Sesudah sibuk seharian, semua orang merasa cukup lelah. Orang-orang pun pergi, menyisakan Osmaro sendirian di ruangan."Tuan Osmaro, kamu juga sudah mendengar yang mereka katakan tadi. Sekarang semua orang hanya ingin segera melakukan pertarungan besar-besaran dengan Bhurek dan menguasai seluruh Kerajaan Beluana.""Tapi, itu berarti kita harus menghadapi ratusan ribu pasukan yang dipimpin oleh Bhurek. Dari segi jumlah, kita tentu kalah. Kalau pertarungan terjadi sekarang, tentunya nggak ada keuntungan untuk pasukan kita.""Tapi, yang dikatakan para jenderal juga benar. Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk bertempur dengan Kerajaan Beluana. Bagaimanapun, wilayah Kerajaan Beluana jauh lebih banyak daripada kita. Kalau terus ditunda, pasukan dan pangan mereka hanya akan bertambah banyak. Sementara itu, kita yang hanya punya satu provinsi nggak akan sanggup bertahan," jelas Wira.Meskipun Wira seorang jenderal besar, dia memiliki banyak kerisauan, yaitu cara menyusun strategi. Nyawa sem
Semua urusan militer diserahkan kepada Danu dan Doddy, sedangkan Osmaro menjadi bintara. Tidak peduli keputusan apa pun yang diambil oleh Danu dan Doddy, mereka harus membahasnya dengan Osmaro terlebih dahulu. Hanya setelah mendapatkan persetujuan Osmaro, mereka baru bisa menjalankan rencana.Kabar kepergian Wira tidak tersebar di kalangan militer karena hanya diberitahukan kepada para jenderal. Danu dan Doddy mendapatkan perintah militer dan tampak murung sekarang. Mereka pun sedang minum di kamp."Apa yang sebenarnya dipikirkan Kak Wira? Dia seharusnya memberikan kekuasaan kepada kita, kenapa malah menunjuk Osmaro menjadi bintara? Kita harus melaporkan semuanya kepada Bintara sebelum bertindak? Bukankah itu berarti kita bawahannya?" tanya Doddy dengan kesal.Doddy memang sangat setia pada Wira, bahkan bersedia mengorbankan nyawanya untuk Wira. Lagi pula, tanpa pertolongan Wira dulu, mana mungkin dia masih bisa hidup sampai sekarang? Doddy bukan orang yang tidak tahu berterima kasih.
Semua orang di jalan sontak berlutut dan bersujud kepada Wira. Wira pun melirik sekilas ke luar tandu, lalu menggeleng sambil berkata, "Kalian nggak perlu sesungkan ini, berdirilah."Jihan menepuk bahu Wira dan berucap, "Biarkan saja, sudah seharusnya mereka menghormatimu seperti ini. Kalau nggak ada kamu, mereka pasti sudah menderita karena peperangan. Aku saja harus berterima kasih padamu. Kalau aku bukan penguasa Kerajaan Nuala, aku pasti sudah bersujud untuk mengungkapkan rasa syukurku."Wira pun terkekeh-kekeh mendengarnya. Lelucon macam apa ini? Jihan yang sekarang jelas berbeda dengan yang dulu, mana mungkin Wira membiarkannya bersujud?Ketika mereka masih asyik mengobrol, tandu sudah tiba di depan istana. Seperti yang Jihan katakan, para kasim dan pelayan telah menghidangkan makanan. Akan tetapi, karena Wira tidak menyukai keramaian, Jihan mengatur perjamuan ini di kamarnya dan hanya ada beberapa kasim serta pelayan yang melayani, tidak ada menteri lainnya.Wira mengamati kamar
Meskipun demikian, kekuasaan Jihan masih saja memerosot, begitu pula kekuatan nasional. Kerajaan Nuala yang sekarang tidak sehebat dulu lagi."Wira, aku tentu bersedia bekerja sama dengan kalian tanpa bermaksud untuk saling bergantung. Hanya saja, kamu pasti tahu Kerajaan Agrel terus mengincar Kerajaan Nuala. Selama pertempuran kalian dengan Ciputra, Kerajaan Nuala sama sekali tidak menganggur, melainkan terus berperang melawan Kerajaan Agrel.""Kalau aku memimpin pasukan untuk membantu kalian melawan Kerajaan Beluana, Kerajaan Agrel pasti akan merajalela. Mereka mungkin akan melancarkan serangan besar-besaran dan situasi pun nggak akan membaik.""Yang paling mengesalkan adalah aku dan Ciputra adalah kerabat, ada darah yang sama mengalir di tubuh kami. Sementara itu, Kerajaan Agrel hanya orang luar. Atas dasar apa mereka ingin merebut sembilan provinsi kita?"Jihan makin murka saat menjelaskan semua ini. Meskipun seorang wanita, dia sangat cinta tanah air dan tidak ingin menyerahkan wi
