Fathir langsung tertawa. "Ternyata begitu, sepertinya aku masih bernilai karena kamu tertarik pada kekayaanku. Tapi, begitu juga bagus. Ayo kita buat kesepakatan. Kalau kamu melepaskanku, aku memberikan semua kekayaan dan sumber dayaku padamu. Kalau kamu nggak setuju dengan syaratku ini, jangan harap bisa mendapatkan apa pun dariku seumur hidupmu."Mata Fathir bersinar dan menatap tajam pada Wira."Oh ya. Sekarang Thalia sudah menjadi orangmu. Jadi, kalau kamu nggak percaya padaku dan berpikir ini hanya kata-kataku saja, kamu bisa tanya pada Thalia apakah aku benar-benar punya banyak harta. Tanya saja, kamu akan tahu hasilnya," kata Fathir dengan penuh percaya diri. Dia bisa membangun Aliran Kegelapan dalam waktu singkat dan memiliki banyak pengikut di seluruh sembilan provinsi, semuanya karena kekayaan yang dimilikinya. Memang tidak bisa menandingi Wira, tetapi dia juga tidak akan kalah. Setidaknya dia masih memiliki wilayahnya sendiri di sembilan provinsi ini.Thalia yang berdiri di
Wira berjalan ke samping Thalia dan bertanya sambil tersenyum."Tentu saja ingat, tapi ...."Setelah ragu sejenak, Thalia baru melanjutkan, "Tapi, sekarang situasinya berbeda dengan saat itu. Aku juga bukan orang yang nggak berlogika dan nggak tahu tata krama. Fathir masih berguna bagimu, aku nggak mungkin membunuhnya hanya demi kepuasanku saja."Pada akhirnya, Thalia berlari keluar dari sana karena tidak tahan untuk melihat Fathir lagi. Jika tidak, dia benar-benar khawatir dia tidak akan bisa menahan dirinya untuk membunuh Fathir dan merusak rencana besar Wira."Kamu benar-benar beruntung. Sepertinya kepalamu ini masih akan bertahan di lehermu untuk sementara ini." Setelah menatap Fathir dengan dingin, Wira tidak mengatakan apa-apa lagi dan langsung keluar dari penjara.Setelah Wira pergi, terdengar suara tertawa Fathir dengan puas karena ternyata dia masih berguna, sehingga dia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatannya lagi. Dia yakin suatu hari nanti dia akan melarikan diri dari sa
"Baiklah," kata Wira sambil tersenyum puas, lalu menarik Thalia untuk kembali ke halaman belakang. Pesta masih belum selesai dan semua orang masih sedang bersenang-senang, sehingga dia hanya bisa menjadikan halaman belakang ini sebagai tempat interogasi. Tak lama kemudian, Nafis diam-diam membawa Prakasa dan Ahmad ke sana diikuti dengan beberapa prajurit yang mengenakan zirah."Tuan Wira, jangan sakiti aku. Duku aku buta, jadi salah memilih untuk mengikuti Fathir. Tapi, sekarang aku sudah menyesal. Kalau Tuan memberiku kesempatan, kelak aku akan mengikutimu dan melayanimu dengan setia. Kalau Tuan nggak menginginkanku, kamu bisa melepaskanku begitu saja. Aku berjanji nggak akan muncul di hadapan Tuan lagi dan nggak akan merepotkanmu," kata Prakasa yang langsung berlutut dan terus bersujud memohon ampun.Saat masih di Gunung Swastu, Prakasa juga sudah kehilangan kekuasaannya dan terus dikurung di dalam kamar setiap hari. Semua ini memang bermula dari Wira, tetapi dia tahu dia sekarang su
"Setahuku, ada kekayaan berlimpah yang tersembunyi di Aliran Kegelapan. Hari ini, aku panggil kalian kemari untuk mencari tahu lokasi kekayaan itu disimpan. Sebelum aku menyerang Gunung Swastu, kudengar harta-harta itu sudah dipindahkan. Apa itu benar?" tanya Wira sambil menatap Prakasa.Seketika, Prakasa tampak terbata-bata dan tidak bisa melontarkan kalimat yang sempurna. Ahmad justru tergelak dan berkata, "Prakasa, kamu kira pemimpin nggak tahu betapa ambisiusnya dirimu? Mana mungkin dia memberitahumu rahasia sebesar itu? Sekarang, kamu nggak bakal punya kesempatan apa pun meskipun menyanjung orang."Prakasa sungguh tak berdaya. Wajahnya memerah. Dia benar-benar tidak tahu lokasi kekayaan itu. Kalau tidak, dia pasti sudah memberi tahu Wira demi menyelamatkan nyawanya.Wira tentu tahu ini. Dia menyipitkan mata, lalu menendang Prakasa dan melambaikan tangan untuk memanggil Thalia. Tanpa menoleh, Wira menunjuk Prakasa dan berucap, "Aku nggak butuh dia lagi. Kuserahkan dia kepadamu. Ter
Plak, plak, plak! Thalia tidak berbicara dan terus menampar Prakasa. Sesaat kemudian, wajah Prakasa pun membengkak. Para prajurit di sekitar hanya menatap dengan dingin. Mereka tidak bersimpati sedikit pun karena semua ini adalah akibat dari perbuatan Prakasa sendiri. Akan tetapi, harus diakui bahwa Thalia adalah wanita hebat yang tidak bisa diusik sembarangan."Justru aku memikirkan hubungan kita yang sebelumnya, makanya memilih mengakhiri hidupmu dengan cepat. Kalau nggak, aku pasti sudah menyiksamu sampai setengah mati," ujar Thalia yang menggertakkan gigi.Semua anggota Aliran Kegelapan adalah orang jahat. Mereka semua pantas dibunuh. Thalia sudah tidak sabar untuk membinasakan seluruh petinggi Aliran Kegelapan."Thalia ...." Prakasa memanggil lagi, tetapi Thalia sudah menghunuskan pedang dan memenggal kepalanya. Semua terjadi dengan begitu cepat."Kukira sehebat apa pelindung Aliran Kegelapan. Huh!" Thalia mendengus dan tidak berbicara lagi. Setelah melemparkan pedangnya, dia kemb
Nafis mengiakan, lalu membawa Ahmad ke Penjara Jagat. Dia yakin pria ini akan membuka mulut setelah disiksa nanti. Jika Ahmad masih menolak berbicara, berarti siksaannya kurang kejam."Aku rasa dia nggak bakal membocorkan informasi apa pun. Sampai mati pun, dia nggak bakal memberi tahu kita lokasi harta itu," ujar Thalia yang menghampiri Wira.Kemudian, Thalia menatap punggung Ahmad dan lainnya sambil meneruskan, "Dia nggak seperti Prakasa atau anggota lainnya. Dia termasuk pria yang berani dan setia."Wira mengangguk. Dia juga bisa menilainya, tetapi tetap ingin mencobanya. Kemudian, dia bertanya sambil tersenyum, "Kamu sudah membunuh Prakasa?""Ya. Dia malah menyuruhku memikirkan hubungan kami yang sebelumnya. Sayang sekali, aku nggak bakal bisa dibujuk lagi. Aku hanya ingin membalaskan dendam orang tuaku. Aliran Kegelapan adalah eksistensi yang harus dilenyapkan. Jangankan Prakasa, kalaupun Fathir yang memohon, mereka tetap akan kubunuh!" sahut Thalia dengan tegas.Ini adalah dendam
"Uhuk, uhuk." Wira terbatuk 2 kali, lalu mengenakan pakaiannya tanpa menanggapi perkataan Thalia. Bagaimana dia harus menanggapinya? Memangnya dia terlihat sekejam itu?Hanya saja, ketika teringat pada istri-istrinya, perasaan Wira menjadi agak rumit. Dia baru menikah, tetapi sudah memiliki wanita baru? Hal seperti ini agak sulit dijelaskan kepada istri-istrinya. Namun, Wira juga tidak bisa mencampakkan Thalia begitu saja. Dia sungguh dilema."Omong-omong, aku mau ke Penjara Jagat. Kamu mau ikut nggak?" tanya Wira sembari menatap Thalia."Tentu saja mau." Thalia mengangguk. "Aku mau lihat Ahmad disiksa sampai seperti apa. Makin dia tersiksa, amarahku baru bisa terlampiaskan."Segera, keduanya tiba di Penjara Jagat. Nafis menyambut, lalu menangkupkan tangan dan melapor dengan sopan, "Tuan, aku berada di Penjara Jagat sepanjang malam. Aku sudah menggunakan berbagai metode untuk menyiksanya, tapi dia masih nggak mau membocorkan informasi apa pun. Kalau bukan karena dia sekarat, aku nggak
"Sayang sekali, orang sepertimu malah mengikuti pemimpin yang salah. Kalau nggak, kamu nggak akan berakhir seperti ini. Biar kuulangi sekali lagi. Kalau kamu bersedia tunduk kepadaku, aku nggak akan menyulitkanmu lagi," ujar Wira.Thalia tidak berbicara. Dia sudah cukup puas dengan situasi ini. Prakasa sudah tewas, sedangkan Ahmad sekarat. Jika situasi seperti ini terus berlanjut, Ahmad tidak akan bisa bertahan lama."Lupakan niatmu itu. Aku nggak bakal tunduk padamu!" teriak Ahmad dengan energinya yang tersisa."Ya sudah, terserah kamu saja. Aku juga penasaran, sampai kapan kamu bisa bersikap keras kepala begini?" Setelah melontarkan itu, Wira tidak membuang-buang waktu dengan Ahmad lagi dan membawa Thalia meninggalkan Penjara Jagat.Keduanya sama sekali tidak menoleh untuk melirik Ahmad. Mereka hanya perlu mencoba mengorek informasi dari Ahmad. Jika gagal, mereka terpaksa mengubah target mereka menjadi Fathir. Jelas, Fathir lebih sulit dihadapi dari Ahmad.Fathir tahu bahwa lokasi ha
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa
"Kak." Shafa memanggil dan berkata dengan hati-hati, "Kehidupan kita pasti akan makin membaik. Kita nggak boleh membiarkan orang tua kita khawatir. Kamu nggak usah cemas. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri sendiri."Wira merasa agak terharu melihat betapa dekatnya kedua bersaudara ini. Namun, dia tidak mengatakan apa pun untuk merusak suasana.Beberapa saat kemudian, suasana hati kedua bersaudara ini mulai membaik. Ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.Saat berikutnya, sejumlah besar pria kekar muncul di hadapan mereka. Beberapa dari mereka memegang golok. Tatapan mereka tertuju pada Wira dan lainnya lekat-lekat.Yang berdiri di barisan paling depan adalah seorang pria berwajah tirus. Dia berkata, "Kak, kulihat pakaian orang ini lumayan bagus. Sepertinya dia bukan orang biasa. Sepertinya kita bakal untung besar kali ini!"Seseorang yang berada di belakang kerumunan berjalan maju. Pria ini memakai kulit harimau. Dia mengamati Wir
"Oke. Lagian, aku bosan sendirian. Kalau kalian ikut, pasti lebih seru. Kita bisa ngobrol sepanjang perjalanan."Setelah membuat keputusan, ketiga orang itu pun sama-sama berangkat. Setelah melewati lereng bukit, terlihat desa pegunungan yang hancur di kejauhan. Karena terletak di dataran yang agak rendah, banyak air tergenang di sana. Rumah-rumah di dalamnya pun telah hancur.Wira tak kuasa menghela napas. "Bencana alam ini menyebabkan banyak kerugian. Entah sudah berapa desa yang hancur ...."Wira merasa sedih. Cintanya terhadap rakyat tidak perlu diragukan lagi. Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot membuat kesepakatan dengan keempat kelompok besar. Tanpa inisiatif Wira, perang pasti masih terjadi sampai sekarang.Sayangnya, jalur perairan yang dibangunnya dengan tujuan mengembangkan kehidupan para rakyat, malah membawa kerugian sebesar ini sekarang. Kini, para rakyat tidak punya tempat tinggal dan kesulitan untuk melanjutkan hidup. Wira merasa dirinya adalah pendosa besar.Semen
Kaffa telah menghabiskan rotinya. Setelah minum beberapa teguk air, rona wajahnya menjadi jauh lebih baik. Energinya juga sudah pulih.Shafa makan lebih lambat. Beberapa saat kemudian, dia baru menghabiskan makanannya. Bibirnya masih terlihat agak pucat, tetapi dia sudah lebih berenergi.Semua ini berkat Wira. Tanpa roti dan air yang diberikan Wira, mungkin mereka berdua akan mati malam ini. Selain itu, sangat berbahaya untuk melewati hutan di situasi seperti ini.Sejak terjadi banjir besar, banyak binatang buas yang bermunculan karena tidak ada pembatas. Jika tidak berhati-hati, mereka mungkin bisa menjadi makanan para binatang buas.Tiba-tiba, Kaffa menghampiri Wira dan berlutut di depannya. Wira hendak memapahnya, tetapi Kaffa menolak. Wira pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Shafa juga ikut berlutut. Ketika melihat ini, Wira hanya bisa menggeleng. "Aku membantu kalian cuma karena kita kebetulan bertemu. Aku nggak mungkin membiarkan kalian mati di depanku, 'kan?""Lagian, yang ku
Usai mengatakan itu, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada kakaknya dan menjelaskan, "Kak, kamu sudah salah paham. Nggak ada racun kok. Aku cuma tersedak karena makan terlalu cepat."Pemuda itu hanya bisa menunduk dan terdiam saat menyadari dirinya telah salah paham terhadap Wira. Dia tahu dirinya terlalu picik.Wira berdeham untuk memecah keheningan. "Kalau aku benaran taruh racun di makanan kalian, yang keracunan bukan cuma adikmu saja, tapi kamu juga.""Selain itu, kalau ingin macam-macam dengan kalian, targetku pasti kamu. Nggak mungkin adikmu, 'kan?"Pemuda itu seketika memahami maksud Wira. Adiknya sudah sekarat. Jika Wira memang berniat jahat pada adiknya, adiknya tidak mungkin punya kemampuan untuk melawan. Hal ini berlaku juga untuk dirinya. Dia sudah tidak makan tiga hari tiga malam, jadi tidak mungkin bisa melawan Wira.Jadi, kalaupun Wira benar-benar menaruh racun di makanan mereka, Wira pasti akan menargetkannya dan bukan adiknya. Sepertinya, dia memang sudah salah paham