Danu menyilangkan kedua lengannya dan melihat ke sekeliling sekilas. Dia melihat halaman rumah itu begitu bobrok, jelas ini adalah rumah orang miskin. Dia ingat Wira tidak memiliki kerabat yang miskin. Jika hanya sekedar membantu saja, Wira juga tidak perlu seheboh ini. Lagi pula, ada banyak sekali orang yang butuh bantuan di dunia ini, Wira tidak mungkin sanggup membantu semuanya.Wira berkata dengan tenang, "Wanita ini kasihan sekali, tapi putrinya punya bakat yang luar biasa. Aku sudah menerima putrinya sebagai putri angkatku, kelak pasti akan sangat berguna bagi kita. Meskipun aku nggak tahu kenapa ibunya tiba-tiba meninggal, kemungkinan besar pasti nggak ingin merepotkan Sekar ...."Wira tidak tahu apa yang telah terjadi semalam, tetapi dia sudah bisa menebak kemungkinannya.Mendengar perkataan itu, Danu menganggukkan kepala dan tidak bertanya lebih banyak lagi. Dia segera memerintahkan bawahannya untuk sibuk bekerja kembali. Dalam sekejap, kesibukan mereka menarik perhatian banya
Saat Danu bersiap untuk bertindak, Wira menghalanginya dengan tangan. Dia merasa lebih baik tidak berkelahi di depan rumah duka, ini juga termasuk penghormatan terakhir bagi yang meninggal."Kamu ada urusan apa?" tanya Wira sambil menatap Dusan sambil mengernyitkan alisnya."Kalau nggak ada urusan, untuk apa aku datang ke rumah duka bobrok seperti ini?" kata Dusan dengan kesal."Sebelumnya, keluarga ini masih berutang 1 juta gabak padaku. Sekarang dia punya kerabat kaya, jadi segera bayar utangnya!"Mendengar ucapannya, semua orang di tempat itu membelalakkan mata mereka. Mereka berpikir, Dusan sendiri saja bahkan sepertinya tidak memiliki 1 juta gabak. Jelas sekali mereka sengaja datang untuk memeras uang setelah melihat orang lain memiliki kerabat yang kaya. Mereka semua merasa marah, tetapi tidak ada yang berani melawannya."Kenapa? Kamu nggak percaya?"Melihat Wira tetap diam, Dusan menatap ke kerumunan orang yang berada di belakangnya dan berkata sambil menunjuk mereka, "Mereka se
Meskipun demikian, Dusan tetap tidak berani mengungkapkan kemarahannya. Dia berlutut di hadapan Danu dan tidak berani mengatakan apa pun. "Tuan, kamu sudah memberiku pelajaran. Jadi, sekarang bisakah kamu membiarkanku pergi?"Saat mengatakan itu, Dusan tersenyum manis.Danu tersenyum dingin dan berkata dengan cuek, "Sekarang kamu sudah tahu takut? Saat kamu menindas para tetangga dulu, kenapa kamu nggak mikir bakal jadi seperti sekarang ini?"Dusan tidak berani mengatakan apa pun. Jika tahu lawannya sekejam ini, Dusan sudah pasti tidak mungkin datang ke sini. Jelas sekali, sekarang ini dia sedang cari masalah sendiri."Tuan, sekarang aku sudah tahu kesalahanku. Asalkan kamu melepaskanku, kelak aku pasti nggak akan cari masalah lagi denganmu. Selain itu, aku juga janji nggak akan mengganggu orang-orang di sekitar sini lagi!" Dusan berusaha mencari alasan untuk menyelamatkan dirinya sendiri."Oh ya. Aku yakin kamu juga tahu peraturan di Provinsi Lowala, 'kan? Kita punya peraturan di sini
"Ayah Angkat, terima kasih untuk urusan ibuku." Saat ini, Sekar mendekat ke belakang Wira sedang duduk minum teh di halaman belakang rumahnya dan berbisik.Sejak saat itu, Sekar tidak pernah kembali ke rumahnya. Dia sudah bertekad untuk mengubah gaya hidupnya karena ini juga keinginan ibunya."Apa yang terjadi semalam?" tanya Wira sambil menatap Sekar.Saat Wira mengungkit hal itu, ekspresi Sekar jelas berubah. Setelah ragu sejenak, dia baru berbisik, "Semalam ibuku memberitahuku banyak hal, tapi sebagian besar adalah pesan terakhirnya. Dia juga menceritakan penyakitnya yang sebenarnya padaku. Bagi ibuku, bertahan hidup hanya penderitaan saja. Jadi saat dia berniat untuk bunuh diri, aku juga nggak menghalanginya. Mungkin bagi ibuku, ini termasuk sebuah pembebasan. Bertahan hidup hanya akan menderita," kata Sekar dengan nada yang tegas.Namun, Wira masih bisa mendengar dari nada suaranya bahwa Sekar ini hanya berpura-pura tenang.Kemudian Sekar melanjutkan, "Kelak, aku akan tetap berada
"Meskipun dia sudah mati, aku juga akan menggali makamnya dan membawa jasadnya padamu," kata Biantara, lalu meneguk tehnya dan berdiri untuk pergi.Melihat kepergian Biantara, Wira menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tak berdaya. "Untuk apa jasadnya bagiku?"Bukankah ini sama saja menambah kesedihan Sekar?....Tiga hari kemudian, situasi sudah menjadi tenang kembali. Selama beberapa hari ini, Sekar sudah berbaur dengan keluarga Wira dan sangat akrab dengan Wulan dan yang lainnya. Para wanita itu tentu saja juga sangat menyukainya. Meskipun tubuhnya memiliki aura dunia persilatan, Sekar sangat bijaksana dan juga menjadi makin sopan. Dia tidak terlihat seperti dirinya yang ditemui Wira di jalanan dulu. Sepertinya, orang bisa berubah.....Di tempat yang gelap, terdapat sebuah istana besar yang terlihat aneh. Meskipun istana ini megah dan sangat luas, di sekitarnya adalah hutan yang tak berujung. Tidak ada apa pun dalam radius 100 meter selain istana ini.Di dalam istana, ada beberap
Malam itu, di kediaman Keluarga Birawa. Pada saat Aliran Kegelapan sedang menjalankan kegiatan mereka secara rahasia, Wira sama sekali tidak menyadari adanya bahaya apa pun dan tiba di kediaman Keluarga Birawa. Awalny dia tidak ingin datang bertamu ke tempat itu, tetapi dia terpaksa datang karena berbisnis dengan Ramath. Lagi pula, Ramath masih memiliki sumber daya besi dingin yang melimpah, ini merupakan alasan utamanya. Oleh karena itu, Wira tetap harus datang meskipun enggan.Saat baru saja memasuki pintu, Wira melihat anggota Keluarga Birawa berkumpul di depan pintu untuk menyambutnya. Yang berdiri di paling depan adalah Ramath, sedangkan di belakangnya adalah Adanu, Ainur, dan Ainan yang berdiri berdampingan dengan tatapan yang sangat hormat. Ainur tidak berani menatap mata Wira dan tetap menundukkan kepala."Tuan Ramath, bukankah sebelumnya kita sudah selesai membahas bisnis? Kenapa kamu tiba-tiba mengundangku ke sini? Apa ada hal lain?" kata Wira sambil mendekat dan tersenyum, t
"Inilah yang membuatmu merasa dia nggak menghargaimu. Setelah mengerti perasaan putriku, aku segera mengundangmu makan malam. Aku harap Tuan Wira bisa mempertimbangkan kembali apa kamu bersedia menikahi putriku, Ainur?" Sikap Ramath sudah terlihat sangat jelas, dia memutuskan menjadikan Wira sebagai menantunya.Wajah Ainur pun makin memerah.Pandangan Wira samar-samar tertuju kepada Ainur. Hanya sekali tatapan saja, dia mulai berpikir dalam hatinya, 'Gadis ini menarik sekali. Padahal aku belum bicara apa pun, tapi dia sudah semalu ini. Dia memang berbeda dengan istri-istriku di rumah. Bagus juga kalau bisa membawanya pulang.'Melihat Wira masih belum merespons, hati Ramath merasa sangat gelisah. Apakah Wira tidak menyukai Ainur? Putrinya memang cantik dan menawan, tetapi untuk masalah percintaan, perasaan lebih penting daripada kesan terhadap penampilan. Jika pembahasan pernikahan kali ini gagal, dia benar-benar akan sangat malu."Nona Ainur, aku punya sesuatu yang ingin kudiskusikan d
Wira berpengalaman dalam menilai orang. Hanya dalam sekilas saja, dia bisa langsung tahu apakah orang itu sengaja mencari perhatian atau kebetulan jatuh. Ainur di depannya ini termasuk yang kebetulan jatuh.Ainur berbisik, "Nggak apa-apa ...."Setelah mengatakan itu, Ainur segera melepaskan diri dari pelukan Wira, lalu tanpa sadar menjaga jarak dan tidak berani menatap Wira lagi. Namun, sikapnya yang malu-malu ini malah membuatnya semakin menawan.Wira mengangkat bahu. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, dia baru berkata sambil tersenyum, "Nona Ainur, aku mengajakmu keluar sebenarnya nggak ada maksud lain. Aku hanya ingin bertanya apa kamu benar-benar ingin menikah denganku atau kamu terpaksa karena nggak ingin membantah perintah ayahmu?"Mendengar perkataan itu, tubuh Ainur lansung membeku. Dia tidak menyangka Wira akan bertanya dengan begitu terus terang, sehingga dia tidak tahu harus bagaimana merespons pertanyaan Wira."Ini ...." Ainur ragu-ragu sejenak dan tetap tidak m
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala
Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot
Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den
Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini
Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi