"Dia ...." Ainur tampak ragu-ragu untuk berbicara. Dia teringat pada paras tampan Wira sekaligus kalimat bijaksananya itu. Jujur saja, Wira telah membuatnya terpesona dan jauh berbeda dari yang dibayangkannya.Ainan langsung bertanya, "Sepertinya, nggak sesuai dengan keinginanmu? Kalau begitu, aku akan membujuk Ayah. Pokoknya, aku nggak akan membiarkanmu menikah dengan orang yang nggak kamu cintai."Ainan duduk di samping meja dan menuangkan air untuk diri sendiri. Dilihat dari ekspresinya, dia terlihat sangat gusar.Kemudian, Ainan mulai mengomel, "Aku sangat kesal dengan sikap Ayah selama ini. Dia terlalu egois, kita ini hanya alatnya. Dia menikahkanku dengan pria jelek, sekarang aku seperti nggak punya suami karena si jelek itu terus bersenang-senang di luar. Bukankah Ayah sama dengan menjerumuskan kita ke lubang api?""Kehidupanku sudah sangat gawat, tapi Ayah masih ingin mencelakaimu. Pokoknya, aku nggak akan menyetujui pernikahan ini. Kalau dia bersikeras, aku akan memberimu uang
"Wira adalah penguasa Provinsi Lowala. Kerajaan Beluana dan Kerajaan Nuala sekalipun nggak berani menyinggungnya. Sembilan provinsi bisa tenang juga berkat dia. Pria ini bukan hanya cerdik, tapi juga seorang jenderal berbakat.""Aku yakin dia bisa memperluas wilayah dan memiliki pencapaian besar di kemudian hari. Kalau mengikutinya, masa depanmu pasti akan sangat cemerlang, bahkan Kakak harus mengandalkanmu," jelas Adanu segera.Ainan dan Ainur bertatapan, apa benar Wira sehebat itu?"Pantas saja, aku merasa dia sangat berwibawa saat melihatnya. Ternyata instingku nggak salah, dia memang genius berbakat," ucap Ainur.Ainan ikut berkata, "Aku yakin Kak Adanu nggak mungkin menipu kita. Kalau begitu, coba bicarakan dengan Ayah lagi. Kamu akan sangat beruntung kalau menikah dengan orang seperti itu. Keluarga kita pun akan mengandalkanmu kelak. Gimana menurutmu?"Manusia memang bisa berubah dengan cepat. Ainur tersenyum getir sambil menyahut, "Aku sudah bersikap lalai barusan, mungkin dia n
Setelah mengobrol sesaat, mereka bertiga kembali ke kamar masing-masing. Sementara itu, Wira dan Ramath juga sudah pergi setelah minum-minum cukup banyak.Di bawah langit malam, karena Wira sudah melakukan reformasi di Provinsi Lowala, tempat ini pun masih ramai meskipun sudah malam.Ada pasar malam di sekitar, banyak makanan, minuman, dan hiburan yang menarik perhatian orang-orang. Semua ini adalah ide Wira."Provinsi Lowala makin ramai saja ...," gumam Wira sambil melipat lengannya dan tertawa dengan puas.Mungkin, hanya dia seorang yang bisa membangun kota seperti ini. Bagaimanapun, pemikirannya lebih maju daripada orang-orang zaman sekarang. Orang biasa nggak mungkin bisa menang darinya.Ketika Wira sedang larut dalam pemandangan malam yang indah, terdengar seruan dari kerumunan. "Copet! Ada copet! Cepat hentikan dia!"Suasana seketika menjadi heboh. Wira tanpa sadar memandang ke arah sumber suara, lalu melihat sebuah sosok.Sosok itu mengenakan jubah polos, wajahnya ditutup kain
Sementara itu, si gadis masih menunggu di gang."Kukira kamu bakal kabur, sepertinya kamu nggak jahat-jahat amat," ucap Wira sambil tersenyum.Kemudian, Wira berkata, "Ya sudah, bawa aku temui ibumu. Kalau yang kamu bilang memang fakta, kuanggap masalah hari ini nggak terjadi dan aku akan mencarikan tabib terhebat untuk ibumu. Tapi, kalau kamu menipuku, jangan salahkan aku bertindak kejam. Meskipun kamu masih kecil, di mataku ini hanya ada kebaikan dan kejahatan."Meskipun nada bicara Wira tidak terdengar terlalu tegas, jelas dia sedang menceramahinya. Gadis di depannya ini lebih muda beberapa tahun daripada Ainur, paling-paling baru berumur 16 tahun. Meskipun masih terlihat kekanak-kanakan, dia memiliki paras yang cukup cantik."Aku sudah berubah. Sejak kamu mengeluarkan undang-undang dan perintah baru, aku nggak pernah mencuri lagi," gumam gadis itu dengan suara rendah."Hah? Sepertinya kamu sudah sering melakukannya? Kamu masih muda, tapi sudah mencuri barang. Memangnya kamu nggak k
"Panggil saja aku Bunga, soalnya namaku berkaitan dengan itu. Kamu juga nggak perlu tahu nama asliku karena aku nggak suka," sahut gadis itu dengan cemberut."Hm? Biar kutebak, pasti namamu Sekar?" Wira menyeringai, lalu melipat lengannya di depan dada sambil menatap gadis itu."Sialan, kok kamu tahu! Aku nggak suka orang memanggil namaku!" Sekar menjulurkan lidahnya dan hendak menuju ke dalam gang.Sebelum berjalan jauh, Wira sontak meraih kerah bajunya dan menariknya kembali. "Bukannya kamu mau membawaku menemui ibumu? Kamu mau kabur, ya? Kalau ibumu nggak sakit, berarti kamu bohong dan aku nggak akan melepaskanmu lho."Nada bicara Wira terdengar agak kesal. Dia sangat pintar membaca karakter orang. Dia tahu Sekar ini adalah gadis yang polos, tetapi alasannya menguasai kemampuan mencopet yang begitu luar biasa masih belum diketahui. Namun, dia pasti bisa menemukan jawabannya setelah berhubungan lama dengan gadis ini."Ya, ya, kamu kira aku takut?" Sekar pun mengalah, lalu membawa Wir
Selagi wanita paruh baya itu tidak memperhatikan, Wira mengerlingkan matanya kepada Sekar. Bagaimanapun, dia terpaksa berbohong karena gadis ini."Maaf sudah merepotkanmu, Tuan." Wanita paruh baya itu berusaha untuk duduk, lalu meneruskan, "Aku masuk angin beberapa waktu lalu, sekarang menjadi makin lemas. Mungkin dia cemas padaku, makanya mencari bantuan. Tuan sangat baik karena sudah bersedia datang."Kemudian, wanita paruh baya itu berkata kepada Sekar, "Sekar, bantu aku nyalakan api. Aku akan masak untukmu nanti.""Aku saja yang masak, Ibu nggak perlu repot-repot," sahut Sekar. Kemudian, dia bersiap-siap untuk keluar.Wira pun mengikutinya. Dia tahu wanita paruh baya itu ingin berbicara berdua dengannya, tetapi ada sesuatu yang harus dilakukannya dulu."Ngapain kamu ikut keluar?" tanya Sekar sambil menatap Wira dengan heran.Wira mengeluarkan uang dari sakunya, lalu menyodorkannya dan berkata, "Kamu bisa pakai uang ini. Kalau nggak bisa masak, beli saja yang sudah jadi. Sisa uangny
Hanya dalam sekilas, Wira mampu menebak pemikiran wanita di depannya. Dia bertanya, "Kamu ingin aku mengadopsi Sekar?"Wanita paruh baya itu menjawab, "Benar. Aku nggak punya keluarga atau siapa pun yang bisa diandalkan di Provinsi Lowala. Karena kamu sudah datang ke sini, apalagi terlihat sangat hebat dan sepertinya adalah orang baik, jadi aku memberanikan diri untuk minta tolong padamu.""Tolong kasihani aku yang sudah sekarat ini, kabulkanlah permintaanku," ucap wanita paruh baya itu sambil terus bersujud. Meskipun batuk berulang kali, sikapnya tetap teguh.Wira bergegas membantunya berdiri, lalu segera berkata, "Sebenarnya, aku juga sangat menyukai Sekar. Gadis ini memang menarik. Aku juga ingin dia berada di sisiku."Tentunya, apa yang menarik bagi Wira bukanlah sosok Sekar. Dia memang merasa iba terhadap gadis itu, tetapi jauh lebih mengagumi triknya. Kemampuan Sekar dalam mencuri benar-benar langka. Terlebih dia sudah memiliki keahlian seperti itu ketika masih muda. Ke depannya
Wira hendak mengubah topik pembicaraan agar wanita paruh baya itu tidak merasa canggung. Namun, dia malah melambaikan tangan dan langsung berkata, "Karena kamu sudah bertanya, apalagi aku juga berutang budi padamu dan sekarang kamu akan mengadopsi Sekar, aku rasa nggak ada yang perlu disembunyikan lagi."Wanita paruh baya itu melanjutkan, "Sebenarnya, putriku bisa memahami semua itu karena ayahnya. Ayahnya bernama Fredy, dulunya dia adalah seorang pahlawan di hutan. Biasanya, dia merampok orang kaya untuk membantu orang miskin, jadi lama-kelamaan menguasai keterampilan ini. Sekar pun terpengaruh. Itu sebabnya, dia perlahan mahir dalam mencuri.""Tapi karena terjadi beberapa hal, Fredy akhirnya terjebak. Aku nggak ingin Sekar terus mencuri supaya nggak bernasib sama dengan ayahnya ...." Menurut wanita paruh baya itu, Fredy mungkin sudah meninggal. Kalau tidak, kenapa pria itu tidak pernah muncul lagi?Kalau Fredy benar-benar bersembunyi, itu hanya akan membuktikan bahwa pria itu adalah
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala
Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot
Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den
Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini
Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi
Tak lama kemudian, obor mulai dinyalakan satu per satu.Di dalam hutan, Wira melihat cahaya obor yang menyala di kejauhan dan langsung tertegun."Apa yang dilakukan jenderal musuh ini? Kenapa dia menyalakan obor pada saat seperti ini?"Meskipun hari sudah gelap, cara terbaik untuk menangkap mereka seharusnya adalah dengan bersembunyi dalam kegelapan. Namun, musuh malah menyalakan obor, seolah-olah sengaja membocorkan posisi mereka sendiri.Adjie juga terkejut melihat tindakan aneh musuh ini. Setelah memastikan orang-orangnya sudah bersembunyi di tempat yang aman, dia mendekati Wira dan bertanya, "Tuan, apa yang dilakukan mereka? Menyalakan obor di saat seperti ini? Apa jenderal mereka nggak waras?"Wira tertawa kecil. Dia sendiri tidak menyangka musuh akan bertindak seperti ini. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Haha ... jenderal mereka benar-benar menarik. Menyalakan obor di saat seperti ini, apa dia khawatir pasukannya mati terlalu lambat?"Namun, ada pepatah yang mengatakan ba
Keduanya langsung mengiakan, lalu membawa perlengkapan mereka dan pergi.Setelah mereka pergi, Adjie berbisik, "Tuan, 500 orang melawan 1.000. Kalau kita bisa menanganinya dengan baik, kita pasti bisa membasmi mereka semua di sini."Wira tersenyum. Sebelumnya, dia masih memikirkan bagaimana cara menyerang gerbang kota saat fajar. Sekarang, setelah mendengar kabar bahwa musuh telah menyusup, dia akhirnya menemukan jawabannya.Beberapa saat kemudian, Wira bertanya, "Adjie, kamu tahu strategi menangkap pemimpin untuk mengalahkan pasukan, 'kan?"Mendengar ini, Adjie tertegun sejenak. Tentu saja dia tahu strategi tersebut. Dia seperti menyadari sesuatu. Matanya berbinar saat membalas, "Tuan ingin menangkap pemimpin mereka? Kalau itu berhasil, pasukan mereka pasti akan kehilangan arah dan hancur dengan sendirinya!"Wira tersenyum dan mengangguk, lalu berucap dengan suara pelan, "Atur 100 orang dan sembunyikan mereka di kegelapan. Aku sendiri akan memancing mereka. Kalau kalian menemukan pemi
Setelah mendengar perkataan Adjie, Nafis dan Agha langsung menoleh ke arah Wira. Meskipun rencana Adjie terdengar cukup baik, keputusan akhir tetap harus dibuat oleh Wira.Wira menatap peta, lalu tersenyum dan mengangguk sambil berkata, "Rencana ini cukup bagus, persis dengan yang kupikirkan. Apa sudah ada informasi tentang jenderal besar yang menjaga kota?"Nafis mengangguk dan menjawab, "Sudah kami selidiki. Namanya Kunaf. Kabarnya, dia diangkat langsung oleh Bimala. Sekarang setelah suku utara dikuasai oleh Baris dan kelompoknya, kemungkinan besar semua urusan juga ditangani oleh Bimala."Mendengar ini, Wira tetap mempertahankan ekspresi datarnya. Saat ini, dia belum bisa memastikan apakah Bobby masih hidup atau tidak. Hanya saja, kalaupun Bobby masih hidup, situasinya pasti sangat berbahaya.Namun, ini bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Wira menggeleng, lalu menatap peta dan berkata dengan perlahan, "Kita akan membagi pasukan menjadi 2. Saat menjelang fajar, Nafis akan ikut de
Sambil berbicara, Agha tiba-tiba mengeluarkan seekor merpati dari pelukannya. Di kakinya, terikat sepotong bambu kecil berisi pesan tertulis.Wira merasa lebih tenang dan memerintahkan dengan suara rendah, "Bacakan!"Sama seperti mereka, Wira juga diliputi kekhawatiran. Namun, sebagai pemimpin tertinggi, semua orang boleh panik, kecuali dirinya. Jika dia kehilangan ketenangannya, seluruh pasukan akan jatuh dalam kekacauan.Agha mengangguk, segera menarik kertas dari bambu itu dan mulai membacanya."Salam kepada Tuan Wira, Hayam akan melapor. Aku telah berhasil meminta bala bantuan dari Kerajaan Nuala sebanyak 200.000 pasukan. Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan bersama Jenderal Trenggi menuju perbatasan. Diperkirakan akan tiba dalam 2 hari!"Dua ratus ribu pasukan, dua hari perjalanan. Kecepatan ini tidak bisa dianggap lambat.Wira tersenyum dan segera berdiri. "Bawa peta ke sini!"Mendengar ini, Nafis terlihat bersemangat dan segera mengambil peta, lalu membentangkannya di tanah.