Sementara itu, si gadis masih menunggu di gang."Kukira kamu bakal kabur, sepertinya kamu nggak jahat-jahat amat," ucap Wira sambil tersenyum.Kemudian, Wira berkata, "Ya sudah, bawa aku temui ibumu. Kalau yang kamu bilang memang fakta, kuanggap masalah hari ini nggak terjadi dan aku akan mencarikan tabib terhebat untuk ibumu. Tapi, kalau kamu menipuku, jangan salahkan aku bertindak kejam. Meskipun kamu masih kecil, di mataku ini hanya ada kebaikan dan kejahatan."Meskipun nada bicara Wira tidak terdengar terlalu tegas, jelas dia sedang menceramahinya. Gadis di depannya ini lebih muda beberapa tahun daripada Ainur, paling-paling baru berumur 16 tahun. Meskipun masih terlihat kekanak-kanakan, dia memiliki paras yang cukup cantik."Aku sudah berubah. Sejak kamu mengeluarkan undang-undang dan perintah baru, aku nggak pernah mencuri lagi," gumam gadis itu dengan suara rendah."Hah? Sepertinya kamu sudah sering melakukannya? Kamu masih muda, tapi sudah mencuri barang. Memangnya kamu nggak k
"Panggil saja aku Bunga, soalnya namaku berkaitan dengan itu. Kamu juga nggak perlu tahu nama asliku karena aku nggak suka," sahut gadis itu dengan cemberut."Hm? Biar kutebak, pasti namamu Sekar?" Wira menyeringai, lalu melipat lengannya di depan dada sambil menatap gadis itu."Sialan, kok kamu tahu! Aku nggak suka orang memanggil namaku!" Sekar menjulurkan lidahnya dan hendak menuju ke dalam gang.Sebelum berjalan jauh, Wira sontak meraih kerah bajunya dan menariknya kembali. "Bukannya kamu mau membawaku menemui ibumu? Kamu mau kabur, ya? Kalau ibumu nggak sakit, berarti kamu bohong dan aku nggak akan melepaskanmu lho."Nada bicara Wira terdengar agak kesal. Dia sangat pintar membaca karakter orang. Dia tahu Sekar ini adalah gadis yang polos, tetapi alasannya menguasai kemampuan mencopet yang begitu luar biasa masih belum diketahui. Namun, dia pasti bisa menemukan jawabannya setelah berhubungan lama dengan gadis ini."Ya, ya, kamu kira aku takut?" Sekar pun mengalah, lalu membawa Wir
Selagi wanita paruh baya itu tidak memperhatikan, Wira mengerlingkan matanya kepada Sekar. Bagaimanapun, dia terpaksa berbohong karena gadis ini."Maaf sudah merepotkanmu, Tuan." Wanita paruh baya itu berusaha untuk duduk, lalu meneruskan, "Aku masuk angin beberapa waktu lalu, sekarang menjadi makin lemas. Mungkin dia cemas padaku, makanya mencari bantuan. Tuan sangat baik karena sudah bersedia datang."Kemudian, wanita paruh baya itu berkata kepada Sekar, "Sekar, bantu aku nyalakan api. Aku akan masak untukmu nanti.""Aku saja yang masak, Ibu nggak perlu repot-repot," sahut Sekar. Kemudian, dia bersiap-siap untuk keluar.Wira pun mengikutinya. Dia tahu wanita paruh baya itu ingin berbicara berdua dengannya, tetapi ada sesuatu yang harus dilakukannya dulu."Ngapain kamu ikut keluar?" tanya Sekar sambil menatap Wira dengan heran.Wira mengeluarkan uang dari sakunya, lalu menyodorkannya dan berkata, "Kamu bisa pakai uang ini. Kalau nggak bisa masak, beli saja yang sudah jadi. Sisa uangny
Hanya dalam sekilas, Wira mampu menebak pemikiran wanita di depannya. Dia bertanya, "Kamu ingin aku mengadopsi Sekar?"Wanita paruh baya itu menjawab, "Benar. Aku nggak punya keluarga atau siapa pun yang bisa diandalkan di Provinsi Lowala. Karena kamu sudah datang ke sini, apalagi terlihat sangat hebat dan sepertinya adalah orang baik, jadi aku memberanikan diri untuk minta tolong padamu.""Tolong kasihani aku yang sudah sekarat ini, kabulkanlah permintaanku," ucap wanita paruh baya itu sambil terus bersujud. Meskipun batuk berulang kali, sikapnya tetap teguh.Wira bergegas membantunya berdiri, lalu segera berkata, "Sebenarnya, aku juga sangat menyukai Sekar. Gadis ini memang menarik. Aku juga ingin dia berada di sisiku."Tentunya, apa yang menarik bagi Wira bukanlah sosok Sekar. Dia memang merasa iba terhadap gadis itu, tetapi jauh lebih mengagumi triknya. Kemampuan Sekar dalam mencuri benar-benar langka. Terlebih dia sudah memiliki keahlian seperti itu ketika masih muda. Ke depannya
Wira hendak mengubah topik pembicaraan agar wanita paruh baya itu tidak merasa canggung. Namun, dia malah melambaikan tangan dan langsung berkata, "Karena kamu sudah bertanya, apalagi aku juga berutang budi padamu dan sekarang kamu akan mengadopsi Sekar, aku rasa nggak ada yang perlu disembunyikan lagi."Wanita paruh baya itu melanjutkan, "Sebenarnya, putriku bisa memahami semua itu karena ayahnya. Ayahnya bernama Fredy, dulunya dia adalah seorang pahlawan di hutan. Biasanya, dia merampok orang kaya untuk membantu orang miskin, jadi lama-kelamaan menguasai keterampilan ini. Sekar pun terpengaruh. Itu sebabnya, dia perlahan mahir dalam mencuri.""Tapi karena terjadi beberapa hal, Fredy akhirnya terjebak. Aku nggak ingin Sekar terus mencuri supaya nggak bernasib sama dengan ayahnya ...." Menurut wanita paruh baya itu, Fredy mungkin sudah meninggal. Kalau tidak, kenapa pria itu tidak pernah muncul lagi?Kalau Fredy benar-benar bersembunyi, itu hanya akan membuktikan bahwa pria itu adalah
"Terima kasih banyak." Setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi, tabib itu menyimpan uangnya dan meninggalkan tempat itu.Sementara itu, Wira kembali lagi ke dalam kamar itu. Entah apa yang dikatakan wanita paruh baya itu kepada Sekar. Sebab, saat ini Sekar sedang memeluk tangan wanita paruh baya itu sambil terus menangis. Orang yang melihat adegan itu pun merasa sangat sedih."Tuan sudah kembali." Saat melihat Wira, wanita paruh baya itu segera menepuk bahu Sekar, lalu buru-buru berkata, "Apa kamu sudah lupa apa pesanku padamu tadi?"Setelah menggertakkan giginya dan mengusap air mata di wajahnya, Sekar berlutut di hadapan Wira."Apa maksudnya ini?" kata Wira dengan ekspresi bingung.Sekar berkata dengan tegas, "Sekar memberi hormat kepada Ayah. Kelak Sekar adalah putrimu."Wira merasa agak bingung. Dia hanya keluar sebentar, sekarang malah jadi tambah seorang putri.Wanita paruh baya itu bersusah payah bangkit dari tempat tidurnya dan perlahan-lahan berjalan ke depan Wira. Dia la
Ramath di samping mengambil cangkir teh. Setelah menatap Ainur sebentar, dia berkata dengan nada dingin, "Gadis berengsek ini tadi sudah menolak Tuan Wira dan bahkan menunjukkan ekspresi yang nggak ingin peduli dengan Tuan Wira. Sekarang kamu ingin aku mencari Tuan Wira lagi, kalian ingin harga diriku ditaruh di mana?"Ramath berbicara dengan kesal.Biasanya, Ainan adalah orang yang memiliki paling banyak ide cerdas dan juga yang paling disukai. Dia segera duduk di samping Ramath dan berkata sambil menarik tangan Ramath."Ayah, kamu salah kalau bicara seperti ini. Kamu juga tahu kepribadian Ainur, 'kan? Ainur adalah seorang gadis pemalu. Selain itu, selama bertahun-tahun ini dia nggak pernah berinteraksi dengan lawan jenis, sekarang kamu malah tiba-tiba menjodohkannya. Bukan hanya dia, bahkan aku pun mungkin akan sulit langsung menerimanya. Bukankah aku dan Kak Adanu sudah meyakinkannya? Ini membuktikan Ainur ada perasaan terhadap Tuan Wira. Asalkan kamu bantu kami menghubunginya sekal