Sepanjang malam, Wira dan Jihan minum-minum sembari membicarakan kejadian masa lalu. Keduanya melewati malam ini dengan sangat nyaman.Faktanya, Wira sama sekali tidak membenci Jihan, juga tidak peduli siapa yang menjadi penguasa. Waktu itu, Wira hanya ingin hidup dalam zona nyaman bersama orang-orang yang dicintainya. Wira tidak pernah meminta lebih.Sahabat, wanita, dan kekayaan. Wira memiliki semuanya, dia sangat menikmati hidupnya. Namun, perselisihan di dunia membuat semuanya berubah. Tidak mungkin baginya untuk hanya melindungi Dusun Darmadi.Apabila Ciputra menguasai kesembilan provinsi, Wira pasti akan diincar olehnya. Itu sebabnya, dia terpaksa melawan Ciputra agar dirinya tidak berada dalam bahaya di kemudian hari.Pagi harinya, Wira langsung berkemas dan menuju ke utara. Dia harus segera menemui Senia. Hanya dengan mengatasi semua masalah ini, Wira baru bisa berperang mati-matian dengan Bhurek. Perang ini memang tidak dapat dihindari. Asalkan mengatur semuanya dengan baik, d
Para jenderal yang berdiri di belakang sontak mengangguk sebagai tanda setuju. Bagaimanapun, siapa pun yang bisa duduk semeja dengan Wira akan merasa sangat terhormat, bahkan jauh lebih terhormat daripada semeja dengan Jihan."Baiklah! Kita akan bersenang-senang nanti!" sahut Wira sambil tersenyum lebar.Tidak berselang lama, setelah mereka tiba di luar kota, Fahim menunjuk gunung di kejauhan sembari bertanya, "Tuan Wira, kamu sudah lihat gunung bersalju di depan itu? Semua orang Kerajaan Agrel bersembunyi di sana. Mereka pintar bertempur di pegunungan sehingga mendirikan kemah di sana sekaligus mencegah kita menyerang. Selain itu, mereka bisa melihat semuanya dari ketinggian itu."Ketika mendengar penjelasan Fahim, jenderal lain di belakang tampak berekspresi masam. Mereka adalah jenderal muda yang dipromosikan oleh Jihan. Sejak kecil, mereka telah belajar banyak, jadi termasuk jenderal berbakat.Hanya saja, meskipun memiliki begitu banyak pasukan, sampai sekarang mereka hanya bisa me
"Segera laporkan kepada Jenderal!" Selesai mengatakan itu, jenderal itu menyuruh para prajurit untuk meletakkan senjata masing-masing dan tidak berani mengambil tindakan lain.Bagaimanapun, semua orang tahu Wira berteman baik dengan Senia, tidak mungkin ada yang berani menyinggungnya.Dalam sekejap, seorang jenderal yang dikelilingi oleh para prajurit muncul di hadapan Wira. Setelah mengamati dengan saksama, Wira mendapati bahwa orang itu adalah Dwipangga yang dikenalnya."Tuan Wira, ternyata memang kamu!" sapa Dwipangga."Kita sudah lama nggak ketemu, ternyata kamu sudah menjadi jenderal?" sahut Wira yang menepuk bahu Dwipangga sambil tersenyum. Hubungan mereka memang cukup dekat."Semua ini karena Ibu Suri memercayaiku. Ayo, silakan masuk," ujar Dwipangga dengan antusias.Tidak berselang lama, Wira sampai di kamp Kerajaan Agrel. Tempat ini bukan hanya bersih, tetapi ada banyak penjaga rahasia yang bersembunyi di kegelapan. Persiapan mereka benar-benar matang.Setelah memperkirakan se
Senia terkesiap mendengarnya. Dia tidak menyangka Wira memiliki keinginan seperti itu. Ide ini memang bagus, tetapi tidak mudah untuk dijalankan.Senia tertawa dan berkata, "Begini, hubungan kita cukup dekat, jadi aku nggak akan mengabaikan harga dirimu. Tapi, hal ini tentu nggak berlaku untuk orang lain. Adapun hasilnya, semua tergantung pada sikap semua orang.""Baiklah." Malam itu juga, Wira langsung kembali ke Kabupaten Astra tanpa sempat makan bersama Senia.Di kantor pemerintah Kabupaten Astra. Fahim bertanya dengan tidak sabar, "Tuan Wira! Kamu sudah selesai bernegosiasi dengan mereka? Gimana situasinya?"Pertempuran telah terjadi selama bertahun-tahun. Meskipun ingin memberikan kontribusi, mereka tentu harus memastikan situasi terlebih dahulu. Bagaimanapun, butuh pengorbanan besar sebelum seseorang bisa berhasil.Jika pertempuran ini terus berlanjut, bukan hanya prajurit mereka yang akan gugur, tetapi rakyat juga terpaksa mengungsi. Ini bukan hasil yang mereka inginkan."Bisa d
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan
"Pakaiannya juga cukup bagus, sepertinya dia juga orang kaya. Dia nggak mungkin akan menipu kita, 'kan?"Melihat penampilan Wira, semua orang mulai goyah. Dalam situasi seperti ini, tidak ada makanan sama saja kehilangan harga diri. Mereka harus segera mencari makanan untuk bertahan hidup.Namun, orang-orang berpikir mereka juga harus menghemat tenaga mereka. Sudah kekurangan makanan setiap harinya pun masih harus melakukan banyak pekerjaan, bahkan manusia besi juga tidak akan tahan. Sekarang Wira memberikan mereka makanan gratis, mereka tentu saja tidak akan menolaknya."Aku percaya dengan kata-kata Tuan ini. Tuan ini terlihat sangat serius, jelas bukan orang yang akan menipu kita. Lagi pula, jumlah kita banyak. Kalau nanti kita nggak mendapat makanan, kita bisa langsung menyerangnya. Masa kita yang sebanyak ini nggak bisa mengalahkan dia seorang?" kata seorang pria paruh baya yang keluar dari kerumunan dan langsung mengangkat tangannya.Tak lama kemudian, banyak orang yang mulai mele
"Mereka semua datang ke sini bersama orang kaya di desa," jelas Sahim.Tadi Sahim dan yang lainnya sudah siap untuk membantu orang-orang itu, tetapi mereka menjadi enggan untuk ikut campur setelah mengetahui kenyataannya. Orang-orang itu sendiri yang sukarela membawa barang-barang itu, mereka yang akan mendapat masalah jika bersikeras membantu.Lagi pula, pihak yang satunya bersedia bekerja dan pihak yang satunya lagi bersedia memberi, pada dasarnya ini hanya transaksi bisnis."Kenapa berhenti?" Saat Sahim melaporkan situasinya pada Wira, terdengar suara dengan nada kesal dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari kereta dan langsung menatap orang-orang di sekitarnya."Apa lagi yang bisa kalian lakukan di sini? Bentar lagi kita akan tiba di kota. Setelah masuk ke sana, aku akan memberikan tujuh kilogram beras pada kalian sesuai kesepakatan. Kalau kalian terus membuang-buang waktu di sini, kalian nggak akan mendapatkan apa-apa," lanjut pria itu.Wira pun menatap
Melihat pemandangan di depan, Wira merasa sakit kepala. Apakah mereka menganggapnya sebagai orang yang sangat baik? "Kalian bahkan nggak tahu apa yang kulakukan, tapi langsung ingin mengikutiku. Kalian nggak takut aku akan membahayakan kalian?"Semua orang langsung menggelengkan kepala.Terutama Sahim, dia adalah orang pertama yang berkata, "Aku percaya dengan kepribadian Tuan. Penampilan Tuan terlihat begitu rapi, sama sekali nggak seperti orang jahat. Lagi pula, nggak ada orang lagi yang lebih jahat dari kami di dunia ini, 'kan? Aku juga percaya kelak aku pasti akan berguna kalau kami mengikuti Tuan. Aku pasti bisa mewujudkan semua ambisiku."Wira pun tersenyum dan bertanya-tanya apa ambisi orang ini. Dengan penampilan yang buruk, Sahim ini memberikan kesan yang buruk dan terlihat seperti orang jahat.Namun, setelah Wira pikirkan lagi, membiarkan orang-orang ini mengikutinya juga bukan pilihan yang buruk. Setidaknya mereka bisa melakukan beberapa hal sesuai kemampuan mereka dan tidak
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai