"Kenapa kalian bertiga diam saja? Cepat ceritakan semuanya! Kalian masih mau menunggu Biksu Hasto bertanya?" tegur Zarina.Abbas baru bereaksi sekarang. Aura yang dipancarkan Hasto terlalu kuat barusan, jadi membuatnya terperangah untuk sesaat."Biksu Hasto, semalam kami bertiga minum-minum bersama Kak Wira karena merasa senang bisa berteman dengannya. Kami nggak tahu toleransi alkohol Kak Wira serendah itu. Setelah mabuk, dia memaksa kami membawanya ke kamar Kak Zarina. Kami melihat dengan mata kepala sendiri, dia masuk ke kamar Kak Zarina!" ucap Abbas yang sudah menyiapkan kebohongan ini sejak awal.Wira pun mendengus dingin mendengarnya. Lancar sekali pria ini berbohong. Sementara itu, Hasto langsung menatap kedua teman Abbas dan bertanya, "Kalian benar-benar melihatnya?"Tanpa berani mengangkat kepala, kedua murid dalam itu segera mengangguk dengan kuat. Setelah melihat ini, Wira bertanya, "Kapan kalian melihatku masuk ke kamar Kak Zarina?""Kak Wira, masalah sudah seperti ini, men
"Aku ingat! Pria itu punya tahi lalat merah di bahu kirinya! Tolong tunjukkan bahu kiri kalian kepadaku!" seru Zarina. Kemudian, dia menatap Wira, Abbas, dan kedua murid dalam itu. Keempat pria ini adalah tersangka utama sekarang.Abbas pun termangu sesaat. Dia tidak menyangka Zarina akan mengingat hal sedetail itu, ini gawat! Dahi Abbas mulai berkeringat, sekujur tubuhnya juga gemetaran.Wira pun menyadari kepanikan Abbas ini. Ternyata, yang berhubungan badan dengan Zarina memang Abbas."Baik, akan kutunjukkan kepada Kak Zarina." Selesai mengatakan itu, Wira menyobek bajunya untuk memperlihatkan bahunya yang mulus tanpa tahi lalat apa pun.Kedua murid dalam itu juga melepaskan pakaian mereka. Sama seperti Wira, tidak terlihat tahi lalat apa pun. Itu artinya, hanya tersisa Abbas sekarang."Abbas, kenapa kamu nggak melepaskan bajumu?" tanya Hasto sembari menatapnya dengan tajam. Dia tentu menyadari kejanggalan ini.Abbas ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetaran. "Aku ...." Dia terbat
"Apanya? Wira, kenapa diam saja? Cepat lepaskan bajunya! Aku mau lihat!" perintah Hasto. Dia tidak akan menoleransi hal memalukan seperti ini terjadi di Sekte Langit.Mendengar itu, Wira perlahan-lahan maju. Abbas pun mundur ketakutan. Tampak jelas kepanikan pada sorot matanya."Jangan mendekat! Cepat mundur!" seru Abbas. Jika ketahuan dirinya yang melakukan semua itu, Zarina pasti akan mencabik-cabik dirinya. Juan dan Hasto juga tidak mungkin mengampuninya."Apa kamu pernah dengar, manusia harus bertanggung jawab atas perbuatan sendiri?" tanya Wira yang langsung berkelebat ke hadapan Abbas. Dia meraih kerah baju Abbas dan merobeknya hingga terlihat tahi lalat merah di bahu kiri."Ternyata memang kamu pelakunya! Sebagai murid dalam, kamu berani mencelakai kakak seniormu dan meracuni orang? Luar biasa! Aku akan melaporkan masalah ini kepada Tuan Juan. Kamu bukan murid Sekte Langit lagi!" hardik Hasto. Dia mengempaskan tangannya, lalu pergi. Jelas, maksud Hasto adalah membiarkan Zarina m
"Tadi aku benar-benar mengira kamu punya hubungan dengan Zarina. Semalam, aku melihatmu agak mabuk dan bau alkohol. Pagi ini, Zarina datang untuk membuat keributan. Makanya ...." Julian tidak menyelesaikan perkataannya, tetapi maksudnya sudah sangat jelas. Dia cemburu."Semalam aku tahu niat jahat mereka, jadi bertindak sesuai situasi. Kalaupun terjadi sesuatu padaku, aku nggak mungkin melakukan itu dengan Zarina. Lagian, aku nggak pernah bertemu Zarina," sahut Wira sambil mengelus kepala Julian.Julian merasa puas dengan penjelasan ini. Keduanya berdiri di aula, saling bertatapan dengan sorot mata penuh kelembutan.Sementara itu, terdengar teriakan histeris di luar sana sepanjang hari. Keesokan hari, jenazah Abbas dilemparkan begitu saja. Tidak ada yang menghiraukannya karena Hasto sudah memberi peringatan kepada semua orang.Di sisi lain, anggota Keluarga Ghanim sedang berkumpul dan membahas cara untuk menghabisi Wira."Aku nggak nyangka Wira akan tahu rencana kita. Kita sudah menyia
Selanjutnya, makin banyak orang yang tiba di lokasi sayembara."Lihat, itu Ozak yang sudah mencapai asterik puncak, 'kan?""Sepertinya begitu, masih ada Fardad dan Ishrat, mereka juga sudah mencapai asterik puncak!""Sepertinya Kak Ishrat sudah lama menyatakan perasaannya kepada Wanita Suci, tapi nggak pernah melakukan apa-apa karena Wanita Suci nggak menyukainya. Dia pasti membuat persiapan matang demi sayembara ini!""Kak Fardad juga hebat. Pertandingan kali ini pasti akan seru sekali!""Kalau dipikir-pikir, untuk apa kita datang ke sini? Kita sudah pasti kalah telak!"Para pesilat yang basis kultivasinya tidak terlalu tinggi sibuk bergosip. Tidak berselang lama, Juan dan 8 kepala keluarga tiba di arena."Selamat datang, semuanya. Kompetisi kali ini sangat sederhana, yaitu peserta harus tinggal di Pulau Tawang selama 7 hari. Dalam 7 hari ini, akan ada pohon prunus yang berbuah, tapi waktunya nggak tentu.""Kalian boleh menggunakan cara apa pun untuk mendapatkan buah itu. Ada ular pit
"Tuan Arham, bagaimana rencanamu untuk mendapat buah prunus itu? Semua pesilat asterik puncak pasti akan berjaga di sekitarnya," tanya Wira yang berjalan di samping Arham.Arham cukup terkejut karena mengira Wira akan mencurigai dirinya sebagai mata-mata Keluarga Ghanim dan menghindarinya. Tanpa diduga, pria ini malah berjalan di sampingnya dan mengajaknya berdiskusi."Wira, kamu sudah lupa kita ini lawan, ya? Jelas-jelas sudah terjadi masalah sebesar itu, tapi kamu masih memercayaiku? Gimana kalau aku mengkhianatimu nanti?" balas Arham sambil mengangkat alisnya. Tampak provokasi pada sorot matanya."Aku nggak keberatan kalau kamu memang berniat seperti itu," sahut Wira dengan tatapan dingin. Karena Wira tidak menunjukkan terlalu banyak ekspresi, Arham pun tidak bisa menebak tujuannya."Wira, Tuan Arham, ternyata kalian juga ikut sayembara. Gimana kalau kita berangkat bersama?" Terdengar suara yang kekanak-kanakan dari belakang. Keduanya sama-sama menoleh, lalu melihat seorang anak kec
Ketiganya mengobrol dengan senang, tetapi Wira bisa merasakan tatapan aneh sejak tadi, seperti ada ular ganas yang mengawasinya dari kegelapan."Kalian nggak merasa ada yang mengawasi kita sejak tadi?" tanya Wira."Maksudmu mereka bertiga?" sahut Arham sambil memberi isyarat mata kepada Wira untuk melihat ke samping.Wira mengikuti arah pandangnya, lalu mendapati ketiga orang itu menatap mereka lekat-lekat. Sorot mata mereka jelas menunjukkan provokasi dan penghinaan."Kamu Wira, 'kan? Kelihatannya biasa-biasa saja. Seharusnya, ujian yang diberikan Tuan Juan dan 8 kepala keluarga itu nggak sesulit yang orang-orang bayangkan.""Aku pernah mendengar tentangmu. Setelah melihatmu hari ini, aku nggak merasa ada kemampuan apa pun."Ketiga orang itu langsung menghampiri saat melihat Wira menatap mereka. Nada bicara mereka pun terdengar sangat sombong."Wira, atas dasar apa kamu merasa dirimu sanggup melawan kami yang merupakan anggota Sekte Langit? Kamu baru mencapai asterik menengah, tapi su
Akibatnya, para pesilat itu terhempas dalam sekejap. Kejadian ini tampak sangat tragis, membuat Wira tidak ingin melihatnya lagi.Asalkan berpikir dengan otak, siapa pun akan tahu bahwa mereka tidak mungkin sanggup melawan pesilat asterik puncak secara langsung.Setelah melihat situasi ini, orang-orang pun tidak berani mengambil tindakan lagi. Mereka hanya bisa menunggu di samping agar tidak melewatkan peluang yang ada.Arham dan Delmar mencari tempat untuk duduk agar bisa beristirahat. Sementara itu, Wira sedang mengelilingi pohon prunus karena merasa ada yang aneh dengan peraturan sayembara.Jika buah prunus ini begitu langka, mengapa harus diberikan kepada ular piton raksasa? Bukankah kedengarannya sangat tidak masuk akal? Kenapa tidak dimakan sendiri atau dipersembahkan kepada para petinggi? Pasti ada alasan yang tidak mereka mengerti.Wira memaksakan diri untuk memikirkannya. Hanya dengan cara ini, dia baru bisa menemukan jalan keluar. Dia tidak boleh berpangku tangan dan harus be
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan