Dalam sekejap, mata Wira tampak berbinar-binar. Dia bahkan menyunggingkan senyum misterius."Mengerti apa?" tanya Galang yang masih tidak memahami situasi di depan matanya.Wira bertanya balik, "Kamu nggak menyadari ada miasma di sini?"Galang seperti telah memahaminya, tetapi tidak juga. Wira meneruskan, "Orang-orang ini pingsan karena menghirup terlalu banyak miasma di sini. Makanya, mereka muntah busa dan pingsan, bahkan ada yang demam tinggi."Miasma adalah racun yang berasal dari alam. Ada yang fatal untuk nyawa dan ada yang hanya membuat orang jatuh pingsan. Untungnya, miasma di hutan ini tidak terlalu mengerikan. Jika tidak, semua orang ini pasti sudah meninggal sejak tadi."Pasti sulit kalau ingin membersihkan miasma di sini. Selain itu, dengan kemampuan yang sekarang, kita juga nggak bisa melakukannya," ujar Wira yang tampak merenung.Kemudian, Wira seketika membuka matanya dan berkata, "Kalau begitu, jangan bekerja di hutan ini lagi. Ambil kayu dari hutan lain saja supaya ngg
Dewina hanya bisa bersabar. Hingga malam hari, Wira akhirnya keluar dari ruang kerja dengan memegang secarik kertas."Cepat serahkan kertas ini kepada Tuan Osmaro. Suruh dia memproduksi yang banyak dalam waktu singkat ini," pesan Wira. Seorang pelayan buru-buru menghampiri, lalu mengambil kertas itu dan berlari ke luar.Di kejauhan, Dewina sedang duduk di depan meja baru. Dia menatap Wira dengan tidak puas. Wira meregangkan pinggang sebelum menghampiri dengan tersenyum. Kemudian, dia bertanya, "Siapa yang sudah membuat Dewina-ku marah?""Siapa lagi kalau bukan kamu? Hanya kamu yang bisa membuatku marah," sahut Dewina sembari memalingkan wajahnya."Kenapa? Memangnya apa yang kulakukan sampai kamu marah?" Raut wajah Wira tampak nakal seperti biasa."Kamu diam-diam meneliti makanan lezat di ruang kerja, tapi berusaha menghindari kami. Jangan-jangan, kamu nggak ingin melihat kita senang?" tanya Dewina dengan jengkel.Wira seketika memahaminya. Sepertinya, Dewina sudah salah paham. Kemudian
Di sebuah restoran. Setelah meninggalkan rumahnya, Wira langsung menuju ke restoran ini dan datang ke ruang privatnya.Ramath duduk di seberang Wira dan sampingnya adalah seorang wanita cantik yang mengenakan terusan panjang. Wanita ini terus menunduk karena tidak berani menatap mata Wira. Dia merasa sangat malu. Justru penampilannya yang seperti ini yang membuat orang makin kasihan padanya.Setelah mengamati wanita itu sesaat, Wira bertanya dengan nada datar, "Jadi, kamu putrinya Tuan Ramath? Cantik."Ramath tertawa, lalu melirik sekilas Ainur yang berada di sampingnya dan berucap, "Putriku jarang sekali keluar rumah, jadi kurang mengerti etiket. Tuan sudah masuk dari tadi, tapi dia nggak tahu cara menyapa. Tolong dimaklumi."Wira tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dia sama sekali tidak merasa keberatan. Lagi pula, dia bukan orang yang terlalu memperhatikan etiket."Tapi, kulihat Nona Ainur nggak tertarik padaku. Kalau memang begitu, lupakan saja pernikahan ini," ujar Wira.Ramat
Ramath adalah orang yang cerdik sehingga tidak akan melupakan keuntungan untuk diri sendiri. Tidak peduli dengan cara apa, yang penting dia bisa mendekatkan hubungannya dengan Wira. Jadi, sebelum datang ke Provinsi Lowala, dia telah memikirkan banyak cara.Cara pertama adalah menggunakan besi untuk memenangkan hati Wira. Asal tahu saja, jumlah besi yang dimilikinya sudah cukup untuk membuat semua kelompok iri. Ini juga merupakan batu loncatan yang baik baginya."Bukan masalah, tapi kapan aku bisa melihat besi-besi itu? Aku percaya pada Tuan Ramath, tapi aku lebih percaya pada mataku sendiri," ujar Wira sambil tersenyum.Ucapan ini cukup masuk akal. Ramath mengangguk sambil membalas, "Akan kuatur sekarang. Besok pagi, kamu sudah bisa melihat besi-besi itu. Baik itu kualitas ataupun kuantitasnya, aku jamin kamu akan merasa sangat puas!"Wira tersenyum, lalu mengambil gelasnya untuk bersulang. "Senang bekerja sama denganmu."Mereka meneguk habis anggur itu. Kemudian, Ramath melirik Ainur
"Dia ...." Ainur tampak ragu-ragu untuk berbicara. Dia teringat pada paras tampan Wira sekaligus kalimat bijaksananya itu. Jujur saja, Wira telah membuatnya terpesona dan jauh berbeda dari yang dibayangkannya.Ainan langsung bertanya, "Sepertinya, nggak sesuai dengan keinginanmu? Kalau begitu, aku akan membujuk Ayah. Pokoknya, aku nggak akan membiarkanmu menikah dengan orang yang nggak kamu cintai."Ainan duduk di samping meja dan menuangkan air untuk diri sendiri. Dilihat dari ekspresinya, dia terlihat sangat gusar.Kemudian, Ainan mulai mengomel, "Aku sangat kesal dengan sikap Ayah selama ini. Dia terlalu egois, kita ini hanya alatnya. Dia menikahkanku dengan pria jelek, sekarang aku seperti nggak punya suami karena si jelek itu terus bersenang-senang di luar. Bukankah Ayah sama dengan menjerumuskan kita ke lubang api?""Kehidupanku sudah sangat gawat, tapi Ayah masih ingin mencelakaimu. Pokoknya, aku nggak akan menyetujui pernikahan ini. Kalau dia bersikeras, aku akan memberimu uang
"Wira adalah penguasa Provinsi Lowala. Kerajaan Beluana dan Kerajaan Nuala sekalipun nggak berani menyinggungnya. Sembilan provinsi bisa tenang juga berkat dia. Pria ini bukan hanya cerdik, tapi juga seorang jenderal berbakat.""Aku yakin dia bisa memperluas wilayah dan memiliki pencapaian besar di kemudian hari. Kalau mengikutinya, masa depanmu pasti akan sangat cemerlang, bahkan Kakak harus mengandalkanmu," jelas Adanu segera.Ainan dan Ainur bertatapan, apa benar Wira sehebat itu?"Pantas saja, aku merasa dia sangat berwibawa saat melihatnya. Ternyata instingku nggak salah, dia memang genius berbakat," ucap Ainur.Ainan ikut berkata, "Aku yakin Kak Adanu nggak mungkin menipu kita. Kalau begitu, coba bicarakan dengan Ayah lagi. Kamu akan sangat beruntung kalau menikah dengan orang seperti itu. Keluarga kita pun akan mengandalkanmu kelak. Gimana menurutmu?"Manusia memang bisa berubah dengan cepat. Ainur tersenyum getir sambil menyahut, "Aku sudah bersikap lalai barusan, mungkin dia n
Setelah mengobrol sesaat, mereka bertiga kembali ke kamar masing-masing. Sementara itu, Wira dan Ramath juga sudah pergi setelah minum-minum cukup banyak.Di bawah langit malam, karena Wira sudah melakukan reformasi di Provinsi Lowala, tempat ini pun masih ramai meskipun sudah malam.Ada pasar malam di sekitar, banyak makanan, minuman, dan hiburan yang menarik perhatian orang-orang. Semua ini adalah ide Wira."Provinsi Lowala makin ramai saja ...," gumam Wira sambil melipat lengannya dan tertawa dengan puas.Mungkin, hanya dia seorang yang bisa membangun kota seperti ini. Bagaimanapun, pemikirannya lebih maju daripada orang-orang zaman sekarang. Orang biasa nggak mungkin bisa menang darinya.Ketika Wira sedang larut dalam pemandangan malam yang indah, terdengar seruan dari kerumunan. "Copet! Ada copet! Cepat hentikan dia!"Suasana seketika menjadi heboh. Wira tanpa sadar memandang ke arah sumber suara, lalu melihat sebuah sosok.Sosok itu mengenakan jubah polos, wajahnya ditutup kain
Sementara itu, si gadis masih menunggu di gang."Kukira kamu bakal kabur, sepertinya kamu nggak jahat-jahat amat," ucap Wira sambil tersenyum.Kemudian, Wira berkata, "Ya sudah, bawa aku temui ibumu. Kalau yang kamu bilang memang fakta, kuanggap masalah hari ini nggak terjadi dan aku akan mencarikan tabib terhebat untuk ibumu. Tapi, kalau kamu menipuku, jangan salahkan aku bertindak kejam. Meskipun kamu masih kecil, di mataku ini hanya ada kebaikan dan kejahatan."Meskipun nada bicara Wira tidak terdengar terlalu tegas, jelas dia sedang menceramahinya. Gadis di depannya ini lebih muda beberapa tahun daripada Ainur, paling-paling baru berumur 16 tahun. Meskipun masih terlihat kekanak-kanakan, dia memiliki paras yang cukup cantik."Aku sudah berubah. Sejak kamu mengeluarkan undang-undang dan perintah baru, aku nggak pernah mencuri lagi," gumam gadis itu dengan suara rendah."Hah? Sepertinya kamu sudah sering melakukannya? Kamu masih muda, tapi sudah mencuri barang. Memangnya kamu nggak k
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan
"Pakaiannya juga cukup bagus, sepertinya dia juga orang kaya. Dia nggak mungkin akan menipu kita, 'kan?"Melihat penampilan Wira, semua orang mulai goyah. Dalam situasi seperti ini, tidak ada makanan sama saja kehilangan harga diri. Mereka harus segera mencari makanan untuk bertahan hidup.Namun, orang-orang berpikir mereka juga harus menghemat tenaga mereka. Sudah kekurangan makanan setiap harinya pun masih harus melakukan banyak pekerjaan, bahkan manusia besi juga tidak akan tahan. Sekarang Wira memberikan mereka makanan gratis, mereka tentu saja tidak akan menolaknya."Aku percaya dengan kata-kata Tuan ini. Tuan ini terlihat sangat serius, jelas bukan orang yang akan menipu kita. Lagi pula, jumlah kita banyak. Kalau nanti kita nggak mendapat makanan, kita bisa langsung menyerangnya. Masa kita yang sebanyak ini nggak bisa mengalahkan dia seorang?" kata seorang pria paruh baya yang keluar dari kerumunan dan langsung mengangkat tangannya.Tak lama kemudian, banyak orang yang mulai mele
"Mereka semua datang ke sini bersama orang kaya di desa," jelas Sahim.Tadi Sahim dan yang lainnya sudah siap untuk membantu orang-orang itu, tetapi mereka menjadi enggan untuk ikut campur setelah mengetahui kenyataannya. Orang-orang itu sendiri yang sukarela membawa barang-barang itu, mereka yang akan mendapat masalah jika bersikeras membantu.Lagi pula, pihak yang satunya bersedia bekerja dan pihak yang satunya lagi bersedia memberi, pada dasarnya ini hanya transaksi bisnis."Kenapa berhenti?" Saat Sahim melaporkan situasinya pada Wira, terdengar suara dengan nada kesal dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari kereta dan langsung menatap orang-orang di sekitarnya."Apa lagi yang bisa kalian lakukan di sini? Bentar lagi kita akan tiba di kota. Setelah masuk ke sana, aku akan memberikan tujuh kilogram beras pada kalian sesuai kesepakatan. Kalau kalian terus membuang-buang waktu di sini, kalian nggak akan mendapatkan apa-apa," lanjut pria itu.Wira pun menatap
Melihat pemandangan di depan, Wira merasa sakit kepala. Apakah mereka menganggapnya sebagai orang yang sangat baik? "Kalian bahkan nggak tahu apa yang kulakukan, tapi langsung ingin mengikutiku. Kalian nggak takut aku akan membahayakan kalian?"Semua orang langsung menggelengkan kepala.Terutama Sahim, dia adalah orang pertama yang berkata, "Aku percaya dengan kepribadian Tuan. Penampilan Tuan terlihat begitu rapi, sama sekali nggak seperti orang jahat. Lagi pula, nggak ada orang lagi yang lebih jahat dari kami di dunia ini, 'kan? Aku juga percaya kelak aku pasti akan berguna kalau kami mengikuti Tuan. Aku pasti bisa mewujudkan semua ambisiku."Wira pun tersenyum dan bertanya-tanya apa ambisi orang ini. Dengan penampilan yang buruk, Sahim ini memberikan kesan yang buruk dan terlihat seperti orang jahat.Namun, setelah Wira pikirkan lagi, membiarkan orang-orang ini mengikutinya juga bukan pilihan yang buruk. Setidaknya mereka bisa melakukan beberapa hal sesuai kemampuan mereka dan tidak
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai