Dalam beberapa hari berikutnya, Wira dan yang lainnya tidak mengalami kesulitan di perjalanan berkat petunjuk Thalia dan segera tiba di kaki Gunung Swastu.Saat ini, anggota jaringan mata-mata juga sudah menyusup ke sekitar gunung itu, sedangkan Wira dan yang lainnya mendirikan kemah di salah satu tempat di hutan. Terlihat bayangan orang-orang yang terus melintas, semua itu adalah anggota jaringan kupu-kupu."Sudah diperiksa semuanya?" tanya Wira yang saat ini sedang mengenakan zirah untuk berjaga-jaga agar tidak tertembak panah musuh saat dia lengah.Biantara segera maju dan berkata dengan dingin, "Semuanya sudah diperiksa, mereka ada di atas gunung ini. Tapi, mereka sepertinya sedang memindahkan barang-barang mereka. Sejak kita tiba di sini, aku sudah melihat ada sekitar ratusan gerobak yang turun dari atas gunung. Kami nggak bertindak agar mereka nggak curiga. Aku juga sudah mengirim orang untuk mengikuti rute mereka, kita bisa menangkap mereka semua setelah menyelesaikan urusan di
Wira mengalihkan pandangannya ke Doddy, lalu berkata dengan kesal, "Orang-orang di belakangmu ini mempertaruhkan nyawanya padamu, kamu malah memimpin mereka bertindak gegabah seperti ini. Kalau nggak ada kesalahan, nggak masalah. Tapi, kalau terjadi kesalahan, bagaimana kamu menghadapi keluarga mereka? Jangan lupa. Tugasmu sebagai seorang jenderal bukan hanya memenangkan pertempuran, melainkan menang dengan indah dan mengurangi korban jiwa."Semua orang pun tertegun. Mereka awalnya berpikir untuk mengikuti Wira hanya untuk mencari sesuap nasi saja. Bisa memiliki makanan saja dalam situasi kacau seperti ini sudah termasuk hal yang bagus, nyawa mereka sendiri tidak penting. Di mata para atasan, nyawa mereka tidak berarti apa-apa, hanya alat untuk membantu para atasan meraih kekuasaan. Namun, Wira ternyata begitu baik dan selalu memikirkan mereka. Kata-kata Wira benar-benar membuat mereka terharu.Saat ini, semua orang telah memutuskan. Meskipun akan ada banyak korban jiwa, mereka pasti a
"Semua orang segera naik gunung. Jangan biarkan satu pun yang lolos!"Mendengar perintah Wira, semua pemimpin langsung mulai bergerak lagi. Orang-orang yang tinggal di atas Gunung Swastu pasti para petinggi Aliran Kegelapan dan tentu saja memiliki posisi yang penting. Asalkan bisa membasmi para petinggi ini, Aliran Kegelapan baru akan benar-benar lenyap.Sesuai perintah Wira, semua orang sudah berada di Gunung Swastu. Nafis dan Doddy pun maju ke depan dan memimpin pasukan mereka masing-masing menuju puncak gunung. Sementara itu, Wira dan yang lainnya juga mengikuti mereka di belakang."Kamu mau ke mana?" tanya Wira segera setelah mengalihkan pandangannya dan memegang lengan Thalia.Tatapan Thalia terlihat dingin, mengepalkan tinjunya dengan erat, dan ekspresinya sangat muram. Dia pun berkata sambil mengepalkan tinjunya dan mengernyitkan alis, "Aku ingin naik ke atas untuk membalas dendamku sendiri. Bukan hanya mengancam hidupku, bahkan orang tuaku juga mati di tangan para pengikut Alir
Ahmad hanya bisa menganggukkan kepala dan tidak mengatakan apa-apa, lalu segera memimpin bawahannya keluar. Seiring suara teriakan, terlihat para pengikut Aliran Kegelapan satu per satu terjatuh ke tanah.Fathir juga melihat pemandangan itu dan hatinya merasa sakit karena sebagian dari anggota Aliran Kegelapan ini adalah orang-orang yang dia latih sendiri. Mereka adalah pasukan elite yang dia bina dengan susah payah. Dia awalnya berencana untuk menguasai dunia, tetapi tak disangka situasinya akan menjadi seperti ini. Kehilangan pasukan dan mengalami berbagai masalah."Fathir, mau lari ke mana kamu? Dasar licik! Kamu sudah menipuku selama bertahun-tahun. Bukan hanya mencelakai orang tuaku, kamu juga menjadikanku senjatamu dan membuatku melakukan begitu banyak hal yang kejam. Hari ini, salah satu dari kita harus mati!"Saat Fathir hendak memimpin orang-orang turun gunung, Thalia sudah menyerbu ke sana dengan belati yang berlumuran darah di tangannya. Saat ini, tatapannya yang dingin dan
Thalia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Fathir dengan tatapan yang ganas. Dia hanya ingin membalas dendam."Nyawanya adalah milikmu, aku akan membantumu menangkapnya hidup-hidup. Kamu ingin bagaimana memperlakukannya nanti, semuanya terserah padamu." Setelah mengatakan itu, Wira mengeluarkan senapan dari sakunya dan langsung mengarahkannya pada Fathir yang berdiri di depannya."Kalau kamu begitu memahamiku, kamu harusnya tahu senapanku ini tiada tandingannya di dunia, 'kan? Aku sarankan kamu menyerah saja agar kamu nggak lebih menderita lagi," peringatan Wira.Sudut mulut Fathir berkedut dua kali. Dia sudah menyelidiki Wira, dia tentu saja sangat memahami segala sesuatu tentang Wira dan juga mengenali senapan di tangan Wira. Bukan hanya dia yang tidak bisa menghindari serangan senapan itu, bahkan para jenderal yang sudah berpengalaman di medan perang pun tidak bisa menghindarinya. Dia tiba-tiba menarik salah seorang anggota Aliran Kegelapan di sampingnya untuk segera menghalangi di
"Wira, kamu benar-benar orang yang licik! Berani-beraninya menyerangku diam-diam," kata Fathir dengan marah.Melihat situasinya buruk, Prakasa dan Ahmad juga tidak berlama-lama di sana dan segera memerintahkan bawahan mereka untuk turun dari Gunung Swastu. Sayangnya, kaki gunung sudah dipenuhi dengan jebakan, sehingga Fathir dan yang lainnya tertangkap. Dalam pertarungan ini, Wira akhirnya menang total. Namun, Gunung Swastu yang terpencil ini tidak memiliki rumah penduduk, desa, ataupun kota di sekitar, sehingga berita ini tidak tersebar luas.Itu adalah hasil yang diharapkan Wira juga. Bagaimanapun juga, wilayah itu milik Kerajaan Beluana. Begitu Bhurek dan yang lainnya tahu dia memimpin pasukan besar ke wilayah Kerajaan Beluana, dia akan dipersulit tidak peduli apa pun alasannya. Pada saat itu, keadaannya hanya akan makin rumit dan meningkatkan konflik.Setelah menangkap Fathir dan yang lainnya, Wira dan yang lainnya langsung menuju Kota Limaran dengan kecepatan tinggi. Hanya dalam w
"Sampai nggak berniat untuk bertengkar denganku, sepertinya suasana hatimu benar-benar buruk. Lebih baik ceritakan padaku, mungkin saja bisa membuatmu lebih senang." Wira duduk di samping Thalia dengan tangan bertumpu pada pagar gazebo dan menyilangkan kakinya, lalu menatap Thalia sambil tersenyum."Kenapa kamu ini begitu menyebalkan? Kamu nggak lihat aku nggak ingin bicara denganmu? Cepat pergi dan bersenang-senang dengan mereka saja. Kenapa harus menggangguku di sini?" kata Thalia sambil melirik Wira.Sebenarnya, Thalia hanya tiba-tiba merasa kehilangan arti hidup lagi karena dendamnya sudah terbalas. Dia bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya, sehingga membuatnya begitu kebingungan dan suasana hatinya juga menjadi murung. Namun entah mengapa, dia merasakan sesuatu yang berbeda dan kembali bersemangat setelah Wira datang."Ceritakan saja. Ada apa sebenarnya?" Wira mengalihkan topik pembicaraan."Aku ingin bertemu dengan Fathir. Sebelumnya kamu sudah berjanji padaku ak
Selama bertahun-tahun ini, Thalia selalu percaya pada kata-kata Fathir. Dia menganggap dirinya adalah anak yatim piatu dan bahkan sangat membenci orang tuanya sendiri karena sudah meninggalkannya dan membuatnya hidup terlantar selama ini. Namun, ternyata semua ini hanya alasan Fathir saja. Orang tuanya tidak pernah meninggalkannya, melainkan sudah dibunuh oleh Fathir. Sekarang kebenarannya sudah terungkap, dia tentu saja ingin pergi memberi penghormatan di makam orang tuanya. Bisa dibilang, dia ingin mengenal keluarganya dan menyelesaikan beban ini.Wira menganggukkan kepala. "Ternyata begitu. Baiklah. Kalau begitu, aku akan menemanimu ke penjara agar kamu nggak tertipu oleh rencana jahat Fathir."Keadaan Thalia sedang tidak bagus, kemungkinan besar akan tertipu oleh trik Fathir.Thalia juga tidak menolak dan hanya menganggukkan kepala. Dalam sekejap, dia dan Wira langsung menuju penjara.Di balai prefektur, semua orang masih bersenang-senang dan suasananya sungguh hangat.Di penjara.
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa
"Kak." Shafa memanggil dan berkata dengan hati-hati, "Kehidupan kita pasti akan makin membaik. Kita nggak boleh membiarkan orang tua kita khawatir. Kamu nggak usah cemas. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri sendiri."Wira merasa agak terharu melihat betapa dekatnya kedua bersaudara ini. Namun, dia tidak mengatakan apa pun untuk merusak suasana.Beberapa saat kemudian, suasana hati kedua bersaudara ini mulai membaik. Ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.Saat berikutnya, sejumlah besar pria kekar muncul di hadapan mereka. Beberapa dari mereka memegang golok. Tatapan mereka tertuju pada Wira dan lainnya lekat-lekat.Yang berdiri di barisan paling depan adalah seorang pria berwajah tirus. Dia berkata, "Kak, kulihat pakaian orang ini lumayan bagus. Sepertinya dia bukan orang biasa. Sepertinya kita bakal untung besar kali ini!"Seseorang yang berada di belakang kerumunan berjalan maju. Pria ini memakai kulit harimau. Dia mengamati Wir
"Oke. Lagian, aku bosan sendirian. Kalau kalian ikut, pasti lebih seru. Kita bisa ngobrol sepanjang perjalanan."Setelah membuat keputusan, ketiga orang itu pun sama-sama berangkat. Setelah melewati lereng bukit, terlihat desa pegunungan yang hancur di kejauhan. Karena terletak di dataran yang agak rendah, banyak air tergenang di sana. Rumah-rumah di dalamnya pun telah hancur.Wira tak kuasa menghela napas. "Bencana alam ini menyebabkan banyak kerugian. Entah sudah berapa desa yang hancur ...."Wira merasa sedih. Cintanya terhadap rakyat tidak perlu diragukan lagi. Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot membuat kesepakatan dengan keempat kelompok besar. Tanpa inisiatif Wira, perang pasti masih terjadi sampai sekarang.Sayangnya, jalur perairan yang dibangunnya dengan tujuan mengembangkan kehidupan para rakyat, malah membawa kerugian sebesar ini sekarang. Kini, para rakyat tidak punya tempat tinggal dan kesulitan untuk melanjutkan hidup. Wira merasa dirinya adalah pendosa besar.Semen
Kaffa telah menghabiskan rotinya. Setelah minum beberapa teguk air, rona wajahnya menjadi jauh lebih baik. Energinya juga sudah pulih.Shafa makan lebih lambat. Beberapa saat kemudian, dia baru menghabiskan makanannya. Bibirnya masih terlihat agak pucat, tetapi dia sudah lebih berenergi.Semua ini berkat Wira. Tanpa roti dan air yang diberikan Wira, mungkin mereka berdua akan mati malam ini. Selain itu, sangat berbahaya untuk melewati hutan di situasi seperti ini.Sejak terjadi banjir besar, banyak binatang buas yang bermunculan karena tidak ada pembatas. Jika tidak berhati-hati, mereka mungkin bisa menjadi makanan para binatang buas.Tiba-tiba, Kaffa menghampiri Wira dan berlutut di depannya. Wira hendak memapahnya, tetapi Kaffa menolak. Wira pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Shafa juga ikut berlutut. Ketika melihat ini, Wira hanya bisa menggeleng. "Aku membantu kalian cuma karena kita kebetulan bertemu. Aku nggak mungkin membiarkan kalian mati di depanku, 'kan?""Lagian, yang ku
Usai mengatakan itu, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada kakaknya dan menjelaskan, "Kak, kamu sudah salah paham. Nggak ada racun kok. Aku cuma tersedak karena makan terlalu cepat."Pemuda itu hanya bisa menunduk dan terdiam saat menyadari dirinya telah salah paham terhadap Wira. Dia tahu dirinya terlalu picik.Wira berdeham untuk memecah keheningan. "Kalau aku benaran taruh racun di makanan kalian, yang keracunan bukan cuma adikmu saja, tapi kamu juga.""Selain itu, kalau ingin macam-macam dengan kalian, targetku pasti kamu. Nggak mungkin adikmu, 'kan?"Pemuda itu seketika memahami maksud Wira. Adiknya sudah sekarat. Jika Wira memang berniat jahat pada adiknya, adiknya tidak mungkin punya kemampuan untuk melawan. Hal ini berlaku juga untuk dirinya. Dia sudah tidak makan tiga hari tiga malam, jadi tidak mungkin bisa melawan Wira.Jadi, kalaupun Wira benar-benar menaruh racun di makanan mereka, Wira pasti akan menargetkannya dan bukan adiknya. Sepertinya, dia memang sudah salah paham