Keesokan paginya saat matahari mulai bersinar, Wira sedang bersiap untuk mandi dan sarapan. Begitu keluar dari kamar, dia melihat Sekar yang berdiri di luar halaman. Saat mata mereka bertemu, Sekar langsung berlutut di tanah dan bersujud kepadanya."Apa yang sedang kamu lakukan?" Wira segera mendekat dan bertanya."Ibuku sudah meninggal. Aku harap Ayah Angkat bisa memberiku sedikit uang untuk memakamkan ibuku dengan layak," ujar Sekar. Matanya berkaca-kaca dan sembap, tetapi tidak meneteskan air mata lagi. Sepertinya dia sudah menangis sepanjang malam, sehingga air matanya sudah habis.Setelah mendekati Sekar dan membantunya berdiri, Wira berbisik, "Jangan khawatir. Serahkan saja urusan ibumu padaku, aku pasti akan membantumu memakamkan ibumu dengan layak. Selain itu, kelak aku juga akan membantumu mencari ayah kandungmu. Kalau dia masih hidup, aku akan membawa ayah kandungmu untuk bertemu denganmu."Setelah mengatakan itu, Wira membersihkan debu di pakaian Sekar. Dewina dan yang lainn
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan
"Pakaiannya juga cukup bagus, sepertinya dia juga orang kaya. Dia nggak mungkin akan menipu kita, 'kan?"Melihat penampilan Wira, semua orang mulai goyah. Dalam situasi seperti ini, tidak ada makanan sama saja kehilangan harga diri. Mereka harus segera mencari makanan untuk bertahan hidup.Namun, orang-orang berpikir mereka juga harus menghemat tenaga mereka. Sudah kekurangan makanan setiap harinya pun masih harus melakukan banyak pekerjaan, bahkan manusia besi juga tidak akan tahan. Sekarang Wira memberikan mereka makanan gratis, mereka tentu saja tidak akan menolaknya."Aku percaya dengan kata-kata Tuan ini. Tuan ini terlihat sangat serius, jelas bukan orang yang akan menipu kita. Lagi pula, jumlah kita banyak. Kalau nanti kita nggak mendapat makanan, kita bisa langsung menyerangnya. Masa kita yang sebanyak ini nggak bisa mengalahkan dia seorang?" kata seorang pria paruh baya yang keluar dari kerumunan dan langsung mengangkat tangannya.Tak lama kemudian, banyak orang yang mulai mele
"Mereka semua datang ke sini bersama orang kaya di desa," jelas Sahim.Tadi Sahim dan yang lainnya sudah siap untuk membantu orang-orang itu, tetapi mereka menjadi enggan untuk ikut campur setelah mengetahui kenyataannya. Orang-orang itu sendiri yang sukarela membawa barang-barang itu, mereka yang akan mendapat masalah jika bersikeras membantu.Lagi pula, pihak yang satunya bersedia bekerja dan pihak yang satunya lagi bersedia memberi, pada dasarnya ini hanya transaksi bisnis."Kenapa berhenti?" Saat Sahim melaporkan situasinya pada Wira, terdengar suara dengan nada kesal dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari kereta dan langsung menatap orang-orang di sekitarnya."Apa lagi yang bisa kalian lakukan di sini? Bentar lagi kita akan tiba di kota. Setelah masuk ke sana, aku akan memberikan tujuh kilogram beras pada kalian sesuai kesepakatan. Kalau kalian terus membuang-buang waktu di sini, kalian nggak akan mendapatkan apa-apa," lanjut pria itu.Wira pun menatap
Melihat pemandangan di depan, Wira merasa sakit kepala. Apakah mereka menganggapnya sebagai orang yang sangat baik? "Kalian bahkan nggak tahu apa yang kulakukan, tapi langsung ingin mengikutiku. Kalian nggak takut aku akan membahayakan kalian?"Semua orang langsung menggelengkan kepala.Terutama Sahim, dia adalah orang pertama yang berkata, "Aku percaya dengan kepribadian Tuan. Penampilan Tuan terlihat begitu rapi, sama sekali nggak seperti orang jahat. Lagi pula, nggak ada orang lagi yang lebih jahat dari kami di dunia ini, 'kan? Aku juga percaya kelak aku pasti akan berguna kalau kami mengikuti Tuan. Aku pasti bisa mewujudkan semua ambisiku."Wira pun tersenyum dan bertanya-tanya apa ambisi orang ini. Dengan penampilan yang buruk, Sahim ini memberikan kesan yang buruk dan terlihat seperti orang jahat.Namun, setelah Wira pikirkan lagi, membiarkan orang-orang ini mengikutinya juga bukan pilihan yang buruk. Setidaknya mereka bisa melakukan beberapa hal sesuai kemampuan mereka dan tidak
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai