"Semua pedagang bisa melakukan jual beli. Jadi, kamu tenang saja. Kalau dia sendiri yang berinisiatif datang mencarimu untuk kerja sama, kamu berikan saja kesempatan ini padanya. Hal ini juga menguntungkan bagimu. Kenapa nggak gunakan kesempatan ini saja?"Wira mengangguk, lalu tertawa. "Baiklah, aku akan percaya padamu kali ini.""Kamu memang harus percaya padaku. Bagaimanapun, aku ini mata-matamu." Biantara tertawa sejenak, kemudian dilanjutkan dengan obrolan singkat antara keduanya sebelum Biantara pergi.Berkat penemuan katrol, pekerjaan pembangunan juga berjalan semakin cepat dan mengurangi beban kerja semua orang. Tentu saja semua orang merasa sangat senang. Bisa dibilang, semuanya sangat bersemangat dalam menjalankan pekerjaan mereka.Pagi-pagi sekali, Wira telah bergegas ke lokasi pembangunan. Sejauh mata memandang, Wira melihat fondasi batu telah mulai dibentuk dan semua orang sedang sibuk bekerja."Tuan Wira sudah datang ya." Salah seorang pekerja bergegas menghampiri Wira da
"Mereka muntah dan diare, tapi semua ini hanya gejala masuk angin. Kami jauh lebih menderita saat nggak dapat makan. Sekarang mereka tetap bisa makan meskipun sakit, 'kan?" jawab Galang.Ketika Galang hendak mengalihkan topik pembicaraan, seorang pemuda tiba-tiba menghampiri dengan tergesa-gesa. Pemuda itu berkata dengan napas terengah-engah, "Kak Galang, ini gawat, ada yang meninggal ...."Meninggal? Bukankah situasi seperti ini sangat gawat? Ekspresi Wira pun berubah. Sebelum Galang bertanya, Wira sudah memerintahkan dengan dingin, "Cepat bawa aku ke sana."Galang tidak berani bersikap lalai. Dia segera membawa sekelompok orang dan Wira menuju bagian dalam lokasi konstruksi.Di arena istirahat, terlihat beberapa pria sedang berbaring. Mereka batuk tanpa henti, bahkan ada muntahan di lantai sehingga udara di sini sangat bau.Ketika melihat situasi ini, Wira tanpa sadar menutup hidungnya sambil menginstruksi, "Cepat buka semua jendela supaya ada sirkulasi udara."Wira bukan berasal dar
Tabib yang datang dari kota memeriksa di dalam selama 2 jam sebelum akhirnya keluar. Wira dan Galang buru-buru maju untuk bertanya. "Tuan Wira, kondisi orang-orang di dalam kurang baik. Tapi, kamu tenang saja. Mereka bukan terkena wabah, tapi keracunan.""Racun ini sangat aneh. Nggak akan langsung membunuh, tapi sangat menyiksa. Toksisitasnya nggak terlalu tinggi, apalagi tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri. Jadi, mungkin dalam seminggu, mereka akan pulih kembali," jelas tabib itu.Ternyata begitu, Wira pun merasa lebih lega sekarang. Syukurlah kalau bukan wabah. Sementara itu, tabib itu meneruskan, "Maaf kalau aku lancang, tapi aku nggak pernah melihat racun seperti ini. Aku nggak bisa menyembuhkan mereka dalam waktu singkat. Kalau Tuan Wira nggak percaya padaku, silakan cari tabib lain."Tabib itu menghela napas. Dia sudah berkecimpung di bidang medis selama bertahun-tahun, tetapi tidak pernah bertemu situasi seperti ini."Karena kamu sudah menjelaskan se
Saat ini, seseorang tiba-tiba berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. "Kak Galang, Tuan Wira, gawat! Waktu kami pergi mengambil batu dan kayu tadi, ada yang jatuh pingsan lagi! Gejalanya pun sama dengan yang sebelumnya! Mereka memuntahkan busa dan suhu tubuh terus meningkat!"Wira dan Galang bertatapan. Sepertinya, mereka tidak memerlukan waktu untuk menyelidikinya lagi. Masalahnya sudah ditemukan.Keduanya bergegas menuju ke hutan. Banyak orang yang berkerumun di sana, tetapi tidak ada yang berani mendekati orang-orang yang jatuh pingsan. Kerumunan sibuk bergosip."Apa ada siluman di hutan ini?""Sepertinya begitu.""Kalau nggak ada siluman, kenapa mereka tiba-tiba jatuh pingsan?""Kudengar tempat ini dulunya kuburan massal. Pantas saja, aku meras ngeri setiap kali masuk.""Ehem, ehem." Wira berdeham.Orang-orang pun bergeser saat melihat kedatangan Wira dan Galang.Wira menenangkan orang-orang, "Nggak ada hal seperti itu di dunia ini, jangan menakuti diri sendiri. Segala sesuatu di
Dalam sekejap, mata Wira tampak berbinar-binar. Dia bahkan menyunggingkan senyum misterius."Mengerti apa?" tanya Galang yang masih tidak memahami situasi di depan matanya.Wira bertanya balik, "Kamu nggak menyadari ada miasma di sini?"Galang seperti telah memahaminya, tetapi tidak juga. Wira meneruskan, "Orang-orang ini pingsan karena menghirup terlalu banyak miasma di sini. Makanya, mereka muntah busa dan pingsan, bahkan ada yang demam tinggi."Miasma adalah racun yang berasal dari alam. Ada yang fatal untuk nyawa dan ada yang hanya membuat orang jatuh pingsan. Untungnya, miasma di hutan ini tidak terlalu mengerikan. Jika tidak, semua orang ini pasti sudah meninggal sejak tadi."Pasti sulit kalau ingin membersihkan miasma di sini. Selain itu, dengan kemampuan yang sekarang, kita juga nggak bisa melakukannya," ujar Wira yang tampak merenung.Kemudian, Wira seketika membuka matanya dan berkata, "Kalau begitu, jangan bekerja di hutan ini lagi. Ambil kayu dari hutan lain saja supaya ngg
Dewina hanya bisa bersabar. Hingga malam hari, Wira akhirnya keluar dari ruang kerja dengan memegang secarik kertas."Cepat serahkan kertas ini kepada Tuan Osmaro. Suruh dia memproduksi yang banyak dalam waktu singkat ini," pesan Wira. Seorang pelayan buru-buru menghampiri, lalu mengambil kertas itu dan berlari ke luar.Di kejauhan, Dewina sedang duduk di depan meja baru. Dia menatap Wira dengan tidak puas. Wira meregangkan pinggang sebelum menghampiri dengan tersenyum. Kemudian, dia bertanya, "Siapa yang sudah membuat Dewina-ku marah?""Siapa lagi kalau bukan kamu? Hanya kamu yang bisa membuatku marah," sahut Dewina sembari memalingkan wajahnya."Kenapa? Memangnya apa yang kulakukan sampai kamu marah?" Raut wajah Wira tampak nakal seperti biasa."Kamu diam-diam meneliti makanan lezat di ruang kerja, tapi berusaha menghindari kami. Jangan-jangan, kamu nggak ingin melihat kita senang?" tanya Dewina dengan jengkel.Wira seketika memahaminya. Sepertinya, Dewina sudah salah paham. Kemudian
Di sebuah restoran. Setelah meninggalkan rumahnya, Wira langsung menuju ke restoran ini dan datang ke ruang privatnya.Ramath duduk di seberang Wira dan sampingnya adalah seorang wanita cantik yang mengenakan terusan panjang. Wanita ini terus menunduk karena tidak berani menatap mata Wira. Dia merasa sangat malu. Justru penampilannya yang seperti ini yang membuat orang makin kasihan padanya.Setelah mengamati wanita itu sesaat, Wira bertanya dengan nada datar, "Jadi, kamu putrinya Tuan Ramath? Cantik."Ramath tertawa, lalu melirik sekilas Ainur yang berada di sampingnya dan berucap, "Putriku jarang sekali keluar rumah, jadi kurang mengerti etiket. Tuan sudah masuk dari tadi, tapi dia nggak tahu cara menyapa. Tolong dimaklumi."Wira tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dia sama sekali tidak merasa keberatan. Lagi pula, dia bukan orang yang terlalu memperhatikan etiket."Tapi, kulihat Nona Ainur nggak tertarik padaku. Kalau memang begitu, lupakan saja pernikahan ini," ujar Wira.Ramat
Ramath adalah orang yang cerdik sehingga tidak akan melupakan keuntungan untuk diri sendiri. Tidak peduli dengan cara apa, yang penting dia bisa mendekatkan hubungannya dengan Wira. Jadi, sebelum datang ke Provinsi Lowala, dia telah memikirkan banyak cara.Cara pertama adalah menggunakan besi untuk memenangkan hati Wira. Asal tahu saja, jumlah besi yang dimilikinya sudah cukup untuk membuat semua kelompok iri. Ini juga merupakan batu loncatan yang baik baginya."Bukan masalah, tapi kapan aku bisa melihat besi-besi itu? Aku percaya pada Tuan Ramath, tapi aku lebih percaya pada mataku sendiri," ujar Wira sambil tersenyum.Ucapan ini cukup masuk akal. Ramath mengangguk sambil membalas, "Akan kuatur sekarang. Besok pagi, kamu sudah bisa melihat besi-besi itu. Baik itu kualitas ataupun kuantitasnya, aku jamin kamu akan merasa sangat puas!"Wira tersenyum, lalu mengambil gelasnya untuk bersulang. "Senang bekerja sama denganmu."Mereka meneguk habis anggur itu. Kemudian, Ramath melirik Ainur
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan
"Pakaiannya juga cukup bagus, sepertinya dia juga orang kaya. Dia nggak mungkin akan menipu kita, 'kan?"Melihat penampilan Wira, semua orang mulai goyah. Dalam situasi seperti ini, tidak ada makanan sama saja kehilangan harga diri. Mereka harus segera mencari makanan untuk bertahan hidup.Namun, orang-orang berpikir mereka juga harus menghemat tenaga mereka. Sudah kekurangan makanan setiap harinya pun masih harus melakukan banyak pekerjaan, bahkan manusia besi juga tidak akan tahan. Sekarang Wira memberikan mereka makanan gratis, mereka tentu saja tidak akan menolaknya."Aku percaya dengan kata-kata Tuan ini. Tuan ini terlihat sangat serius, jelas bukan orang yang akan menipu kita. Lagi pula, jumlah kita banyak. Kalau nanti kita nggak mendapat makanan, kita bisa langsung menyerangnya. Masa kita yang sebanyak ini nggak bisa mengalahkan dia seorang?" kata seorang pria paruh baya yang keluar dari kerumunan dan langsung mengangkat tangannya.Tak lama kemudian, banyak orang yang mulai mele
"Mereka semua datang ke sini bersama orang kaya di desa," jelas Sahim.Tadi Sahim dan yang lainnya sudah siap untuk membantu orang-orang itu, tetapi mereka menjadi enggan untuk ikut campur setelah mengetahui kenyataannya. Orang-orang itu sendiri yang sukarela membawa barang-barang itu, mereka yang akan mendapat masalah jika bersikeras membantu.Lagi pula, pihak yang satunya bersedia bekerja dan pihak yang satunya lagi bersedia memberi, pada dasarnya ini hanya transaksi bisnis."Kenapa berhenti?" Saat Sahim melaporkan situasinya pada Wira, terdengar suara dengan nada kesal dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari kereta dan langsung menatap orang-orang di sekitarnya."Apa lagi yang bisa kalian lakukan di sini? Bentar lagi kita akan tiba di kota. Setelah masuk ke sana, aku akan memberikan tujuh kilogram beras pada kalian sesuai kesepakatan. Kalau kalian terus membuang-buang waktu di sini, kalian nggak akan mendapatkan apa-apa," lanjut pria itu.Wira pun menatap
Melihat pemandangan di depan, Wira merasa sakit kepala. Apakah mereka menganggapnya sebagai orang yang sangat baik? "Kalian bahkan nggak tahu apa yang kulakukan, tapi langsung ingin mengikutiku. Kalian nggak takut aku akan membahayakan kalian?"Semua orang langsung menggelengkan kepala.Terutama Sahim, dia adalah orang pertama yang berkata, "Aku percaya dengan kepribadian Tuan. Penampilan Tuan terlihat begitu rapi, sama sekali nggak seperti orang jahat. Lagi pula, nggak ada orang lagi yang lebih jahat dari kami di dunia ini, 'kan? Aku juga percaya kelak aku pasti akan berguna kalau kami mengikuti Tuan. Aku pasti bisa mewujudkan semua ambisiku."Wira pun tersenyum dan bertanya-tanya apa ambisi orang ini. Dengan penampilan yang buruk, Sahim ini memberikan kesan yang buruk dan terlihat seperti orang jahat.Namun, setelah Wira pikirkan lagi, membiarkan orang-orang ini mengikutinya juga bukan pilihan yang buruk. Setidaknya mereka bisa melakukan beberapa hal sesuai kemampuan mereka dan tidak
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai