari jaman ini sehingga memahami suatu hal, yaitu metode ini tidak 100% benar.Asalkan kedua darah itu memiliki jenis golongan yang sama, maka keduanya bisa bersatu. Mungkin, semua ini memang sudah ditakdirkan.Lagi pula, orang jaman sekarang tidak memahami perbedaan golongan darah. Karena darah keduanya bisa bersatu dan Biantara telah menyelidiki dengan susah payah, kemungkinan besar mereka memang adalah keluarga.Ini bisa menjadi suatu sandaran untuk Thalia.
Malam itu, Thalia terus berada di dalam kamar bersama pamannya dan keduanya terus mengobrol tentang hal keluarga. Dia tidak pernah merasakan hal seperti ini karena selama ini dia selalu sendirian. Meskipun ada pemimpin Aliran Kegelapan yang merawatnya, dia selalu merasa ada jarak di antara mereka. Perasaan itu bahkan dirinya sendiri juga tidak bisa menjelaskannya, mungkin juga itu adalah perasaan asing. Bagaimanapun juga, darah yang mengalir di dalam tubuh mereka tidak sama.Meskipun Thalia menganggap pemimpin Aliran Kegelapan sebagai keluarga, pemimpin itu tetap bukan keluarga yang sebenarnya. Yang paling pentingnya lagi, pemimpin itu ternyata adalah pembunuh ayahnya. Dia sudah memahami semuanya, ternyata Wira tidak membohonginya. Semua yang dikatakan Wira benar dan buktinya juga sudah di depannya, tidak percaya pun harus percaya.Saat fajar tiba, Wira yang baru saja bangun melihat samar-samar ada seseorang yang berdiri di luar pintu. Setelah perlahan-lahan berjalan keluar dari kamar,
"Orang ini namanya Fathir dan berusia empat puluhan tahun. Tapi, aku hanya tahu namanya saja, aku nggak tahu bagaimana penampilannya. Bukan hanya aku, anggota Aliran Kegelapan yang lainnya juga nggak tahu. Selama bertahun-tahun ini, dia selalu memakai topeng dan nggak pernah membiarkan orang lain melihat wajah aslinya," jelas Thalia.Wira menganggukkan kepala. Semua anggota Aliran Kegelapan suka bersembunyi, tentu saja tidak akan memperlihatkan wajah mereka pada orang lain dengan begitu mudah. Jika tidak, gerakan mereka akan menjadi sulit. Dia tentu saja memahami rahasia ini.Setelah mengetukkan jarinya beberapa kali di meja dengan lembut, Wira kembali bertanya, "Kalau begitu, kamu pasti tahu di mana lokasi markas Aliran Kegelapan, 'kan? Aku dengar Fathir menjadikanmu sebagai anak angkatnya. Meskipun dia nggak percaya pada orang lain, dia juga pasti akan percaya padamu dan selalu membawamu bersamanya, 'kan?"Mendengar perkataan itu, ekspresi Thalia kembali berubah dan tanpa sadar menge
Thalia ini membuat Wira menggelengkan kepala dengan tak berdaya, benar-benar tidak menghargai kebaikan hatinya. Dia tidak ingin membawa Thalia bersamanya karena ingin melindungi Thalia. Bagaimanapun juga, hatinya juga merasa agak kasihan setelah mengetahui latar belakang Thalia yang sudah sangat menderita selama bertahun-tahun ini. Sekarang, Thalia akhirnya bisa berkumpul bersama keluarganya, tentu saja harus menikmati hidup bersama dengan keluarganya. Namun, Thalia malah tetap bersikeras ikut bersamanya kandang harimau, sungguh konyol!"Keputusanmu benar-benar sudah bulat?" tanya Luther lagi."Benar!" jawab Thalia dengan sangat tegas."Baiklah. Kalau begitu, aku akan mengikuti keinginanmu. Nanti kamu pergi bersiap-siap, kita berangkat siang ini." Fathir sangat licik, Wira ingin segera menghabisinya agar Fathir tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Pada saat itu, semua usahanya benar-benar akan sia-sia. Dia tidak ingin melewatkan kesempatan besar ini."Aku akan pergi bersiap-
Fathir tersenyum puas. Selama ini, dia merasa seolah-olah ada sepasang mata yang selalu mengawasi setiap gerakannya setelah dia diincar oleh Wira. Dia bahkan kesulitan untuk merekrut pengikut baru. Wira selalu menghalangi mereka, dia tentu saja ingin membuat Wira menderita. Sayangnya, dia selalu tidak memiliki kesempatan itu.Selain itu, Fathir juga bukan orang bodoh. Dia tentu saja tahu perbedaan kekuatan mereka, dia tidak mungkin bisa menandingi Wira. Setidaknya, untuk saat ini belum bisa. Oleh karena itu, meskipun ada dendam di hatinya, dia hanya bisa menghindari pertarungan langsung dengan Wira."Keberhasilanmu kali ini juga hanya bisa memberi kita sedikit waktu tambahan. Selama Thalia masih hidup, dia adalah bom waktu yang bisa meledak kapan pun saja. Jadi, sebelum kita berhasil membunuh Thalia, kita harus tetap berhati-hati dan melanjutkan rencana kita. Kita harus berusaha memindahkan semua barang-barang kita. Kalau memang benar-benar darurat, kita hanya bisa meninggalkan tempat
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah