Nafis mengiakan, lalu membawa Ahmad ke Penjara Jagat. Dia yakin pria ini akan membuka mulut setelah disiksa nanti. Jika Ahmad masih menolak berbicara, berarti siksaannya kurang kejam."Aku rasa dia nggak bakal membocorkan informasi apa pun. Sampai mati pun, dia nggak bakal memberi tahu kita lokasi harta itu," ujar Thalia yang menghampiri Wira.Kemudian, Thalia menatap punggung Ahmad dan lainnya sambil meneruskan, "Dia nggak seperti Prakasa atau anggota lainnya. Dia termasuk pria yang berani dan setia."Wira mengangguk. Dia juga bisa menilainya, tetapi tetap ingin mencobanya. Kemudian, dia bertanya sambil tersenyum, "Kamu sudah membunuh Prakasa?""Ya. Dia malah menyuruhku memikirkan hubungan kami yang sebelumnya. Sayang sekali, aku nggak bakal bisa dibujuk lagi. Aku hanya ingin membalaskan dendam orang tuaku. Aliran Kegelapan adalah eksistensi yang harus dilenyapkan. Jangankan Prakasa, kalaupun Fathir yang memohon, mereka tetap akan kubunuh!" sahut Thalia dengan tegas.Ini adalah dendam
"Uhuk, uhuk." Wira terbatuk 2 kali, lalu mengenakan pakaiannya tanpa menanggapi perkataan Thalia. Bagaimana dia harus menanggapinya? Memangnya dia terlihat sekejam itu?Hanya saja, ketika teringat pada istri-istrinya, perasaan Wira menjadi agak rumit. Dia baru menikah, tetapi sudah memiliki wanita baru? Hal seperti ini agak sulit dijelaskan kepada istri-istrinya. Namun, Wira juga tidak bisa mencampakkan Thalia begitu saja. Dia sungguh dilema."Omong-omong, aku mau ke Penjara Jagat. Kamu mau ikut nggak?" tanya Wira sembari menatap Thalia."Tentu saja mau." Thalia mengangguk. "Aku mau lihat Ahmad disiksa sampai seperti apa. Makin dia tersiksa, amarahku baru bisa terlampiaskan."Segera, keduanya tiba di Penjara Jagat. Nafis menyambut, lalu menangkupkan tangan dan melapor dengan sopan, "Tuan, aku berada di Penjara Jagat sepanjang malam. Aku sudah menggunakan berbagai metode untuk menyiksanya, tapi dia masih nggak mau membocorkan informasi apa pun. Kalau bukan karena dia sekarat, aku nggak
"Sayang sekali, orang sepertimu malah mengikuti pemimpin yang salah. Kalau nggak, kamu nggak akan berakhir seperti ini. Biar kuulangi sekali lagi. Kalau kamu bersedia tunduk kepadaku, aku nggak akan menyulitkanmu lagi," ujar Wira.Thalia tidak berbicara. Dia sudah cukup puas dengan situasi ini. Prakasa sudah tewas, sedangkan Ahmad sekarat. Jika situasi seperti ini terus berlanjut, Ahmad tidak akan bisa bertahan lama."Lupakan niatmu itu. Aku nggak bakal tunduk padamu!" teriak Ahmad dengan energinya yang tersisa."Ya sudah, terserah kamu saja. Aku juga penasaran, sampai kapan kamu bisa bersikap keras kepala begini?" Setelah melontarkan itu, Wira tidak membuang-buang waktu dengan Ahmad lagi dan membawa Thalia meninggalkan Penjara Jagat.Keduanya sama sekali tidak menoleh untuk melirik Ahmad. Mereka hanya perlu mencoba mengorek informasi dari Ahmad. Jika gagal, mereka terpaksa mengubah target mereka menjadi Fathir. Jelas, Fathir lebih sulit dihadapi dari Ahmad.Fathir tahu bahwa lokasi ha
"Bukan begitu!" Thalia menggeleng. Karena Wira begitu tulus, dia tentu tidak bisa menolak lagi ataupun menipu hati sendiri.Thalia berkata dengan pelan, "Sebenarnya aku sudah menyukaimu sejak dulu. Aku bahkan nggak tahu kapan semua itu dimulai. Aku cuma takut orang-orang disekitarmu nggak bisa menerimaku. Bagaimanapun, aku melakukan banyak kejahatan dulu, bahkan hampir membunuhmu."Semua yang diucapkan Thalia berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam. Semua ini memang hal-hal yang dikhawatirkannya.Wira tertawa terbahak-bahak, lalu menggeleng sambil menyahut, "Jangan bicara begitu. Semua orang disekitarku selalu menuruti pengaturanku. Ucapanmu terlalu berlebihan.""Kalau istri-istriku, mereka bukan orang yang suka ikut campur urusan orang. Kalau nggak, mana mungkin mereka bisa akur di rumah tanpa aku?"Thalia tak kuasa termangu. Ternyata begitu! Sejujurnya, Wira memang pria yang memiliki pesona besar. Wajar jika dia memiliki istri-istri yang begitu hebat.Meskipun Wira tidak menyebu
Semua orang mengangguk meskipun merasa agak enggan. Siapa pun yang dapat mengikuti Wira adalah orang yang sangat beruntung. Jadi, siapa yang ingin berpisah dengan Wira?Bagaimanapun, seseorang berkesempatan untuk berkembang jika mengikuti Wira. Sayangnya, Wira sudah membuat keputusan seperti itu sehingga mereka hanya bisa menurutinya."Aku akan ke depan untuk memeriksa sebentar. Kalian pulang saja dulu. Pestanya sudah disiapkan. Kalian langsung saja ke kediamanku untuk makan. Nggak perlu sungkan-sungkan," ujar Wira.Semua orang mengiakan, lalu naik ke perahu kecil untuk kembali ke Kota Limaran. Sementara itu, Wira membawa Thalia dan Nafis menyusuri sungai."Gimana kondisi Ahmad? Seminggu sudah berlalu, dia masih nggak mau membocorkan informasi apa pun?" tanya Wira sambil menatap Nafis.Sepertinya, Wira tidak berjodoh dengan harta karun Aliran Kegelapan. Jika tidak, dia tidak mungkin menghabiskan begitu banyak waktu."Aku sudah memotong beberapa jari tangannya, bahkan menggunakan semua
"Nikmati saja pestanya. Nggak usah sungkan-sungkan kepadaku. Kali ini, kita bukan hanya berhasil mengalahkan Aliran Kegelapan, tapi Kota Limaran juga menjadi makin makmur. Jalur perairan sudah selesai. Ini semua berkat kerja keras kalian," ucap Wira sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang dengan semua orang.Langit berangsur gelap. Saat ini, Wira dan lainnya akhirnya bubar. Keesokan pagi, Wira sudah berangkat ke Dusun Darmadi. Malam itu juga, Wira dan lainnya pun tiba."Tuan Wira, lama nggak ketemu! Aku benar-benar merindukanmu!" Begitu Wira memasuki Provinsi Lowala, Leli langsung menyambutnya.Mata Wira seketika berbinar-binar. Kemudian, dia langsung turun dari kudanya dan datang ke hadapan Leli. Dia bertanya, "Nona Leli, kenapa kamu bisa ada di sini?""Tentu saja untuk berterima kasih kepada Tuan. Tanpa hadiah dari Tuan, aku nggak mungkin punya pencapaian seperti sekarang ini.""Selain itu, Tuan juga menyelamatkan nyawaku saat di Kota Limaran. Sekarang aku sudah sembuh total. Aku
Sepertinya, Provinsi Lowala telah menjadi provinsi paling makmur. Para rakyat hidup bahagia dan damai.Wulan dan lainnya telah menyuruh pelayan menyiapkan makanan mewah. Sesudah Wira pulang, mereka semua duduk untuk makan dan Wira memperkenalkan Thalia kepada Wulan dan lainnya.Semua orang sudah terbiasa dengan sikap Wira. Selain itu, wajar bagi pria untuk memiliki lebih dari satu istri di zaman ini. Segera, para wanita itu pun menganggap Thalia sebagai saudara.Lantaran masih ada Leli di sini, Wira tidak bisa mengobrol secara terbuka dengan istri-istrinya. Dia harus menjamu Leli terlebih dahulu agar tidak terkesan lancang."Sekarang kita termasuk teman. Kalau punya masalah, katakan saja, nggak perlu berbelit-belit. Aku pasti akan membantu selama memungkinkan," ujar Wira kepada Leli.Begitu mendengarnya, Leli tak kuasa menggeleng dan mengembuskan napas. Wira memang punya penilaian tajam. Meskipun masih muda, tidak ada yang bisa luput dari pandangan Wira."Karena Tuan Wira sudah berbica
Saat ini, terdengar suara batuk yang menghentikan Wira dari lamunannya. Wira menatap ke arah sumber suara, lalu bertatapan dengan Huben. Sesudahnya, mereka langsung memahami pemikiran satu sama lain."Nona Leli, tolong beri aku waktu untuk mempertimbangkan semua ini. Ini pesta kepulanganku. Aku nggak ingin mencemaskan urusan negara. Setelah pesta selesai, kita baru mengobrol lagi. Gimana?" tanya Wira yang sudah sangat menjaga harga diri Leli.Leli mengangguk dan membalas, "Baiklah, aku akan menunggu kabar darimu."Setelah pesta berakhir dan mereka mengatur tempat tinggal untuk Leli, Wira dan Huben buru-buru keluar. Mereka mengobrol sambil berjalan santai. Wira bertanya, "Tuan Huben, apa pendapatmu?""Aku rasa kita bisa mengerahkan pasukan. Proyek hidrolik sudah selesai dan semuanya aman-aman saja. Beberapa kerajaan itu juga sudah melihat efisiensi proyek itu. Sepengetahuanku, Kerajaan Beluana pasti sedang mengejar waktu untuk menyelesaikan proyek hidrolik mereka. Karena kerjaan kita su
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah